I.
PENDAHULUAN
SISTEM
PENDIDIKAN MODERN : MENCARI ALTERNATIF
Berbicara tentang
pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan membicarakan sumberdaya manusia. Dalam pendidikan sangat diharapkan tercetak
“manusia baru” yang siap terjun dalam memperbaiki masyarakat. Hal ini terungkap dalam jargon umum yang
masyhur bahwa sarjana sebagai sosok produk pendidikan disebut sebagai “Agent of
Social change”. Melalui tangan
merekalah diharapkan akan terbentuk suatu generasi terbaik yang menjadi ujung
tombak suatu peradaban manusia.
Namun jauh dari apa yang diharapkan,
berita-berita tentang kejahatan, baik itu kejahatan pelajar dan kejahatan
intelektual, akhir-akir ini banyak menghiasi media massa. Kasus klasik tawuran antar pelajar misalnya,
kasus abprsi dan pergaulan bebas di kalangan remaja, ditambah lagi semakin
banyak pelajar yang menjadi pemakai NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat-zat
Adiktif). Semua masalah tersebut
semakin membuat kita prihatin akan nasib generasi muda yang akan datang.
Dari segi kebiasaan anak didik
tampak kecenderungan tumbuhnya “budaya”
yang tidak kondusif bagi dunia pendidikan antara lain kebiasaan bersikap
santai, kurang memiliki daya juang yang mandiri sehingga cenderung memilih
jalan pintas, lebih berorientasi mengejar ijazah/gelar dan status sosial saja
tetapi mengabaikan penguasaan ilmunya, hal ini nampak pada fenomena plagiat
tulisan ilmiah, penerbitan ijazah palsu, jual-beli skripsi/nilai dan munculnya
perguruan tinggi fiktif.
Dari segi g hidup tampak ada
kecenderungan sifat konsumtif, materialis, individualis, mengejar kenikamatan
hidup. Hal ini telah berakibat pada
menipisnya kepedulian sosial karen aorientasi hidupnya hanya diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Sebenarnya munculnya kejahatan
pelajar dan kejahatan intelektual menunjukkan bahwa masyarakat telah
terbelenggu oleh pola pikir dan pola sikap sekuler yang jauh dari agama Islam,
halal haram tidak lagi mereka jadikan sebagai tolak ukur bagi perbuaan mereka.
Permasalahan ini begitu kompleks
oleh karena itu mencari akar masalahnya menjadi sangat penting. Bentuk-bentuk kejahatan tersebut hanya
merupakan output, jadi yang juga haru sikut disoroti adalah input dan segala
hal yang memproses input menjadi output.
Lalu dimana letak kegagalan sistem pendidikan modern yang selama ini
telah diterapkan ?
A. KURIKULUM
PENDIDIKAN
Kurikulum adalah suatu kelompok pelajaran dan pengalaman yang diperoleh
si pelajar di bawah bimbingan sekolah. Atas dasar ini kurikulum mengandung dua sisi : a). Mata pelajaran (ilmu
pengetahuan itu sendiri)
b). Sistem/metode
penyampaian pelajaran tersebut
Konsep pendidikan dan
pengajaran yang diterapkan penjajah, menurut Al Baghdadi dalam Islam Bangkitlah
(1991) dilandasi dua hal utama yaitu :
pemisahan agama dari kehidupan (sekuler) dan menjadikan kepribadian Barat
sebagai idola.
Sistem pendidikan peninggalan kolonial yang diterapkan saat
ini hanya berkepentingan pada penyelenggaraan pendidikan umum saja, juga
berpengaruh pada penyelenggaraan pendidikan swasta yang mengacu pada sistem
kolonial yang memisahkan ilmu pengetahuan dari wawasan keagamaan, sulit
mendapatkan lulusan dengan kadar ketaqwaan yang kukuh lewat pendidikan
tersebut.
Cukup banyak yang mesti dikritisi dalam dunia pendidikan
modern, sebut saja misalnya materi pelajaran yang merupakan software paling
esensial di sekolah. Faham sekuler
diupayakan oleh penjajah untuk tetap dimasukkan dalam rangka menghilangkan
pengaruh Islam dalam kehidupan. Sains dipelajari semata-mata sebagai sains tanpa disertai
nilai Islam yang mengikatnya. Terlebih-lebih
dalam masalah ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, filsafat, hukum, sastra budaya,
Islam dialienasikan darinya.
