Oleh : Fairuz S.
Di era ini umat Islam dicengkeram oleh anggapan dan
keyakinan bahwa Islam sesuai dengan situasi dan kondisi. Islam dianggap pasti mampu memenuhi tuntutan-tuntutan
kebutuhan manusia dan kebiasaan yang meruanginya. Kebiasaan dan sistem sosial apapun akan mampu terjawab sesuai
nilai-nilai Islam. Keyakinan-keyakinan
ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana bila kondisi yang ada sangat berbeda
bahkan bertentangan dengan syari’at Islam?
Bagaimana bila saat ini sistem sosial yang meruangi kehdupan umat
bernuansa kapitalistik, baik dalam aspek ekonomi, sosial, politik dan
pemerintahan? Bagaimana bila sistem
ekonomi masyarakat saat ini sangat sulit melepaskan diri dari sistem riba? Begitu pula dalam persoalan politik
misalnya, bukankah saat ini berkembang sistem masyarakat demokrasi, penerapan
trias politika dalam lembaga pemerintahan dan berbagai alternatif lain yang
tidak ada di masa Rasul? Terlebih lagi,
problematika manusia semakin banyak dan kompleks, jumlah manusia bertambah,
wilayah berpenduduk semakin meluas, yang tentunya lebih pelik dan rumit
dibandingkan ketika awal diturunkannya Islam dulu? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang semakin
menimbulkan kesangsian, mungkinkah Islam memecahkan seluruh problema yang
begitu banyak dan semakin lama semakin meluas ini? Tidaklah manusia perlu mendapatkan tambahan pemecahan persoalan,
seiring dengan bertambahnya masalah, dengan mengadopsi solusi-solusi lain hasil
inovasi manusia, temasuk yang biasa dilakukan oleh orang-orang non Islam
(kafir)?
Tidak dipungkiri, pertanyaan-pertanyaan, kesangsian dan
keraguan ini menimbulkan masalah. Kita
pun perlu menyadari bahwa masalah ini termasuk yang sangat mendasar dalam diri
umat muslim, yakni keyakinan mereka terhadap Islam sebagai sebuah agama yang
mampu memecahkan setiap persoalan manusia manapun, kapanpun dan dimanapun ia
berada. Kejalasan terhadap persoalan
ini akan menjawab secara tegas bahwa Islam sesuai dengan perkembangan jaman,
sehingga tidak perlu lagi upaya reformasi, rekonstruksi, revivalisasi atau
apapun istilahnya yang secara tidak langsung merupakan bentuk kepesimisan dan
keraguan terhadap kemampuan hukum-hukum Islam memecahkan persoalan umat
manusia.
Penelusuran terhadap persoalan ini, membawa kita untuk
melihat kembali fakta sejarah berlangsungnya peradaban Islam. Khilafah Islamiyah sejak awal kelahirannya
tegak di atas landasan yang kokoh dan kuat sehingga mampu mengantarkan kaum
muslimin sampai di puncak kejayaan dunia selama berabad-abad lamanya, namun
selanjutnya mengalami kemunduran sampai kehancurannya pada awal abad
ke-20. Kemudian sampai saat ini ketika
mulai berkembang ide yang mempertanyakan kesesuaian Islam dengan setiap era jaman. Fakta sejarah menceritakan bahwa ide ini
muncul tatkala taraf berpikir umat mencapai taraf titik yang paling rendah
kalau tidak bisa dikatakan sangat terpuruk, sehingga memberi peluang
pemikiran-pemikiran asing (Barat yang kafir) menyerbu dunia Islam dan mengisi
benak kaum muslimin. Sejak saat itulah
muncul ungkapan-ungkapan yang mempertanyakan relevansi pemikiran-pemikiran
asing dengan nilai-nilai Islam. Begitu
ironis, sebab bila mereka tetap menyadari ketinggian dan kecemerlangan
pemikiran-pemikiran Islam serta konsisten tehadap pelaksanaan pola
operasionalnya, maka pertanyaan-pertanyaan menggelisahkan tadi tidak akan
pernah muncul. Begitu pula, sekiranya
umat Islam meyakini ketinggian dan kemuliaan Islam serta kedudukan mereka di
hadapan umat dan bangsa lain, niscaya mereka tidak akan kehilangan percaya diri
dan mengadopsi pemikiran-pemikiran asing tersebut. Bukankah bangsa Arab jahiliyyah dan bangsa-bangsa lain pernah
berjaya dan menempati posisi mulia di hadapan dunia inyternasional? Bukankah Islam pernah mengantarkan umatnya
ke alam kejayaan dan kesejahteraan?
Bukankah Islam pernah menjadi pemimpin dunia dan kiblat perafdaban
selama berabad-abad, yang belum pernah tersaingi oleh umat dan bangsa lain?
Islam memiliki syari’at yang bersumber dari Al Wahyu untuk
memecahkan setiap problematika manusia.
Sejarah telah membuktikan bahwa syari’at Islam mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat di bawah naungan Khilafah (negara Islam). Dibandingkan dengan sistem lain, syari’at Islam memiliki
keunggulan dalam memecahkan persoalan masyarakat. Islam tidak pernah memiliki kekurangan dalam menyelesaikan
persoalan kemanusiaan.
