Seni modern kita umumnya dipengaruhi barat, dan ada yang meninggalkan tradisi. Tak heran bila seni modern kita kehilangan identitas tradisi daerah, namun belum menemukan identitas nasional Indonesia. Para ahli barat bahkan menyebut bahwa seni modern kita terutama seni rupa hanyalah ''variasi'' dari seni barat dan karenanya disebut ''kehilangan identitas''.
Tiap jaman memiliki ungkapan sendiri-sendiri. Jadi tak mengherankan bila sebagian seni tradisi telah ''mati'' karena kehilangan masyarakat pendukungnya. Sebagian lagi hidup "Senin-Kamis" sungguhpun diupayakan pelestariannya, karena masyarakat pendukungnya makin lama makin sedikit. Sebagian seni tradisi mencoba menyesuaikan diri dengan keadaan masa kini. Namun dalam upaya ini terjadi ketidak seimbangan karena lebih banyak pengaruh dan kaidah barat yang masuk daripada unsur tradisi yang bertahan.
Hal ini sebenarnya menyedihkan karena di masa lalu kita dikenal
sebagai bangsa / suku bangsa yang mampu mengolah apapun yang datang
dari luar sehingga tinggi muatan lokalnya, berkembanglah kebudayaan
tanpa kehilangan jati diri. Dulu ini dimungkinkan karena kita
kenal betul tradisi milik kita, sedang di masa kini dalam hiruk
pikuk modernisasi, kita kurang mengenal (untuk tak disebut mengabaikan)
seni tradisi. Kekurangan ini antara lain bisa diatasi melalui
penelitian seni tradisi. Harus diakui dalam dunia penelitian di
Indonesia, penelitian seni tradisi kurang mendapat perhatian.
Para futuris telah meramalkan bahwa dalam era global yang saat
ini sudah mulai melanda kita, suatu produk / karya tidak cukup
bila hanya memenuhi standar internasional, ia sekaligus harus
memiliki warna lokal. Bila hanya memenuhi standar internasional,
maka siapa yang mau "membeli" dari negara sedang berkembang
yang baru berproduksi "kemarin sore"? Ia pasti lebih
suka membeli dari negara maju yang telah jelas pemasaran dan layanan
purna jualnya. Industri dan seni kita akan dilibas oleh negara
maju. Memiliki warna lokal, berarti kita harus meneliti tradisi
kita, dan kini ia merupakan soal "hidup atau mati",
artinya bila kita sendiri masih tetap tak mau menelitinya, maka
mutiara yang tersimpan dalam tradisi kita akan dicuri negara maju
untuk meningkatkan daya saing produk / karya mereka, sesuatu yang
saat ini sedang dan akan terus terjadi bila kita tidak berbuat
sesuatu. Penelitian seni tradisi bukan sekedar wujud fisiknya
atau untuk "kembali" ke masa lalu. Selain untuk dapat
menghayati kembali "heritage" kita., sekaligus
untuk menemukan konsep seni tradisi yang mungkin tak kalah "modern"nya
dari konsep barat dan bisa diangkat untuk seni di masa depan.
Karena penelitian seni tradisi di Indonesia berjalan lamban, maka
sejumlah seniman dengan "local genius"nya tak sabar
dan secara intuitip menjawab tantangan datangnya era global dan
mencipta dengan memanfaatkan konsep seni tradisi untuk karya modern
mereka. Umumnya karya-karya jenis ini muncul diseni pertunjukan:
Sardono, Bagong, Rendra, Guruh, Hari Rusli, Ki Manteb Sudarsono,
Garin Nugroho untuk menyebut beberapa nama.
Ada sebuah kisah mengenai sejumlah penduduk di suatu tempat di Afrika yang tiba-tiba bersembunyi di bawah meja saat menyaksikan suatu film kampanye pemberantasan malaria yang diproduksi oleh barat. Hal ini terjadi saat adegan nyamuk malaria yang hinggap di tangan. Karena kecil maka nyamuk di zoom in hingga jadi memenuhi layar. Rupanya bahasa rupa penduduk setempat mengartikan bahwa sesuatu yang digambar sangat besar adalah "dewa yang berkekuatan dahsyat". Jadi nyamuk malaria yang jahat dan sangat besar adalah makhluk yang menakutkan.
Namun ada kisah lain yang terjadi di daerah Eskimo. Suatu hari seorang missionaris barat menjenguk keluarga Eskimo di iglonya. Di dalam iglo pada dindingnya terpajang beberapa lembar poster yang diperoleh bapak eskimo dari kota. Poster-poster itu dipasang dengan bahasa rupa eskimo : ada yang terbalik, vertikal, horisontal, dsbnya (cara ruang angkasa). Kebingungan dan keterkejutan sang missionaris membuat semua penghuni iglo tertawa, termasuk anak-anak. Bagi mereka sungguh aneh bahwa missionaris kok mendapat kesulitan menikmati gambar yang terbalik.
