Edisi 074
NASIHAT UNTUK WAKIL RAKYATSidang Umum DPR/MPR hasil pemilu tahun 1999 tengah berlangsung. Sidang yang telah dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1999 dan direncanakan berakhir tanggal 21 Oktober 1999 tersebut merupakan perhelatan penting bangsa ini. Paling tidak, karena sidang ini adalah sidang pertama di awal masa reformasi, dan dilakukan oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu yang dinilai relatif jurdil dan luber. Sehingga, diharapkan dihasilkan suatu pemerintahan yang legitimate, yang mendapat pengakuan oleh (wakil-wakil) rakyat.
Namun yang paling penting dari semuanya adalah kenyataan bahwa agenda-agenda yang akan dibahas oleh wakil-wakil rakyat amat menentukan arah dan perjalanan bangsa ini di masa mendatang. Agenda-agenda tersebut bukan saja sekadar memilih dan menentukan kepala negara dan wakilnya saja, tetapi juga menyangkut amandemen UUD45 sampai kepada masalah apakah TAP No. VI/MPR/1978 yang mensahkan integrasi Timor Timur akan dicabut atau tidak ?
Maka, adalah suatu kewajiban bagi masyarakat untuk memberikan nasihat, kritik maupun usulan kepada wakil-wakilnya yang ada di DPR/MPR, karena hasil-hasil keputusan mereka mengatasnamakan rakyat, dan akan berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat, terutama kehidupan politik
Kedaulatan di tangan Syara, bukan di tangan Rakyat.Islam telah mewajibkan kepada setiap pemeluknya untuk selalu terikat dengan syariat (hukum-hukum) Islam dalam menentukan setiap langkahnya. Termasuk dalam hal ini adalah setiap penentuan materi yang dibahas dan akan diputuskan oleh wakil-wakil rakyat wajib menggunakan tolok ukur hukum syara, bukan suara mayoritas, kecuali hal-hal yang berkait dengan persoalan teknis.
Islam mengharuskan pula bahwa pihak yang memiliki kedaulatan dalam menetapkan sistem hukum dan pemerintahan berada di tangan Syari (Allah SWT), bukan diserahkan kepada rakyat. Rakyat dalam hal ini (baik mereka itu rakyat biasa, wakil-wakil rakyat maupun kepala negara) hanyalah pelaksana dan penjaga hukum Allah SWT.
Firman Allah SWT:
"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan." (QS. An Nisa : 65)
Ayat ini dengan gamblang menunjukkan bahwasanya siapa saja dari kaum muslimin yang mengakui Dinul Islam, yang yakin dan percaya kepada Allah SWT, akan tetapi tidak bersedia dan tidak mau merujuk serta menjalankan syariat-Nya, maka ia sama saja dengan orang-orang yang tidak beriman (kepada Allah SWT dan hukum-hukumNya).
Allah SWT juga telah mewajibkan kaum muslimin agar menerapkan Islam secara total, dalam seluruh aspek kehidupan, dan agar mereka menjalankan roda pemerintahan dengan Islam, serta agar konstitusi dan seluruh bentuk perundang-undangan mereka merupakan produk-produk hukum syara yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Allah SWT berfirman :
"Maka, putuskanlah perkara (peradilan dan pemerintahan) diantara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah) yang telah datang kepadamu." (QS.Al Maidah : 48)
"(Dan) hendaklah kamu memutuskan perkara (pengadilan dan pemerintahan) diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (Dan) berhati-hatilah kamu terhadap mereka, agar mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu." (QS. Al Maidah : 49)
Dua ayat di atas secara tegas menunjukkan kepada kaum muslimin, bahwa dalam hal penetapan keputusan-keputusan, baik dalam perkara peradilan, pemerintahan, dan seluruh perkara yang menyangkut aspek kehidupan hanya memiliki satu pilihan, yaitu ditetapkan berdasarkan dan hanya merujuk kepada hukum-hukum Allah SWT dan Rasulullah saw. Tidak ada alternatif lain bagi seorang muslim untuk merujuk pada sistem hukum lainnya. Bahkan menurut Islam, tidak menjalankan sistem politik dan pemerintahan, sistem peradilan, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem sosial, Hankam, dan sebagainya berdasarkan hukum Islam, berarti ia telah kufur, sebagaimana yang dijelaskan di dalam firman Allah SWT :
"(Dan) siapa saja yang tidak memutuskan perkara (menjalankan urusan pemerintahan dan peradilan) dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang kafir." (QS. Al Maidah : 44)
Setiap perselisihan diantara mereka yang menyangkut penetapan sistem peradilan, sistem pemerintahan dan yang sejenisnya, tetap harus dikembalikan kepada (hukum) Allah dan Rasul saw. Seperti yang dijelaskan di dalam firman Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada (hukum) Allah (Alqur'an) dan (hukum) Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian." (QS. An Nisa : 59)Arti dari kembalikanlah ia kepada (hukum) Allah (Al Quran) dan (hukum) Rasul (Sunnahnya) berarti harus dikembalikan kepada hukum/syariat Islam. Kaum muslimin, baik ia kepala negara, wakil-wakil rakyat ataupun individu harus tunduk di bawah (hukum) Allah SWT. Inilah makna dari kaidah:
"Kedaulatan itu berada di tangan Syara (hukum Allah), bukan di tangan ummat."