Beberapa teori yang harus dicermati
karena bertentangan dengan Aqidah Islam
diantaranya adalah Mr. Antoine Laurent
Lavoisier (1789) yang menjurus pada pemahaman bahwa zat-zat itu tidak dapat
diciptakan dan dimusnahkan. Teori ini
telah menafikan peran Sang Pncipta. Teori
lain adalah teori Abiogenesis yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di
permukaan bumi ini berasal dari benda mati, segala sesuatu terjadi dengan
sendirinya dan alamiah, intinya bahwa teori ini menyatakan bahwa segala sesuatu
tidak memerlukan pencipta. Semua teori
ini berlandaskan pada pola pikir sosialis yang berseberangan dengan Islam. Padahal Allah SWT berfirman :
“ Wahai orang yang beriman, percayalah
kamu semua kepada Allah” (QS 4:136)
“Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya’ (QS As Sajdah 32:4).
Teori lain yang sangat bertentangan
dengan Islam adalah Harold Urey yang mengemukakan disertasinya bahwa awal
kehidupan (makhluk hidup) yang ada di bumi ini bukanlah diciptakan oleh
pencipta, melinkan merupakan hasil reaksi amoniak (NH3) dengan arus listrik kuat yakni kilat (petir). Teori lain yang tak kalah menyesatkan adalah
teori Darwin yang menyebutkan bahwa manusia berasal dari kera yang berevolusi
menjadi manusia.
Teori-teori di atas sangat bertentangan
dengan firman Allah:
‘”Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi
Allah seperti halnya perumpamaan Adam. Ini diciptakan dari tanah, kemudian Dia
katakan: “Jadilah Engkau! Maka jadilah ia” (QS Ali Imran 3:59).
Pengetahuan mengenai ide-ide yang bertentangan dengan Aqidah Islam
seperti contoh-contoh tersebut diatas seharusnya tidak boleh dimasukkan dalam
kurikulum karena dengan mengajarkannya maka mendorong para pelajar untuk
mengambil dan meyakininya sehingga merusak aqidah mereka. Akan tetapi apabila pengetahuan itu hendak dimasukkan dalam
kurikulum, maka itu boleh dipelajari di PT saja dan harus disertai dengan
penjelasan mengenai kesalahan dan kepalsuannya, serta diungkap
pemikiran-pemikiran yang bathil supaya orang tidak akan mengambil dan
meyakininya.
Hal lain yang sering disoroti dalam
dunia pendidikan kita adalah proporsi materi keagamaan yang diberikan di
sekolah. Sekalipun pelajaran agama
tetap diberikan tetapi proporsinya sangatlah minim. Yang dimaksud disini adalah agama sebagai nidzomul hayah (aturan
hidup) yang didalamnya ada standar perbuatan (hukum syara’) yang mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bukan agama dalam pengertian
terbatas yang terdapat di kurikulum yang bersifat hafalan yang tidak punya
pengaruh bahkan cenderung diremehkan. Sekarang
ini pelajaran agama di sekolah identik dengan pelajaran ilmu sosial yang hanya
dihafal menjelang ujian. Di sekolah
umum pelajaran agama hanya mendapatkan porsi 2 jam per minggu, kurang dari 5%
dari total jam pelajaran dalam seminggu.
Di tingkt perguruan tinggi hanya 2 sks dari sekitar 150 sks yang harus
diambil untuk menyelesaikan program S1 atau hanya sekitar 1,3% dari total sks.
Dengan demikian maka para pelajar setiap hari terus
dipenuhi dengan ilmu sains dan teknologi dan mengalami kekeringan dalam
perkembangan keagamaannya. Oleh karena itu
tidak mengherankan jika hasil pendidikan menjadi “ambivalen”. Ahli dalam bidang sains tidak faham tentang
Islam pun jauh dari bayangan. Dengan
demikian sangat logis jika putera-puteri di negeri Islam yang mengenyam
pendidikan modern/sekuler – berperilaku menentang Islam. Selain itu sangat
logis jika mayoritas alumninya ketika diserahi memegang tampuk pimpinan,
pemerintahan, aparat penegak hukum, pendidikan dan kebudayaan, militer, dll
telah memiliki pola pikir dan warna sekuler.
Adapun dari sisi
metode pengajaran, sistem pendidikan saat ini cenderung kepada transfer ilmu
semata, tidak ada keinginan untuk menguasai ilmu secara komprehensif. Hal ini disebabkan karena peran guru yang
hanya mengurusi masalah menyelesaikan kurikulum pada waktu yang cepat,
sementara mata ajaran yang harus diajarkan begitu banyak dan padat, bahkan
terkesan materi-materi yang diajarkan
tidak bermanfaat. Ditambah lagi siswa
dibatasi waktu belajarnya, sehingga
para siswa hanya mengejar kelulusannya, bukan target penguasaan ilmu dan
mendapat ijazah.
