Edisi 079

HUBUNGAN DIPLOMATIK: NO! HUBUNGAN DAGANG: NO!

Israel memang telah lama memimpikan untuk bisa diterima secara wajar oleh bangsa-bangsa di Asia. Adalah PM Israel pertama, Golda Meir, pada tahun 1956, mengucapkan obsesi geo-politik negara Yahudi itu. "Seharusnya kami di sini merupakan bagian tak terpisahkan dari Bangsa Asia", katanya ketika itu (Kompas, 7 November 1999). Dan impian yang dicanangkan 43 tahun lampau itu agaknya bakal segera terujud.

Setelah Mesir lebih dulu berdamai dengan negara zionis di penghujung tahun 70-an, disusul Palestina tahun 1993 dan terakhir Yordania, negara yang dipisahkan dengan Israel oleh sungai Yordan juga berdamai, kini akan segera menyusul pembukaan hubungan oleh Indonesia. Untuk yang terakhir ini Israel pantas bersorak gembira, oleh karena pembukaan hubungan dengan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini, secara politik, ekonomi dan geo-psikologis tentu akan sangat besar artinya buat peneguhan eksistensi negara yang dulu amat dibenci oleh berbagai bangsa itu. Bila Indonesia berhasil dipegang, maka dipercaya negara seperti Malaysia dan Brunei (dua negara Asean yang belum mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel) tinggal menunggu waktu.

Adalah Presiden Gus Dur, lewat Menlu Alwi Shihab, yang mengemukakan kepada khalayak tentang rencana pembukaan hubungan diplomatik itu. Tapi setelah ditentang oleh sejumlah pihak, termasuk negara-negara Timur Tengah melalui 16 duta besarnya yang menemui langsung Gus Dur, rencana itu urung dilakukan. Sebagai gantinya, dengan negara Yahudi itu sekadar akan dibuka hubungan dagang.

Mengapa Gus Dur ngotot ingin membuka hubungan dagang dengan negara zionis itu? Tidak ada yang tahu pasti. Yang jelas, di berbagai kesempatan Gus Dur memang tidak pernah menutup-nutupi rasa kekagumannya kepada Israel. Menurut Gus Dur, Indonesia patut belajar demokrasi dan teknologi kepada Israel. Tidak jelas belajar di sisi mana, karena dunia belahan manapun tahu bahwa Israel adalah bangsa penindas, culas dan tidak pernah teguh memegang janji-janjinya.

Israel tentu saja sangat bergembira menemukan tokoh muslim dari negara muslim terbesar di dunia yang bersikap "positip" terhadap negara yang punya banyak musuh ini. Maka, ketika Gus Dur terpilih menjadi presiden, harian terkemuka Israel Haaretz dan Yudiot Aharnot edisi hari Kamis (21/10) menyambut hangat. "Wahid bukan hanya seorang sahabat, tetapi tokoh yang sangat dikagumi rakyat Yahudi", tulis Haaretz. Sedang Yudiot menyebut Gus Dur sebagai sahabat khusus rakyat Israel. Sebelumnya Gus Dur telah dikenal termasuk salah satu pendiri Institut Perdamaian Shimon Peres (Kompas, 7 November 1999).

Tapi apapun alasannya, Menlu Alwi Shihab mengatakan bahwa hubungan dagang itu perlu dilakukan, karena akan memberikan banyak manfaat buat Indonesia. Di antaranya, katanya, Indonesia bisa memanfaatkan teknologi tinggi bidang pertanian dan kelautan yang dimiliki Israel. Di samping itu, kata Alwi, hubungan dagang dengan Israel juga akan menarik simpati lobi Yahudi Internasional yang diketahui menguasai peredaran uang dunia, untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Dengan itu, diharapkan pemulihan ekonomi Indonesia yang menjadi prioritas pemerintahan Gus Dur akan bisa segera dicapai.

Hubungan Apapun Harus Ditolak

Langkah Gus Dur untuk membuka hubugan dagang dengan Israel tentu saja segera memancing reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian tidak setuju dengan alasan Israel adalah negara zionis yang hingga kini masih terus melakukan penindasan atas penduduk Palestina, sebagian lagi terutama dari kalangan dunia usaha, mendukung. Menurut mereka, sama seperti yang sering dikatakan Gus Dur, uang, dagang dan bisnis tidaklah mengenal batas-batas negara, agama dan ideologi. Oleh karena itu, tidak ada alasan sama sekali menurut mereka untuk menolak hubungan dagang dengan Israel sepanjang itu bisa memberikan keuntungan buat Indonesia. Toh, sejumlah negara Arab juga telah melakukan hubungan serupa, bahkan beberapa di antaranya malah telah berdamai dengan Israel.

