Beberapa Hak yang Sama antara
Wanita dan Pria
1. Hak
Kepemilikan Harta
Islam menetapkan bahwa wanita mempunyai
hak pemilikan harta sebagaimana pria.
Allah Ta'ala berfirman dalam QS An Nisaa' ayat 32 yang artinya:
"Bagi laki-laki ada bagian dari
apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka
usahakan".
"Bagi laki-laki ada bagian dari
harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada bagian
(pula) dari harta peninggalan ibu-bapaknya dan kerabatnya, baik sedkit atau
banyak menurut bagian yang telah ditetapkan" (An Nisaa':7).
Dari dua ayat di atas dapat dipahami
bahwa wanita mempunyai hak pemilikan terhadap harta, baik yang didapatkan dari
hasil usahanya sendiri maupun diperolehnya dalam waris. Dalam perolehan waris ini tidak ada
perbedaan apakah dia masih anak-anak atau sudah dewasa. Mereka berhak mendapatkan harta peninggalan
kedua ibu-bapak serta kerabatnya. Hanya
saja bagi anak-anak, diserahkan kepada walinya (paman/saudara lainnya) untuk
dikelola dan kemudian diserahkan kepadanya ketika ia sudah dewasa. Firman Allah SWT dalam An Nisaa' ayat 2:
"Dan berikanlah kepada anak-anak
yatim (yang sudah baligh) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan
yang buruk dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan
memakan) itu adalah dosa besar".
"Dan janganlah kamu dekati harta
anak yatim kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga ia dewasa…"
(Al An'aam:152).
Disamping itu Islam juga mewajibkan
zakat bagi pria dan wanita yang mempunyai harta. Dan ini berlaku bagi seluruh jenis zakat, tidak ada pengecualian,
bahkan perhiasan wanita pun harus dikeluarkan zakatnya.
Firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah
ayat 110:
"Dan dirikanlah shalat, dan
tunaikanlah zakat".
"Ambillah zakat dari sebagaian
harta mereka, dengan zakat itu kamu menghasilkan dan mensucikan mereka…"
(QS. At Taubah:103).
Sabda Nabi SAW:
"Aku telah diperintahkan memerangi
manusia, sampai mereka mempersaksikan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan
Muhammad itu adalah utusan-Nya.
Mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat. Maka apabila mereka telah melakukannya, terpeliaharalah dariku
darah dan hartanya kecuali dengan hak Islam, dan hisabannya diserahkan pada
Allah SWT". (HR. Imam Bukhori dan Muslim).
"Seseorang wanita datang kepada
Rasulullah saw bersama putrinya. Pada
tangan putrinya terdapat gelang emas yang tebal. Rasulullah saw bertanya kepadanya:'Apakah telah engkau keluarkan
zakatnya? Wanita itu menjawab:'Belum'. Rasulullah saw bersabda:'Apakah engkau
akan berbahagia bila Allah SWT kelak pada hari kiamat memberimu dua buah gelang
yang terbuat dari api neraka? Kemudian wanita itu membuka gelangnya dan
memberikannya kepada Rasulullah saw sambil berkata:'Keduanya untuk Allah dan
Rasul-Nya'(HR Abu Daud).
"Bersedekahlah wahai
wanita-wanita, walaupun dari perhiasan kalian".
Ketika mendengar nasehat Rasulullah saw
diatas, Zainab, istri Abdullah bin Mas'ud berkeinginan untuk mengeluarkan zakat
perhiasannya kepada suaminya karena suaminya miskin. Kemudian Zainab menanyakan kepada Rasulullah saw apakah sah kalau
istri mengeluarkan zakat kepada suaminya.
Rasulullah saw menjawab bahwa zakat wanita kepada suaminya sah. Bahkan wanita tersebut mendapatkan dua
pahala. Pertama pahala karena
kekeluargaan, kedua pahala karena bersedekah(diringkas dari Riwayat Bukhori
Muslim).