Berbeda halnya dengan
sistem pendiidkan Islam. Tujuan
kurikulum pendidikan Islam adalah memberikan bekal kepada siswa berupa
pemikiran dan ide-ide yang sehat serta membentuk kepribadian Islam yang
kuat. Sehingga dalam pemndidikannya
tidak dibedakan pendidikan dalam bidang agama dan umum, semua diberikan secara
proporsional. Pendidikan agama diberikan dengan intensif untu memberikan
bekal para sarjana muslim dalam mengembangkan sains dan teknologi.
Metode yang digunakan
dalam pendidikan di masa pemerintahan Islam bertujuan untuk membentuk pribadi
muslim yang tangguh sekaligus membekalinya dengan pengetahuan yang diperlukan
dalam kehidupan. Ini terbukti dari
banyaknya sarjana muslim yang tidak hanya menguasai berbagai bidang ilmu namun
juga memadai pemahaman Islamnya.
Beberapa program
(materi dan metode) pendidikan yang pernah diterapkan pada masa pemerintahan Islam
adalah sebagai berikut:
1). Materi pendidikan dibangun berdasarkan Aqidah Islam
2). Dalam pelaksanaan pendidikan, ilmu pengetahuan yang bersifat sains
dan teknologi diajarkan seiring dengan pelajaran yang bersifat
pemikiran/tsaqofah. Namun demikian, sebagaimana
sejarah membuktikan bahwa perkembangan yang pertama terlihat dari pemerintahan
Islam saat itu adalah pemikiran Islam dalam artian ijtihad dan banyaknya
mujtahid. Pengiriman utusab-utusan
khalifah ke beberapa negara termasuk ke China pada kurun waktu 644-656 H tidak
mungkin dilakukan jika tanpa disertai pemahaman yang baik terhadap pemikiran
Islam pada utusan tersebut.
Pada abad ke-3 H
perkembangan sains dan teknologi tampak semakin signifikan. Fakta tersebut memberi gambaran kepada kita
bahwa tsaqofah Islam memang ditransfer dengan intensif kepada kaum muslimin
termasuk dalam dunia pendidikan.
Setelah tahapan kematangan pengetahuan tsaqofah Islam tertentu barulah
diajarkan setelah mencapai kematangan berfikir secara Islami. Beberapa program metode pendidikan yang
diterapkan di masa pemerintahan Islam adalah sebagai berikut:
1). Bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa Arab
2). Pengajaran sains dan teknologi diberikan tanpa memandang batas
usia, tidak ada batasan waktu seorang
menyelesaikan suatu kajian ilmu. Biasanya seorang murid belajar pada satu atau lebih dari satu orang
guru. Mereka mempelajari satu kitab
atau lebih yang ditulis gurunya. Setelah
selesai, diberikan ujian lisan komprehensif memakai teknik diskusi tentang apa
yang telah dipelajarinya. Setelah lulus
guru memberikan rekomendasi tertulis
(ijazah) bahwa seorang murid telah menguasai suatu ilmu. Pada 320 H Abu Bakar Ar Raji, seorang dokter
senior, pernah melakukan tes lisan terhadap calon dokter yang akan bertugas di
Bghdad, sebagaimana dialami Ibnu Ushoibi’ah pada masa Khalifah Al Muqtadir.
3). Dalam sistem pendidikan Islam tidak dikenal
adanya libur semester atau libur lainnya.
Tidak ada kendala waktu belajar, mengingat sistem pendidikan dilakukan
seumur hidup. Tidak ada syarat
administrasi, rentang waktu menyelesaikan suatu studi, uang sekolah dan
berbagai persyaratan untuk masuk sekolah.
Karena
hal ini tergantung tingkat kemampuan siswa.
4). Ilmu dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ilmu dipelajari
untuk dimanfaatkan bukan sekedar ilmu semata.
Demikian beberapa
kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam pendidikan semasa Kekhilafahan
islam. Sistem ini telah terbukti mampu
melahirkan sarjana-sarjana muslim yang berkualitas, baik dalam bidang iptek
maupun imtak.
2. BIAYA PENDIDIKAN
Fenomena menarik lain
yang dapat kita saksikan pada sistem pendidikan modern adalah komersialisasi
pendidikan. Hal ini semakin terasa bagi
mereka yang terpaksa bersekolah di swasta’.
