Edisi 084

KONSPIRASI AS DAN RUSIA DI CHECHNYA

Sejak Agustus 1999, Chechnya terus-menerus digempur oleh tentara Rusia dalam operasi militer yang sangat brutal dan keji. Gempuran yang bertubi-tubi yang dilancarkan, baik melalui darat maupun udara terhadap Grozny, ibu kota Chechnya, telah menyebabkan 80 persen kota tersebut hancur. Tentu saja, serangan yang membabibuta itu memaksa rakyat sipil yang berdiam di Grozny lari berhamburan demi menyelamatkan jiwa mereka yang dicekam ketakutan yang teramat sangat. Operasi militer yang digelar penguasa Moskow itu, betapa tidak lagi mempedulikan prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan, lantaran tidak sedikit dari warga sipil bahkan para pengungsi menjadi sasarannya.

Ironinya, tiada solidaritas kemanusiaan dari negara-negara lain yang mengecam apalagi mengutuk tindakan biadab Rusia itu. Padahal ribuan penduduk yang tak berdaya meninggal akibat pemboman dan penembakan altileri berat terhadap kota dan desa-desa di Chechnya. Tercatat pula, lebih dari 220 ribu penduduk Chechnya yang mengungsi meninggalkan kampung dan rumah-rumah mereka yang sebagian besar telah hancur. Sejauh itu, hampir tak terdengar nada empati kemanusiaan dari negara atau pun badan-badan Internasioal yang menekan Rusia agar menghentikan ofensifnya. Kecuali retorika tak bermakna AS dan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE).

Memang, sikap AS dan negara negara-negara Barat tidak patut kita harapkan dalam upaya penyelesaian dan pembelaan berbagai petaka di negeri-negeri Islam. Hal yang patut disesalkan justru sikap diam para penguasa di dunia Islam yang terkesan judeg kehilangan inisiatif untuk mengambil prakarsa membela dan menolong mereka. Itulah karenanya, meskipun sudah tiga bulan kaum muslimin Chechnya diluluhlantakkan Rusia, tak tampak pertanda adanya bantuan negara-negara muslim. Akankah mereka membiarkan Chechnya hancur sirna?

Lintasan Sejarah Chechnya

Negara Kaukasus termasuk negara Islam sejak masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin Khaththab ra, yakni sejak dikirimnya pasukan Islam untuk menaklukkan negara tersebut. Kemudian sebagian besar wilayah tersebut masuk ke dalam wilayah Daulah Islamiyyah pada masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhilafahan Umayyah, seluruh wilayah Kaukasus masuk dalam daulah Islam, yakni setelah ditaklukkan oleh Maslamah bin ‘Abdul Malik. Hal ini terus berlangsung hingga masa khilafah Abasiyyah. Penduduk Kaukasus banyak memeluk Islam, bahkan kemudian mereka turut mendakwahkan Islam.

Pada masa Khilafah Abasiyyah, terjadi serangan dari dinasti Moghul terhadap Kaukasus. Akhirnya Kaukasus jatuh ke tangan Moghul. Akan tetapi —akibat serangan ini— terjadi peristiwa di luar dugaan mereka; kaum muslimin Kaukasus mendakwahkan Islam kepada pasukan Moghul. Akhirnya Moghul masuk Islam pada tahun 1256 M, dan mulai membangun peradaban Islam. Bahkan, kekuasaan Islam waktu itu membentang meliputi Rusia, Siberia, dan Moskow sendiri.

Sungguh hal itu adalah kemenangan yang besar. Tentara Moghul menyerang negeri mereka untuk menguasai mereka, namun ketika diin Islam menundukkan akal dan hati pasukan Moghul, maka justru terjadi kebahagian dan persatuan antara pasukan penyerang dan yang diserang. Para penyerang akhirnya menjadi murid dan pengikut penduduk muslim yang mereka serang. Hal ini disebabkan bahwa agama Islam adalah agama fithrah. Dan juga karena kaum muslim mengemban dakwah Islam karena taat kepada Allah dan hasrat yang menggelora untuk memberi petunjuk kepada manusia, dan bukan hasrat dalam penjajahan dan eksploitasi.

