Edisi 078
MENOLAK INTERVENSI AMERIKA
Belum lagi genap seminggu, kabinet "kompromi nasional" yang dibentuk oleh Presiden Gus Dur telah mengundang heboh. Bukan soal kinerja yang memang terlalu dini untuk dinilai atau personal kabinet yang "warna-warni" itu, melainkan tentang terungkapnya upaya intervensi AS kepada salah seorang anggota kabinet. Melalui duta besarnya, Robert Gelbard, AS dikabarkan telah melakukan penekanan secara langsung atas Menteri Keuangan yang baru, Bambang Sudibyo, untuk tidak mengganti Ketua BPPN Glenn Yusuf. Peristiwa itu terjadi dalam pertemuan di kantor Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) di Graha Niaga, Jakarta, satu hari sebelum pelantikan kabinet Jumat minggu lalu. Hadir pada kesempatan itu selain sang Dubes dan Menkeu Bambang, adalah Alwi Shihab dan Mar'ie Muhammad sendiri.
Pertemuan itu, termasuk soal penekanan Dubes AS, mungkin tidak akan terungkap bila ketua MPR Amien Rais tidak memberikan reaksi keras. Seusai pelantikan kabinet, Amien mengungkapkan hal itu kepada pers, dan menilai langkah dubes AS sebagai tindakan yang tidak etis, bertentangan dengan kaidah-kaidah diplomasi, bahkan ada unsur penghinaan.
Intervensi Telah Dilakukan Sejak Dulu
Kejadian di kantor MTI itu, dan tindakan penekanan yang dilakukan oleh Dubes AS, seperti yang dikatakan oleh Amien Rais sebagai "intervensi langsung dan kongkret, bahkan berbau penghinaan", sebenarnya merupakan bukti yang tidak terbantahkan bahwa memang AS khususnya, dan juga negara-negara Imperialis pada umumnya, selalu menekan dan mendesakkan kepentingannya kepada suatu negara, termasuk Indonesia.
Bila di era keterbukaan seperti sekarang saja dubes AS tidak sungkan-sungkan melakukan langkah penekanan seperti itu, apalagi di era "tertutup" masa pemerintahan sebelumnya. Intervensi-intervensi seperti itu tentu telah sering dilakukan. Artinya, memang telah menjadi kebiasaan Amerika Serikat melakukan intervensi dengan berbagai dalih dan retorika suatu kepentingan. Dalam hal ini benarlah apa yang dikatakan Permadi, anggota Komisi I DPR. Pada intinya ia mengatakan bahwa intervensi seperti yang dilakukan oleh Dubes AS adalah peristiwa biasa, oleh karena sesungguhnya negeri ini telah lama biasa diintervensi atau "diobok-obok" oleh negara-negara Barat secara langsung ataupun melalui para duta besarnya, termasuk melalui lembaga-lembaga seperti IMF, World Bank dan CGI (Republika, 1 November 1999). Beberapa contoh kasus bisa ditunjukkan.
Nota Kesepakatan (letter of intents) antara IMF dan pemerintah Indonesia yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto (waktu itu), dan kemudian ditandatangani lagi oleh Presiden BJ. Habibie. Itu merupakan bentuk intervensi langsung lembaga donor yang tentu saja memuat berbagai kepentingan negara-negara besar di belakangnya, kepada pemerintah Indonesia agar melakukan sejumlah langkah, atas nama program pemulihan ekonomi, sesuai dengan keinginan dan kepentingan mereka.
Bila dicermati, tidak semua isi dari nota kesepakatan (lebih tepat disebut nota penekanan?) itu memang betul-betul kita perlukan. Artinya, cukup banyak dari isi nota itu yang dibuat sesungguhnya demi kepentingan mereka. Misalnya, program privatisasi sektor publik yang dilakukan melalui penjualan sebagian saham BUMN. Program ini jelas membuka peluang lebar-lebar bagi investor asing (Barat) untuk menguasai BUMN-BUMN gemuk (karena yang kecil-kecil tidak akan dilirik) dan strategis seperti Indosat, Telkom, Pelindo dan sebagainya. Bila kemudian itu yang terjadi, bukankah kekhawatiran akan berlangsungnya imperalisme ekonomi, benar-benar terjadi?
