Update 31-05-2002 |
|
SEJARAH NEGERI TITIWAKA Tita = perintah,
Waka = Jaga
Titawaka = Perintah jaga. Negeri Titawaka dalam perkataan
aslinya, telah mendapat perubahan sebutan, sehingga orang tidak lagi, bahkan kurang sama
sekali, untuk
memperhatikan dan mengembangkan sejarah yang asli. Perubahan sebutan ini bukan
baru kemarin terjadi, tetapi sudah ratusan tahun dan perubahan ini, secara
sengaja dilakukan sebagai satu-satunya siasat penjajah, untuk menghilangkan
pengaruh dari anak-anak bumi putera. Negeri Titawaka yang sekarang disebut
Itawaka, terletak di ujung bagian
utara pulau Saparua berdekatan dengan negeri Nolloth. Adapun kisah sejarah sehinga menimbulkan negeri
ini, di mulai dari
sebatang air yang kecil dipinggir negeri tersebut, yang mana Air Potang2. Tetapi
nama air ini bukan demikian, melainkan sesuai dengan aslinya, yaitu Air Potang2
karena pada air ini ada sebuah batu pangasah parang dari Kapitan Iha. Alkisah
bahwa, jazirah Hatawano berdiri sebuah kerjaan yang ternama yaitu Iha. Kerajaan ini memerintahkan negeri-negeri disitu termasuk negeri
Tuhaha, dan
tentu bagi negeri yang tunduk dibawah perintahnya, harus turut segala
persyaratan yang diberikan, apalagi di saat-saat berkuasanya kerajaan ini. Penjajah asing sudah dan mulai menanamkan
pengaruhnya. Sedangkan sikap
dan sifat-sifat hidup datuk-datuk kita. Bukan hanya berlaku di Iha, tapi pada umumnya bagi seluruh penduduk Maluku memiliki sifat dan sikap
hidup yang sama, yang kemudian menjadi dasar pertentangan yang hebat, antara
datuk-datuk kita dengan bangsa-bangsa kulit putih ini. Ditambah pula bahwa
bangsa-bangsa penjajah ini, memakai politik pecah belah sebagai pintu masuk,
untuk menanamkan maksud dan keinginan jahatnya, yaitu ingin menundukan semua
kuasa yang ada pada waktu itu de Maluku, untuk hanya tunduk dibawah suatu kuasa
yaitu perintah Belanda. Bagi datuk-datuk kita yang mempunyai sifat
kesatria, artinya tidak mau
tunduk pada siapapun, bagi mereka benar-benar merupakan satu tentangan hebat. Adanya perbedaan-perbedaan paham yang tidak diselasaikan oleh kedua belah
pihak, mengakibatkan timbulnja peperangan-peperangan yang tentu membawa banyak
penghorbanan. Peperangan-peperangan mana tentu terjadi antara datuk-datuk kita dengan
orang kulit putih, dan juga dengan suku bangsa kami sendiri yang ingin menjadi
penghimat. Satu peperangan yang benar hebat, sehingga mendatangkan banyak
penghorbanan, adalah Kerajaan Iha disaat itu, dengan saudara-saudara kita dari
negeri Nolloth. Apa asalnya sehingga mengakibatkan permusuhan yang begitu hebat,
tidak kami di tunjukan dengan nyata. Tetapi menurut penjelasan tua adat kami
bahwa negeri yang mula-mula menempati jazirah adalah ini Iha dan Tuhaha. Dengan
penjelasan ini berarti kami dapat menarik kesimpulan bahwa negeri Nolloth tentu
terjadi kemudian. Artinya terjadinya imigrasi penduduk Seram ke pulau-pulau lain, dan ditambah pula masuknya pengaruh-pengaruh
barat, yang turut mengambil
bagian didalam kesempatan ini, untuk lebih mempengaruhi penduduk asli agar dapat
menanamkan kuasanya. Jadi didalam soal ini tidak dapat kami menyangka bahwa siapa sebenarnya
yang membuka pintu kepeda Belanda untuk turut menuntuhkan kekuasaan Kerajaan Iha.
