Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon. saanin@padang.wasantara.net.id Ka. SMF Bedah Saraf RSUP Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.
2. KELAINAN SARAF KARENA JERATAN PADA ANGGOTA ATAS A. Saraf Median 1. JERATAN PADA LIGAMEN STRUTHER Ligamen Struther (jangan dikelirukan dengan arkade Struther penyebab gangguan saraf ulnar), terletak 5 sm proksimal epikondil medial. Saraf median dan arteria brakhial lewat dibawah ligamen ini. Kompresi saraf oleh ligamen Struther menimbulkan sindroma nyeri dengan nyeri tekan lokal. Stern menemukan saraf median cabang interosseus anterior dapat tertekan oleh ligamen Struther, dengan akibat gangguan saraf motor. Fenomnena ini tidak lazim. Pemeriksaan secara elektrodiagnostik memperlihatkan pengurangan atau hilangnya potensial sensori median (Russel, 1991). Pada lesi dengan de- mielinasi predominan, kecepatan konduksi bisa lebih lambat melintas segmen yang terkena dengan kecepatan normal dibawahnya. Amplituda motor pada pemeriksaan konduksi akan berkurang setelah kehilangan akson, tanpa peduli daerah stimulasi. Dengan demielinasi, amplituda motor hanya abnormal bila stimulasi diatas sisi lesi. Pada berbagai keparahan kehilangan akson, denervasi akan tampak pada semua otot yang diinervasi median pada tangan dan lengan bawah. Tindakan seksi terhadap ligamen secara efektif mengurangi gejala. 2. SINDROMA PRONATOR Khas dengan nyeri ringan hingga sedang pada lengan bawah. Nyeri bertambah dengan pergerakan siku, supinasi dan pronasi berulang, dan genggaman berulang. Hilangnya ketangkasan tangan, kelemahan ringan, parestesi saraf median terjadi. Baal bisa terjadi, tidak hanya pada jari, namun juga pada daerah tenar telapak karena terkenanya saraf kutan palmar yang dicabangkan distal dari kompresi. Gejala menyerupai sindroma terowongan karpal, namun gejala parestesia disaat tidur tidak ada. Nyeri lengan bawah serta nyeri tekan lokal dapat ditimbulkan dengan mempertahankan pronasi. Tanda Tinel bisa dijumpai diatas saraf. Tingkat anatomis dari kompresi adalah didalam otot pronator teres. Saraf median dan arteria brakhial terletak antara kedua kepala pronator teres dan berjalan disebelah dalam keasal fibrosa otot fleksor digitorum superfisial. Kompresi bisa disebabkan oleh lasertus fibrosus yang menebal, otot pronator yang hipertropi, atau oleh band fibrosa yang kuat dari otot fleksor digitorum superfisial. Hasil pemeriksaan elektrodiagnostik sering normal. Bila hasilnya ab- normal, temuan paralel dengan pasien dengan sindroma ligamen Struther kecuali tidak adanya denervasi yang terjadi pada otot pronator teres (JA Russel, 1991). Tindakan terhadap pasien sindroma pronator ini dimulai secara konservatif dengan anti-inflamatori serta pembidaian. Dilakukan pencegahan kegiatan yang bisa mempresipitasi. Bila tindakan ini tidak efektif, operasi akan memberikan hasil yang baik. Lasertus fibrosus dibebaskan dan saraf median ditranslokasikan kesubkutan dianterior otot pronator teres. Saraf harus ditampilkan mulai distal lengan atas kepertengahan lengan bawah. Saraf median dan cabang utamanya harus tampak. Hati-hati agar cabang saraf kutan medial lengan bawah tetap dipertahankan. Cedera pada saraf ani berakibat neuroma yang nyeri. 3. SINDROMA SARAF INTEROSSEUS ANTERIOR Sindroma ini pertama diperkenalkan oleh Killoh dan Nevin yang meyakini bahwa penyebabnya adalah neuritis. Saraf interosseus anterior memisahkan diri dari saraf median utama sekitar 8 sm distal epikondil lateral. Ia memberikan cabang sensori pada sendi pergelangan dan memberikan inervasi motor keotot fleksor pollisis longus serta otot fleksor digitorum profundus jari telunjuk dan tengah, serta otot pronator kuadratus. Daerah penekanan sedikit lebih distal pada massa otot pronator teres dibanding pada sindroma pronator. Kompresi disebabkan asal tendo kepala dalam otot pronator teres, yang menyilang saraf