Tampak jelas, bahwa pro-kontra hubungan dagang Indonesia dengan Israel memang berpangkal dari pandangan terhadap posisi dan status negara Yahudi itu: kawan atau lawan?

Hubungan dagang, apalagi hubungan diplomatik dengan Israel harus ditolak dengan dua alasan. Pertama, menyangkut keabsahan Israel yang berdiri secara paksa di tanah Palestina. Kedua, terkait dengan tindakan Israel, khususnya terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan.

Fakta-fakta sejarah membuktikan bahwa Israel berdiri secara tidak sah di wilayah Palestina. Semula wilayah itu dikuasi oleh pemerintahan Islam. Adalah Khalifah Umar bin Khatthab yang pertama kali masuk ke Yerusalem setelah orang-orang Nashrani di bawah pimpinan Pendeta Patriach Shafarniyus pada tahun 636 M menyerahkan kunci kota menyusul pengepungan 20 hari oleh tentara Islam atas kota suci itu. Kemudian keduanya menandatangani sebuah perjanjian, yang disebut Piagam Illia atau Perjanjian Umariah. Isinya, di antaranya adalah jaminan keamanan atas orang-orang Nashrani berikut semua tempat ibadahnya, serta larangan buat orang Yahudi untuk mukim di sana. Sejak saat itu, Umar bin Khatthab melanjutkan proses penaklukan hingga seluruh wilayah Palestina, termasuk wilayah di mana Israel sekarang berdiri, dikuasai sepenuhnya oleh Islam.

Dari pihak Israel, berdirinya mereka di tanah Palestina sekarang ini dikatakan sekadar memenuhi janji Tuhan. Klaim para ideolog Yahudi bahwa bumi Palestina adalah wilayah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka ditolak mentah-mentah oleh RP de Vaux dalam bukunya Early History of Israel serta Dr. Roger Geraudy dalam buku The Case of Israel, a Study of Political Zionism. Menurut mereka, berdirinya Israel di wilayah Palestina sama sekali tidak memiliki keabsahan secara historis, injili maupun yuridis. Menurutnya, Israel berdiri di atas khayalan, dusta dan penderitaan manusia Palestina.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa Israel sekarang berdiri di tanah kharaj. Tanah kharaj adalah tanah yang dikuasai Islam melalui proses penaklukkan. Di samping wilayah Palestina, yang termasuk tanah kharaj adalah wilayah Afrika Utara seperti Mesir, Aljazair, Somalia; sebagian Eropa seperti Spanyol dan Yugoslavia (di antaranya Bosnia); sebagian Asia Tengah seperti Azarbaijan, Tajikhistan, Uzbekistan dan sebagainya. Tanah Palestina sebagaimana tanah kharaj lain, adalah milik seluruh kaum muslimin yang penguasaannya dilakukan oleh khalifah (kepala negara Islam). Seseorang tidak boleh memanfaatkan tanah tersebut kecuali harus sesuai dengan ketentuan syariah Islam. Maka ketika pemimpin gerakan zionis Dr. Thedore Hertzel pada tahun 1897 menawarkan jasa pelunasan hutang negara Khilafah Utsmaniyah kepada Sultan Abdul Hamid II khalifah waktu itu di Istambul dengan imbalan minta diberi tanah di Palestina, sultan itu menolak dengan mengatakan bahwa tanah Palestina bukanlah tanah Khalifah, tetapi tanah umatnya. Dan setelah merajalelanya migrasi besar-besran bangsa Yahudi dari berbagai penjuru dunia sejak tahun 1920-an setelah wilayah Palestina dijajah oleh Inggris menyusul kekalahan Turki atas sekutu, para ulama dalam konferensi Alim ulama Palestina pada tanggal 25 Januari 1935, segera mengeluarkan fatwa keharaman menjual atau menyewakan tanah di sana kepada orang Yahudi. Dan haram pula menjadi perantara dari transaksi tersebut.