Pada tahun 1578 M Kekhalifahan ‘Utsmaniyyah menjadi penguasa di Kaukasus (kecuali Azerbeijan, negara ini keluar dari pengaruh khilafah ‘Utsmaniyyah, dan condong kepada Dinasti Sofiyyah yang bermarkas di Iran). Pada tahun 1722 M, Kaisar Rusia Peter Agung menyerang Kaukasus dan menaklukkan sebagian wilayah Kaukasus. Pada saat itu kekhilafahan ‘Utsmaniyyah sedang disibukkan dengan peperangan yang terjadi di Eropa Tengah, sehingga sangat lemah untuk menjaga Kaukasus dan Asia Tengah. Akan tetapi penduduk Kaukasus terus melawan dan bertahan untuk menghadapi serangan Rusia dan kekuasaan Dinasti Sofiyyah. Mereka mampu mengusir Rusia pada tahun 1735 M. Namun kaisar-kaisar Rusia menyerang kembali dan menaklukkan sebagian besar wilayah Kaukasus. Meski begitu, penduduk Kaukasus terus-menerus melawan penjajahan Rusia dan melakukan pemberontakan bersenjata. Pada tahun 1785-1794, Syaikh Manshur dari Chechnya memimpin peperangan menentang Rusia. Dan mereka menamakan perang itu dengan nama perang Jihad Suci. Pada tahun 1824-1832 M, Imam Ghaziy Maula Mohammad memimpin peperangan menentang Rusia. Kemudian, Imam Syamil Mu’arik Mutawasilah memimpin peperangan melawan Rusia pada tahun 1832-1859 M. Setelah Imam Syamil tertawan dan terbunuh, perlawanan dilanjutkan oleh orang Chechnya bernama Aumadiyev, dan gerakan Thoviy Adloyev, dan gerakan Zilmayev, dan gerakan yang dipimpin oleh orang Chechnya, "Aliy Bek Haji", dan perlawanan yang dipimpin oleh A’dimov di Grozny pada tahun 1878 M. Rusia kemudian berusaha mengalihkan kaum muslimin dari aktivitas politik dan jihad dan mengarahkan kaum muslimin untuk menempuh jalan yang lebih lunak sebagai nafas perjuangan kaum muslimin. Akan tetapi hal itu tidak memberi faedah apapun bagi Rusia.

Dengan demikian, menurut tinjauan Islam wilayah Kaukasus adalah wilayah yang ditundukkan oleh kaum muslimin pada zaman Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan, dan sebagian besar penduduknya telah memeluk Islam. Oleh karena itu, wilayah Kaukasus termasuk wilayah daulah Islam. Bukan termasuk wilayah Rusia. Dan penduduk Kaukasus yang dikuasai oleh Rusia terus mengadakan perlawanan keras, baik pada masa Kaisar-kaisar Rusia atau pada masa orang-orang sosialis.

Menyusul runtuhnya Soviet, pada tanggal 10-11-1991 Chechnya menyatakan merdeka dari Rusia, dengan mengangkat Doghar Dodayev sebagai pemimpin mereka. Kemerdekaan ini tidak diketahui oleh satu pun negara di dunia ini. Dan akhirnya muncul pertikaian dan pergolakan antara Rusia dan Chechnya. Hingga akhirnya Rusia memerangi Chechnya untuk memberangus kemerdekaan itu. Peperangan itu berlangsung selama 21 bulan (akhir 1994-Agustus 1996). Rusia menderita kekalahan telak, pasukannya banyak yang terbunuh. Pada tanggal 12/05/1997 diadakan penjanjian damai, yang dihadiri oleh Presiden Rusia Boris Yetlsin dan Aslan Maskadov presiden Chechnya.. Perjanjian itu menyatakan, bahwa keduanya akan membangun hubungan berdasarkan konstitusi negara masing-masing, dan tidak boleh menggunakan senjata, dan membatasi penggunaan senjata untuk menyelesaikan pertikaian dua negara. Perjanjian itu juga tidak menyebutkan bahwa Chechnya tetap merupakan bagian dari Rusia. Akan tetapi tertuang dalam perjanjian, bahwa rakyat Chechnya diberikan hak untuk menentukan kemerdekaannya pada tanggal 31/12/2001.

Strategi Licik Bangsa Pengecut

Informasi yang diperoleh dari Jenderal Alexander Lebed, dan petinggi Rusia lainnya, bahwa sebelum menyepakati perjanjian damai dengan Chechnya, mereka telah mengatur rencana berbahaya bagi Chechnya. Mereka melancarkan strategi untuk menciptakan perang saudara di Chechnya, sebagaimana perang saudara yang terjadi di Afghanistan, setelah ditariknya kekuatan Rusia pada tahun 1994. Mereka mulai menggulirkan tiga model strategi di Chechnya . Pertama, strategi adu domba antara kaum muslimin yang memiliki komitmen Islam tulus (sufi), dengan kaum konservatif pro status quo (salafy). Kedua, menetralisasi pengaruh negara-negara besar dan kepemimpinan AS. Ketiga, mencap penduduk Chechnya sebagai teroris, dan berhubungan dengan teroris dunia.

