Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!

Revitalisasi

Sistem Keluarga Muslim

 

Setiap peradaban melahirkan sistem keluarga. Di masa Romawi kuno pada awalnya para wanita dipekerjakan di dalam rumah. Para pria berlaga di medan perang. Namun setelah itu para wanita mulai disuruh keluar rumah. Mendatangi tempat-tempat dansa dan minum-minuman keras, guna menghibur para pria. Lois Browl mengatakan, di akhir masa kerajaan Romawi para pejabatnya bergelimang dengan para wanita tersebut.

Di masa Arab Jahiliyyah lain lagi. Eksistensi wanita dan anak wanita tidak diakui. Perzinahan dan pelacuran muncul dengan beragam versinya. Seorang anak bisa mewarisi istri ayahnya sendiri. Atau sebaliknya. Sistem keluarga menjadi fanatisme buta. Seorang bisa membunuh orang lainnya karena suku/klan atau golongan keluarganya dihina.

Di saat peradaban Barat mendominasi hampir seluruh bumi, sistem keluarga pun diwarnai olehnya. Orang sering menyebut peradaban Barat dengan " jahiliyyah modern ". Karena daya rusak peradaban sekuleristik ini sama dahsyatnya dengan peradaban jahiliyyah kuno dahulu. Tengok saja beberapa data di bawah ini.

Di Amerika serikat, tidak kurang dari 31 % anak lahir tampa ayah. Hakim Ben Landsy yang berkebangsaan Amerika memperkirakan 45 % dari gadis yang ada di Amerika Serikat telah kehilangan kehormatannya. Setiap wanita di sana rata-rata pernah melakukan oborsi 3-8 kali. Menurut Strauss pada tahun 1991 di AS diperkirakan 97 % para orang tua melakukan kekerasan terhadap anaknya, berupa pemukulan, tendangan dan sejenisnya sewaktu mendidik anaknya. Sementara itu UNICEF memaparkan data penelitiannya atas 13 negara tentang penyelewengan rumah tangga. Teryata 18 % peristiwa penyelewengan berasal dari keluarga wanita karier. Betapa suram masa depan keluarga di bawah peradaban modern !

Lalu bagaimana dengan Islam ? Berbeda dengan lainnya, Islam sebagai suatu peradaban datang melalui wahyu dari Allah SWT kepada Rosulullah SAW sebagai pembaharu. Islam merubah semua tradisi jahiliyyah yang tidak manusiawi dan menggantikannya dengan syariat Islam yang mulia, dengan satu tujuan--kesejahteraan bagi alam semesta.

Aturan sosial yang di bawa Islam bermaksud menyelamatkan manusia di seluruh tempat. Ini bisa terjadi karena syariat Islam bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman. Rosulullah SAW bersabda :

 

" Perkawinan itu adalah peraturanku, barang siapa tidak menyukai aturanku maka ia tidak termasuk golonganku "

( HR. Bukhari )

 

Dalam salah satu firman Allah SWT juga dijelaskan fungsi dari penciptaan laki-laki dan wanita serta hakikat dari sebuah perkawinan :

 

" Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-NYa diantara mu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir"

( QS Ar Ruum : 21 )

 

Dengan demikian di dalam Islam seluruh manusia berkedudukan sama. Mereka diciptakan untuk saling kenal mengenal dan melestarikan jenis keturunan manusia, melalui sebuah perkawinan. ( QS 49 : 13 ) . Perbedaan ras, suku dan jenis kelamin adalah anugrah Allah SWT. Dengan adanya aqad ikatan perkawinan maka sah-lah hubungan antara laki-laki dan wanita dalam sebuah keluarga. Untuk mewujudkan kembali tujuan mulia dari perkawinan dan sebuah keluarga, maka perlulah bagi kita memahami kembali dan mengoptimalkan fungsi keluarga tersebut.

 

Keluarga Muslim

Pembentukan sebuah keluarga di dalam Islam, di dasari oleh pemahaman yang kokoh mengenai kehidupan manusia. Tindakan membentuk keluarga sendiri adalah sebuah langkah yang cukup bertanggung jawab, dibandingkan dengan masyarakat di Barat yang lebih senang hidup semen leven ( kumpul kebo ). Untuk itulah di dalam Islam calon suami dan istri memerlukan kesamaan pandangan , gerak yang terealisir dalam kesamaan agama ( Islam ). Islam adalah keyakinan dan pedoman hidup yang bisa membuat keharmonisan sebuah keluarga terbentuk.

Keluarga muslim harus mencerminkan kehidupan yang Islami. Segenap aktivitas rumah tangganya senantiasa dalam lingkup hukum syara’. Bentuk-bentuk hubungan itu diantaranya :

 

1. Hubungan suami -istri

Tujuan pernikahan antara seorang laki-laki dan seorang wanita sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWT QS Ar-Ruum :21 adalah:

a. Hidup rukun dan tenang

Rumah tangga bukanlah sekedar tempat untuk makan, minum dan berkumpul dengan istri dan anak, tetapi tujuannya adalah mendapat ketenangan, kedamaian dan ketemtraman. Dengan demikian hubungan antara laki-laki dan wanita bukanlah seperti hubungan antara penguasa ( yang otoriter ) dengan rakyatnya. Atau hubungan antara polisi dengan narapidana. Dan juga tidak seperti hubungan antara jaksa dengan terdakwa. Hubungan antara suami dan istri haruslah setara dan seimbang. Mereka ibarat sepasang sahabat/patner yang saling bekerja sama dalam mengarungi kehidupan ini.