interosseus anterior pada asalnya disaraf median utama. Pembesaran bursa bisipital juga dijelaskan sebagai penyebab. Walau nyeri dan nyeri sentuh terjadi pada lengan bawah pasien dengan sindroma saraf interosseus anterior, gejala utama dan temuan objektif adalah motor. Harter menemukan bila tidak ditindak, nyeri sering berkurang. Kehilangan motor kemudian mengikuti. Khas, cubitan abnormal terjadi karena ketidakmampuan memfleksikan sendi interfalang ibu jari. Hasil pemeriksaan konduksi saraf khas dengan hasil normal pada pasien dengan sindroma saraf interosseus anterior (JA Russel, 1991). Hasil elektromiografi jarum menunjukkan denervasi terbatas pada tiga otot yang diinervasi saraf ini. Terkadang pasien secara klinis menunjukkan sindroma ini dengan elektrodiagnostik menunjukkan lesi yang lebih proksimal pada saraf median. Mungkin fasikel yang diperuntukkan bagi saraf interosseus anterior terkena lebih selektif pada keadaan ini. Tampilan bedah serupa dengan untuk sindroma pronator. 4. SINDROMA TEROWONGAN KARPAL Epidemiologi dan Etiologi Sindroma ini merupakan kelainan saraf karena jeratan yang paling sering terjadi. Wanita sedikit lebih sering. 50 % terjadi pada dekade kelima dan keenam. Sering terjadi pada pekerja yang melakukan gerakan pergelangan berulang atau penekanan yang lama pada 'tumit' tangan. Cedera rekreasi pada tangan dan pergelangan semakin besar kejadiannya sebagai penyebab sindroma ini. 5-10 % mempunyai riwayat cedera yang baru maupun lama pada pergelangannya. Beberapa kelainan sistemik berkaitan dengan sindroma ini. Artritis rematoid, amiloidosis, dan hipo- tiroidisme mempredisposisi kompresi saraf median didalam terowongan karpal akibat penebalan dan hipertropi ligamen dan jaringan ikat lainnya. Sindroma ini juga lebih sering terjadi berkaitan dengan kelainan yang menimbulkan demielinasi atau kelainan saraf iskemik seperti DM, gagal ginjal, atau alkoholisme. Defisiensi piridoksin (vitamin B6) diduga sebagai faktor etiologis. Gejala transien kompresi saraf median sangat sering dijumpai pada kehamilan dan biasanya menghilang spontan setelah melahirkan. Semua lesi massa didalam terowongan karpal mungkin mengganggu saraf median seperti neurofibroma, sista ganglion, dan tumor jinak lainnya. Otot dan tendo anomali, arteria median persisten atau anomali vaskuler lainnya bisa menyebabkan sindroma ini. Keadaan lokal lainnya seperti inflamasi sinovial serta fibrosis (seperti pada tenosinivitis), fraktura tulang karpal, dan cedera termal pada tangan atau lengan bawah bisa berhubungan dengan sindroma ini. Phalen mengatakan bahwa etiologi pada kebanyakan adalah idiopatik. Ia membiopsi sinovium tendon fleksor didekat saraf median. Ia menemukan inflamasi kronis serta fibrosis dari fleksor sinovialis, seperti tenosinovitis, pada sebagian besar kasus. Ia juga meyakini imbalans vassomotor dari disfungsi simpatetik berperan, walau belum ada bukti ilmiah. Terpenting, setiap proses yang mengurangi daerah potongan melintang terowongan karpal atau penambahan isi kandungannya bisa berakibat kompresi serta jeratan saraf median, terutama bila kelainan saraf yang bersamaan mempredisposisi saraf akan cedera akibat lesi kompresif. Diagnosis Klinis Gejala Sindroma ini khas dengan rasa tidak enak dan baal yang tipikal dari tiga jari lateral (setengah radial tangan) dan nyerinya sering dikatakan sebagai parestesia 'pin and needles', walau terkadang lebih tumpul dengan kualitas nyeri. Nyeri mungkin mengenai seluruh tangan atau, pada kasus khas, menjalar keproksimal kelengan bawah, lengan atas, atau bahkan bahu, menyebabkan gejala yang mudah dikacaukan dengan sindroma kompresi akar saraf C6. Sindroma ini sering bilateral, walau gejala biasanya lebih buruk pada tangan yang dominan. Gambaran yang paling membedakan sindroma ini adalah eksaserbasi nokturnal dari gejalanya. Pasien sering mengeluh terbangun oleh nyeri pada saat