Strategi untuk mengadu domba antara kelompok sufi dengan salafiy. Rusia memberikan kemudahan kepada pihak salafiy untuk mendapatkan bantuan dan memiliki senjata. Bahkan pihak Rusia juga melatih mereka untuk membangun kekuatan militer, agar mereka dapat meraih kekuasaan. Sehingga mereka sendirilah yang akan menghadapi kelompok sufi yang jumlahnya mayoritas. Rusia berharap di Chechnya timbul perang saudara.

Strategi berikutnya adalah mengeliminasi negara adidaya, terutama AS. Kami, melihat ada perubahan sikap beberapa negara terhadap perang yang terjadi antara Rusia dengan Chechnya periode 1994/1996, dan perang yang terjadi sekarang. Rusia kembali menyerang Chechnya pada bulan Agustus 1999. Aksi kebrutalan, pembunuhan, pengrusakan, dan penghancuran terus berlanjut dan semakin bertambah kuantitasnya. Sebelumnya, media massa Barat mengecam dengan keras agresi Rusia, dan memuji keberanian penduduk Chechnya. Namun, media massa itu sekarang bungkam. Kalau pun media Barat melansir berita, paling-paling ungkapan tak berisi yang menyalahkan Chechnya dan penduduknya. Sebelumnya, para pemimpin Islam, terutama pemimpin-pemimpin Arab (antek-antek Amerika dan negara Barat) menunjukkan perhatiannya terhadap orang-orang Chechnya di beberapa mass media, mengumpulkan dana, dan membantu para pengungsi. Anehnya, sekarang para pemimpin itu telah menghentikan bantuannya kepada penduduk Chechnya.

Dan ketika Putin, PM Rusia, bertemu dengan Clinton di Oslo pada tanggal 10/11/1999, sebagian pengamat berharap Clinton bisa menekan Putin untuk segera menghentikan perang. Akan tetapi, setelah Putin kembali ke Moskow dan menghadap Presiden Yelstin, Menteri Pertahanan Rusia Marsyal Sergeyev menyatakan, "Bahwa kekuatan militer telah dirancang untuk membebaskan Grozny dan seluruh wilayah Chechnya dari para teroris." Dia menekankan bahwa tugas ini telah direkomendasi oleh prisiden. Catatan dari Konferensi OSCE (Organisation for the Security and Cooperation in Europe) yang berlangsung di Istambul sejak tanggal 18-19/11/1999, para peserta konferensi tidak secara langsung mengkritik atas kebrutalan Rusia di Chechnya. Anehnya, justru Yelstin yang mengkritik dan menantang mereka. Dia menyatakan bahwa perang akan terus berlangsung sampai para teroris telah lenyap secara sempurna. Dan dia menolak bernegoisasi dengan pihak manapun di Chechnya. Dengan demikian Yelstin telah melanggar perjanjian tahun 1997 dengan Chechnya. Dan kami juga menemukan bahwa IMF tetap memberikan bantuan pinjaman kepada Rusia. Meskipun, Michael Camdessus membual, "Kami tak bisa terus mendanai mereka (Moskow) bila seluruh dunia tak menginginkannya" (Republika, 29 Nov.’99).

Deal Antara Rusia dan AS

Akan tetapi, apa yang membuat Amerika mengubah sikapnya pada perang antara Rusia dengan Chechnya yang terjadi pada tahun 1994/1996?

New York Times medio 19/11/1999 melansir bahwa Menteri Luar Negeri Rusia, Igor Ivanov telah mengirim surat tidak resmi kepada menteri luar negeri AS Madeleine Albright ketika mereka bertemu di Turki pada tanggal 18/11/1999, yang mencantumkan proposal "deal", tersimpul AS akan membiarkan operasi militer Rusia di Chechnya, dengan ganti, "Kami siap untuk memberikan instruksi kepada delegasi Rusia yang ada di Dewan Keamanan agar lebih fleksibel dalam menanggapi kasus Iraq." Direktur Institut Perdamaian di Moskow, Alexander Kisilov berkata, "Saling pengertian ini mempunyai makna,"Menarik kembali sikap keras Kremlin terhadap kasus Iraq dan Yugoslavia, dengan konsesi, tekanan administratif AS tentang kasus Chechnya, berbagai skandal busuk, dan pencabutan bantuan dana harus dihentikan". Rachel Bronson, seorang ahli problem-problem sekuritas di Kaukasus pada tanggal 18/11/1999 berkata, "Rusia memuji sikap AS yang telah berusaha keras untuk mencegah merebaknya kasus Chechnya yang bisa menjadi halangan bagi AS untuk menjalin kerjasama dengan Rusia, dengan mengorbankan problem-problem lainnya yang lebih penting, seperti pembatasan senjata nuklir, kasus Iraq, upaya reformasi dan pemulihan stabilitas di Rusia."