Tetapi bagi kerajaan Iha sendiri mungkin asa faktor-faktor negatif dari
negeri-negeri yang lain. Contoh yang dapat kami nyatakan sesuai dengan
perkembangan sejarah, seperti negeri saudara kita (Tuhaha) yang membuka jalan
kepada Belanda, untuk menyuruh menembak benteng Kerjaan Iha, dengan memakai
peluru tercampur tulang babi, sehingga kota benteng in hancur lebur hingga
tentara kerajaan Belanda dapat kemudian mengalahkan seluruhnya. Mungkin faktor-faktor lain yang sama dengan diatas ada juga pada negeri
Nolloth, sehingga dengan faktor-faktor ini membawa bibit kebencian yang cukup
kuat bagi kerajaan Iha. Apalagi sebagai orang-orang asli mereka (kerajaan Iha)
tidak senang hak milik mereka jatuh ke tangan para pendatang, sehingga dengan
persoalan-persoalan ini menibatkan pembunuhan-pembunuhan ini bukan hanya satu
kali terjadi, tetapi sering dan terus menerus sehingga memusingkan kepala
pemerintahan Blanda. Sedangkan pemerintah Belanda didalam cara politiknya,
mereka berusaha untuk menarik perhatian penduduk, guna menanamkan seluruh
kepercayaan rakyat kepada mereka. Maka setiap ada persoalan mereka berusaha
menatasinya, sehingga bagi masyarakat Maluku mereka dapat dianggap sebagai orang
baik-baik. Disamping itu satu-satunya cara dari politik Blanda untuk masuk dan
menghancurkan seluruh benteng pertahanan rakyat Maluku di bidang apapun yaitu
melalui agama. Artinya dengan jalan agama maka datuk-datuk kita dapat melihat
den mengatahui, syarat-syarat hidup orang percaya untuk datang mendapatkan Tuhan
Allah, karena agama melarang jangan membunuh, jangan mencuri d.l.l. Dihadapan
datuk-datuk, Belanda seolah-olah menujukan kejujuran, tetapi
dibelakan arus politiknya hidup mereka laksana kuburan berlabur putih.
Sifat-sifat inilah yang sangat ditentang oleh datuk-datuk kita, sehingga siapa
diantara masyarakat kita yang termasuk jalur ini, dianggap sebagai penghianat,
dan kemudian mengakibatkan timbulnya peperangan dan pembunuhan. Seperti yang terjadi sehingga berdirinya negeri
Titawaka, perkelahian dan
pembunuhan makin menghebat, sedangkan usaha pemerintah Belanda untuk
mengatasinya selalu sia-sia. Didalam usaha mencegah peperangan ini serta pembunuhan oleh pemerintah
Belanda telah diusahakan bantuan dimana-mana, dengan jalan meminta bantuan ke
negeri Paperu, sehingga sepasukan pemuda yang bersenjata datang ke Nolloth
sekarang ada sebuah perigi yang bernama Lawata. Pemerintah Belanda meminta bantuan dari negeri
Tuhaha. Dengan melihat
sikap pemerintah Belanda maka kerajaan Iha makin mengganas, setiap perlawanan
tidak dapat diatasi maka akibatnya pemerintah Belanda memeriksa tapal batas
bahwa tempat dimana terjadi pembunuhan adalah termasuk tapal batasnya negeri
Ullath. Ingat
perjanjian tiga datuk untuk menentukan TIGA TAPAL BATAS di dusun Sole negeri
Italili. Untuk memenangkan persoalan
ini, maka pemerintah Belanda merendahkan diri
dengan menunjukan rasa persahabatan terhadap siapapun. Dengan
jalan ini pemerintah Belanda tentu berpura-pura tunduk kepada pemerintah Italili
(moyang Pattibeilohy) supaja mohonkan sokongan bantuan pemerintah Italili untuk
memberikan orang-orangnya guna membuat penjagaan tempat ini. Oleh
tua adat negeri Ullath diterangkan, bahwa pemerintah Belanda memeriksa tempat
pembunuhan, dan ternyata tempat ini adalah petuan negeri Ullath. Berarti
perjanjian tiga datuk di Italili untuk menentukan perbatasan ketiga negeri IHA
– TUHAHA – ULLATH, bukan hanya berbatas pantai sebelah timur dan di tengah
hutan batas dengan Tuhan dan Iha dan tentu dipantai sebelah juga berbatas dengan
Iha, dimana terdapat negeri Itawaka sekarang. Tetapi
segala perbatasan ini menjadi rusak sewaktu hancurnya Iha dan atas tindakannya
pemerintah Belanda sehingga tanah-tanah miliknya diberikan kepada
kampung-kampung pendatang dan satu hal yang penting
yaitu: seperdua dari tanah petuanan
negeri Ullath sekarang, maka hanyalah Ullath berbatas dengan Tuhaha dan Itawaka
sedangkan disebalah lain Itawaka berbatas dengan Nolloth dan Iha, mengapa???