pagi masih dini. Menggoyang dan mengurut tangan yang sakit sering mengurangi rasa tidak enak. Diduga akinesia saat tidur menyebabkan stasis vena pada ekstremitas, yang mengekaserbasi kompresi saraf median didalam terowongan yang sudah sempit. Dengan menggoyang dan menggerakkan tangan, kembalian vena membaik, menyebabkan pengurangan tekanan didalam terowongnan, jadi mengurangi parestesia yang tidak enak. Penggunaan tangan berlebihan, terutama dengan gerakan fleksi pergelangan yang berulang atau kuat, mungkin juga memperberat gejala. Berbeda dengan kelainan saraf ulnar pada siku, dimana tidak biasa terjadi kelemahan dan atrofi pada tahap awal dari sindroma terowongan karpal. Atrofi tenar serta kelemahan oposisi jempol adalah pertanda dari kelainan yang lanjut. Menarik bahwa pada sedikit pasien yang mulanya dengan kelemahan dan atrofi sering hanya mengalami sedikit nyeri. Temuan Riwayat saja biasanya menetapkan diagnosis. Temuan abnormal pemeriksaan neurologis mendukung diagnosis pada pasien dengan gejala kurang khas, walau kelainan objektif umumnya jarang kecuali pada kasus yang lebih parah. Hipestesia pada distribusi saraf median bisa dijumpai, kecuali diatas eminens tenar dan pangkal telapak. Ini karena cabang kutan palmar saraf median muncul dari proksimal dan menuju permukaan melintas ligamen karpal transversa. Cabang sensori ini sering bebas dari efek jeratan didalam terowongan karpal. Defisit motor lebih jarang tampak. Dua otot terpenting yang diinervasi saraf median distal adalah opponen pollisis dan abduktor pollisis brevis. Yang pertama diperiksa dengan menyuruh pasien mengoposisikan jempol ketelapak dan menggerakkan kemedial menuju pangkal jari kelima dengan melawan tahanan. Yang terakhir diperiksa dengan menahan abduksi aktif jempol menjauhi bidang telapak. Denervasi yang bermakna dan jangka lama terhadap otot ini menyebabkan atrofi tonjolan tenar. Duapertiga pasien akan mengalami sensasi listrik menyebar ketelapak dan tiga jari pertama bila saraf median pada lipat pergelangan diperkusi. Ini disebut 'tanda Tinel' yang secara klasik dihubungkan dengan jeratan saraf median pada pergelangan; namun laporan mutakhir menyatakan tes ini bernilai membingungkan dalam memastikan diagnosis sindroma ini karena tingginya kejadian positif palsu pada orang yang asimtomatis. Prediktor sindroma ini yang lebih adekuat adalah 'tes fleksi pergelangan Phalen'. Pasien disuruh mengangkat lengan bawah vertikal dengan pergelangan fleksi selama 60 detik. Terjadinya disestesia yang nyeri menunjukkan kemungkinan besar atas diagnosis. Hal yang serupa, memompa kuf tekanan darah sekeliling lengan bisa membangkitkan gejala. Sekali lagi, eksaserbasi gejala pada tes ini mungkin karena distensi vena didalam dinding yang kaku dari terowongan karpal. Elektrodiagnostik EMG dan kecepatan konduksi saraf harus dilakukan untuk menegaskan, bukan memastikan, diagnosis. Indikasi operasi tidak semata berdasar hasil tes ini, namun lebih berdasarkan pada temuan klinis. Pemeriksaan elektrodiagnostik membantu membedakan sindroma ini dari kelainan lain seperti jepitan akar saraf servikal atau sindroma pintu torasik. Temuan kelainan yang paling sensitif dan paling dini adalah pemanjangan latensi konduksi sensori melintas pergelangan. Normalnya latensi distal melalui terowongan karpal keabduktor pollisis brevis adalah kurang dari 4.5 milidetik. Latensi motor yang memanjang umumnya terjadi pada proses jeratan lebih lanjut. Amplituda potensial aksi sering berkurang. Potensial denervasi opponen pollisis dan abduktor pollisis brevis menunjukkan keparahan dan mungkin kerusakan saraf median yang irreversibel. Kecepatan dan latensi konduksi saraf secara fisiologis bervariasi, seperti terhadap usia dan status metabolik pasien, suhu, catu vaskuler, dan parahnya edema pada lengan. Bila pemeriksaan elektrodiagnostik meragukan, tunggu 4-6 minggu untuk mrngulanginya