| | ![](_themes/expeditn/exphorsa.gif)
Benarkah Al-Masih lahir
pada tanggal 25 Desember?
Bambang Noorsena
Dokumen
Gereja pertama kali yang mencatat penetapan tanggal kelahiran Al-Masih, adalah
Didascalia atau Konstitusi Rasuli (Arab: Dastur Rasuliy) yang
berbunyi: “Saudara-saudaraku, peliharalah perayaan untuk kelahiranNya (Natal)
pada tanggal 25 bulan ke-9 Ibrani, yaitu tanggal 29 bulan ke-4 Mesir”[1]. Injil
Lukas 1:26 mencatat, bahwa berita Malaikat Jibril akan lahirnya Yesus, terjadi
pada bulan ke-6. Dalam kalender Ibrani, ada 2 macam perhitungan: Pertama,
Kalender perayaan keagamaan (the Sacred calendar), yang ditetapkan sejak
Bani Israel kembali dari pembuangan di Babel, dan mulai dari bulan Nisan
(kira-kira April). Kedua, Kalender sipil (the Civil calendar) yang
diawali dari bulan Tisyri atau Etanaim (Kira-kira bulan Oktober)[2]. Bulan ke-6
dalam kalender sipil Ibrani adalah Adar, kira-kira jatuh pada bulan Maret. Jadi,
menurut hitungan gereja waktu itu, Malaikat Jibril datang kepada Maryam pada
hari ke-25 bulan Maret yang paralel
dengan minggu ke II dlm bulan Adar2/Nisan (Lihat Kalender
Ibrani). Itulah ‘Id Bisyarat al-Adzra’ (Maryam menerima
Kabar Gembira)[3]. Karena itu kemudian kelahiran Yesus jatuh pada hari ke-25
bulan Ibrani Tebeth (Kanun al-Awwal), kira-kira 25 Desember. Dalam teks liturgis
disebut hari Natal (atau ‘Id al-Milad). Hitungan ini ternyata cocok
dengan terjadi konjungsi planet Jupiter dan Saturnus, yang terjadi bulan
Desember tahun 7 sebelum Masehi.
Tapi mengapa kini ada perbedaan dalam
merayakan Natal: antara Gereja Barat yang merayakan pada tanggal 25 Desember,
dan Gereja Timur yang merayakan tanggal 7 Januari? Harus dicatat, perbedaan itu
tidak terjadi pada fakta dasarnya, tetapi akibat selisih perhitungan antara
penanggalan Gregorian Barat dan penanggalan Julian yang lama yang masih dipakai
di gereja-gereja Timur. Sebenarnya, penetapan pertama hari-hari raya Gereja,
untuk pertama kalinya secara akurat dihitung dari Mesir. Seorang astronom Gereja
Mesir, bernama Batlimous, pada akhir abad ke-2 Masehi, melakukan perhitungan
secara cermat atas perintah Baba Dimitri/Demetrius, yang menjadi Patriakh
Alexandria dari tahun 199-232[4]. Penanggalan Mesir dihitung berdasarkan
penampakan bintang Siriuz, [5] yang diakui UNESCO sebagai kalender yang paling
akurat dibandingkan dengan sistem penanggalan manapun yang pernah dibuat[6].
Jadi penenetapan perayaan Natal mula-mula jatuh pada tanggal 29 bulan Kiahk. Di
wilayah kekaisaran Roma pada waktu itu berlaku kalender Julian. Kalender ini
ditetapkan oleh Julius Caesar tahun 46 sebelum Masehi, yang didasarkan atas
peredaran matahari. Hitungannya 700 tahun dari berdirinya kota Roma. Nah, pernah
terjadi hitungan kalender Julian ini salah. Lalu seorang astronom, Mesir,
Sosiginous, memperbaikinya yaitu menyesuaikan dengan tahun Coptic yang terdiri
dari 365 hari. Kalender inilah yang diikuti seluruh Gereja baikdi Timur maupun
di Barat sampai abad ke-16 Masehi. Pada tahun 1582, Paus Gregorius dari Roma
membuat modifikasi dari kalender Julian ini, yang kemudian disebut Kalender
Gregorian hingga sekarang. Kalender inilah yang sampai hari ini diikuti oleh
Gereja Barat: baik Katolik maupun gereja-gereja Protestan. Sedangkan
gereja-gereja Timur dari dahulu hingga sekarang tetap menggunakan Kalender
Julian itu.
