Edisi 082

RENUNGAN BUAT SAUDARA MUSLIM DI ACEH

Ibarat bola salju, kasus Aceh makin lama makin besar, makin kompleks dan makin sulit mencapai titik temu antara berbagai pihak yang merasa memiliki kepentingan dengan masa depan Aceh. Mulanya tuntutan masyarakat Aceh terbatas pada perkara-perkara pelanggaran HAM selama diterapkannya DOM dan santunan bagi korban DOM, lalu merambat ke perkara perimbangan keuangan pusat dan daerah, otonomi khusus maupun luas, bentuk federasi, hingga akhirnya muncul istilah referendum. Ini karena pemerintah pusat dianggap ingkar janji, lamban dan terlampau menyepelekan persoalan Aceh. Referendum pada akhirnya menjadi harga mati, yakni tawaran kepada rakyat Aceh untuk memilih salah satu dari dua opsi: merdeka atau otonomi khusus. Paling tidak itu yang dituturkan Muhammad Nazar, Koordinator Presidium SIRA (Tekad,no.3/tahun II, 15-21November 1999).

Lebih gawat lagi, tokoh-tokoh LSM Aceh –yang saat ini menguasai opini umum di Aceh-- mengancam jika pemerintah pusat menolak usulan referendum yang mencantumkan opsi merdeka, maka rakyat Aceh siap berperang dengan Indonesia (Forum no.33/tahun VIII, November 1999). Ini berarti GAM (Gerakan Aceh Merdeka) akan memperoleh mitra baru melawan pemerintah pusat.

Namun pemerintah pusat tampak tidak mentolerir upaya-upaya masyarakat Aceh untuk memisahkan diri dari negara kesatuan. Menhan Juwono Sudarsono menegaskan, jika dilaksanakan referendum di Aceh, pilihannya sama sekali bukan kemerdekaan, melainkan Aceh menjadi daerah yang melaksanakan syariat Islam secara khusus (Kompas, 23/11/99). Menteri Negara Otonomi Daerah Ryaas Rasyid menawarkan empat alternatif otonomi khusus kepada Daerah Istimewa Aceh (Kompas, 27/11/99). Gus Dur tatkala melawat ke Manila belum lama ini menggarisbawahi kembali bahwa referendum itu hanya untuk otonomi seluas-luasnya, termasuk pelaksanan syariat Islam, dan bukan merdeka atau pemisahan diri dari Indonesia (Kompas, 28/11/99). Alasan pemerintah pusat, apabila opsi merdeka itu diberikan kepada masyarakat Aceh, bukan tidak mungkin hal itu dijadikan legalitas bagi daerah-daerah lain untuk menuntut sekaligus memisahkan diri dari negara kesatuan sehingga akan menamatkan riwayat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bagaimana sikap kaum muslimin menghadapi dilema yang tampak cenderung akan terjadi pengerasan sikap dari masing-masing pihak yang bermuara pada kemungkinan terjadinya pertumpahan darah antar kaum muslimin sendiri yang menjadi penghuni mayoritas negeri ini?

UMAT ISLAM WAJIB BERSATU

Setiap orang yang mengaku muslim, siapapun dan di manapun ia berada, baik kaum muslimin di Aceh ataupun di Jawa, di Indonesia ataupun di Timur Tengah, wajib hukumnya untuk senantiasa mengikatkan seluruh ucapan, dan tindak tanduknya dengan syariat Islam. Setiap persoalan, baik skalanya kecil ataupun besar, baik perkaranya menyangkut individu muslim ataupun persoalan negara yang melibatkan seluruh masyarakat muslim, wajib ditimbang dan dipecahkan sesuai dengan syariat Islam. Allah SWT berfirman :

ÝÍËDM ÅnYCË jÎa ¹»g jaàA ÂÌλAË É¼»BI ÆÌÄ¿ÛM ÁNÄ· ÆG ¾Ìmj»AË É¼»A Ó»G ÊËej¯ ÕÏq Ÿ ÁN§kBÄM ÆH¯

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An Nisa : 59)

