"Komentar Gus Mad"

Jelang kenaikan harga BBM 1 April, minyak tanah menghilang.

Kata Nabi saw., yang nimbun barang kebutuhan pokok itu hanya para pendosa.

"NU tak pernah mencita-citakan, apalagi bermimpi mendirikan Negara Islam", kata Gus Dur.

Weleh-weleh Gus..., negara Islam itu kan sunnah fi'liyyah Nabi saw. yang riil.

AS menekan OPEC agar menambah produksi minyaknya.

Nggak usah kaget, demi keuntungan kaum kapitalis, negara "preman" Sam ini biasa menekan siapa saja.

Edisi 097

MEWASPADAI LEGALISASI KOMUNISME

Permintaan maaf Presiden Gus Dur kepada para korban pengganyangan G30S PKI telah memunculkan kontroversi. Seiring itu gagasannya untuk mencabut Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pelarangan Terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme kian memperluas reaksi masyarakat dari berbagai kalangan. Di depan wisudawan sarjana Universitas Islam Malang (Unisma), Sabtu pekan lalu, Gus Dur dengan tegas menyatakan bahwa pencabutan ketetapan itu antara lain dengan pertimbangan HAM (Kompas, 26/3/2000).

Seperti biasanya, gagasan kontroversial Gus Dur pertama-tama akan diusung, didukung dan dibela kalangan muda NU. Akan tetapi --berkait dengan pencabutan Tap MPRS yang melarang komunisme itu-- Ketua Umum PBNU KH. Drs. Hasyim Muzadi menolaknya. "Sikap kalangan NU sudah jelas, Tap MPRS itu tidak boleh dicabut”, katanya. Menurut Hasyim, sumber dari segala konflik di Tanah Air adalah Marxisme, sehingga masyarakat harus diselamatkan, termasuk juga bagi mereka yang sudah terkena paham komunisme di masa lalu. (Media Indonesia, 27/3/2000). Hasyim juga meminta pemerintah mempertimbangkan lagi langkah-langkah yang bisa mengarah pada pencabutan Tap MPRS itu.

Reaksi-reaksi lain yang muncul kemudian bukan lagi sekadar tanggapan yang bersifat individual. Ketua MPR, Amien Rais, menyatakan bahwa pencabutan ketetapan MPRS itu sama saja dengan melegalisasi keberadaan PKI. Dengan demikian, komunisme bisa bangkit kembali di bumi Indonesia. Karena itu, ia meminta agar seluruh masyarakat mewaspadai kembalinya PKI di Indonesia. Semula PKI merupakan bahaya laten, bila Tap MPRS tentang larangan ajaran itu dicabut, akan berubah menjadi bahaya manifes (aktual), sehingga bisa membuat luka baru di negeri ini. Anggota DPR dari Fraksi Bulan Bintang, Hartono Mardjono seperti dikutip Harian Umum Republika, 27 Maret 2000 mengemukakan pula bahwa paham Marxisme-Komunisme pada dasarnya anti demokrasi karena menganjurkan adanya diktator proletariat di mana untuk mencapai tujuannya PKI bisa menghalalkan segala cara. Dengan melakukan pertentangan golongan dan kelas, ajaran demikian tidak akan pernah membuat kehidupan menjadi rukun. Demikian pula, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan pernyataan sikap keras. "MUI dengan tegas menolak wacana yang menginginkan pencabutan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan terhadap PKI dan ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme". Itulah sebagian dari bunyi pernyataan sikap MUI yang disampaikan oleh sekretaris umumnya, H.A. Nazri Adlani.

Di Balik Gagasan Gus Dur?

Mengapa Gus Dur tampak bersikeras mengusulkan pencabutan Tap MPRS itu? Secara eksplisit, pencabutan itu perlu dilakukan dengan alasan HAM dan proses ke arah demokrasi yang sebenarnya. Gus Dur agaknya bermaksud, meniadakan bentuk pelanggaran HAM terhadap orang-orang PKI atau yang dituduh PKI beserta anggota keluarganya yang dilakukan sepanjang pemerintahan Orde Baru. Oleh karenanya, untuk menghentikan pelanggaran HAM itu maka Tap MPRS yang melarang ajaran komunisme harus dicabut. Bahwa mereka mungkin pernah terlibat atau dituduh terlibat dalam pemberontakan G30S/PKI, menurut Gus Dur itu kan sudah lama berlalu. Mereka tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif terus menerus.

Selain itu, agar hak-hak politik, ekonomi dan sipil mereka pulih, maka harus dilakukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi dipandang penting agar tercipta suasana kebersamaan. Hukuman yang mereka terima dipandang telah cukup sebagai balasan atas kejahatan yang dilakukan di masa lalu. Kini saatnya mereka hidup sebagaimana layaknya orang kebanyakan.