Mahasiswa IPB saja yang merupakan PTN pada tahun 1999 ini sekitar 40 %
mahasiswanya (yakni 4300 orang) tidak mampu lagi membayar SPP yang terus
meningkat ! (Pikiran Rakyat, 9/4/99).
Berbagai pungutan sekolah dilakukan di luar SPP. Pungutan-pungutan tersebut bahkan kurang
perlu seperti keharusan siswa membeli buku pelajaran dari suatu penerbit, uang
studi tour, seragam, dll. Belum lagi
ditambah biaya gedung, bangku, ujian, her, legalisasi dan tetek bengek
lainnya. Tidak sedikit orang tua yang
mengeluh, akhirnya pasrah dan tidak mampu menyekolahkan anaknya.
Dalam pandangan Islam
pendidikan bukan barang dagangan, tapi kewajiban dan amanah Rasulullah SAW yang
harus diwujudkan. Masyarakat harus
dipermudah mendapatkannya. Sistem pendidikan
di masa pemerintahan Islam tidak mengenal adanya uang sekolah/SPP. Semua siswa dapat belajar dengan
cuma-cuma. Demikian halnya dengan
guru-guru yang digaji oleh pemerintah, bukan oleh siswa. Khalifah Al Muntashir mendirikan Madrasah Al
Mustansiriah di Baghdad sebagai lembaga pendidikan yang bebas biaya. Setiap siswa mendapat uang saku satu
dinar. Kehidupan siswa dijamin, baik
berupa makanan, tempat tinggal dan buku-buku.
Dlam lingkungan sekolah terdapat pemandian, RS dan perpustakaan yang
lengkap. Semua itu dapat digunakan
tanpa dipungut biaya sedikitpun. Hal
ini berlaku pula dengan sekolah/majelis ilmu yang diabngun perorangan. Saat itu lembaga pendidikan dilakukan dengan
sistem wakaf, bukan bisnis seperti perdagangan pada umumnya.
3. PERAN GURU DAN
ORANG TUA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN ANAK DIDIK
Tidak salah tentu, kalau
kita mencoba menilai para dewan guru dan orang tua, sebab beliau-beliau itu
punya akses besar terhadap dunia pelajar dan pendidikan. Kalau kita cermati para guru di sekolah
sekarang ini kebanyakan hanya transfer ilmu semata dan tidak peduli terhadap perkembangan
perilaku dan kepribadian pelajar yang mulai mencari identitas dan jati dirinya
yang apabila tidak diarahkan sejak dini akan ikut memperpanjang potret buram
dunia pendidikan.
Sebenarnya para guru ikut
bertanggungjawab terhadap anak didiknya, mulai dari masalah ilmu pengetahuan
sampai perkembangan perilaku dan kepribadian mereka dan menyelamatkan mereka
dari teori-teori barat yang jauh dari nilai-nilai agama.
Masalah klasik yang
menyebabkan guru terkesan tidak peduli terhadap siswanya adalah masih rendahnya
gaji guru, sehingga sebagian besar mereka harus mencari nafkah tambahan lain
untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal
inilah yang menyebabkan guru tidak punya waktu yang cukup untuk memperhatikan
anak didiknya serta melakukan kajian komprehensif dan komparatif dari berbagai
literatur sebagai tambahan wawasan mengajarnya.
Seperti dilaporkan oleh
Sabili ( 17 Mei 2000) bahwa banyak guru yang berprofesi ganda mencukupi
kebutuhannya, demikian menurut Kurniawan, Kepala Madrasah al Istiqomah, Cakung
Jaktim. “
Memang banyak guru yang nyambi bertani atau ngojek. Menurut mardi “ Pak guru ojek”, guru SD di Bekasi, setiap pagi
setelah memberi muridnya tugas, ia keluar dari areal sekolah untuk mangkal
dengan motor ojeknya. Hal itu
dilakukannya pada jam pelajran, Kepala Sekolahnya bukan tidak tahu dengan
keadaannya, “ Mengandalkan gaji guru saja tidak cukup, paling-paling tahan cuma
seminggu. Itu Juga sudah bagus malahan
kadang cuma tiga-emapat hari”, ujarnya.