Oleh karena itu setiap keputusan ataupun perbuatan yang bertolak belakang dengan hukum-hukum syara adalah tertolak. Sabda Rasulullah saw :
"Siapa saja yang menjalankan suatu amal perbuatan yang bukan berasal dariku, maka perbuatannya itu tertolak." (HR. Muslim)
Ubah Konstitusi Secara Total
Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, peranan Konstitusi bagaikan pilar-pilar bagi sebuah bangunan masyarakat. Untuk mengetahui kuat atau tidaknya sebuah negara dan masyarakat cukuplah dengan melihat konstitusinya, bahkan untuk melihat benar-salahnya sistem peradilan, pemerintahan, politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain, cukup dengan mengamati dan mempelajari konstitusi negara tersebut.
Dengan demikian untuk menghasilkan negara dan masyarakat yang kuat, serta berjalan di atas rel kebenaran, maka konstitusi harus dibuat berdasarkan dan hanya merujuk kepada hukum-hukum syariat Islam saja. Sebab kebenaran (al haq) itu adalah Islam, bukan yang lain.
Rencana untuk melakukan amandemen terhadapUUD45, terutama merevisi dan merestrukturisasi lembaga-lembaga tinggi negara adalah agenda penting yang banyak menjadi sorotan di tengah sidang umum MPR/DPR saat ini. Sungguh, amatlah tepat kiranya momentum tersebut digunakan untuk mengkaji kembali, -bukan saja melakukan amandemen- melainkan melakukan perubahan total atas konstitusi UUD45. Mengubah secara total UUD45 dengan konstitusi yang berdasarkan syariat/sistem hukum Islam, berarti juga mengharuskan pelaksanaan seluruh sistem pemerintahan, peradilan, ekonomi, politik, pendidikan, sosial dan sebagainya berdasarkan syariat Islam. Itu berarti harus mengubah dasar negara dengan konstitusi Islam, mengubah sistem pemerintahan dan struktur negara yang berbentuk Republik dengan sistem Khilafah Islamiyah, merombak mekanisme ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi Islam, mengubah politik dalam dan luar negeri serta hubungan internasional sesuai dengan pandangan syariat Islam.
Perubahan total atas UUD45 dan menggantikannya dengan konstitusi Islam adalah hal mendesak yang wajib dilakukan oleh wakil-wakil rakyat yang mewakili mayoritas penduduk negeri ini yang muslim. Sebab, mereka adalah orang-orang yang mampu melakukannya dan menjadi pihak pertama yang memperoleh taklif (beban hukum) untuk mengubah konstitusi. Apabila kewajiban ini diabaikan, tentu akan menjerumuskan mereka dalam dosa yang amat besar, dan berhak memperoleh siksa yang amat pedih di akhirat kelak.
Allah SWT menyindir dan memperingatkan mereka sebagaimana firman-Nya: :
"Apakah (sistem) hukum Jahiliyah (selain hukum Islam) yang mereka kehendaki? Dan (sistem) hukum siapakah yang lebih baik daripada (sistem hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?" (QS. Al Maidah : 50)
Jadi apakah Anda --wakil-wakil rakyat-- lebih menghendaki diterapkannya hukum-hukum Jahiliyah? Dan tidak menghendaki bahkan membenci diterapkannya hukum-hukum Allah ? Apakah Anda menghendaki keridloan rakyat --meskipun sebagian besar mereka itu jahil dan fasik--, ataukah Anda mengharapkan keridloan Allah ?
Timor Timur adalah bagian negeri Islam
Agenda penting lainnya yang pasti dibahas oleh wakil-wakil rakyat di DPR/MPR adalah masalah Timor Timur. Apakah hasil jajak pendapat yang menghendaki terpisahnya wilayah Timor Timur dari Indonesia --yang note bene adalah negeri Islam-- diterima oleh DPR/MPR saat ini dengan mencabut TAP No. VI/MPR/1978? Ataukah DPR/MPR yang menjadi pencerminan aspirasi seluruh masyarakat Indonesia menolaknya ?
Dalam kasus ini hendaknya semua kaum muslimin, apakah ia sebagai wakil-wakil rakyat, penguasa maupun individu muslim wajib merujuk kembali kepada hukum Islam mengenai perkara ini.
Islam, telah menentukan bahwa setiap wilayah yang sudah masuk ke dalam pangkuan negeri-negeri Islam tidak diperkenankan untuk keluar dan membentuk wilayah tersendiri dari negeri-negeri Islam. Apalagi bila mengandung indikasi adanya sabotase pihak asing. Setiap kekuatan yang berupaya untuk memecah belah atau mengeluarkan diri dari kesatuan wilayah negeri-negeri Islam, maka harus dicegah karena bertentangan dengan hukum Islam. Bahkan bila dipandang perlu harus diperangi, lebih-lebih jika mereka berkomplot dengan kekuatan asing. Kecuali apabila mereka kembali kepangkuan kesatuan wilayah negeri muslim, maka kekuatan bersenjata tidak diperlukan lagi.