ɼ»A Ó»G ÉÀ¸Z¯ ÕÏq Å¿ Éί ÁN°¼NaA B¿Ë

"Tentang (perkara) apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah." (QS. Asy Syuuraa : 10)

Oleh karena itu, dalam mensikapi soal Aceh tidak dibenarkan seorang muslim meninggalkan standar syariat Islam. Sungguh patut direnungkan kembali, tindakan sebagian saudara muslim kita di Aceh yang telah meminta PBB turun tangan secara teknis dalam referendum (Tekad, ibidem). Sebab, setiap orang yang mengerti politik luar negeri pasti mengetahui kepentingan negara-negara Barat yang dimotori AS selalu berada di setiap aktivitas PBB di seluruh penjuru dunia. Apakah kita belum belajar dari kasus Timor Timur, betapa campur tangan Barat amat dominan dalam menentukan nasib Timor Timur agar sesuai dengan kepentingan mereka?

Aceh adalah bagian dari negeri-negeri Islam, sama seperti wilayah Riau, Banten, Cirebon, Demak, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore dll yang berhasil disatukan dengan Islam. Daerah-daerah itu --sebelum diserang dan dipecah-belah oleh kolonialis Belanda, Portugis, dan Inggris -- sejak berabad-abad lampau bersatu di bawah naungan kekuasaan Islam Khilafah Utsmaniyah di Istambul.

Islam berhasil menyatukan wilayah-wilayah di Nusantara yang sebelumnya terpecah-belah ke dalam kerajaan-kerajaan kecil yang saling berperang satu dengan lainnya hingga lemah dan akhirnya hancur. Maka sejak satu daerah berada di bawah naungan kekuasaan Islam (Kekhilafahan /Kesultanan Islam), tanahnya adalah milik kaum muslimin. Tidak dibenarkan daerah tersebut memisahkan diri dari kekuasaan (Kekhilafahan) Islam. Kaum muslimin tidak dibenarkan terkotak-kotak hanya oleh batas-batas imajiner (geografis) yang telah ditetapkan oleh negara-negara Barat atas berbagai wilayah di seluruh penjuru dunia. Kaum muslimin tidak diperkenankan tunduk dan taat kepada lebih dari satu orang pemimpin yang bertanggung jawab untuk mengatur dan memelihara urusan kaum muslimin sedunia. Bahkan kaum muslimin dilarang untuk berpecah-belah sebagaimana yang pernah terjadi pada masa jahiliah dahulu dimana satu suku dengan suku yang lain saling bermusuhan dan berperang. Allah SWT berfirman :

A̳j°M ÜË B¨Îš ɼ»A ½J AÌÀvN§AË

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (QS. Ali Imran : 103)

Tatkala menerangkan makna janganlah kamu bercerai berai, Imam al Qasimi mengatakan, yaitu –artinya- janganlah kamu bercerai-berai dari kebenaran (Islam) karena adanya perselisihan di antara kamu, seperti yang terjadi pada orang-orang Yahudi maupun Nashrani, dan seperti perselisihan yang menimpa kamu di masa jahiliah hingga kamu satu dengan yang lainnya saling berperang (Mukhtashar Tafsir Al Qasimi-min mahaasini at ta’wil, hal.63)

Ayat ini juga menegaskan larangan untuk bercerai berai seraya meninggalkan al haq, yaitu Islam. Inilah yang harus menjadi pegangan saudara-saudara muslim di Aceh, maupun tempat-tempat lain!

WASPADAILAH PERANGKAP BARAT

Sesungguhnya kasus yang menimpa Aceh saat ini tidak terlepas dari propaganda maupun campur tangan negara-negara Barat. Mereka tidak akan berhenti menghancurkan kekuatan kaum muslimin dengan berbagai cara, agar musuh tertangguh mereka satu-satunya itu menjadi lemah tak berdaya.