Kedua, bahwa sejak diproklamasikannya, sejarah telah mencatat Israel sebagai negara penindas yang amat keji. Tahun 1948 Israel merampas tanah Palestina. Tahun 1967 merangsek ke Jalur Gaza dan Tepi Barat Sungai Yordan. Tanpa belas kasihan sedikitpun mereka selalu menghancurkan pemukiman penduduk muslim Palestina dan menggantikannya dengan pemukiman bagi orang Yahudi. Sementara orang Palestina diusir begitu saja dari tanah kelahirannya bagaikan anjing bulukan.

Di samping terusir, pembantaian adalah cerita sehari-hari penduduk Palestina. Sabra dan Shatila menjadi saksi bisu kekejian serdadu Israel. Di pagi buta, puluhan serdadu Israel ketika itu di penghujung tahun 80-an, memuntahkan peluru. Tewas ratusan penduduk Palestina yang kebanyakan ternyata adalah anak-anak, wanita dan orang tua. Yang lebih kejam lagi adalah apa yang dilakukan oleh Yahudi Goldstein. Dengan senapan mesin Yahudi tengik ini membantai kaum muslimin yang tengah sujud shalat subuh di masjid Al Khalil, Hebron. Beginikah negara yang kata Gus Dur kepadanya kita harus belajar demokrasi?

Pengusiran dan pembantaian terhadap anak-anak, wanita dan orang tua renta agaknya akan terus dilakukan dimana-mana. Buktinya, tanggal 7 November 1999 yang lalu, PM Israel Ehud Barak menyatakan area di dekat kota Nablus yang selama ini termasuk kedalam wilayah otonomi Palestina dan didiami oleh 70 pemukim Yahudi akan diperluas dari semula 70 hektar menjadi 700 hektar bagi koloni Yahudi Itamar.

Maka, hingga saat ini tak terhitung banyaknya warga Palestina, khususnya di wilayah pendudukan yang tewas di ujung moncong senjata Yahudi. Bapak kehilangan anak, istri kehilangan suami, penduduk kehilangan harta dan rumah, sementara bau anyir darah belum lagi hilang, akankah kita mengabaikan begitu saja?

Berdasarkan hal di atas, maka jelaslah sikap terhadap Israel yang kini menduduki tanah kharaj dan menindas umat muslim di sana adalah mengusirnya dari wilayah itu dan menghentikan penindasan yang telah dilakukan puluhan tahun lamanya. Bukan malah membuka hubungan dagang, apalagi hubungan diplomatik. Hubungan dagang, apalagi diplomatik, sama artinya mengakui keabsahan perampasan tanah kharaj di Palestina oleh Israel dan perlambang sikap tak acuh terhadap kekejian yang dilakukan oleh Israel selama ini. Beginikah sikap orang yang mengaku muslim, yang lebih cinta kepada Yahudi daripada sesamanya?

Sementara itu, alasan prospek pengembangan teknologi pertanian di balik salah satu alasan hubugan dagang dengan Israel ditangkis Direktur Teknologi Agroindustri BPPT Muhammad Said Didu. Dengan adanya perbedaan iklim, prospek usaha pengembangan teknologi pertanian dengan Isael sangat kecil. Selain perbedaan iklim, pasaran Israel juga kecil. Menurut Didu, iklim di Israel adalah subtropis, sedang Indonesia adalah tropis. Dengan demikian sistem agroindustri antara kedua negara itu jelas berbeda. Dengan iklim subtropis, tanah di Israel kurang subur dan sumber airnya sedikit. Hubungan kerjasama agroindustri dengan Thailand dan Taiwan dinilai Didu jauh lebih tepat. Secara bisnis, menurut Didu yang pernah mengunjungi Israel, volume perdagangan agroindustri ke Israel juga kecil. Masih lebih banyak ke negara-negara Arab. Itupun masih dinilai kecil dibanding dengan potensi perdagangan dengan dunia Arab yang ada. Didu mengakui, Israel menguasai teknologi tinggi, tapi bukan di bidang agroindustri, melainkan teknologi persenjataan (Republika, 8 November 1999).