Dibandingkan
dengan guru di negara lain memang gaji guru di Indonesia jauh tertinggal,
rata-rata gaji guru di Indonesia adalah Rp 300 ribu – Rp400 ribu,. Di Malaysia, guru rata-rata memperoleh gaji
Rp 3 juta – Rp 4 juta. Bahkan ada
seorang guru SMEA Swasta di Manggarai Jakarta mengaku hanya mendapat honor
bulanan Rp 50.000,-. Padahal ia
mengantungi gelar S1.
Di masa pemerintahan islam
santunan bagi ilmuwan dan insinyur merupakan kebijakan yang selalu
dipertimbangkan oleh pemerintah.
Tradisi memberikan santunan ini telah dimulai pada pemerintah khalifah
Umar bin Khathab yang memberi gaji guru-guru di Medinah sebesar 15 dinar per
bulan setara dengan Rp 4.800.000, relatif tidak berbeda dengan gaji Abu Bakar
ketika menjadi khalifah 20,8 dinar/bulan setara denga Rp 6.630.000,- (Khalifah
Rasulullah, CV Diponegoro, 1996). Banu
Musa hidup makmur di jaman kekhilafahan Baghdad (abad 3 H), sementara Al Jazari
juga menerima santunan yang tidak sedikit dari para penguasa Aruqid. Tiga ratus tahun setelah Abu Musa, Ibnu Al
Haytsam, ilmuwan yang hidup pada masa Khalifah Al Hakim Bi’amrillah menerima
gaji 100 dinar per bulan, dan akhirnya hanya beliau ambil 4 dinar.
Demikian pemerintah Islam
senantiasa memperhatikan kesejahteraan para guru dan ilmuwan. Dengan demikian sistem pemerintahannya mampu
menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya pendidikan.
Di samping para guru peran
orang tua pun sangat dibutuhkan keterlibatannya dalam dunia pendidikan. Saat ini peran orang tua terhadap pendidikan
anak sangat kurang. Mereka menyerahkan
kepada para guru di sekolah. Dalam
Islam pendidikan bukanlah sekedar “transfer of knowledge” saja tanpa
memperhatikan ilmu pengetahuan tersebut dapat mengubah sikap dan tingkah laku
anak. Oleh karena itu diperlukan
pengawasan terhadap tingkah laku anak, sejauh mana mereka terikat dengan ide
tentang kehidupan. Disinilah peran
orang tua sangat diharapkan. Orang tua
perlu memahami dasar-dasar pribadi individu, tahap-tahap untuk membentuk
kepribadian Islam pada anak-anak, sejak mereka masih bayi sampai mereka aqil
baligh. Dengan peran guru dan orang tua
inilah, generasi Islam akan menjadi generasi “ Khoiru Ummah”.
Tanggung Jawab orang tua
terutama pada fase pendidikan, usia ….
Menurut Islam, peranan orang tua berdasarkan tahapan pendidikan anak
dapat dilihat sebagai berikut :
a)
Tahap I (usia 0 s/d 7 tahun); dimana anak sangat membutuhkan kasih
sayang ortu terutama ibu. Peranan ibu sangat vital dan tidak dapat
digantikan. Apabila anak-anak mencapai
usia 6 tahun, maka anak diajarkan adab sopan santun serta sifat-sifat akhlak
yang mulia.
b)
Tahap II ( usia 7 s/d 12 tahun); merupakan tahap pemeliharaan anak
dengan pengarahan nasehat, teguran dan peringatan dengan pukulan saat-saat
tertentu.
c)
Tahap III (usia 10 s/d 15 tahun); merupakan tahap paling penting karena
merupakan tahap pubertas sehingga tahap ini disebut tahap ta’dib
(pengawasan/pendisiplinan).
d)
Tahap IV (usia > 15 tahun); dimana sikap orang tua harus berbeda
dengan sebaliknya.
4. PERAN NEGARA DALAM MENYELENGGARAKAN PENDIDIKAN UMAT
Pendidikan adalah kebutuhan
asasi umat, sebab dengan proses pendidikan umat dapat memahami tsaqofah Islam
yang menjadi pengarah hidupnya. Oleh
karena itu, pendidikan menjadi tanggung jawab negara untuk menanganinya, dan
termasuk kategori kemaslahatan umum yang harus diwujudkan oleh negara agar
dapat dinikmati oleh seluruh rakyat.
Sabda Nabi SAW :
“Setiap imam adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas urusan yang
dipimpinnya” (HR. Ahmad, Syaikhani, tirmidzi, Abu daud dari Ibnu Umar).
