"Komentar Gus Mad"

Pimpinan TNI berkali-kali dibuat repot oleh isu kudeta yang sudah berkali-kali mereka bantah.

Bisa jadi pelempar isu sedang minum soft drink sambil nonton TV.

Ketika bertemu Gus Dur, Paus Paulus menyampaikan agar konflik Maluku diselesaikan dengan damai, bukan dengan pertumpahan darah.

Seruan bagus tapi sangat telat dan belum tentu didengar.

Edisi 090

Monster Itu Bernama Tekanan Internasional

Konon atas nama tekanan Internasional, Gus Dur minta Wiranto mundur. Paling tidak itulah alasan Gus Dur untuk menyarankan Wiranto mundur sekalipun belum terbukti apakah ia bersalah atau tidak dalam kasus Timor Timur. Ini ditegaskan oleh Jalaludin Rahmat dalam sebuah wawancara usai diskusi di Jakarta. Demikian pula yang disampaikan sejumlah politisi dari PKB yang mendukung kebijakan Gus Dur tersebut.

Hanya saja, sebagai bangsa muslim terbesar di dunia yang bermartabat, tepatkah sebuah pengambilan kebijakan berdasarkan tekanan internasional? Dan siapakah sesungguhnya tekanan internasional itu? Bagaimana seharusnya bangsa dan negara muslim mengambil kebijakan, termasuk dalam kasus pelanggaran HAM seperti yang ditudingkan kepada Wiranto?

Tekanan Internasional Bagaikan Monster

Kalau kita tengok berbagai peristiwa politik di negeri ini maupun di negeri-negeri Islam lainnya dalam beberapa tahun terakhir ini, apa yang menamakan diri dengan tekanan internasional itu bagaikan monster yang menghantui berbagai negeri dan penguasa yang tidak disenangi oleh negara adidaya AS dan negara-negara Barat lainnya. Mereka dengan perangkat PBB, IMF, World Bank serta jaringan media massa globalnya memainkan peranan penting untuk menekan, memukul, menggencet, bahkan memusnahkan suatu pemerintahan, suatu negara atau suatu bangsa. Dengan tekanan internasional, AS dan negara-negara Barat menghukum pemerintahan Saddam Husein yang telah —terjebak oleh rekayasa intelejen— menganeksasi Kuwait —bekas wilayah Irak di masa lalu. AS dan negara-negara Barat menghujani Irak dengan berton-ton bom. Dalam tempo sekitar dua minggu perang selesai. Saddam menyerah. Irak pun diboikot ekonominya. Ribuan rakyat —khususnya anak-anak— kelaparan dan mati. Anehnya, Saddam tetap hidup dengan segala kemewahannya. Ya, tekanan internasional telah menjadi monster yang membunuhi anak-anak kaum muslimin yang tidak berdosa, bukan membunuh Saddam, bahkan menjatuhkan pun tidak!

Dengan alasan tekanan internasional, dan berbagai krisis yang dikonspirasikan, AS dan negara-negara Barat berhasil menjatuhkan rezim Soeharto.

Dengan tekanan internasional, AS dan negara-negara Barat berhasil memaksa pemerintahan Habibie untuk melepaskan Tim-tim. Dan dengan tekanan internasional pula pemerintahan Habibie yang berhasil mereka bujuk dan tekan untuk melepaskan Timtim itu harus turun dan Habibie tak bisa melanjutkan pencalonannya sebagai presiden pada SU-MPR Oktober lalu.

Dan kini monster tekanan internasional sedang bekerja untuk menghancurkan wibawa dan kekuatan TNI. Mantan Panglima TNI Jendral Wiranto dan sejumlah perwira tinggi TNI dilaporkan oleh Komisi HAM PBB pimpinan Mary Robinson —konon isinya sama dengan laporan KPP HAM Timtim pimpinan Albert Hasibuan— yang merekomendasikan untuk diadili ke pengadilan internasional berkaitan kasus pelanggaran HAM di Timtim pasca jajak pendapat.