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari
ayat-ayat dan beberapa hadis diatas adalah bahwa wanita dalam Islam diberi
kebebasan mempunyai hak milik terhadap kekayaan, baik harta itu diperoleh dari
warisan kedua orang tuanya, pemberian suaminya, hadiah dari saudara-saudaranya
ataupun dari usahanya sendiri. Karena
itulah para wanita juga wajib zakat apabila harta bendanya telah sampai nishab
(ukuran) dan haulnya (masa), sebagaimana laki-laki, sekalipun kekayaan wanita
tersebut hanya perhiasan.
Hanya saja dalam Islam hak pemilikan
harta ini diatur oleh syara', mana harta yang boleh dimiliki individu dan mana
yang tidak boleh, serta bagaimana cara pemilikan harta yang dibolehkan sebagai
pemilikan yang sah menjadi milik seseorang dan mana yang tidak. Di dalam Islam, pada hakekatnya semua harta
kekayaan di bumi ini adalah milik Allah SWT.
Oleh karena itu apabila seseorang ingin memiliki harta tertentu harus
mendapat izin dari Allah SWT. Karena hanya
Dia-lah yang berhak memberi wewenang pemilikan.
Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam Kitab
Nizhomul Iqtishody fil Islam menjelaskan bahwa syariat Islam telah menetapkan
tiga jenis pemilikan: yaitu pemilikan individu, umum dan daulah (negara).
1.1.
Pemilikan Individu
Setiap individu baik pria maupun wanita
boleh memiliki harta melalui sebab-sebab pemilikan yang telah dibolehkan oleh
syara'. Sebab yang sudah merupakan fitrah manusia membutuhkan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Oleh
karena itu syara' membolehkan manusia untuk memiliki harta demi pemenuhan
kebutuhannya. Hanya saja syara'
mengatur cara-cara pemilikan harta oleh individu, agar setiap individu dapat
memanfaatkan rizki yang telah disiapkan Allah SWT di bumi ini secara adil, tidak
menimbulkan kerusakan dan kedzoliman pada pihak-pihak tertentu seperti
orang-orang lemah. Kalau manusia dibiarkan, maka akan berlaku hukum rimba
"siapa yang kuat ia yang akan mendapatkan'.
Oleh karena itu kepemilikan individu
ditetapkan oleh syara' kepada individu untuk memiliki (mempunyai hak kuasa
untuk memiliki zat, manfaat dan mengembangkannya) harta melalui jalur tertentu
yang telah ditetapkan oleh syara'.
Berdasarkan kajian terhadap hukum-hukum
syara' yang menetapkan kepemilikan individu terhadap harta, ada lima sebab
kepemilikan individu yaitu :
1.
Bekerja
2.
Waris
3.
Hak hidup (hak
individu yang tidak mampu mendapatkan harta untuk memenuhi kebutuhan pokoknya)
4.
Pemberian daulah
kepada rakyat
5.
Harta yang didapat
secara cuma-cuma seperti :hibah,hadiah,wasiat,diyat.mahar(bagi wanita) dan
harta temuan
1.2.
Pemilikan
Umum
Jenis pemilikan umum yang kedua adalah
pemilikan umum,yang telah ditetapkan oleh Allah SWT menjadi milik bersama kaum
muslimin. Setiap individu boleh memanfaatkannya,tetapi dilarang memilikinya.
Ada tiga macam sumberdaya alam yang termasuk katagori ini, yaitu :
a.
fasilitas umum yang
merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat sehari-hari, dan akan menimbulkan
kesulitan jika tidak ada, misalnya air.
Sabda rasulullah SAW tentang pemilikan
bersama :
" Masyarakat bersyarikat dalam
tiga macam sumber daya alam yaitu air,padang penggembalaan dan api (bahan bakar
seperti kayu,minyak dan lain-lain."(HR. Abu Ubaid)
Bentuk kepemilikan ini tidak terbatas
pada tiga macam sumberdaya tersebut, melainkan mencakup segala sesuatu yang
diperlukan masyarakat. Juga setiap alat yang menhasilkan ketiga macam
sumberdaya tadi, misalnya pompa air, PLTA,tiang-tiang beserta kabelnya dan
lain-lain.
b.
Sumberdaya alam yang
tabiatnya menghalang pemilikan individusecara perorangan seperti laut, sungai,
jalan raya, lapangan masjid,kereta api dan lain-lain.
c.
