KEJAHATAN ANAK TANGGUNG JAWAB SIAPA
Oleh : Alfi Majiidah
FENOMENA
Ruangan asing
yang mengisolasinya dari kehidupan keluarga dan teman-temannya harus dihuni
oleh Andang Pradika Purnama selama 52 hari. Keluguan wajahnnya belum bisa
mengeja makna perlakuan yang diberikan kepadanya. Yang ia ingat sebelum
menghuni ruangan tersebut ia telah mengambil dua ekor burung leci milik
tetangganya. Pemilik burung tahu, lalu menangkap dan menyerahkannya kepada Pak
Polisi. Sementara lima anak sebayanya di lampung ; Nanang, Madroni, Herman, Safrizal dan Samsudi mengalami nasib
sama, harus meringkuk dalam tahanan selama 20 hari. Lima kurcaci yang baru
kelas 3 SD itu harus menerima sanksi, karena ingin memiliki stiker yang ada
dimobil Petrus, salah satu Direktur Artomoro Plaza, Tnjung Karang, Lampung. Dan empat anak yang lain dituntut hukukman
9-11 hari karena telah mencuri kelapa sawit di Medan.
Mencuri kendaraan bermotor telah biasa dilakukan Ris (13 th) selama setahun
di wilayah Ampel, Boyolali sebelum polisi itu menangkapnya. Kala itu ia masih
duduk dibangku kelas VI SD.
Keluar masuk bui sudah menjadi langganan bagi Ucok yang masih SLTP di
Jakarta. Mencuri, merampok dan membunuh yang semestinya jauh dari pikiran anak
bau kencur seperti dia, telah mengisi hari-harinya.
Sedangkan di Sumenep, Madura, Amr gadis kecil yang baru menginjak umur 12
th tega melenyapkan nyawa sepupunya Ririn (3 th) hanya gara-gara ingin memiliki
anting emas si balita.
TANGGUNG JAWAB SIAPA?
Andang, Ris, Ucok maupun Amr hanyalah beberapa gelintir sosk yang mewakili fenomena kenakalan maupun kejahatan anak. Masih banyak deretan nama-nama dibelakang mereka.
Sebenarnya siapa yang salah sehingga mereka berbuat demikian? Mereka sendiri, oarng tua orang-oran gdisekelilingnya, ataukah sistem yang berlaku?
Menyalahkan mereka, menghukum mereka sampai kini belum terbukti menyelesaikan masalah mereka. Bahkan p0enjara kadang bisa menjadi sekolah yang baik unutk calon penjahat. Sehingga mencukupkan penanganan terhadap terhadap mereka saja adalah suatukeniscayaan yang sia-sia.
Hak yang seharusnya mereka terima, pemenuhan kebutuhan yang seharusnya mereka nikmati, pendidikan yang benar maupun suasana yang kondusif terhadap pertumbuhan maupun perkembangan anak yang baik sudah semestinya diperhatikan.
Kewajiban orang tua terhadapa anak, yaitu mencukupi kebutuhannya baik fisik maupun psikis, mendidiknya, tidak boleh terlalaikan kalu tidak ingin anaknya menjadi penjahat. Sebab rumah merupakan titik awal bagi perkembangan anak untuk selanjutnya. Pemenuhan kebutuhan yang tidak tersedia di rumah bisa mendorong anak untuk mencarinya di luar. Dan ini bisa menjadi pemicu anak untuk melakukan kejahatan. Unutk itu kata-kata sindiran “ jangan jadi orang tua kalau tidak tahu kewajiban orang tua atau tidak mau melaksanakan kewajiban orang tua “ patut direnungkan.
Lingkungan yang baik tentunya ikut menentukan corak anak untuk kehidupan selanjutnya. Karena anak belajar darim kehidupan sekarang. Anak yang hidup ditengah-tengah kekerasan, maka ia akan menjadi bengis. Sedangkan anak yang hidup di tengah kasih sayang dan kedamaian maka ia akan menjadi penyayang dan penjunjung persahabatan. Lebih dari itu, sistem yang berlaku juga menjadi faktor domonan yang mempengaruhi pola fikir dan pola sikap anak. Sistem pemerintahan yang baik, sistem ekonomi yang baik, sistem sosial yang baik, mau0un sistem keamanan ynag baik tentunya akan menentukan corak warga negaranya termasuk anak-anak.