Sebab sebagian dari milik negeri Ullath sudah diberikan menjadi milik negeri
Itawaka sekarang. Jadi seandianya tidak ada negeri
Itawaka, maka tentu sampai kini dan
selamanya asal matahari masih ada, memang negeri Ullath tetap berbatas dengan
Iha dan Tuhaha, karena janji tiga datuk. Sesudah pemerintah Belanda didalam perundingannya dengan Latu Italili
moyang Pattibeilohy dan hasil perundingannya memuaskan, artinya negeri Ullath
dapat de memberikan bantuan, untuk memberikan penjagaan pada tempat pembunuhan,
maka tentu oleh Latu Italili terlebih dahulu harus membuat perindungan sendiri
dengan rakyat, karena perpindahan ini bukanlah satu soal yang gampang. Sebab
pergi mengadakan penjagaan pada tempat pembunuhan, berarti mereka ini juga siap
untuk selalu berperang, kalau tentara Kerajaan Iha turun menyerang, sebab mereka
ini ditempatkan pada garis depan sebagai pasukan pengamanan. Juga ada faktor-faktor lain yang agak menyulitkan perpindahan
ini, sebab
pergi dengan tidak kembali (pergi untuk menetap), di lain pihak persekutuan
hidupnya datuk-datuk kita disaat itu sangat erat, sehingga sukar sekali orang
pergi meninggalkan kampung halamananya dan terpisah dari kaum keluarganya untuk
selama-lamanya. Tetapi moyang Pattibeilohy adalah satu pemerintah yang sangat
bijaksana,
sehingga jikalau Pattibeilohy hanya menurut kekuasaannya, maka dapat menimbulkan
kecacauan dipihak rakyat karena orang-orang tidak mau pergi. Untuk menarik hati
mereka, maka ditengah-tengah 24 kepala keluarga disaat itu, lalu Pattibeilohy menunjuk seorang diantara keluarganya sendiri sebagai
contoh dan Beliau inilah yang menjadi kepala rombongan untuk membawa mereka
keluar dari negeri Italili ke tempat pembunuhan tadi. Tentu beliau yang telah
ditunjuk oleh pemerintah Italili ini, tidak dapat bergerak sendiri apabila tidak
ada orang lain yang membantunya, sebab itu bersama dengannya juga dua kepala
keluarga dan orang-orangnya yang mau menghormati perintah raja, untuk turut
menjadi rombongan Titawaka. Diantara dua kepala keluarga tadi yaitu keluarga Litamahuputih
(Litamaputia),
sebab Litamahuputih ini adalah malesi dari Kapitan Lusikooy. Jadi berarti bahwa
sewaktu berpindahan in maka Litamahuputih ditugaskan sebagai kapitan untuk
mengawasi dan menjaga keselamatan rombongan. Pemerintah Italili moyang Pattibeilohy sendiri telah
mengatahui, bahwa
kepergian mereka untuk tidak kembali lagi. Maka demi untuk menjaga kemungkinan
dibelakang hari, supaya jangan sampai terjadi perang diantara orang saudara
sendiri, maka Pattibeilohy yang menjadi kepala rombongan disaat itu namanya
diganti menjadi PATTIPELAYA =
Pattipeilohy berlayar atau Pattipeilohy yang telah keluar. Lalu berangkat mereka menurut perintah yang harus dijalankan untuk
membikin pos ditempat pembunuhan. Perintah untuk jaga dalam bahasa aslinya
disebut: TITAWAKA. Rombongan
Titawaka ini dikepalai oleh moyang Pattipelaya kemudian pergi untuk menjaga
keamanan pada tempat pembunuhan di kaki air potong-potong, yang dilakukan oleh
orang-orang Iha terhadap siapapun yang dianggap mengkhianati mereka. Selah
rombongan Titawaka ini tiba pada tempatnya, tentu mereka tidak tinggal diam
melainkan menjalankan perintah dari pemerintah Italili, yakni memperkuat pos-pos
penjagaan supaya jangan lagi terjadi pembunuhan. Tentu oleh orang-orang negeri
Iha, bagi mereka ini adalah suatu kegagalan sebab yang datang menempati tempat
pembunuhan ini bukanlah orang lain melainkan saudara sendiri. Disini dapat kita lihat dan tarik