Nota itu juga meminta pemerintah Indonesia membentuk lembaga penyehatan bank. Dari sini terbentuklah BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Lembaga inilah yang mengurus semua aset puluhan bank-bank bermasalah yang nilainya mencapai Rp 600 triliyun. Melihat jumlah uang yang diurus, bisa dimengerti mengapa banyak pihak, termasuk pemerintah AS, berkepentingan dengan lembaga ini. Glenn Yusuf, Ketua BPPN sekarang, boleh jadi sangat akomodatif terhadap berbagai kepentingan AS di sana, sehingga perlu melakukan penekanan untuk tetap mempertahankannya.
Contoh yang lain, dalam proses penyusunan kabinet AS juga melakukan intervensi. Tabloid Tekad edisi 1 November 1999 mengungkap, bahwa menurut sumber yang dipercaya AS ngotot agar Laksamana Sukardi harus jadi menteri. Dan ini benar-benar diperjuangkan oleh Megawati. Hasilnya, seperti yang terlihat Laksamana akhirnya menjadi Meninves dan BUMN, satu posisi yang cukup strategis karena mengurusi kegiatan investasi dan BUMN. Khusus yang terakhir, agaknya dia akan meneruskan proyek privatisasi sebagaimana selama ini telah dilakukan oleh Tanri Abeng. Dalam penyusunan kabinet, Gus Dur tak juga kebal dari intervensi kepentingan asing, akankah kita percaya bahwa penyusunan kabinet terdahulu selama puluhan tahun nihil dari intervensi dan pengaruh negara asing?
Lepasnya Timor Timur melalui jajak pendapat setelah presiden BJ. Habibie memberikan dua opsi beberapa waktu lalu, juga tidak bisa dilepaskan dari tekanan yang dilakukan oleh AS dan konspirasi negara-negara Barat, termasuk Australia. Memang perengkuhan Indonesia atas Timor Timur pada pertengahan tahun 70-an juga atas bujuk-rayu AS. Bahwa kini ia menekan Indonesia untuk melepaskan Timtim, begitulah tabiat Amerika. Ia terkesan seenaknya melakukan apa saja yang ia maui. Sesungguhnya dunia dewasa ini berjalan tanpa hukum, karena yang terjadi adalah might is right. Yang kuat adalah yang benar. AS dengan demikian seolah tak pernah salah dan tidak bisa disalahkan. Ia akan selalu merasa benar sendiri dan tabu dipersalahkan. Maka ketika ia kini memerlukan Timtim, untuk suatu kepentingan tertentu, ia merasa tak punya beban untuk menekan pemerintah Indonesia. BJ. Habibie hanyalah model yang menjadi korbannya, yang bertindak sebagai eksekutor. Dan dia pula yang menanggung segala konsekuensinya.
Esensi Di Balik Intervensi
Apa yang mendorong AS dan negara-negara Barat umumnya melakukan intervensi? Pada dasarnya ada dua motif utama yang mendasari tindakan tersebut, yakni Pertama, intervensi ke sejumlah negara, termasuk ke Indonesia, diperlukan agar Amerika Serikat secara politik tetap memiki akses kepada para elit pengambil keputusan. Bila akses terjaga, maka kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia, atau mendesakkan kebijakan AS di Indonesia, sangat terbuka untuk dilakukan. Maka berbagai kepentingan AS (politik, ekonomi, pendidikan, budaya dan sebagainya) tetap terpelihara dan terus dipertahankan.
Kedua, intervensi ekonomi harus dilakukan untuk menjaga kepentingan-kepentingan ekonomi. Maka, khusus dalam kasus di MTI, dimaksudkan agar sejumlah konsultan Amerika yang bekerja pada BPPN, yang itu berarti pemasukan buat Amerika, aman, AS tidak segan-segan menekan Menkeu Bambang Sudibyo untuk tidak mengganti Ketua BPPN Glenn Yusuf.
Tetapi sesungguhnya, esensi di balik semua intervensi yang mereka lakukan tiada lain berlangsungnya proses imperialisasi. Karena hakikatnya adalah untuk menjaga dominasi AS atas berbagai negara di dunia. Dan inilah realitas penjajahan baru (neo-imperialisme). Hanya saja, amat sangat disayangkan belum banyak dipahami dan disadari oleh kaum muslimin pada umumnya.
Setelah penjajahan militer tidak mungkin lagi dilakukan secara langsung, maka negara-negara Imperialis seperti Amerika kemudian mengubah strateginya. Yakni dari penjajahan langsung menjadi penjajahan tidak langsung. Modus dan caranya adalah seperti yang sebagiannya telah diuraikan di atas.
