PRIA DAN WANITA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Oleh: Ummu Khair
Sudah merupakan tabiat kehidupan manusia, bahwa manusia hidup dalam dua kehidupan, yakni kehidupan umum dimana ia hidup dengan sesamanya di tengah-tengah masyarakat dan kehidupan khusus dimana ia hidup dengan anggota keluarganya di dalam rumahnya. Islam telah mengatur cara hidup yang harus ditempuh oleh manusia dalam dua kehidupan ini agar mereka sama-sama memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan kemuliaan derajat di sisi pencipta-Nya, yakni Allah SWT. Di saat Islam mengatur kehidupan umum manusia ditengah-tengah masyarakatnya, Islam memandang masyarakat tersebut sebagai masyarakat manusia, bukan masyarakat pria dan masyarakat wanita. Oleh karena itu hukum-hukum yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat seruannya datang dalam bentuk umum, berlaku untuk laki-laki dan wanita, kecuali beberapa hal yang berkaitan dengan potensi dan tabiat masing-masing jenis manusia tersebut.
Allah SWT berfirman yang artinya:
"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah "(QS Ali Imran:110)
Lafazh (kuntum) dalam ayat diatas ditujukan kepada kaum muslimin seluruhnya, baik laki-laki maupun wanita. Artinya, status umat terbaik diberikan kepada kaum muslimin, dengan maksud agar mereka menjadi pemimpin dan penuntun bagi umat-umat lain. Sebab yang layak memimpin umat manusia adalah orang-orang yang berpredikat terbaik (fi zhilalil Quran, Sayyid Qutb). Hanya saja predikat terbaik ini dikaitkan dengan sifat kaum muslimin yang menjalankan amar maruf nahi munkar dan beriman kepada Allah. Oleh karena itu status umat terbaik secara hakiki bisa dicapai bila kaum muslimin (termasuk muslimah) berperan aktif memelihara masyarakatnya agar senantiasa melaksanakan yang maruf dan meninggalkan yang mungkar. Jadi Allah telah mempersiapkan umat Islam sebagai umat terbaik agar mampu menjadi pemimpin bagi umat-umat lain di dunia. Bahkan Allah telah melarang/mengharamkan kaum muslimin dipimpin umat lain (baca:orang kafir).
Firman Allah SWT : " . Dan sekali-kali Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mumin." (An Nisa : 141)
Dengan demikian amar maruf nahi mungkar adalah tugas yang melekat dipundak kaum muslimin baik laki-laki maupu perempuan. Dan pelaksanaan tugas inilah yang menjadikannya mampu memimpin umat lain, karena dengan pelaksanaan inilah predikat umat terbaik dapat diraihnya. Kalau tidak, maka sebaliknya, kaum muslimin menjadi umat yang hina dan pantas mendapat adzab dari Allah SWT.
Firman Allah SWT :
" Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebahagian mereka adalah penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang maruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. At Taubah : 71)
" Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imron : 104)
Sabda Nabi SAW :
" Sesungguhnya manusia, bila melihat kemungkaran sedangkan mereka tidak berupaya mencegahnya;maka tunggulah saatnya Allah akan menurunkan adzab-Nya secara menyeluruh." (HR. Abu Daud)
" Kalian harus mengajak (mereka) kepada yang maruf dan mencegah (mereka) dari kemungkaran. Bila tidak demikian, tentu diantaramu menguasai kalian. (Dan) bila ada orang baik diantaramu berdoa (untuk keselamatan) maka doa mereka tidak dikabulkan."(HR. Al Bazaar & Thabrani)
Dari dua ayat dan dua hadist diatas dapat dipahami bahwa tanggung jawab untuk senantiasa melaksanakan amar maruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab apabila kewajiban ini tidak dijalankan maka umat Islam akan ditimpa adzab dari Allah serta kehinaan dari manusia (karena dikuasai orang jahat).
Tentu saja ini bukan tugas yang ringan. Bukan pula tugas yang bisa dijalankan oleh sekelompok kecil orang saja. Tugas ini membutuhkan peran aktif seluruh kaum muslimin, baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu mereka harus bekerja sama dalam memikul tugas ini agar senantiasa terlaksana. Sehingga kehidupan masyarakat bisa berjalan sesuai dengan hukum-hukum Allah.
Firman Allah SWT :
" Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa." (QS. Al Maidah : 2).
Aktivitas amar maruf nahi mungkar adalah suatu kebajikan dan jalan menuju taqwa. Sudah selayaknya kaum muslimin bekerja sama menjalankannya, karena hal ini merupakan tanggungjawab bersama, baik laki-laki maupun perempuan.
Amar maruf nahi mungkar mencakup berbagai aktifitas. Adapun yang dimaksud dengan amar maruf adalah segala sesuatu yang dianggap baik oleh Allah. Seluruh perbuatan / aktivitas yang tergolong wajib, sunnah dan mubah termasuk cakupan yang maruf, sedangkan yang haram termasuk kategori mungkar. D dalam bidang politik, aktivitas yang termasuk kewajiban antara lain : kewajiban membaiat imam (khalifah) bagi jamaah kaum muslimin, kewajiban mengoreksi penguasa, dll.