Monster yang namanya tekanan internasional ini memang benar-benar ganas disamping pilih kasih. Betapa tidak, konon katanya yang dimaksud dengan pelanggaran HAM itu adalah pelanggaran oleh negara terhadap rakyat, sementara dalam kasus Timtim, jika tuduhannya kepada TNI yang bertindak atas nama negara, maka bagaimana bisa warga Timtim yang katanya dilanggar itu menjadi tanggung jawab pemerintah negara Indonesia —melalui TNI— sementara mereka sendiri telah memilih tidak menjadi warga negara Indonesia, tidak menjadi rakyat Indonesia. Maka definisi pelanggaran HAM dari negara kepada rakyat tidak ketemu. Bagaimana orang menyelidiki pelanggaran suatu negara kepada mereka yang tidak mau menjadi warganya dengan dugaan pelanggaran HAM? Ini yang barangkali yang tak terpikirkan oleh mereka yang berada di KPP HAM. Mungkin termasuk kita semua juga tak sempat berfikir, lantaran begitu ganasnya opini yang dibuat oleh monster internasional melalui jaringan media massa mereka.

Lalu kalau tidak melanggar HAM, karena tidak melanggar rakyatnya, berarti melanggar rakyat negara lain, bagaimana ini? Itulah berarti laporan KPP HAM itu sebenarnya sia-sia. Tinggallah kini laporan komisi pimpinan Mary Robinson. Namun sebelumnya kita sarankan kepada Robinson untuk menghukum para jendral dan prajurit Amerika dan negara-negara Barat serta para pengambil kebijakan politik luar negeri mereka yang telah membunuh dan menyengsarakan ribuan rakyat Irak dengan embargo ekonomi yang mereka lakukan terhadap Irak. Apa salah rakyat Irak yang jadi korban embargo ekonomi itu dalam kasus aneksasi Kuwait sehingga harus dihukum mati dan lapar oleh para pejabat AS dan sekutunya atas nama PBB dan masyarakat internasional itu. Bukankah mereka punya hak untuk makan dan menikmati kehidupan yang layak! Apakah karena mereka kaum muslimin, lalu hak mereka dirampas begitu saja?

Setelah membunuh ribuan kaum muslimin di Irak, kini monster itu hendak membunuh kaum muslimin di Indonesia, bahkan jendral-jendral mereka! Masihkah kita punya hati nurani kalau membiarkan dicabutnya hak hidup ribuan kaum muslimin di Irak yang diboikot ekonomi mereka oleh AS dan negara-negara Barat. Dan kini kita mempersilahkan salah satu bagian dari diri kita mereka celakai. Suatu ketika, kaum muslimin di Indonesia ini akan dibunuh dengan boikot atau cara lain jika presiden Gus Dur atau presiden yang lain dianggap bersalah oleh monster tekanan internasional itu!

Pertanyaannya, beranikah kita menghadapi monster tekanan internasional itu?

Siapakah Monster Itu?

Sudah nyata bahwa pihak-pihak yang mengatasnamakan dirinya sebagai masyarakat internasional adalah masyarakat Barat yang mendominasi peradaban kini. Klaim mereka itu sudah mereka canangkan sejak abad 17 tatkala negara-negara Nasrani Eropa berkumpul untuk menghadapi negara adikuasa waktu itu, Khilafah Islamiyyah yang sejak abad 15 melakukan ekspansi ke Eropa bahkan sampai di pagar batas kota Wina. Mereka melakukan konferensi-konferensi yang melahirkan aturan yang mereka sebut undang-undang internasional.

Setelah Khilafah Utsmaniyyah mengalami kemunduran yang amat berat sejak paruh kedua abad ke-18, negara Islam itu mengajukan diri untuk masuk ke dalam kelompok negara Nasrani Eropa tersebut. Dan pada tahun 1856, Negara Khilafah Islamiyyah diterima dalam kelompok tersebut setelah memenuhi syarat mengambil sebagian aturan hukum Eropa dan mencabut politik luar negerinya, yakni dakwah dan jihad fi sabilillah. Setelah itu, disusul masuknya Jepang, kelompok mereka baru bisa dikatakan mengarah kepada kelompok masyarakat internasional. Itulah cikal bakal Liga Bangsa-bangsa yang kemudian berubah nama menjadi Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) setelah perang dunia kedua (Afkar Siyasiyah Hizbut Tahrir, hal 41-51).

PBB sebagai lembaga internasional selama lebih dari setengah abad ini ternyata telah menyebar teror dan kesengsaraan kepada bangsa-bangsa yang tidak disukai oleh negara-negara Barat, khususnya AS yang sejak tahun 1991 menjadi pemain tunggal dalam pentas politik dunia. Kasus Irak, Bosnia, Kosovo, Somalia, Anggola, Kongo, Vietnam, Kamboja, Palestina, dan lain-lain termasuk Timtim adalah bukti nyata. Rakyat di wilayah tersebut menjadi korban permainan negara-negara besar yang menguasai PBB dengan dalih tuntutan internasional.