Penjajahan di bidang ekonomi dilakukan melalui pinjaman-pinjaman dana. Lembaga-lembaga seperti IMF atau World Bank hanyalah sekadar institusi yang didirikan untuk melaksanakan strategi mereka. "Bantuan ekonomi" hanya sebuah retorika. Faktanya, hampir tidak ditemukan bukti empiris, bahwa negara yang diberi bantuan ekonomi (kata lain dari utang) itu, lantas bisa sehat dan tumbuh secara mandiri.
Kenyataan yang terjadi justru negara itu semakin miskin dan terperangkap utang yang tidak berkesudahan. Indonesia yang telah berhutang lebih dari tiga puluh tahun, kini sekitar 30% APBN harus dipenuhi melalui utang. Mana kemandirian yang diidam-idamkan itu? Yang terjadi malah derasnya cash-flow out (aliran dana keluar) dari negara pengutang ke negara donor, yang membuat negara itu makin miskin. Di sanalah muncul fenomena yang menyayat relung iman, bahwa negara-negara muslim yang sebenarnya sangat kaya sumberdaya alam dan energi, menjadi negara miskin yang mengais-ngais utang kepada negara-negara kafir imperialis, justru dari kekayaan yang berasal dari mereka sendiri.
Salah satu contoh kecil dapat diketengahkan, berkenaan kasus terbaru sekaitan dengan Bank Bali, Amien Rais mengungkap bahwa, pihaknya telah mendengar dan memiliki bukti otentik mengenai pembayaran yang diterima dua perusahaan AS Lehman Brothers dan JP Morgan sebesar 100 juta dolar AS, untuk konsultasi masalah skandal Bank Bali (Kompas, Rabu 3 Nov. 1999).
Di tengah keterpurukan yang sangat, penjajah tidak pernah sebenar-benarnya menaruh belas kasih. Bahkan mereka selalu mengambil kesempatan dalam keadaan apa pun. Ketergantungan dana yang diderita oleh sebuah negara, dimanfaatkan benar oleh negara-negara Kapitalis. AS menekan Indonesia melalui IMF. Bila tidak nurut, dana bantuan tidak cair. Dalam pertemuan di MTI, Dubes AS dikabarkan mengancam bila Glenn tetap saja diganti, maka AS akan membuat pasar menjadi negatif. Itulah siasat licik kaum kafir penjajahan itu.
Penjajahan di bidang politik dilakukan melalui person-person tertentu di pemerintahan. Melalui person itu, berbagai intervensi seperti yang dilakukan oleh Dubes AS atas Menkeu di atas, sukses dilakukan. Oleh karena itu, AS selalu berkepentingan atas setiap pergantian pemerintahan. Ia akan mendukung figur yang loyal atau setidaknya cukup akomodatif terhadap kepentingannya. Sebaliknya akan menjegal figur yang potensial sulit dikendalikan. Itu semua dilakukan dengan cara-cara yang sangat licik penuh tipudaya. Kalau tidak berhasil, cara kasar dan membabi buta pun tidak segan akan ditempuh. Upaya pembunuhan (pemboman) terhadap Muammar Kadhafi dan Saddam Hussein beberapa waktu yang lalu adalah di antara contoh itu.
Sementara penjajahan di bidang budaya dilakukan dengan mengekspor budaya Barat melalui film, musik, pakaian, makanan dan gaya hidup. Munculnya TV swasta di Indonesia semakin memuluskan penyebaran budaya Barat di tengah masyarakat Indonesia. Tak heran bila apa yang dinyanyikan, didengar, dipakai oleh sebagian remaja di Indonesia sama persis dengan apa yang dilakukan oleh remaja Amerika. Inilah globalisasi yang berdampak pada pembauran budaya. Akan tetapi ketika remaja Indonesia lebih tunduk kepada budaya Barat, yang terjadi bukan pembauran melainkan penjajahan budaya. Dan ini yang sekarang tengah terjadi.
Bagaimana Kita Harus Bersikap ?
Tidak ada sikap yang lebih tepat dalam menghadapi setiap bentuk penjajahan baru, termasuk intervensi negara asing, di bidang apapun kecuali bahwa kita harus menolak, melawan, dan mengenyahkan mereka dari bumi Indonesia dan seluruh negeri muslim lainnya.