 

b. Mencintai dan Mengasihi

Di dalam hubungan suami-istri yang rukun dan tenag akan diikat dengan tali yang kokoh " mawaddah wa rohmah ". Implementasi dari konsep ini adalah perasaan saling rela berkorban di jalan Allah serta menempatkan fungsi masing-masing pihak pada posisinya.

 

2. Hubungan Orang tua kepada Anak

Keluarga bahagia akan merasakan puas dan sempurna dengan kehadiran seorang anak. Tidak seperti pola hidup masyarakat Barat yang lebih senang apabila tidak memiliki anak atau hanya perlu mengadopsi anak ( karena tidak ingin melahirkan ).

Hubungan antara orang tua dan anak di atur dalam Islam dalam bentuk hak dan kewajiban yang seimbang. Orang tua berkewajiban memdidik dan mengasuh anak. Memberikan mereka makanan, pakaian dan memelihara kesehatannya. Sabda Rosulullah SAW :

 

" Tiap anak dilahirkan bersih/suci. Orang tuanyalah yang bisa menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi "

( HR. Thabrani )

 

" Kewajiban Bapak ialah mengajar anaknya menulis, berenamg, memanah dan memberinya nafkah dengan uang yang halal "

( HR.Ibnu Abbas )

 

3. Hubungan Anak dengan Orang tua

Di dalam Islam ikatan anak dengan orang tuan nya begitu dekat. Islam memberikan ajaran yang mulia, bagaimana seorang anak harus bersikap kepada orang tuanya. Allah berfirman :

 

" Hendaklah kamu menyembah Allah dan jangan sekutukan dengan yang lainnya, dan kepada kedua orang tuamu hendaklah kamu berbuat baik "

( QS.An Nisa’ :26 )

 

Mentaati perintah orang tua adalah wajib kecuali bila perintah itu bertentangan dengan perintah Alah SWT. Seorang anak harus menghormati kedua orang tuannya terutama pada ibunya. Sabda Rosulullah SAW :

 

" Syurga terletak di bawah telapak kaki ibu " ( HR. Anas ra )

 

Anak yang dibesarkan dengan kasih sayang oleh ibunya akan menjadi anak yang baik. Dan anak yang baik secara otomatis akan dapat mendo’akan ibunya agar masuk ke dalam syurga. Konsekuensi timbal balik ini menggambarkan betapa dekatnya hubungan anak dan orang tua di adalam Islam.

Seorang anak juga berkewajiban merawat kedua orang tuanya di saat mereka telah berusia senja. Sebagaimana dahulu mereka merawat anak-anak itu di waktu kecil. Bila mereka wafat, maka anak berkewajiban merawat jenazahnya sampai selesai, menanggung tanggungannya, menghormati sahabatnya, menunaikan wasiatnya serta menyambung silaturrahim dengan sanak famili yang masih ada.

Terbentuknya keluarga adalah penggabungan dua buah keluarga ( keluarga si suami dan si istri ) yang sudah ada sebelumnya. Ini menimbulkan konsekuensi hak dan kewajiban diantara mereka sesuai dengan posisi dan fungsinya masing-masing. Bila tiap individu masing-masing menjalankan dan taat pada syariat Islam yang telah mengatur interaksi hubungan tersebut, maka keharmonisan keluarga pasti akan terbentuk. Nabi bersabda :

 

" Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap pemimpin harus bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya "

( HR. Bukhari )

Seorang suami akan dimintai tanggung jawab nafkah terhadap istri dan anak-anaknya, memberi tempat tinggal, ,mempergauli istri dengan baik. Demikian pula istri akan dimintai pertanggungjawaban atas ketaatannya kepada suami. Begitu pula anak akan dimintai pertanggung jawaban terhadap ketaatannya kepada kedua orang-tuanya.

Struktur sosial dalam Islam tidak hanya terbatas pada keluarga inti saja ( ayah, ibu dan anak ). Dalam Islam keluarga berdimensi luas ( Zawil arham dan Zawil qurba ) . Oleh sebab itu hak dan kewajiban seorang muslim akan diatur sesuai dengan garis keluarga tersebut, termasuk kewajiban nafkah dan warisnya. Suatu hikmah yang maha agung apabila sistem keluarga dalam Islam ini berdampak terjadinya pemerataan ekonomi di masyarakat. Karena dengan sistem keluarga ini ( waris dan penanggungan nafkah ) akan terjadi distribusi harta Allah SWT di pihak yang kaya kepada pihak yang membutuhkan. Dan jika ajaran-ajaran Islam ini dilakukan dan diamalkan secara optimal di dalam rumah tangga masing-masing, maka akan tercipta masyarakat yang sejahtera berdasarkan kitabullah dan sunnah rosul. Insya Allah !