Syari’at Islam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki sistem
lain. Pertama, ia adalah u dang-undang
yang bersumber dari Allah SWT, pencipta manusia. Tentu saja Dia Mahatahu akan ciptaanNya. Kedua, arah syari’at Islam telah ditentukan
oleh Allah SWT, yakni mempertautkan manusia dengan Khaliqnya. Dalam hal ini manusia memang diciptakan
untuk beribadah kepadaNya. Dengan
demikian kehadiran syari’at Islam diperuntukkan bagi kemaslahatan masyarakat
(umat manusia), agar mereka dapat meningkatkan harkat dan mertabatnya. Firman Allah SWT :
“(Dan) tidaklah Kami
mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk rahmat bagi seluruh umat” (QS Al Anbiyaa’
: 107)
“Hai manusia, sesungguhnya
telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
(QS Yunus : 57)
“Sesungguhnya telah datang
kepadamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu sebagai petunjuk dan rahmat”. (QS Al An’am : 157)
Maksud dari ‘petunjuk’ dan
‘rahmat’ dalam ayat di atas adalah yang membawa manfaat bagi manusia dan
menjauhkannya dari kemudlaratan. Inilah
yang disebut dengan “maslahat”. Arti
sesungguhnya dari maslahat adalah membawa kemanfaatan dan mencegah
kerusakan. Adapun yang menentukan
apakah sesuatu itu maslahat atau tidak hanyalah syara’ semata. Dalam hal ini dapat diartikan dan dimengerti
oleh orang-orang yang beriman bahwa syara’ datang dengan membawa kemaslahatan
bagi manusia sebagai makhluk Allah SWT.
Dengan demikian keyakinan terhadap kemaslahatan yang datang dari syara’,
merupakan konsekuensi selanjutnya dari keimanan terhadap Penciptaannya,
penerimaannya sebagai hamba sekalì¥ÁG
¿
Ö+
bjbjŽÙŽÙ
‑Lì³ì³Ö'ÿÿÿÿÿÿ]
ŽŽŽŽŽ
š
Ž›¶²²²²²²²²`[1]bbbbbb$QôE
ª†
²²²²²†È
²²²ÈÈȲ
²
²`"6X6
²`ȘÈ`
`²¦
€Ûìˆñ+¿ŽŽÈ`KESESUAIAN ISLAM DENGAN PERKEMBANGAN JAMAN
Oleh : Fairuz S.
Di era ini umat Islam dicengkeram oleh anggapan dan
keyakinan bahwa Islam sesuai dengan situasi dan kondisi. Islam dianggap pasti mampu memenuhi
tuntutan-tuntutan kebutuhan manusia dan kebiasaan yang meruanginya. Kebiasaan dan sistem sosial apapun akan
mampu terjawab sesuai nilai-nilai Islam.
Keyakinan-keyakinan ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana bila kondisi
yang ada sangat berbeda bahkan bertentangan dengan syari’at Islam? Bagaimana bila saat ini sistem sosial yang
meruangi kehdupan umat bernuansa kapitalistik, baik dalam aspek ekonomi,
sosial, politik dan pemerintahan?
Bagaimana bila sistem ekonomi masyarakat saat ini sangat sulit
melepaskan diri dari sistem riba?
Begitu pula dalam persoalan politik misalnya, bukankah saat ini
berkembang sistem masyarakat demokrasi, penerapan trias politika dalam lembaga
pemerintahan dan berbagai alternatif lain yang tidak ada di masa Rasul? Terlebih lagi, problematika manusia semakin
banyak dan komplmasalah, sekaligus mampu memahami dan mempelajari berbagai
teori ilmu pengetahuan dan realita-realita sesuai dengan nash-nash Al
Qur’an. Umat Islam saat ini sangat
membutuhkan ahli tafsir yang menguasai fakta-fakta persoalan terbaru yang belum
pernah terjadi sebelumnya di masa mujtahid-mujtahid dan mufassir
terdahulu. Persoalan-persoalan baru itu
harus segera dikenali dan dimengerti jika ada kaitannya dengan sesuatu yang
secara umum telah diisyaratkan dalam Al Qur’an, atau sesuatu yang merupakan
penerapan bagian-bagian tertentu dari hukum Islam.
Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim ketika
merealisasikan syari’at Islam dalam masyarakat, mempelajari realita masyarakat
secara teliti, kemudian dipecahkan dengan syari’at Allah. Umat Islam harus melakukan perubahan yang
mendasar, berlandaskan aqidah Islam, tanpa memperhatikan lagi kondisi, situasi
dan tolok ukur yang menyimpang dari Islam.
Setiap hal yang menyimpang dari Islam harus dihilangkan dan setiap
perbuatan yang diperintahkan Islam wajib diupayakan dan diterapkan. Realita masyarakat seharusnya selalu terikat
dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Dari sini akan terbukti bahwa Islam mampu menjawab dan memecahkan
persoalan manusia di setiap tempat dan jaman.
Bagaimanapun sejarah telah mencatat kemampuan Islam diterapkan oleh kaum
muslimin dalam kondisi ketika Daulah Khilafah Islam masih berbentuk cikal bakal
di Madinah sampai ketika Khilafah Islam menjadi satu-satunya negara dan kiblat
peradaban terbesar di dunia selama berabad-abad. Bukankah di masa itu teknologi pun mengalami perubahan, wilayah
kekuasaan semakin meluas, penduduk semakin banyak, dan dengan demikian
persoalan yang membutuhkan penyelesaian pun samakin bertambah? Namun nyatanya Islam tetap membuktikan
keunggulannya sebagai peradaban yang senantiasa kuat dan kokoh menonjolkan
corak keislamannya, tanpa terpengaruh oleh fakta dan realita yang ada. Tentu saja selama kaum muslimin tetap
meyakini dan memegang teguh aqidah Islamiyah.