Beberapa peran pemerintah
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Pemerintah
bertugas untuk menjaga aqidah umat, oleh karena itu kurikulum harus dibangun
berdasarkan Aqidah Islamiyah. Tidak
dibenarkan tsaqofah-tsaqofah asing dipelajari di tingkat dasar dan menengah,
hanya boleh di PT itupun dijelaskan kekeliruannya. Sementara sains diberikan pada seluruh tingkatan
pendidikan.
2.
Menurut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim,
karenanya seluruh lapisan masyarakat berhak mendapatkan berbagai fasilitas
untuk memenuhi kewajiban terseburt. Dan negara wajib
mengadakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan tersebut. Termasuk dalam hal ini adalah membangun
gedung sekolah, perpustakaan, buku-buku, memberi gaji yang layak bagi para guru
dan ilmuwan dan sebagainya yang dapat menunjang pelaksanaan kewajiban ini.
Sementara perhatian
pemerintah terhadap sektor ini di Indonesia sangatlah kecil. Dana untuk pendidikan hanya 6,8 % dari
seluruh anggaran nasional (Sabili, 17/05/00).
Tentu saja ini tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan umat terhadap
pendidikan, akibatnya biaya pendidikan sangatlah mahal dan banyak orang yag
pada akhirnya putus sekolah.
3.
Individu muslim yang mampu diperbolehkan membangun sekolah dengan
status badan waqaf dimana mereka menanggung seluruh biayanya; dan kurikulumnya
harus disesuaikan dengan kurikulum negara.
4.
Masalah krusial yang sering dikaitkan dengan dunia pendidikan adalah
dunia kerja. Logikanya adalah bagaimana
agar lulusan lembaga pendidikan dapat terserap ke duani kerja namun demikian
ternyata masih banyak lulusan pendidikan yang menjadi pengangguran. Syari’at
islam telah membebankan kepada negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang
tanggung jawab pelaksanaannya ada di tangan khalifah. Maka negara wajib membuat strategi pendidikan berdasarkan kepada
tujuan pendidikan Islam dan kebutuhan tenaga ahli yang diperlukan masyarakat. Hal ini dilakukan juga dalam rangka untuk
menjamin kebutuhan pokok setiap warga negara.
Oleh karenanya negara mengusahakan agar lulusannya khususnya yang wajib
untuk mencari nafkah untuk menyediakan lapangan kerja bagi mereka. Dalam Islam
ilmu dipelajari dengan tujuan yang jelas.
Ilmu dipelajari bukan sekedar ilmu itu sendiri. Ilmu yang tidak bermanfaat buat perkembangan
masyarakat. Dengan cara itu akan
dihasilkan sarjana yang berkepribadian Islam, berilmu dan trampil, serta siap
menjawab tantangan kehidupan bukan sejumlah pengangguran yang menjadi beban masyarakat.
Setiap muslim yang
berkepribadian Islam, apapun tingkat pendidikan dan keterampilannya tidak akan
menganggur, sebab bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menanggung
nafkah keluarganya dalam pandangan Islam hukumnya wajib. Allah SWT berfirman :
“ Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya. Janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya dan
warispun berkewajiabn demikian” (QS. Al Baqaroh:233)
Jadi seorang akan malu kalau
menganggur dan akan merasa terhormat sekalipun mendapat pekerjaan yang kasar,
asalkan halal. Rasulullah pernah memuji
sahabat Sa’ad bin Muadz r.a. yang tanggannya tebal karena bekerja kasar dengan
mencium tangannya dan bersabda :
“(Ini adalah) dua tangan
yang dicintai Allah ta’ala” (Abdul Aziz Al Badri, Hidup Sejahtera dalam Naungan
Islam, hal 26).
KHATIMAH
Demikianlah gambaran tentang
bagaimana sistem pendidikan yang seharusnya dijalankan untuk menghindari
kehancuran umat manusia dewasa ini dari “Jahiliyah modern”, maka bagi kita kaum
muslimin harus mengacu pada sistem pendidikan dan pembinaan yang dilakukan oleh
Rasulullah dan para sahabat serta para khalifah terdahulu, sehingga berhasil
mengangkat harkat dan martabat manusia ke tempat yang mulia dan berhasil
mengangkat harkat dan martabat manusia ke tempat yang mulia dan berhasil
memberikan cahaya (memimpin) atas umat manusia lainnya sebagai rahmat bagi alam
semesta.
Sistem tersebut harus dapat
dijalankan dengan sempurna ketika didukung oleh sistem-sistem yang lain baik
politik atau pemerintah, karena pendidikan merupakan bagian integral dari suatu
sistem yang membentuk tatanan masyarakat.