Selain melalui PBB, monster internasional ini punya alat tekan dan isap yang bernama IMFatau Dana Moneter Internasional. IMF ini adalah alat untuk mengobrak-abrik ekonomi suatu negara dengan pinjaman utang ribawi yang ditawarkannya yang terkenal dengan sodoran Letter of Intent (LoI)-nya. LoI yang disodorkan ke negara yang hendak mengambil utang tersebut berisi syarat-syarat restrukturisasi ekonomi yang bukannya akan memperbaiki negara yang bakal dibantunya, tapi malah bikin morat-marit.

Syarat-syarat itu antara lain menurunkan nilaimsehingga ekspor sumber daya alam negara itu menjadi sangat murah dalam perdagangan internasional. Negara yang bakal diutangi itu juga harus menurunkan biaya-biaya untuk mengurangi beban APBN, dengan jalan mengurangi subsidi-subsidi sehingga harga-harga akan naik dan rakyat akan tambah miskin, bodoh, dan lapar. Untuk mengurangi beban itu juga dilakukan penurunan anggaran penelitian dan pengembangan sains dan teknologi dan penurunan anggaran pembangunan sarana dan prasarana fisik seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum. Termasuk syarat yang diminta IMF adalah peningkatan pendapatan negara dengan menaikkan pajak dan privatisasi BUMN. Dalam hal terakhir ini, perusahaan-perusahaan multinasional milik para kapitalis kaya dari negara-negara besar akan mengambil alih kepemilikan BUMN-BUMN negara yang menerima utang dari IMF.

Selain IMF ada World Bank atau Bank Dunia yang bertugas memperbanyak utang negara-negara dunia ketiga termasuk negara-negara muslim dengan pendiktean pemanfaatan utang justru untuk hal-hal yang tidak urgen bagi pembangunan negara-negara yang dimiskinkan secara struktural tersebut.

Dan dalam era pasar bebas milenium ketiga ini, WTO menjadi alat ampuh negara-negara Barat yang maju untuk mengatur perdagangan dunia demi kepentingan mereka. WTO yang merupakan kelanjutan dari GATT ini dengan peraturan-peraturan perdagangan internasional yang dibuatnya meminimalkan peranan negara-negara berkembang terhadap sirkulasi perdagangan di negerinya sendiri, antara lain penghapusan hambatan tarif atau bea masuk komoditi.

Negara-negara berkembang harus menerima komoditi apa saja dari luar. Negara berkembang juga harus menerima hadirnya perusahaan multinasional milik para kapitalis dari negara besar itu yang telah mengambil alih perusahaan-perusahaan industri negara berkembang dengan harga yang sangat murah sekali. Dengan bahan baku dan upah buruh yang juga sangat murah, perusahaan multinasional itu dapat mengeruk keuntungan dan kekayaan sebesar-besarnya.

Kehadiran mereka jelas memukul industri-industri lokal yang jelas tak punya kemampuan bersaing, baik dari segi mutu barang maupun harga. Ditambah lagi mereka menerapkan undang-undang hak milik intelektual (intelectual property) dimana industri negara berkembang harus selalu membayar lisensi atas hak paten milik kaum kapitalis Barat itu. Walhasil terjadilah pengurasan kekayaan besar-besaran dari negara-negara berkembang oleh negara-negara kapitalis Barat.

Wajib Melepaskan Diri

Dengan mencermati cara kerja monster internasional tersebut, kita bisa memahami kenapa mereka terus-menerus menghancurkan wibawa dan kekuatan TNI dengan isu-isu dan opini yang mereka ciptakan sejak awal reformasi. Dengan lemahnya TNI yang selama orde baru sangat mendominasi kehidupan politik dan ekonomi di negeri ini dan juga penerapan pemilu multipartai 1999, peranan negara dalam politik dan perekonomian menjadi lemah. Lemahnya peranan negara dan adanya dominasi politik dan ekonomi internasional, maka nasib rakyat negara-negara berkembang, termasuk di dalamnya negara-negara kaum muslimin, menjadi semakin memprihatinkan: miskin, bodoh, tertinggal, dan tertindas!

Oleh karena itu, kaum muslimin wajib membebaskan diri dari segala bentuk dominasi negara kapitalis yang menjadi neokolonialis itu. Haram bagi mereka berdiam diri. Firman Allah SWT:

æóáóäú íóÌúÚóáó Çááøóåõ áöáúßóÇÝöÑöíäó Úóáóì ÇáúãõÄúãöäöíäó ÓóÈöíáÇð

"...dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman" (QS. An Nisa 141).