Oleh karena itu pelaksanaan tugas amar maruf nahi mungkar mengharuskan kaum muslimin untuk terjun ke dalam aktivitas politik, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian keterlibatan perempuan dalam aspek politik (menurut Islam) adalah suatu keharusan, sebab merupakan bagian dari seperangkat kewajiban yang harus dikerjakannya. Tetapi dalam pelaksanaannya ia (perempuan) harus tetap terikat dengan hukum-hukum lain. Tidak seperti yang dipahami oleh Barat dengan slogan kebebasannya.
Tentu saja peran aktif kaum muslimin (baik laki-laki maupun perempuan) dalam menjalankan amar maruf nahi mungkar bisa dilaksanakan dan mengerti standar maruf dan mungkar menurut Allah (standar hukum syara).
Dengan kata lain mereka memahami mana perbuatan yang wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram (ukuran perbuatan), demikian pula dengan halal dan haram (ukuran benda).
Pemahaman ini tidak bisa diperoleh tanpa belajar, baik secara formal maupun informal. Terlebih lagi Allah telah mewajibkan kepada setiap individu muslim untuk menuntut ilmu sepanjang hidupnya. Sebab setiap muslim wajib terikat dengan hukum syara dalam setiap tindakan/perbuatannya sampai ajal menjemput. Demikian pula untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya. Allah telah memberikan derajat yang tinggi kepada orang-orang yang berilmu serta menjadikan ilmu tersebut sebagai salah satu amal jariah bagi orang yang mengajarkannya. Artinya, suatu amal yang pahalanya mengalir terus menerus (selama masih dipakai banyak orang) walaupun ajalnya telah tiba. Namun yang dimaksud dengan ilmu disini hanyalah ilmu yang bermanfaat, baik ilmu agama (tsaqofah Islam) maupun ilmu pelengkap sarana hidup manusia (sains dan teknologi).
Oleh karena itu, seluruh kaum muslimin, baik laki-laki maupun perempuan , dituntut agar bersama-sama berperan aktif dalam proses pendidikan, baik sebagai objek (orang yang belajar) maupun sebagai subjek (pengajar).
Demikian pula dalam pengembangan sains dan teknologi untuk memudahkan dan melengkapi sarana hidup manusia seperti kedokteran, pertanian, peternakan, industri dll, maka laki-laki dan perempuan sama-sama dituntut untuk berperan mengarahkan agar perkembangan dan pemanfaatan sains dan teknologi tersebut benar-benar untuk memberi kemudahan bagi masyarakat manusia, guna mewujudkan kesejahteraan, keamanan dan ketentraman hidupnya. Peran ini dapat dilakukan secara aktif (terjun langsung) dan secara pasif (mengontrol), karena bidang ini merupakan fardlu kifayah yang hanya membutuhkan tenaga sebagian kaum muslimin, sesuai dengan kebutuhan. Hanya saja ada beberapa bidang tertentu yang menuntut peran aktif wanita secara penuh, seperti dokter dan perawat untuk melayani pasien-pasien wanita (terutama spesialis kandungan dn penyakit dalam ).
Demikianlah gambaran peran dan tanggung jawab kaum muslimin sebagai anggota masyarakat atau sebagai bagian dari umat. Pelaksanaan peran ini mengharuskan terjadinya interaksi diantara mereka, yang terwujud dalam berbagai bentuk hubungan seperti : taawun (tolong menolong), upah mengupah, jual beli, sewa menyewa, dll.
Semua bentuk hubungan ini harus terikat dengan ketentuan Allah (hukum syara), siapapun yang melakukannya. Bila interaksi terjadi diantara laki-laki dan perempuan, maka keduanya harus terikat pada aturan pergaulan laki-laki dan perempuan di dalam Islam, disamping terikat dengan ketentuan hukum syara yang berkaitan dengan bentuk hubungan itu sendiri seperti aqad jual beli, dll. Oleh karena itu jika perempuan terjun langsung menggeluti berbagai bidang diatas, ia harus terikat dengan hukum-hukum yang berkaitan dengan bidangnya, sekaligus hukum yang wajib baginya sebagai individu (mis. ibadah, akhlaq dll), dan hukum yang khusus baginya sebagai wanita (jilbab, tabarruj, dll). Demikian juga bagi laki-laki.
Dengan demikian pelaksanaan hukum tertentu tidak boleh mengabaikan pelaksanaan hukum yang lain apalagi meniadakannya. Seperti seorang wanita melaksanakan peran dalam bidang publik (ditengah masyarakat), maka ia tidak boleh mengabaikan peran wajibnya dalam rumah tangga. Cara pandang terhadap berbagai hukum yang diturunkan Allah untuk mengatur kehidupan manusia, baik berkaitan dengan kehidupan umum maupun khusus, harus dipahami secara menyeluruh dan universal yang landasi oleh iman. Bukan cara pandang parsial dan individual yang kering dari iman.