Rasulullah saw telah memerintahkan kaum muslimin untuk memerangi setiap orang yang berupaya untuk memecah belah atau melepaskan diri dari wilayah kesatuan Daulah Khilafah Islamiyah, melalui sabdanya :
"Siapa saja yang datang kepada kamu sekalian -sedangkan urusan kalian berada di tangan seseorang (kepala negara/Khalifah)- kemudian dia hendak memecah belah kesatuan jamaah kalian, maka bunuhlah dia itu." (HR. Muslim)
Atas dasar inilah, maka proses jajak pendapat yang menghasilkan keinginan sebagian besar masyarakat Timor Timur untuk berpisah dari negeri Islam --yaitu Indonesia-- adalah tertolak dan tidak dapat disahkan menurut hukum Islam.
Disamping itu juga, proses pemisahan wilayah Timor Timur dari Indonesia tidak lepas dari makar jahat dan skenario global negara-negara Kafir Barat, seperti AS, Australia, Inggris, Jerman, Perancis dll. yang menghendaki terpecah belahnya negeri-negeri Islam menjadi wilayah yang kecil-kecil. Sehingga memudahkan mereka untuk mengendalikan dan menjajah kembali negeri-negeri Islam yang kaya dengan sumber daya alam dan energi.
Lepasnya wilayah Timor Timur merupakan langkah awal untuk memecah belah wilayah-wilayah Indonesia lainnya, seperti Aceh, Maluku, Irian Jaya. Dengan kedok Demokrasi (yaitu keinginan sebagian besar rakyat daerah tersebut), negara-negara Barat yang Kafir akan melancarkan kembali serangan-serangan politiknya terhadap kaum muslimin di Indonesia.
Sungguh, apa yang dilakukan penguasa dengan memberikan opsi kepada rakyat Timor Timur dan dengan diamnya wakil-wakil rakyat yang memiliki kemampuan untuk membatalkan keputusan jajak pendapat melalui penegasan berlakunya TAP No. VI/MPR/19978, merupakan dosa besar yang amat berat siksaannya di sisi Allah SWT. Sebab hal ini menunjukkan keridloan mereka terhadap orang-orang Kafir yang amat membenci Islam dan kaum muslimin dengan membiarkan sebagian wilayahnya diserahkan begitu saja kepada musuh, disamping menunjukkan juga tidak becusnya mereka dalam menjalankan politik luar negeri. Bila kenyataannya demikian, berarti kaum muslimin saat ini menjadi incaran dari musuh-musuhnya yang dengan buas mengintai dan siap menerkam kapan saja.
Khatimah
Maka, Anda --wahai wakil-wakil rakyat--, adalah wakil dari masyarakat negeri Islam terbesar yang sebagian besar penduduknya beragama Islam. Anda adalah orang-orang yang sebagian besar juga mengakui kebenaran Dinul Islam, yang percaya kepada Allah SWT dan mencintai Rasulullah saw serta kaum muslimin. Anda juga meyakini bahwa perhitungan Allah itu amat teliti, dan siksa Allah itu amatlah berat dan menyengsarakan.
Dengan demikian, mengapa Anda, wahai wakil-wakil rakyat, masih tidak mau mengindahkan seruan dan nasihat dari Allah SWT. Mengapa Anda lebih suka melakukan kompromi politik, seraya mengabaikan sitem hukum Islam, melupakan rakyat yang sebagian besarnya adalah kaum muslimin. Dan mengapa Anda juga belum menyadari demikian pentingnya penerapan sistem hukum Islam, serta menjadikan sistem hukum Islam itu bagian tak terpisahkan dengan aqidah Islam.
Apakah Anda juga menyadari bahwasanya orang-orang yang dzalim, fasik, munafiq, kafir serta musyrik senantiasa bekerjasama, mengorbankan harta benda yang mereka miliki untuk menghalangi jalan Allah SWT, dan menghancurkan kekuatan kaum muslimin? Apakah Anda juga menyadari bahwasanya kekuatan asing, yang berasal dari negara-negara Barat yang Kafir senantiasa melakukan tekanan dan makar jahat terhadap negeri-negeri Islam dan kaum muslimin untuk mencaplok dan mengeksploitasi seluruh sumber alam yang dimiliki negeri-negeri Islam untuk kepentingan dan kemaslahatan negara-negara asing Imperialis ?
Sungguh, jika Anda, wahai wakil-wakil rakyat, mengabaikan peringatan-peringatan Allah SWT, Anda akan merugi dan sia-sialah amal perbuatan Anda. Di dunia Anda akan dilanda kesempitan hidup, bahkan di Akhirat Anda akan dikumpulkan dalam keadaan buta. Firman Allah SWT :
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thaha: 124)
Yaa Allah saksikanlah, bahwasanya kami telah menyampaikan !