Puisi-puisi Ninoel
SeLaMaT PaGi
selamat pagi mesin-mesin selamat pagi wajah-wajah mandor seram selamat pagi kaum penindas hari ini aku mulai lagi membuka hari di balik dinding pabrik menjadi hamba pemilik modal memproduksi banyak laba dengan tenaga tanpa tersisa
selamat pagi penderitaan selamat pagi keringat-keringat kecapaian hari ini telah aku mulai semua seperti kemarin dan esok pagi |
M A R A H
aku marah padanya ketika aku kelaparan, dia berpesta dengan rekan-rekan malah menumpuk banyak makanan di gudang tuan tanpa memberi sedikit pun untukku
aku tambah marah padanya dia menutup telinga ketika aku bicara menyunati hak-hak dan kemauanku sementara tuan paksakan kehendaknya padaku agar dipatuhi dan dituruti
aku semakin marah, muak, dan benci ternyata tuan bermuka dua dewa dan Raja Fir’aun maka aku tak suka dan bilang "TIDAK" atas kehendaknya.
Bintaro, 20 September 1996 |
Jangan Biarkan
jangan biarkan! tirani menguasai diri perbudakan masih selalu meraja karena hak asasi ada maka jangan ragu ‘tuk bersuara
jangan relakan harga diri hanyalah sumpah nasib hidup dimonopoli karena saatnya telah tiba untuk tak terbuai palsunya janji
satukan semangat baja satukan keberanian dan asa bulatkan tekad di hati tirani harus segera sirna dan enyah dari kehidupan buruh |
P a B r i k
kau ada di mana-mana menguasai kota negeriku berdiri kokoh menentang langit memamerkan keangkuhan dengan tembok tinggi mengelilingi lengkap dengan anjing penjaga siap melindungi
manakala gerbang pintumu terbuka berduyun ribuan anak manusia berlomba memasukimu tak peduli kawan ataupun famili saling jegal bukan hal yang aneh lagi (adakah janji untuk mereka? Apa?) |
Perempuan-Perempuan Malam
di jantung malam yang sunyi di saat tidur buahkan mimpi di sudut-sudut kota yang remang bermunculan perempuan-perempuan melangkah di antara bising malam menyapa purnama yang enggan tersenyum
mereka tinggalkan anak dan suami kerja keras demi sesuap nasi waktu telah menciptanya menjadi robot-robot kapitalis
malam kian larut embun yang tak lagi bersih menetes ke bumi dingin menusuk tulang-tulang namun mereka tetap tak memejamkan mata mereka terus bekerja dan bekerja |
kenangan
dalam diam dalam sunyi tergambar semua yang pernah terjadi teringat kenangan demi kenangan dalam kehidupan sehari-hari
ada senyum dan rasa sedih tiba-tiba teringat ada kawan buruh kencing di celana dalam ketika sedang menjahit karena tidak kebagian kartu ke WC ada rindu dan benci teringat kekasih yang pergi tanpa kembali ada semangat, harapan juga sesal diam-diam menyelinap tanpa batas semua hadir bersama lamunan
kenangan memang memberi warna tersendiri dalam kehidupan tak memandang gelandangan, bangsawan, ataupun konglomerat terkadang ada yang menyakitkan terkadang justru menjadi acuan masa depan dan cerita kehidupan
Kreo, 27 September1996 |
pengangguran
sunyi dalam keramaian kota Jakarta terasa melelahkan otak hanya berisi berjuta hayalan menjadi bunga-bunga mimpi malam hari
tapi alam senantiasa jadi saksi membuka hari dengan melipat kaki bukan niat hati melewati hari-hari dengan lamunan bukan tujuan karena hidup memerlukan kebutuhan rindu dan cinta harus jadi nyata tak hanya tumpah pada kebisuan buku harian
pengangguran, pengangguran begitu susah mencari sesuap nasi sementara kota yang kutinggali seolah mengusir dari tepi-tepi, sudut-sudut, dan lorong-lorongnya
entah mesti apa lagi yang harus aku lakukan karena burung pipit yang menganggu petani telah berganti gemuruh mesin-mesin sawah ladang kebanggan telah tertanam bangunan-bangunan megah bahkan menjadi kawasan industri
pengangguran, penganguran seharusnya tak membludak seperti sekarang sebab para penjajah telah lama pergi |
[
Tempo-Doeloe Page | Edi Cahyono's Page ]