Untuk itu orang tua yang tahu dan memenuhi kewajibannya, lingkungan yang kondusif untuk anak dan sistem yang tepat sama-sama punya andil untuk menghalau kejahatan dari diri anak.
PERADILAN ANAK
Di Indonesia, sanksi terhadap anak-anak yang melakukan kejahatan masih merujuk pada kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) warisan Belanda. Sebab pada kita Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 45 dinyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan orang dewasa sama dengan yang dilakukan oleh anak. Karena itu penyidikannya mengikuti penyidikan orang dewasa sebagaimana yng diatur jika tersangka khawatir melarikan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, mengurangi tindak pidana dan ancaman hukumannya lebih dari lima tahun. Jika kriteria tersebut di penuhi, maka tindakan penahanan dianggap sah.
Mengenai definisi anak, sampai sekarang belum ada ketentuan pasti. Batasan umur anak dibawah umur juga berbeda-beda. Pasal 45 KUHAP menentukan 16 th. Pasal 283 KUHP 17 t, pasak 287-293 (15 th). Sedangkan dalam UU kesejahteraan Anak no 4 Th 1979, anak-anak adalah mereka yang belum berusia mencapai 21 th. Batas usia minimum anak dapat dimintai pertanggungjawabannya selama ini juga belum ada. Maka wajarlah selama ini penanganan kejahatan anak lebih mengandalkan unsur-unsur subjektivitas aparat penegek hukum. Padahal tindakan itu telah menimbulkan banyak permasalahan baru bagi masa depan anak.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa sanksi terhadap kejahatan anak di Indonesia dibebankan kepada anak secara mutlak. Layakkah ?
ATURAN ISLAM
Islam telah memiliki atura-aturan yang menyeluruh dan pasti terhadap segala permasalahan yang muncul dalam kancah kehidupan. Termasuk di sini, bagaimana penanganan terhadap tindak kejahtan yang dilakukan oleh anak-anak.
Beban hukum dalam Islam harus diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah baligh (dewasa), waras. Dan tidak dalam kondisi lupa. Sebagaimana yang tercantum dalam hadits :
“Diangkat pena dari tiga golongan, anak-anak sampai baligh, orang gila sampai sembuh dan orang lupa sampai ingat”. (HR. Bukhari)
batas baligh juga sudah ditentukan secara pasti, yaitu laki-laki apabila sudah bermimpi dan wanita apabila sudah haid. Dalam istilah ilmiahnya sudah matang secara biologis bukan matang secara fisik.
Pidana bagi anak-anak yang bersalah dalam Islam dibebankan kepada walinya, yaitu orang tuanya. Karena orang tua wajib mendidik anak-anaknya agar menjadi oarang baik-baik. Apabila anask menjadi penjahat berarti orang tua tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka orang tualah yang menanggung akibatnya, yaitu diberi sanksi karena kelaliannya.
Namun disini perlu diingat bahwa dalam Islam, negara juga wqjib menciptaskan suatu kondisi atau sistem yan gmenghalangi antara kejahatan dengan warga megaranya. Dengan demikian prasarana maupun sarana yang diwujudkan tidak akan memberi peluang untuk mengantarkan pada tindakan kejahatan. Dan beban orang tua dalam mengarahkan anak pun menjadi lebih ringan. Lebih dari itu negara berkewajiban untuk memberi pendidikan kepada rakyatnya agar mereka mampu menjalankan setiap peran yang menjadi tanggung jawabnya (termasuk orang tua dalam memenuhi hak-hak anaknya).
Kesadaran akan patennya sistem Islam merupakan manifestasi rasa memiliki Islam itu sendiri. Untuk selanjutnya mewujudkan dlam kancah kehidupan adalah alternatif yang harus diambil oleh orang yang masih yakin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar.
PUSTAKA