Itulah deal antara Rusia dengan AS. Deal itu dimulai dengan nota kesepakatan yang dikirim oleh Ivanov kepada Albright pada tanggal 18/11/1999. Walaupun sebelum tanggal itu telah dilakukan pembicaraan lisan. Pada tanggal 18/11/1999 deal itu baru dituangkan dalam tulisan, yang sebelumnya didahului dengan pernyataan sikap tidak resmi.

Namun janganlah kita lupa, bahwa politik AS terhadap Rusia adalah menjaga Rusia agar tetap menjadi negara yang kuat untuk menghadapi Cina, dan dipasang sebagai ancaman bagi negara-negara Eropa. Ancaman inilah yang digunakan dalih oleh AS untuk mempertahankan persekutuan Atlantik dan agar AS bisa terus memantau Eropa dengan alasan menjaga Eropa dari ancaman Rusia.

Dan untuk menghentikan dukungan dari negara-negara Islam kepada Chechnya, Rusia telah mengirim utusannya ke berbagai negera Islam baik Arab maupun non Arab, untuk menjelaskan kepada negara-negara tersebut, bahwa mereka hanya memerangi terorisme dan para teroris. Adapun reaksi para penguasa (Islam) terhadap Rusia telah melampaui batas. Bahkan PM Turki Ecevit berkunjung ke Moskow pada tanggal 5/11/1999 dan menyatakan bahwa persoalan Chechnya adalah persoalan intern Rusia, dan ia sangat mendukung upaya Rusia untuk menghancurkan terorisme. Hal ini menunjukkan bahwa para pemimpin negara Barat (khususnya AS) telah memberi tahu kepada para antek-anteknya agar diam dalam masalah ini.

Lalu, sampai kapan kaum muslimin terus disembelih, sementara deal antarnegara (Rusia dan AS) telah ditandatangani?! Dan sampai kapan penguasa-penguasa Muslim tetap menjadi alat dan pengkhianat yang melakukan konspirasi dengan orang-orang kafir untuk membantai saudara mereka sendiri?!

Khatimah

Sungguh sangat menyedihkan dan terasa menyakitkan, menyaksikan negara-negara kafir berpestapora dengan pembunuhan, penyiksaan, serta pelecehan kehormatan dan kesucian kaum muslimin di negeri-negeri mereka. Sementara para penguasa negara-negara muslim itu sama sekali tidak berupaya menggerakkan pasukan muslimnya untuk menolong mereka. Bahkan ketika celaan dan hinaan menerpa negeri-negeri kaum muslimin, para penguasa tak juga punya keberanian membela rakyatnya dengan melawan bangsa-bangsa agresor sekutu syaithan itu.

Demikian pula meski tangisan kaum muslimin di Chechnya telah menampar kuping-kuping mereka —para penguasa pengkhianat itu— tidak cukup menggugah perasaan mereka. Tak terbayang oleh mereka bagaimana para pemimpin muslim terdahulu, seperti Khalifah Al-Mu’tashim, begitu peka terhadap ancaman keselamatan dan kehormatan seorang muslim dan menindak tegas kejahatan suatu negara yang pejabatnya melecehkan seorang muslimah. Ya, saat ini tidak ada seorang khalifah yang akan menyerukan perlawanan umum, dan memobilisasi pasukan untuk membantu mereka kaum muslimin di Chechnya, melindungi para wanita, anak-anak, dan orang-orang tua dengan menghancurkan dominasi Rusia dan propoganda syaithan. Dan yang akan mengembalikan kaum muslimin meraih keagungan dan kemuliaan Islam.

É»ÌmiË É¼»BI ÆÌÄ¿ÛM {10} ÁλC LAh§ Å¿ Á¸ÎVÄM ÑiBƒ Ó¼§ Á¸»eC ½Ç AÌÄ¿E ÅÍh»A BÈÍC BÍ

{11} ÆÌÀ¼¨M ÁNÄ· ÆG Á¸» jÎa Á¸»g Á¸n°ÃCË Á¸»AÌ¿DI ɼ»A ½ÎJm Ÿ ÆËfÇBƒË

"Wahai orang-orang yang beriman, sukakah kalian aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari azab yang pedih?—yaitu—berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, dan berjihadlah di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Itulah yang lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahuinya" (QS. Ash-Shaff 10-11).n

 

YA ALLAH, SAKSIKANLAH, KAMI TELAH SAMPAIKAN!