Benar, hubungan dagang juga telah dilakukan oleh sejumlah negara Arab seperti Maroko, Tunisia, Qatar dan Oman menyusul perdamaian Israel-Palestina 1993. Tapi kini mereka merasa kecewa karena, seperti yang diharap Indonesia bahwa dengan hubungan itu mereka dulunya berharap akan dilibatkan atau bisa membantu Palestina dalam perundingan damai Timur Tengah, tapi ternyata tetap dipinggirkan oleh Israel. Dalam berbagai upaya perdamaian di Timur Tengah mereka diabaikan begitu saja. Sementara di bidang perdagangan pun mereka tidak terlalu merasakan manfaatnya. Sebaliknya, Israel dengan hubungan itu jelas-jelas diuntungkan. Akankah Indonesia ingin bernasib serupa dengan sejumlah negara tadi?

Sementara dukungan dari lobi Yahudi Internasional demi pemulihan ekonomi Indonesia, seperti diharapkan Alwi Shihab dari hubungan dagang RI-Israel, boleh jadi benar. Tapi itu berarti kita telah mengakui keberadaan lobi itu, bahkan kini kita merasa memerlukan. Bukan tidak mungkin pada akhirnya kita akan tunduk kepada mereka. Jangankan diperlukan atau diundang, tanpa diperlukan dan diundangpun lobi Yahudi selalu bernafsu untuk masuk ke sebuah negara, apalagi ke dalam negara besar seperti Indonesia. Dengan demikian, tindakan Alwi Shihab mengundang lobi Yahudi Internasional sama artinya seperti mengundang harimau jahat masuk ke dalam rumah, oleh karena memang tidak pernah terbukti bahwa peran mereka di suatu wilayah membawa kebaikan. Maka, jangan salahkan bila ia kemudian mengacak-acak, mencabik-cabik dan menerkam seluruh penghuni rumah. Maukah kita, negeri muslim terbesar di dunia ini dijadikan umpan kepada lobi Yahudi Internasional demi ambisi Gus Dur dan Alwi Shihab?

Khatimah

Jelas sekali bahwa rencana hubungan dagang dengan Israel tidak menemukan argumen rasionalnya. Bahkan secara syariy itu bertentangan dengan sikap yang seharusnya diambil menghadapi negara agresor seperti Israel. Hingga hari ini, secara riil Israel telah dan sedang memerangi kaum muslimin secara fisik di Palestina, dan memerangi kaum muslimin dalam bidang politik dan ekonomi dengan lobi-lobi Yahudinya. Dengan demikian, satu sikap tegas terhadap Israel: perang dan non kompromistis! Allah SWT berfirman:

ÅÍfNA K Ü ÉA ÆG AËfNM ÜË ÁÃÌMBÍ ÅÍhA ÉA ÎJm AÌMBË

"Dan perangilah fi sabilillah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas," (QS. Al-Baqarah 190).

Oleh karena itu, umat harus bersikap keras, tegas dan terus-menerus menolak rencana hubungan dagang atau hubungan apapun dengan Israel. Negara seperti itu bukan selayaknya menerima sikap persahabatan dari kaum muslimin, melainkan sikap perang. Allah SWT berfirman:

{8} ÅÎñnA K ÉA ÆG ÁÈÎG AÌñnMË ÁÇËjJM ÆC ÁiBÍe Å ÁÌUj ÁË ÅÍfA ÁÌMBÍ Á ÅÍhA Å ÉA ÁBÈÄÍ Ü

ÁÇ ׻ËD ÁÈÌNÍ ÅË ÁÇÌÌM ÆC ÁUAjaG Ó AËjÇBË ÁiBÍe Å ÁÌUjaCË ÅÍfA ÁÌMB ÅÍhA Å ÉA ÁBÈÄÍ BG

{9} ÆÌBA

"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim" (QS. Al-Mumtahanah 8 -9).

Siapa pun di antara kaum muslimin yang bernafsu untuk menjalin persaudaraan dengan Israel pastilah ada penyakit dalam hatinya. Allah SWT memperingatkan mereka dalam firman-Nya:

AÌZJvÎ ÊfÄ Å jC ËC \NBI ÏMDÍ ÆC ÉA Ón ÑjÖAe BÄJÎvM ÆC Ór ÆÌÌÍ ÁÈÎ ÆÌiBnÍ ~j ÁÈIÌ ÅÍhA ÔjN

ÅÎeBÃ ÁÈnÃC AËjmC B Ó

"Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-oang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka" (QS. Al Maidah 52).

Wamakaruu wamakarallah wallahu khairul maakiriin!