Salah satu sikap mereka yang secara sengaja memancing perpecahan di kalangan kaum muslimin adalah ucapan Clinton kepada Gus Dur yang menyatakan dukungan AS terhadap upaya pemerintah Indonesia untuk mempertahankan Aceh. "Saya hanya tidak mau bersumpah saja bahwa AS ingin Indonesia tetap utuh. Kami akan mengupayakan apapun untuk keutuhan tersebut." Tambah Menlu AS Madeline Albright, seperti yang dituturkan Menlu Alwi Shihab pada pers seusai pertemuan Gus Dur – Clinton (Xpos, no.42/II/21-27 November 99). Kurang dari lima hari, pernyataan itu dikoreksi. Menlu Alwi Shihab dinilai salah memberikan interpretasi. Direktur Hubungan Asia Dewan Keamanan Nasional AS (NSC) Ravic Huso lantas meluruskan sikap pemerintahnya di hadapan delegasi International Forum for Aceh (IFA). Sikap resmi AS yang benar menurut Ravic Huso adalah mendukung segala bentuk penyelesaian damai di Aceh, termasuk referendum dengan salah satu opsi membentuk negara sendiri (ibidem). Pernyataan ini menunjukkan bahwa Barat senantiasa berusaha untuk memecah-belah dan melemahkan kaum muslimin sehingga kaum muslimin terkotak-kotak menjadi puluhan negara kecil yang tergantung dan mengabdi kepada Barat.

Dengan demikian, patut direnungkan kembali pernyataan sebagian tokoh-tokoh LSM Aceh, termasuk juga GAM yang lebih suka merujuk dan meminta dukungan PBB dalam proses referendum, maupun penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM. Sudahkah hal itu sesuai dengan syari'at Islam? Juga, apakah mereka memahami tujuan politik negara-negara Barat kafir atas negeri-negeri Islam? Bukankah kita bisa melihat bahwa kasus-kasus yang melanda negeri-negeri Islam yang ditangani PBB tidak satupun yang menguntungkan kaum muslimin secara keseluruhan? Tidakkah kita mengambil pelajaran dari kasus-kasus Iran-Irak, Kashmir, Afghanistan, Palestina, Bosnia-Kosovo, Somalia, Chad-Lybia, Cyprus, Erytrea dll. Semuanya ditangani PBB, dan tidak ada satupun yang selesai serta membawa kemaslahatan bagi kaum muslimin. Yang terjadi malahan semakin kokohnya kekuatan dan kekuasaan negara-negara Barat di negeri-negeri Islam tersebut dan makin lemahnya kekuatan negeri-negeri Islam. Bukankah Allah SWT melarang kita memberi kesempatan kepada orang-orang kafir menguasai kaum muslimin dan negeri-negeri mereka? Allah SWT berfirman:

ÝÎJm ÅÎÄ¿ÛÀ»A Ó¼§ ÅÍj¯B¸¼» ɼ»A ½¨ Å»Ë

"Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman" (QS. An Nisa : 144)

SOLUSI PRAKTIS

Kasus Aceh yang tampak dalam bentuk kezaliman yang dilakukan oleh para penguasa muslim, rusaknya sistem hukum/peradilan/pemerintahan/ekonomi/sosial/politik/pendidikan dll. yang bermuara pada hancurnya kehidupan di tengah-tengah masyarakat, sesungguhnya tidak hanya menimpa daerah Aceh saja, melainkan menimpa dan terjadi di hampir seluruh pelosok negeri-negeri muslim lainnya, bukan saja di negeri ini. Jadi masalahnya telah meliputi seluruh negeri-negeri Islam. Apakah ada sistem pemerintahan yang adil di negeri-negeri Islam saat ini? Adakah sistem ekonomi yang adil di negeri-negeri Islam saat ini, antara penguasa dan rakyatnya, antara satu daerah dengan daerah lainnya? Adakah sistem keamanan yang berhasil menjaga dan melindungi kaum muslimin dari rasa takutnya di negeri-negeri Islam? Adakah sistem sosial kemasyarakatan yang berhasil menjaga kehormatan manusia, mencegah demoralisasi generasi muda, mengatasi westernisasi yang melanda kaum muslimin saat ini di negeri-negeri Islam? Jawabnya tidak !