Jadi yang penting bukan bahasa rupa mana yang dipakai di masa
kini, apakah modern atau tradisi, tapi apakah bahasa rupa tersebut
serasi untuk kelompok sasarannya.
Makalah ini selanjutnya akan membicarakan penelitian mengenai
bahasa rupa wayang, yang telah dimulai sejak tahun 1981, baik
wayang batu (relief cerita candi), wayang beber, wayang lontar,
wayang golek, maupun wayang kulit. Penelitian terakhir di tahun
1998 adalah tentang tayangan wayang kulit di televisi.
5.1. Sistem NPM dan RWD
Dalam penelitian ini ditemukan apa yang penulis sebut sistem menggambar RWD (ruang waktu datar) yang berbeda dengan sistem barat yang sangat berpengaruh dalam seni rupa, yaitu sistem NPM (naturalis perspektip momenopname). Seni rupa tradisi Indonesia sebenarnya tak pernah dekat dengan sistem NPM. Sistem NPM adalah sistem menggambar yang menghasilkan gambar deskriptip yang mencandera apa yang digambar seperti apa adanya.
Sistem NPM menggambarkan dari satu tempat / arah / waktu (''ceklik" seperti membuat foto). Apa yang digambar di"abadi"kan jadi sebuah adegan yang berupa gambar mati (still picture), dimana gambar di"penjara"kan dalam sebuah bingkai (frame).
Seni rupa tradisi kita lebih dekat dengan sistem RWD yang mencandera dengan stilasi apa yang digambar, dan mampu bercerita tentangnya, seperti yang dilakukan bahasa-kata, tari, drama yang bermatra waktu. Sistam RWD menggambar dari aneka tempat / arah / waktu. Gambar yang dihasilkan berupa sekuen (bukan still picture) yang bisa terdiri dari beberapa adegan, dan gambar tidak di"penjara" dalam frame, tapi "bergerak" dalam ruang dan waktu.
Oleh sebab itu tidak mengherankan bila bahasa rupa tradisi yang
RWD itu "filmis" sifatnya karena bermatra waktu, berbeda
dengan NPM yang "statis" karena tidak bermatra waktu.
5.2. Beberapa Skema Bahasa Wayang
DATA OBYEK
Bergerak
|
|
| |
CARA LIHAT
|
| Bahasa rupa ini dimaksud agar gambar dapat "dibaca" sungguhpun tanpa sastra/teks:
| |
SEKUEN
| TANPA KISI-KISI
| Bahasa rupa ini agar gambar mampu bercerita tentang banyak kejadian dalam rentang waktu, pindah tempat, dsbnya. | |
A-NATURALIS
| DI STILIR
| Bahasa rupa Borobudur berbicara dengan gesture & kesan ruang. | |
A-PERSPEKTIP
| CANDERA+CERITA
| Bukan hanya mencandera, tapi bercerita denganapa yang digambar. | |
A-MOMEN OP | BERDIMENSI WAKTU | Aneka arah / jarak / waktu. |
No | |||
1 | DATA OBYEK
|
|
|
2 | CARA LIHAT
|
| Bahasa rupa ini agar gambar dapat "dibaca" tanpa sastra/teks:
|
3 | TIAP SEKUEN
| TANPA KISI-KISI
| Bahasa rupa wayang beber jkk agar gambar mampu bercerita tentang banyak kejadian dalam rentang waktu, pindah tempat, dsbnya. |
4 | A-NATURALIS
| DI STILIR
| Bahasa rupa wayang beber jkk berbicara dengan gesture & kesan ruang. |
5 | A-PERSPEKTIP
| CANDERA+CERITA
| Bukan hanya mencandera, tapi bercerita dengan apa yang digambar. |
6 | A-MOMEN OP | BERDIMENSI WAKTU | Aneka waktu Aneka latar Kembar. |
| |||
|
| ||
| Sudut normal: tajam | ||
| |||
| |||
| |||
Catatan
Bahasa rupa wayang lontar mirip dengan wayang batu & beber, maka cukup diwakili oleh skema bahasa rupa wayang beber. Wayang golek juga mirip dengan wayang kulit, maka cukup diwakili oleh skema bahasa wayang kulit.
Dari aneka skema ini seniman bisa "berbelanja" warna lokal untuk karya seni masa depan, baik mengangkat seni tradisi ke masa kini, maupun memanfaatkan konsep seni tradisi untuk seni masa depan, hingga memiliki kekhasan, identitas dan warna Indonesia.
Akan dikemukakan beberapa contoh bagaimana bahasa rupa wayang dapat dimanfaatkan untuk komik, pergelaran wayang, penayangan wayang kulit dan wayang golek di TV; untuk "sinetron" golek/wayang kulit; produksifilm/sinetron, dsbnya.