sebelum memutuskan tindakan bedah. Walau kelainan listrik tidak terbukti pada hingga 10 % pasien, beberapa ahli tidak memikirkan dekompresi tanpa penegasan elektrodiagnostik. Diagnosis Diferensial Bedakan dengan proses serupa yang menyebabkan nyeri dan disfungsi neurologis pada aspek radial lengan bawah dan tangan. Termasuk juga pleksus brakhial karena tumor, trauma atau inflamasi, dan jarang sindroma pintu torasik. tersering adalah radikulopati C6-C7 karena herniasi diskus servikal atau spondilosis. Khas, nyeri berasal dari leher dan bahu dan menyebar turun kelengan sebagai nyeri tajam keaspek radial tangan. Eksaserbasi nyeri dengan menggerakkan tulang belakang leher adalah faktor diagnostik bermakna pada sindroma nyeri ini. Umumnya penekanan akar saraf C6-C7 menimbulkan defisit motor pada lengan atas, seperti kelemahan biseps atau triseps, dan berkurangnya refleks tendon dalam. Otot tangan intrinsik relatif tidak terkena. Saraf median mungkin terjerat ditempat lain. Sindroma pronator disebabkan kompresi pada lokasi sekitar distal humerus, siku dan proksimal lengan bawah. Jeratan didaerah ini menyebabkan nyeri pada permukaan voler lengan bawah dan hipestesia setengah radial tangan. Kelemahan otot tenar lebih jarang. Gejala biasanya ditimbulkan oleh gerakan, terutama fleksi kuat siku atau pronasi lengan bawah. Tes fleksi pergelangan Phalen khas negatif. Juga sindroma inter- osseus anterior menyebabkan nyeri diproksimal lengan bawah. Nyeri ini ditimbulkan oleh gerakan dan berkurang dengan istirahat. Karena ia mengenai cabang interosseus anterior sebelah distal ia meninggalkan saraf median difossa kubiti, inervasi sensori dan motor dari tangan tidak langsung terkena, walau nyeri mungkin menyebar ketangan. Sindroma terowongan karpal mungkin bersamaan dengan lesi lain pada akar saraf, pleksus brakhial, atau saraf median. Radikulopati servikal bersamaan ditemukan pada lebih dari 10 % sindroma terowongan karpal yang dibuktikan secara elektrik. Ini dikenal sebagai 'double crush syndrome'. Dugaan atas sindroma ini berdasar konsep bahwa kompresi proksimal saraf mungkin melemahkan kemampuan saraf untuk bertahan atas kompresi yang lebih distal. Pengelolaan Terapi non-bedah Banyak kasus, terutama yang ringan atau yang tampil pada awal perjalanan penyakit, sembuh sendiri dan spontan tanpa operasi. Pada kasus yang berkaitan dengan kelainan sistemik, seperti akromegali dan hipo- tiroidisme, tindakan atas penyakit yang mendasarinya mungkin memperbaiki atau menghilangkan gejala. Kejadian pada kehamilan diduga karena retensi air pada jaringan ikat sekitar pergelangan. Disestesia nokturnal dan eksersional pada setengah radial telapak terjadi pada 10-25 % wanita hamil. Sindroma biasanya terjadi bilateral. Onset gejalanya khas pada trimester ketiga. Penyembuhan biasanya spontan beberapa minggu setelah melahirkan pada kebanyakan kasus. Terapi dengan analgesik dan pembidaian. Pada kasus yang jarang, nyeri refrakter terhadap tindakan nonbedah; beralasan untuk operasi dekompresi dalam anestesi lokal. Kehamilan yang berturutan dengan episoda sindroma berulang, menegaskan hubungan sindroma ini dengan kehamilan. Diuretik mungkin membantu pada pasien yang berhubungan dengan retensi cairan berlebihan, seperti pada gagal jantung bendungan. Mengontrol hiperglikemia pada DM dan mengurangi berat pada obesitas akan mengurangi gejala. Analgesia adekuat didapat dengan obat anti-inflamasi non-steroid, walau untuk jangka panjang belum jelas menfaatnya. Pemberian piridoksin secara luas tidak dianggap bermanfaat. Bila sindroma berhubungan dengan pekerjaan, rubah cara kerja atau ganti pekerjaan. Gejala ringan dan awal mungkin membaik setelah tiga minggu penyuntikan steroid; namun bila gejala lebih berat, gagal berreaksi terhadap cara ini. Lainnya menemukan bahwa penyuntikan steroid hanya mengurangi gejala secara temporer. Pada dekade terakhir