Wahai kaum muslimin, ketahuilah, bahwasanya problematika utama yang melanda negeri-negeri Islam di seluruh dunia itu sama, yaitu dicampakkannya sistem syariat Islam yang adil dan agung. Maka, bagaimana mungkin anda --wahai saudaraku kaum muslimin di Aceh-- memecahkannya hanya dengan melontarkan opsi (referendum untuk) melepaskan diri dan membentuk negara baru yang bahkan tidak diketahui apakah kelak akan diterapkan sistem Islam di dalamnya atau tidak? Dan kalau kemudian diterapkan sistem syariat Islam di dalamnya, apakah anda telah memiliki gambaran dan konsepnya secara detail tentang hal itu, serta seluruh masyarakat sudah siap menjalankannya?

Wahai kaum muslimin, sesungguhnya solusi atas seluruh problematika yang menimpa umat ini baik di Aceh, Ambon, Pattani, Kashmir, Chechnya, Bosnia-Kosovo, Palestina, Eritrea, dll adalah dengan berjuang untuk menegakkan kembali sistem syariat Islam secara total di negeri-negeri Islam, mencampakkan sistem hukum/pemerintahan kufur yang rusak yang saat ini diterapkan secara paksa- atas kaum muslimin, menyatukan negeri-negeri Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, mengangkat hanya satu orang pemimpin yang berhak mengatur dan memelihara urusan kaum muslimin secara keseluruhan. Bukankah anda –wahai kaum muslimin-- melihat apa jadinya jika urusan umat ini diserahkan kepada lebih dari 50 penguasa yang saling berebut pengaruh dan kekayaan. Mereka bukannya mempersatukan umat, melainkan memecah-belah umat menjadi banyak bangsa-bangsa dan negara kecil yang amat lemah dan miskin. Keadaan inilah yang semestinya menyatukan kaum muslimin di berbagai negeri dalam satu kekuasaan dan kekuatan Khilafah Islamiyah agar mampu menghadapi musuh-musuh umat ini secara bersama-sama.

Wahai kaum muslimin Aceh, bukan hanya kalian yang ingin terlepas dari berbagai ketidak adilan. Namun, memisahkan diri dari wilayah negeri muslim lain, apakah itu jalan keluar yang benar? Dapatkah anda menjamin bahwa penguasa baru kalian tidak mengulang kezhaliman yang telah kalian derita sebelumnya? Dapatkah kalian menjamin bahwa pemerintahan baru kalian akan menerapkan hukum syari'at Islam secara total? Apakah pemerintahan baru kalian berani melepaskan diri dari berbagai jerat lembaga-lembaga kufur kolonialis dunia seperti PBB, IMF, WTO, World Bank dan lain-lain? Jika benar-benar perjuangan kalian murni Islam, ketahuilah bahwa seluruh kaum muslimin akan mendukung anda. Dan Allah akan meridlai anda. Namun, jika perjuangan kalian hanya sekedar ingin memisahkan diri dari kaum muslimin Indonesia dan yang lain, negara-negara besar seperti AS, Inggris, dan lain-lain siap menerkam kalian. Marilah kita renungkan sabda Nabi saw,"Kalian wajib berjamaah, sebab serigala itu hanya bisa memangsa kambing yang terlepas dari barisannya!".n

SEMINAR

Kelompok Studi Islam (KSI) "AL-ISLAM" dan Badan Wakaf "AS-SALAM" menyelenggarakan seminar dengan tema: MENETAPKAN AWAL DAN AKHIR RAMADHAN
Sabtu, 4 Desember 1999
09.00 s.d. 12.00 WIB
Tempat : Ruang NILAKANDI, Lantai Dasar Wisma Dharmala Sakti, Jl. Jendral Sudirman 32, Jakarta
Pembicara : 1. Bpk. Dr. Ing. H. Fahmi Amhar, Peneliti Astrogeodesi Bakosurtanal.
2. Ust. Ir. Muhammad Siddiq Al Jawi, Badan Wakaf As Salam.
Moderator : Sdr. Tun Kelana Jaya, Koordinator KSI - Al Islam
Peserta : Umum, jumlah terbatas
Biaya : Rp. 10,000/orang, dibayar ditempat acara.
Konfirmasi : Tun Kelana Jaya 0811980460