Itulah sebagian maksud yang melatarbelakangi keinginan Gus Dur mencabut Tap MPRS itu yang dapat kita tangkap. Tapi adakah maksud lain yang tersembunyi di balik itu, yang mendorong Gus Dur mengambil langkah penghapusan itu? Kiranya hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Memang, ada sejumlah analisis yang dapat diketengahkan. Di antaranya adalah bahwa dengan pencabutan ketetapan MPRS itu Gus Dur ingin memperluas basis dukungan untuk memperkuat posisinya. Setelah ia mendapatkan dukungan yang signifikan dari kalangan nasionalis, di samping NU sebagai basis massa tradisionalnya, tampaknya ia juga ingin mendapatkan dukungan serupa dari kalangan PKI dan simpatisannya. Di samping itu tunas-tunas Marxirme yang tengah tumbuh seperti Partai Rakyat Demokratik (PRD), diharapkan tidak banyak melakukan tekanan terhadap kepemimpinannya seperti yang pernah ditunjukkan lewat demontrasi yang dilakukan PRD, sehingga mereka bisa menjadi kekuatan pendukung di belakang Gus Dur.

Dengan makin meluasnya basis dukungan yang dimiliki Gus Dur, maka ia akan lebih leluasa untuk menjalankan semua langkah politik dan kebijakannya. Termasuk dalam menghadapi kelompok yang ia sebut kelompok Islam radikal yang sebagian kekuatannya tampak pada tabligh akbar di Monas beberapa waktu lalu.

Analisis lain menengarai bahwa langkah ini merupakan bagian dari skenario besar untuk memberikan musuh baru kalangan Islam ideologis. PKI dianggap sebagai kekuatan penyeimbang (balance power) dari kekuatan Islam ideologis. Dengan musuh baru ini, energi Islam ideologis akan lebih diarahkan kepada PKI, bukan kepada pemerintahan Gus Dur.

Dengan cara berpikirnya yang lebih sering berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi, bukan dengan dasar ajaran Islam, wajar bila kemudian muncul gagasan-gagasan yang terasa aneh di telinga kita. Apalagi bila diukur dengan landasan berpikir Islam.

Menentukan Sikap

Sebagai petunjuk hidup, Islam telah memberikan keterangan yang sangat gamblang menyangkut pelbagai hal, termasuk tentu saja dalam menghadapi perkara yang kini tengah menjadi kontroversi: melegalisasikan kembali komunisme.

Pertama, menyangkut orang yang telah terbukti bersalah, baik karena menganut ideologi yang bertentangan dengan Islam atau pun karena melakukan tindakan kejahatan dan perilaku menyimpang. Bila mereka telah bertobat dan bertekad memeluk ideologi Islam kembali, maka yang bersangkutan dimaafkan dan diperlakukan sebagaimana lazimnya. Dia beserta segenap anggota keluarganya, setelah itu sama sekali tidak boleh diperlakukan secara semena-mena dan diskriminatif.

Tindakan pemerintah Orde Baru yang terus-menerus melakukan diskriminasi dengan menetapkan sejumlah larangan kepada mereka yang terlibat atau dituduh terlibat G30S-PKI, meski mungkin mereka telah bertobat atau tidak pernah terbukti terlibat, merupakan sebuah tindakan zhalim. Lebih dzalim lagi bila sanak keluarganya yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya, harus juga menerima tindakan yang serupa. Langkah seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah. Malah mengundang kemungkinan memperpanjang masalah, sehingga boleh jadi bukan kesadaran yang muncul tapi justru menumbuhkan kebencian baru dan perasaan dendam.

Dari sisi ini, langkah Gus Dur yang hendak melakukan rekonsiliasi dengan cara mengembalikan hak-hak perdata para tapol eks G30S/PKI, bisa dibenarkan.

Penyikapan yang baik, tidak semena-mena, adil dan manusiawi terhadap orang yang dulu pernah memeluk ideologi yang bertentangan dengan Islam, setelah yang bersangkutan bertobat dan dihukum akan mempercepat proses rekonsiliasi, pemulihan kesadaran mereka dan membantu menumbuhkan iklim pergaulan yang sehat dan suasana kerukunan sosial.

Islam mengajarkan sikap saling pengertian dan cinta kasih. Rasulullah Muhammad SAW mencontohkan hal itu. Ia dengan lapang dada menerima kehadiran Abu Sufyan dan Hindun, dua orang yang sebelumnya amat keras memusuhi dirinya. Mereka yang diperlakukan secara baik itu, berangsur-angsur benar-benar menjadi orang baik, bahkan kemudian menjadi pembela Islam.

Islajuga mengajarkan bahwa setiap orang hanya bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri. Ia tidaklah memikul beban tanggung jawab orang lain, dan tidak boleh dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan orang lain. Allah SWT berfirman:

"Bahwasanya orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh sesuatu kecuali apa yang telah diusahakannya” (QS. An Najm 38-39).

Dengan prinsip ini suami, istri, anak atau cucu serta kerabat dari orang komunis tidak boleh otomatis dianggap komunis sampai terbukti bahwa mereka juga berpaham komunis atau terlibat dalam aktivitas gerakan komunis.