cara ini sudah ditinggalkan. Indikasi primernya, bagaimanapun, mungkin mengontrol gejala selama penyebabnya temporer dan reversibel seperti kehamilan, atau setelah operasi gagal. Terapi Bedah Indikasi operasi pembebasan terowongan karpal adalah (1) pengecilan tenar dan disfungsi tangan yang progresif cepat, atau (2) gejala yang jelas yang tidak berkurang dengan cara konservatif. Pada kasus bilateral, jarang diperlukan operasi secara bersamaan. Tangan yang lebih parah (bila simetris, tangan yang nondominan) dioperasi pertama. Tangan kontralateral dioperasi 6 minggu setelahnya, setelah tangan pertama membaik dan menuju fungsi penuh. Umumnya disetujui bahwa tindakan simultan bilateral akan menyebabkan gangguan fungsi dan ketergantungan, walau untuk sementara. Sering gejala tangan yang tidak terlalu terganggu membaaik spontan dan tidak memerlukan operasi. b. Saraf Ulnar 1. ARKADE STRUTHER Terletak dimana saraf ulnar lewat melalui septum intermuskuler medial kekompartemen posterior. Ia adalah septum fibrosa yang terletak 8 sm proksimal epikondil medial. Arkade ini jarang sebagai tempat kompresi primer. Menjadi penting setelah transposisi anterior saraf karena tarikan proksimal menjerat saraf. Penting untuk melepas 'band' saat mentransposisi saraf untuk mencegah kompresi sekunder ini. 2. KANAL GUYON Terdapat pada aspek medial dari pergelangan. Tepi anteriornya adalah ligamen karpal voler, sedang tepi posteriornya ligamen karpal transversa. Didalam kanal, saraf ulnar berjalan bersama arteria dan vena ulnar dan membagi menjadi cabang sensori dan motor. Lesi distal hanya mengenai cabang motor, sedang lesi proksimal mengenai baik cabang motor maupun sensori. Karena cabang motor terletak dalam dan terikat saat melewati sekitar kait tulang hamat, ia terancam lesi kompresif (GJ Gumley, 1991). Lesi desak ruang seperti ganglia, berakibat kompresi seperti pada cedera kerja kronik pada pemakai sepeda dan orang yang menggunakan tangan sebagai palu. Lesi desak ruang bisa dijumpai pada pasien dengan fraktura tulang pisiform atau kait tulang hamat. Paresis motor sejati berakibat 'clawhand' sebagai akibat kelemahan intrinsik dan separasi jari keempat dan kelima (Tanda Wartenberg). Kompresi saraf campuran menimbulkan parestesia dan kehilangan sensori serta 'clawhand' tipikal. Temuan elektrodiagnostik tergantung apakah lesi predominan aksonal atau demielinasi (JA Russel, 1991). Pada lesi demielinasi, perlambatan latensi motor dan sensori melintas pergelangan bisa diharapkan, terutama bila pemeriksaan sensori dilakukan dengan teknik palmar, dan konduksi motor dilakukan saat mencatat dari otot interosseus dorsal pertama. Pada lesi aksonal, amplituda motor dan sensori berkurang dan denervasi ditemukan pada otot ulnar tangan. Pengurangan amplituda cabang kutan dorsal saraf ulnar atau denervasi pada otot ulnar lengan bawah menunjukkan adanya lesi proksimal dari pergelangan. Bila pasien tidak berreaksi atas pembidaian dan obat anti inflamatori, kanal harus dieksplorasi. Harter menganjurkan bahwa operasi diindikasikan lebih dini dibanding pasien dengan kelainan saraf kompresi lain karena terganggunya motor. Cabang permukaan maupun dalam dari saraf didalam kanal harus dieksplorasi. Semua massa seperti sista ganglion atau kait tulang hamat yang bergeser harus dibuang. 3. SINDROMA TEROWONGAN KUBITAL Karena pentingnya fungsi tangan pada kehidupan sehari- hari, saraf ulnar, yang memberikan inervasi motor utama pada tangan, mungkin merupakam saraf perifer somatik terpenting pada tubuh. Kelainan saraf ulnar berakibat cacad bermakna akibat hilangnya fungsi tangan akibat nyeri, baal dan kelemahan. Penyebab kelainan saraf ulnar tersering adalah jeratan, jepitan, regangan, atau gesekan pada atau sekitar siku. Karena tumpang-tindihnya proses patologis yang dapat menimbulkan kelainan saraf ulnar pada siku, tinjauan atas penyebab dan tindakan yang