Teori Relativitas Einstein secara populer berbunyi sbb: " Ruang dan waktu merupakan dua sejoli yang tak dapat dipisahkan. Tiap objek di alam memiliki ruang & waktunya sendiri-sendiri yang tak persis sama satu dengan yang lain, tapi objek-objek itu bisa bersama-sama masuk dalam sebuah tama".
Bukankah sistem RWD dalam seni rupa adalah ''kata lain'' bagi
teori relativitas dalam fisikamodern? Bukankah teori kerelatifan
ini ''pas'' dengan bahasa rupa tradisi wayang yangcontoh-contohnya
telah diuraikan di atas? Masih berapa banyak mutiara konsep seni
tradisi yang terpendam? Mengapa tidak digali dan dimanfaatkan
untuk seni masa depan kita?......
DAFTAR PUSTAKA PILIHAN
Sumber Utama
PRIMADI TABRANI, 1991, Meninjau Bahasa Rupa Wayang Beber Jaka
Kembang Kuning dari telaah Cara-Wimba dan Tata Ungkapan Bahasa
Rupa Media Ruparungu Dwimatra Statis modern, dalam hubunganya
dengan Bahasa Rupa Prasejarah, Primitif, Anak, dan Relief Cerita
Lalitavistara Borobudur, Disertai doktor, Fakultas Pasca Sarjana,
Institut Teknologi Bandung.
Sumber lainnya
ASTRA, 1983, Kalender Astra 1983, Jakarta.
CALLENFELS, PV van Stein, 1925, De Mintaraga-Basrelief aan de Oud-Javaansche Bouwwerken, PUBLICATIE VAN DE OUDHEIDKUNDIGE DIENTS IN NEDERLANDSCH INDIE, h: 11, pl: 55.
KROM, N.J.,1927, BARABUDUR-ARCHEOLOGICAL DESCRIPTION, Part I, Martinus Nijhoff, The Hangue.
MCLUHAN, Marshall, 1964, UNDERSTANDING MEDIA, New American Library, New York,
NAISBIT, John & Patricia Aburdene, 1982, MEGATREDS, Megatrends Ltd.
PRIMADI TABRANI, 1993, Bahasa Rupa sebagai Ilmu, Seminar Tunggal Sehari, FSRD-ITB.
-----------, 1997, Traditional Visual Art Concepts, a Source to go beyond 2000, ASPACAE, Konperensi Internasional ke-8 Konfederasi Pendidilkan Seni Asia Pasifik, Melbourne, Australiia.
-----------, 1998, Pencarian Identitas, Aspek Komunikatif Bahasa Rupa Komik Indonesia, Seminar dan Pameran Komik Nasional, Dirjen Kebudayaan, Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta.
-----------, 1998, Sastra Wayang Beber, Lokakarya Penulisan Buku Pinter Sastra Jawa, Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, Wisma Pelni, Cipayung.
-----------, 1998, MESSAGES FROM ANCIENT WALLS, Penerbit ITB.
WOSPAKRIK, Hans J., 1985, TEORI KERELATIFAN UMUM EINSTEIN,
Penarbit ITB.
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi : Nama/tgl lahir : Prof.Dr. Primadi Tabrani, Pamekasan 16-09-1935.
Alamat Rumah : Sangkuriang R'2 Bandung 40135, telp 2504896.
Alamat Kantor : S2-FFSD-ITB, Ganesha 10 Bandung 40132, tlp/fax 2515291.
Keluarga : Istri: Dra.H. Ayu Hasanah; Anak: Oki,
Pindi, Luna, Naneng.
Pendidikan : 1991. Doktor (S3), Fakultas Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung.
1979. A Course in Television Programme Making, RNTC, Hilversum, Belanda.
1976. Proffessional Training in Tertiary Education, UNSW, Sydney, Australia.
1970. Sarjana (Master) Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain,
ITB.
Pekerjaan : 1998-kini. Komisi Program Doktor FSRD-ITB.
1995-1998. Implementer Program Magister Seni Rupa dan Desain ITB.
1990-1994. Konsultan bidang media ruparungu, Pusdiklat Bakorsurtanal, Cibinong.
1978-1988. Manajer Produksi Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan ITB.
1973-1983. Koordinator TPB-FSRD-ITB.
1970-kini. Dosen FSRD-ITB, sejak 1973 di Trisakti, sejak 1997
di UNPAS.
Bidang Keahlian Aneka bidang a.l.: Pendidikan Seni Rupa, Kreativitas, Gambar Anak, Komunikasi Visual, Media Ruparungu, Bahasa Rupa, Sejarah Kebudayaan.
Hobby Membaca, Menulis, Meneliti, Kegiatan Gambar Anak, Kegiatan Olahraga, Produksi Media Ruparungu.
Buku yang relevan 1995, Gambar sebagai dasar perupa, juga Bahasa Rupa, DRAWING THE IGNORED ART, The Jakarta Post:93-102. 1998,
MESSAGES FROM ANCIENT WALLS, Penerbit ITB