Kedua, sikap terhadap paham komunis. Islam jelas sangat menentang paham komunis. Antara Islam dan komunisme jelas tidak akan pernah bisa bertemu. Islam mengajarkan tauhid, sementara komunisme mempropagandakan atheisme. Maka gagasan untuk mencabut larangan bagi ajaran komunisme apa pun alasannya, harus ditentang keras. Komunisme harus tetap dilarang selama-lamanya cukup dengan satu alasan: bertentangan dengan aqidah Islam!

Ada sementara pihak yang mengatakan bahwa bisa saja komunisme di Indonesia suatu saat nanti dibiarkan hidup sebagaimana di negara-negara Eropa dan Amerika, asal kemakmuran dan kematangan politik rakyat Indonesia sudah setaraf dengan kemakmuran dan kematangan politik rakyat di negara-negara maju. Pandangan seperti ini salah dan harus ditolak. Komunisme adalah sebuah ideologi yang bisa mempengaruhi siapa saja, baik yang kaya atau yang miskin.

Dalam kaca mata Islam, gerakan komunisme dalam kondisi apapun adalah tetap sebuah kemungkaran. Dan setiap kemungkaran apakah itu akan berpengaruh luas atau pun tidak, harus dihentikan. Rasulullah SAW bersabda:

Siapa saja yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan (kekuasaan)mu, bila tidak mampu dengan lisanmu dan bila tidak mampu (juga) maka hentikan dengan hatimu. Tapi itu selemah-lemah iman” (HSR. Muslim).

Cara yang paling efektif menghentikan kemungkaran adalah dengan kekuasaan. Dengan kekuasaan yang ada, melalui Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966, komunisme beserta seluruh derivat pemikirannya telah dilarang. Ini merupakan keputusan yang tepat. Maka, mengapa kini harus dicabut?

Tapi sesungguhnya bukan hanya komunisme yang wajib dilarang. Sekularisme dengan segenap atributnya seperti sinkretisme, sosialisme demokrasi, nasionalisme dan isme-isme lain yang bertentangan dengan Islam, sebenarnya harus juga dilarang. Menurut Islam, semua yang bertentangan dengan aqidah Islam harus dilarang, dalam arti tidak boleh dikembangkan, diajarkan, dipropagandakan apalagi diperjuangkan.

Kendati Islam melarang semua bentuk ideologi dan pemikiran yang bertentangan dengan prinsip akidahnya, tidak berarti tiap orang yang hidup di bawah kekuasaan pemerintahan Islam harus beragama atau memeluk ideologi Islam. Secara pasti Islam tidak membenarkan adanya pemaksaan dalam memeluk suatu agama atau ideologi. Allah SWT berfirman:

Tidak ada paksaan dalam agama (Islam)” (QS Al Baqarah 256).

Dengan demikian, secara individual orang bebas memeluk agama atau ideologi apa saja yang diyakininya. Tapi kebebasan ini hanya sebatas pilihan yang bersifat individual untuk memeluk suatu agama atau ajaran yang diyakininya. Artinya, setiap orang boleh memeluk agama atau ideologi apapun selain Islam, sebatas untuk dirinya sendiri. Karena itu, ia tidak boleh mengajarkan, menyebarkan atau memperjuangkan agama atau ideologi yang bertentangan dengan Islam tersebut di tengah komunitas masyarakat. Dengan kata lain, kebebasan itu tidak boleh diekspresikan dalam bentuk pendirian partai atau berbagai upaya yang bertujuan untuk menyebarluaskan ajaran atau pahamnya itu. Bila itu dilakukan, maka pemerintahan Islam akan menilainya sebagai tindakan kemungkaran yang harus segera dihentikan.

Khatimah

Ada perbedaan mendasar yang sangat prinsipal antara pandangan Gus Dur dengan pandangan Islam. Pengembalian hak-hak perdata para tapol eks PKI dan keluarganya serta keinginan untuk melakukan rekonsiliasi memang tindakan sewajarnya yang patut diambil. Dan semestinya tidak diikuti dengan membuka peluang berkembangnya paham komunisme serta membuka peluang berdirinya kembali PKI.

Kebebasan individual bagi non-muslim untuk memeluk agama atau ideologi selain Islam dijamin oleh Islam, tapi itu tidaklah berarti orang bebas pula memperjuangkan agama dan ideologinya itu di tengah masyarakat. Islam memang berbeda dan tidak membenarkan paham demokrasi. Bila demokrasi mendorong berdiri partai-partai dengan asas apa pun di tengah masyarakat, maka Islam mengharuskan berdirinya partai-partai yang hanya berasaskan Islam. Partai apapun bila itu bukan berasas Islam, termasuk PKI, dengan sendirinya harus ditolak. Bila komunisme dilegalisasi, umat Islam pasti tidak akan pernah rela. Allah dan Rasul-Nya juga tentu akan murka. Dan kehancuran negara ini menjadi sangat niscaya. Waspadalah!

Wallahu a’ lam bi al-shawab.

MAKLUMAT

Dengan ini kami informasikan bahwa mulai awal Muharram 1421H.

Buletin As Salam akan berganti nama menjadi Buletin Al-Islam

Kepada para pembaca, pelanggan, dan donatur, harap maklum.

Hormat kami,

Badan Wakaf AS SALAM