kesimpulan, sebab sewaktu-waktu
saudara-saudara kita dari Iha luas dapat membuka batas-batas pergerakkannya,
maka Belanda lebih luas dapat membuku daerah politiknya yaitu: mendatangkan
bantuan dari segala pihak oleh anak-anak bangsa sendiri untuk lebih memperkecil
daerah kekuasaan kerajaan Iha. Setelah saudara-saudara kita dari Iha agak lumpuh didalam daya
geraknya,
sebab Belanda memakai tenaga dan kekuatan bangsa sendiri sebagai benteng bagi
mereka, maka dibelakang bentang inilah Belanda dapat melumpuhkan semua kekuasaan
bangsa kita satu demi satu. Sebab anak-anak kita didalam ketidak sadarnya,
mereka menyangka telah melakukan satu tugas suci, tetapi sebaliknya mereka tidak
tahu bahwa didalam soal ini adalah saudara makan saudara sendiri. Karena sewaktu
tempat pembunuhan telah mendapat pengawasan tekat, maka saudara-saudara kami
dari Iha tidak dapat lagi bergerak. Disamping
Belanda memakai tenaga-tenaga dari negeri Paperu untuk beroperasi. Negeri Paperu
dibawa pimpinan dua Kapitannya yang ternama kakak beradik Kapitan Sopamena:
Kamalau dan Taratara, sehingga oleh kekuatannya bangsa sendiri kerajaan Iha
menyerah kalah. Sekarang dapat kita ketahui
Belanda punya tipu muslihat, artinya sesudah segala keperkasaan datuk-datuk kita
ditundukan dengan jalan bujuk atau ditindas maka dengan sendirinya, kendaraan
politik Belanda dapat berjalan dengan luas. Melalui agama dan pendidikan
bangsa kita diberi pelajaran akibatnya, yang mau masuk Kristen hilang adat
hilang bahasa, sehingga dalam jangka waktu yang begitu panjang kami menjadi alat
bagi Belanda. Belanda
Iha hancur lebur, Belanda maju tanpa mundur. Disini Kapitan Iha ditewaskan,
segala pertahanannya hancur berantakan dan sisa dari pada rakyatnya yang tidak
mau tunduk pada permerintah kolonial Belanda bersama-sama dengan Kakak yang tua
(Kasim), lalu lari meninggalkan Iha dipulau Saparua, menuju Seram di negeri Luhu
karena satu asal mereka juga Nunusaku sejak dahulu. Menurut tuturan dari satu orang
di negeri Iha, yang sekarang menurut panggilan umum Iha-Luhu, bahwa sejak
hancurnya kerajaan Iha, maka mereka yang mau tunduk kepada Belanda masuk
Kristen. Sedangkan sisa sepuluh keluarga yang tidak tunduk, lalu lari dan
mengambil tempat di negeri Iha yang berdekatan dengan Luhu sekarang. Sesudah kerajaan Iha ditundukan
dengan kekerasan dan negeri-negeri lainnya diturunkan ke pesisir pantai dengan
bujukan berarti setengah dari perjalanan politik Belanda hampir tercapai. Untuk menghilangkan segala
bekas,
yang dapat membuktikan semua kekejaman Belanda tadi, maka segala kebenaran
diputar balikkan, untuk dihilangkan dari permukaan bumi sejarah seperti yang
terbukti: PATTIPELAYA dirubah menjadi PAPILAYA. Titawaka
menjadi Itawaka. Air
Potong-potong menjadi Air Potang-potang. Sisa
dari rakyat Iha yang mau masuk Kristen disebut Iha Mau, tetapi diganti oleh
Belanda menjadi Ihamahu. Dan Iha yang berpindah dari kerajaan Iha Saparua ke
Seram dekat Luhu disebut Iha-Luhu. Kesemuanya ini adalah hasil usaha bujukan penjajah untuk lebih memikat hati masyarakat dan bangsa kita, sehingga 350 tahun lamanya kita menjadi tenaga bayaran kerajaan Belanda. Tenaga-tenaga bangsa kita dijadikan kuda tunggang dan benteng bagi Belanda dimedan pertempuran, supaya dibelakang benteng ini Belanda dan berlindung dan terpelihara, diwaktu peperangan banyak kepala dan jiwa anak bangsa kita menjadi tebusan, yang hidup disiksa dalam penjara akibatnya kita dibawa terpisah jauh dari Ibu-Bapak, Sanak dan Saudara. |
Berichten voor orang Porto
|