Lagi pula, tunduk kepada keputusan-keputusan monster internasional itu, berarti berhukum dengan hukum bangsa-bangsa Barat yang bertentangan dengan hukum syari'at Islam. Allah melarang hal itu dalam firman-Nya:

Ãóáóãú ÊóÑó Åöáóì ÇáøóÐöíäó íóÒúÚõãõæäó Ãóäøóåõãú ÁóÇãóäõæÇ ÈöãóÇ ÃõäúÒöáó Åöáóíúßó æóãóÇ ÃõäúÒöáó ãöäú ÞóÈúáößó íõÑöíÏõæäó Ãóäú íóÊóÍóÇßóãõæÇ Åöáóì ÇáØøóÇÛõæÊö æóÞóÏú ÃõãöÑõæÇ Ãóäú íóßúÝõÑõæÇ Èöåö æóíõÑöíÏõ ÇáÔøóíúØóÇäõ Ãóäú íõÖöáøóåõãú ÖóáóÇáðÇ ÈóÚöíÏðÇ

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya" (QS. An Nisa 60).

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebut bahwa termasuk dalam pengertian thaghut adalah orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu.

Mengadili Kezhaliman

Kalau kaum muslimin menolak campur tangan internasional, bukan berarti mereka membiarkan kezhaliman merajalela dan merestui para penguasa berlaku sewenang-wenang. Jauh sebelum orang-orang barat berfikir tentang HAM, kaum muslimin yang hidup dalam naungan negara Khilafah Islamiyyah telah memiliki hukum dan perangkat peradilan untuk mengatasi tindakan kezhaliman yang dilakukan oleh para pejabat terhadap rakyat. Istilah Darul Adli dan Mahkamah Mazhalim serta Qadli Mazhalim adalah kosakata yang tidak asing lagi bagi kaum muslimin dari masa ke masa.

Rasulullah saw. di akhir masa kehidupan beliau saw. pernah berbicara kepada kaum muslimin:

ãóäú ÃóÎóÐúÊõ áóåõ ãóÇáÇð ÝóåÐóÇ ãóÇáöíú ÝóáúíóÃúÎõÐú ãöäúåõ æóÅöäøöíú áÃóÑúÌõæú Ãóäú ÃóáúÞöíó Çááåó ÚóÒøó æóÌóáøó æóáÇó íóØúáõÈõäöíú ÇóÍóÏñ ÈöãóÙúáóãóÉò ÙóáóãúÊõåóÇÅöíøóÇåõ Ýöíú Ïóãò æóáÇó ãóÇáò

"Siapa yang pernah kuambil hartanya, ini hartaku, ambillah darinya. Karena sesungguhnya aku berharap menghadap Allah Azza wa Jalla dalam keadaan tiada orang yang menuntutku terhadap suatu kezhaliman (yang mungkin) kuperbuat terhadapnya, dalam hal harta maupun darah".

Hadits ini menjelaskan bahwa dalam posisi beliau saw. sebagai kepala negara atau penguasa, boleh jadi beliau melakukan kezhaliman kepada umat dimana kezhaliman itu menurut aqidah Islam akan menjadi perkara yang harus dipertanggungjawabkan oleh pelakunya dan menjadi hak korban untuk menuntut balas, minta tebusan, atau memaafkannya sama sekali. Jika belum ada perhitungan di dunia, berarti korban bakal menuntutnya di akhirat kelak. Dalam hadits yang lain dijelaskan bahwa pahala pelaku kezhaliman akan diberikan kepada korban untuk menghapuskan dosa-dosa korban. Jika dosa-dosa korban tak habis dihapus pada pelaku kezhaliman, maka dosa korban akan "dioper" kepada orang yang menzhaliminya, sehingga pelaku kezhaliman itu masuk neraka.

Oleh karena itu, penyelesaian kasus kezhaliman dalam pengadilan di dunia sangat penting buat pelaku agar tidak dituntut di akhirat. Di samping itu, penting untuk mencegah terjadinya kezhaliman serupa dan hak hidup aman siapapun warga negara terjamin karenanya.

Khatimah

Jadi, kezhaliman memang harus dicegah dan diatasi, tapi bukan lantaran adanya tekanan internasional, apalagi menggunakan hukum internasional yang kufur itu. Umat harus menggunakan hukum dan standarnya sendiri yang merupakan aturan ilahi.

Allahu a'lam bish-shawwab.