Bahan tambang yang
tak terbatas baik diperut bumi atau permukaanya, seperti
emas,besi,perak,garam,platina dan lain-lain.
Tidak ada hak istimewa bagi individu
atau suatu perusahaan untuk mengekploitasi,
mengolah serta memonopoli pendistribusian hasil-hasilnya. Barang tambang ini
harus tetap menjadi milikbersama kaum muslimin. Aktivitas eksplorasi dan
eksploitasi dikelola sendiri oleh negara atau dikontrakkan kepada kontraktor.
Produknya dijual atas nama kaum muslimin dan pendapatannya disimpan di baitul
mal.
1.3.
Pemilikan
Negara
Pemilikan negara adalah setiap tanah
atau bangunan yang disana terdapat hak yang menjadi milik bersama seluruh kaum
muslimin akan tetapi tidak termasuk dalam katagori pemilikan umum. Oleh karena
itu pemilikan negara adalah benda/area yang biasanya dapat dimiliki oleh
individu , namun karena dalam benda/area tersebut terdapat hak bersama seluruh
kaum muslimin, maka pengelolaan,pemeliharaan serta pengaturannya diserahkan kepada
daulah atau khalifah. Khalifahlah yang berhak mengatur dan mengelola setiap
sesuatu yang berkaitan dengan hak kaum muslimin secara keseluruhan, seperti
padang pasir,gunung,pantai,tanah mati yang belum digarap dantidak dimiliki
seseorang,departemen,kantor,sekolah dan lain-lain.
Negara
berhak memberikan sebagian dari apa yang dimilikinya , yang pada umumnya boleh
dimiliki oleh individu, baik berupa tanah atau bangunan. Khalifah boleh
memberikan hak penggarapan saja tanpa hak milik atau sekaligus memilikinya.
Dalam hal ini khalifah sebagai kepala negara bebas memutuskan apa saja yang
dianggap penting untuk kaum muslimin.
Dari
penjelasan diatas jelaslah nahwa islam memberikan hak kepada wanita untuk
memiliki harta . dan waris hanyalah salah satu dari sekian sebab pemilikan
harta yang bisa diakses pria maupun wanita. Oleh karena itu sekalipun ada
perbedaan pembagian waris antara wanita dan pria pada posisi tertentu, tidaklah
akan menyebabkan wanita menderita dan kekurangan harta untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sebab pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu dijamin melalui sumber
nafkah dari suami,ayah atau saudara laki-laki dan ahli waris lainnya (baca:
kemiskinan masalah siapa). Bahkan harta wanita yang ia peroleh dari mahar,
waris atau yang lain, tetap menjadi
miliknya sendiri dan ia boleh membelanjakan menurut kehendaknya (sebatas yang
dibolehkan syara'). Sebab wanita tidak wajib menafkahi siapapun termasuk
dirinya.
Dengan demikian darimana alasan
orang-orang yang membenci islam ,untuk mengatakan bahwa perbedaan pembagian
waris dalam islam menjadi penunjang berat beban kemiskinan wanita muslimah.
Sehingga mereka merasa perlu membuat
penafsiran ulang hukum waris dan menyetarakan pembagiannya antar pria dan
wanita. Hukum syara'lkah yang harus disesuaikan dengan keinginan manusia atau
manusia yang harus menyesuaikan keinginannya dengan hukum syara? Kalau begitu,
apa fungsi risalah (Alquran dan sunnah) diturunkan untuk manusia? Bukankah risalah
itu menjadi petunjuk bagi manusia?
Firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah
ayat 2:
"Kitab (Al Qur'an) ini, tidak ada
keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa."
2.
Hak Mendapatkan
Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok
bagi seluruh rakyat. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Abi
Musa ra, beliau berkata bahwa Nabi saw bersabda:
"Perumpamaan petunjuk dan ilmu,
yang Allah mengutusku untuk menyampaikannya, seperti hujan lebat jatuh ke
bumi. Bumi itu ada yang subur, menghisap
air, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumputan yang banyak. Ada pula yang keras, tidak menghisap air
sehingga tergenang. Maka Allah memberi
manfaat dengan dia kepada manusia.