Lalu mengenai perbedaan jatuhnya
perayaan Natal di Barat dan di Timur itu? Nah, perbedaan itu mula-mula
disebabkan karena perbedaan dalam menghitung jatuhnya ‘Idul Fashha
(Perayaan Paskah). Konkritnya, Gereja Barat menetapkan jatuhnya perayaan Paskah
tepat pada bulan purnama musim semi. Ini mengikuti kebiasaan Paskah Yahudi.
Padahal orang Yahudi memakai kalender bulan, yang setahunnya hanya terdiri dari
354 hari. Itu berarti selisihnya dengan kalender matahari 10 hari. Dalam hal
ini, Paskah Yahudi memang selalu jatuh pada bulan purnama. Karena perhitungan
peredaran bulan tadi. Tetapi tidak demikian dengan Paskah Kristen, yang dihitung
berdasarkan peredaran matahari. Akibatnya, pada tahun-tahun lain bulan purnama
jatuh sebelum jatuhnya perayaan Paskah Kristen. Nah, waktu itulah jatuhnya
Paskah di Barat harus dimajukan. Sedangkan gereja-gereja Timur menghitungkan
jatuhnya Paskah selalu pada hari Minggu. Tidak peduli tepat pada bulan purnama
atau tidak. Sebab yang menjadi patokan bukan lagi pengorbanan domba dalam
kalender Yahudi, sebab Yesus sendirilah “Anak Domba Paskah kita” (1 Korintus
5:7).
Pada tanggal 5 Oktober 1582, kalender
Gregorian maju 10 hari. Selanjutnya, satu hari hilang pada tahun 1700, 1800, dan
1900. Akibatnya, 10 hari ditambah 3 hari menjadi 13 hari itu. Hitungannya jadi
berbeda, tetapi karena kalender Barat yang menang, maka hitungan yang tepat dari
Gereja Timur yaitu tanggal 29 Kiahk atau 25 Tebeth itu, harus
mengalah hingga sekarang ini selalu jatuh tanggal 7/6 Januari, apabila dihitung
dari kalender Barat yang maju 13 hari tadi.
Catatan
kaki:
-
Markus Aziz, Khalil, The Coptic Orthodox
Church (Montreal, Canada: The Coptic Orthodox Patriarchete,t.t), p.35.
-
Richard Booker, Jesus in the Feast of
Israel (Shippensburg, PA: Destiny Image Publishers, 1987), pp.10-11. Cf.
“Syriac Calendar” dalam Alexander Roberts, D.D and James Donaldson, L.L.D
(ed), The writings of The Fathers Down to A.D. 325 Ante Nicene fathers. Volume
8 (Peabody, Massachussets, 1994), pp.666
-
“Al-A’Id al-Tsabitah”, dalam Mar Ignatius
Zakka I ‘Iwas, At-Tuhfat ar-Ruhiyat fii ash Shalat al-Fardhiyat (Allepo: Dar
Al-Raha lil Nasyir, 1990), p. 204
-
Iris Habib al-Mishr, The Story of The Copts
(Kairo: The Middle East Council of Churches, lt.t), p. 563
-
Markus Aziz Khalil, Op.Cit, p.33
-
Pengakuan itu diterbitkan UNESCO dengan
judul: The Modern Science of Astrology, terbit di London, 1966.
Sumber:Bambang Noorsena, Renungan-renungan Idul
Milad (Natal) di Tanah Suci Israel/Palestina (Malang: Studia Syriaca
Orthodoxia,1999).
|