Allah SWT jelas sekali melarang kaum muslimin didominasi oleh kaum kuffar, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
ÝÎJm ÅÎÄÛA Ó ÅÍjB ÉA ÅË
"Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai (memusnahkan) orang-orang mukmin."
(QS. An-Nisaa' 141).Intervensi dengan segala bentuknya yang merupakan langkah untuk melanggengkan penjajahan demi tetap tegaknya dominasi AS atas Indonesia dan seluruh dunia Islam lainnya dengan demikian harus ditentang.
Secara faktual, dominasi asing pada akhirnya akan menyengsarakan negeri-negeri muslim. Di bidang ekonomi, terjadi eksploitasi sumber daya alam. Negara-negara dunia ketiga yang kebanyakan negeri muslim makin terdesak. Hutangnya terus menggunung, rakyatnya kian miskin sementara sumber daya alamnya terkikis nyaris habis.
Di bidang politik, dominasi negara asing menimbulkan kekacauan. Kekisruhan politik di Pakistan, Turki, Aljazair, Bosnia dan sebagainya tidak bisa dilepaskan dari campur tangan negara-negara Barat. Tidak ada bukti bahwa dominasi negara asing membawa kebaikan dan kesejahteraan buat negeri muslim. Konflik di Palestina dan Timur Tengah bagai api dalam sekam. Bangsa Palestina tetap sengsara dan tertindas di negeri mereka sendiri. Omong kosong dengan seluruh upaya perdamaian yang dirancang AS.
Sesungguhnya mengenyahkan bahkan menghancurkan dominasi dan hegemoni AS dan negara-negara Imperialis Barat, bukan suatu yang terlalu sulit. Namun hampir mustahil hal itu bisa dilakukan oleh kaum muslimin dengan kondisi para pemimpin mereka saat ini. Para pemimpin di dunia Islam, termasuk di Indonesia adalah orang-orang yang hampir-hampir tidak punya kepribadian Islam. Mereka bukanlah orang-orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya ketimbang kedudukan dan jabatannya, dan tidak berkehendak untuk merealisasikan seluruh ajarannya. Mereka tidak pula memperhatikan dan membela kepentingan kaum muslimin sebenar-benarnya. Bahkan mereka adalah para loyalis Barat yang mudah tunduk mengikuti arahan dan kehendak bangsa imperialis itu. Lihatlah bagaimana sikap Menlu yang sangat lantang membela dubes AS dan begitu antusias mebuka hubungan dagang dengan Israel. Itu satu representasi profil pemimpin dunia Islam dari Indonesia. Saksikanlah dan kita semua akan menjadi saksi bahwa siapa saja pemimpin di dunia Islam yang menipu Allah dan Rasul-Nya, berselingkuh dengan bangsa kafir yang menindas kaum muslimin, mereka pasti akan dihinakan Allah baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Kaum muslimin akan sanggup membebaskan diri dari segala belenggu imperialis bahkan sanggup menghancurkan mereka, melalui para pemimpin mukmin sejati. Dengan visi Islam yang benar dalam menata dan mengatur segenap aspek kehidupan, kita akan sanggup membangun kemandirian di segala bidang kehidupan, tanpa bantuan Barat serupiah pun. Bila kemudian mereka mengancam dengan kekuatan senjata, dengan semangat jihad kita akan menghadapinya. Dan jika tiba saatnya kita harus berperang, niscaya Allah melimpahkan kemenangan bagi kita. Al-Qur'an telah mengabarkan itu:
AfÎÈq ÉBI ÓË É ÅÍfA Ó ÊjÈÎ A ÅÍeË ÔfÈBI ÉÌmi miC ÐhA ÌÇ
"Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi"
. (QS. Al-Fath 28).Khatimah
Wahai kaum muslimin, setelah berbagai keterangan dan bukti-bukti diungkapkan, masihkah kita percaya dan akan terus mengikuti kemauan kaum kafir imperialis. Kita masih juga memberlakukan sistemnya dalam mengatur urusan hidup kita? Tidakkah kita bersegera menjemput kemenangan dan kemuliaan hidup dengan berpegang teguh kepada Islam dan menerapkan seluruh sendi ajarannya? Segenap krisis, aneka penyakit badan dan jiwa, berbagai luka derita yang menjangkiti kita selama ini, segera akan tersembuhkan bila kita ikhlas bersungguh-sungguh menjalani perintah Allah dan Rasul-Nya. Bukankah Al-Qur'an telah menyerukan:
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Yunus 57).
n