Mereka dapat minum dan memberi minum (binatang ternak), dan untuk bercocok
tanam (bertani). Dan ada pula hujan
yang jatuh ke bagian lain, yaitu di atas tanah yang menggenangkan air dan tidak
pula menumbuhkan rumput. Begitulah
perumpamaan orang yang belajar agama (Diin).
Yang mau memanfaatkan apa yang aku disuruh Allah untuk menyampaikannya,
dipelajarinya dan diajarkannya. Dan
begitu pula perumpamaan orang-orang yang tidak mau memikirkan dan mengambil
peduli dengan petunjuk Allah, yang aku diutus untuk menyampaikannya."
Dalam hadits tersebtu Rasulullah
menyerupakan penerimaan dan penolakan manusia terhadap petunjuk dan ilmu. Seperti penerimaan tanah terhadap air hujan,
ada yang memberi manfaat pada tanah dengan menumbuhkan tanaman dan ada yang
tidak. Air (hujan) merupakan kebutuhan
pokok bagi manusia, demikian pula petunjuk dan ilmu. Kesimpulan ini juga
dikuatkan oleh sabda Nabi saw yang lain:
"Di anatara tanda-tanda kiamat
ialah: Berkurangnya ilmu dan meratanya kebodohan". (HR Bukhari)
Rasulullah saw mengisyaratkan bahwa
hilangnya ilmu merupakan tanda berakhirnya kehidupan dunia. Ini menunjukkan bahwa ilmu merupakan hal
yang sangat penting. Ilmu agama
(tsaqofah Islam) penting untuk mengetahui dan memahami dinul Islam.
Sedangkan ilmu-ilmu yang lain disesuaikan dengan urgensinya bagi
manusia, seperti ilmu kedokteran, berhitung dan lain-lain.
Semua ilmu yang berperan penting bagi
kehidupan manusia wajib dimiliki oleh manusia, baik laki-laki maupun wanita. Sebab wanita dan pria diciptakan untuk terjun
ke dalam kancah kehidupan ini secara bersama-sama menjalani kehidupan
berdasarkan pola hidup ideal yang telah ditetapkan Allah SWT. Tidak ada perbedaan bagi keduanya untuk
terikat dengan pola hidup ideal yang sudah digariskan oleh Allah SWT. Oleh karena itu tidak ada pula perbedaan
bagi keduanya dalam hal pentingnya menguasai ilmu yang dibutuhkan untuk
mencapai pola hidup ideal demi meraih ridlo-Nya. Keduanya kelak akan bertanggung jawab di hadapan Allah SWT atas
apa yang dilakukannya di masa hidupnya.
Firman Allah SWT:
"…Tiap-tiap manusia terikat dengan
apa yang dikerjakannya".(QS. Ath Thur:21)
"…Kami pasti akan menanyai mereka
semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu". (QS. Al Hijr:92-93).
Karena keberadaan ilmu bagi setiap
individu muslim merupakan kebutuhan pokok, maka daulah (negara) wajib mencukupi
segala sarana untuk pemenuhan kebutuhan ini secara langsung agar seluruh rakyat
mendapatkan sarana pendidikan yang layak.
Sabda Nabi saw:
"Imam itu adalah pemimpin dan dia
bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya".
Tanggung jawab pemimpin termasuk
mencukupi kebutuhan pokok rakyat. Dan juga merupakan Ijma' Shahabat untuk upah
guru dengan jumlah tertentu yang diambil dari baitul maal, sedangkan harta yang
ada di Baitul Maal adalah milik daulah.
Lebih dari itu Rasulullah saw telah menjadikan tebusan bagi tawanan perang Badar berupa
pengajaran bagi anak-anak kaum muslimin.
Hal ini menunjukkan bahwa yang bertanggung jawab menyediakan tenaga guru
adalah negara.
Demikian pula dengan sarana lain
seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, alat-alat praktek dan
lain-lain yang dibutuhkan umat dalam proses pendidikan agar terlaksana dengan
baik. Ini berdasarkan kaedah syara':
"Segala sesuatu yang menyebabkan
tidak sempurnanya suatu kewajiban kecuali dengannya maka sesuatu itu menjadi
wajib".