dilaporkan pada literatur dapat membingungkan dan menyesatkan. Misalnya adalah berbagai istilah yang diberikan pada beberapa dekade terakhir untuk menjelaskan fenomena kelainan saraf ulnar pada siku. Proses penyakit ini pernah dikatakan sebagai palsi ulnar lambat (tardy), neuritis ulnar traumatika, neuritis kompresi saraf ulnar, sindroma Feindel-Osborne, serta sindroma terowongan kubital. Beberapa istilah seperti palsi ulnar lambat tidak memadai untuk menjelaskan kebanyakan kelainan saraf ulnar. Istilah ini digunakan hanya untuk pasien dengan perburukan fungsi saraf ulnar yang lambat dan kronik dalam beberapa bulan atau tahun setelah cedera siku, terutama bila bersamaan dengan fraktura suprakondiler atau fraktura epikondil medial. Istilah yang disukai saat ini adalah sindroma terowongan kubital. Istilah ini terkadang terlalu menyederhanakan: kelainan saraf ulnar pada siku mungkin akibat beberapa faktor selain kompresi didalam terowongan kubital, seperti subluksasi berulang saraf ulnar keluar alurnya, atau jeratan proksimal atau distal terowongan kubital. Istilah sindroma terowongan kubital, secara luas, yaitu kelainan saraf fokal yang mengenai saraf ulnar dalam lingkungan terowongan kubital. Anatomi Bedah Perjalanan Anatomik Saraf Ulnar Saraf ulnar adalah saraf terbesar yang berasal dari kord medial pleksus brakhial. Membawa serabut saraf dari saraf servikal kedelapan dan torasik pertama. Dilengan atas, berjalan medial dari arteria brakhial hingga pertengahan lengan, dimana menembus septum intermuskuler dan berjalan menuju aspek dorsal dan medial siku sepanjang kepala medial triseps. Setelah melalui belakang epikondil medial humerus pada alur antaranya dengan olekranon (dikenal sebagai terowongan kubital), saraf ulnar memasuki lengan bawah antara dua kepala otot fleksor karpi ulnaris. Melintas alur ini, saraf berjalan kekompartemen ekstensor lengan kekompartemen fleksor lengan bawah. Lebih kedistal lengan bawah, saraf ulnar bergabung dengan arteria ulnar dan muncul kearah permukaan tepat lateral dari fleksor karpi ulnaris sebelum berjalan melintas pergelangan medial, superfisial terhadap ligamen karpal transversa (retinakulum fleksor) ke tangan. Inervasi Oleh Saraf Ulnar Seperti saraf median, saraf ulnar tidak mempunyai cabang di lengan, namun menginervasi lengan bawah dan tangan. Tidak seperti saraf median, serabut motor saraf ulnar terutama menginervasi tangan dibanding lengan bawah. Walau saraf ulnar memberi sejumlah cabang artikuler kecil pada sendi siku, namun tidak sebelum ia melalui antara kedua kepala fleksor karpi ulnaris dimana ia mencatu inervasi motor dan sensori. Ketika saraf terletak superfisial setelah melalui perut fleksor karpi ulnaris, dimana ia memberi inervasi motor padanya dan otot fleksor digitorum profundus, ia memberi cabang kutan palmar yang menembus fasia tepat proksimal pergelangan dan mencatu kulit eminens hipotenar dan aspek median telapak. Cabang kutan dorsal saraf ulnar muncul 5 sm. proksimal pergelangan dan membelok kedorsal, dimana ia memberikan serabut sensori untuk setengah medial dorsum tangan dan jari keempat dan kelima. Kepentingan bedah atas cabang kutan saraf ulnar adalah cabang kutan antebrakhial medial. Walau tidak secara anatomis merupakan cabang saraf ulnar, ia cabang dari kord medial pleksus brakhial pada daerah asal saraf ulnar. Ia menembus fasia brakhial pada bagian bawah lengan pada aspek medial. Cabang anterior yang lebih besar saraf kutan ini memberikan serabut sensori keaspek ventral dan medial lengan distal dan lengan bawah proksimal, serta fossa kubital. Cabang ulnar yang lebih kecil melalui ventral epikondil medial humerus dan mencatu kulit pada aspek dorsomedian lengan bawah. Putusnya satu atau lebih cabang saraf kutan anterior median ini saat dekompresi atau transposisi saraf ulnar pada siku dapat menyebabkan baal lengan bawah medial atau nyeri karena pembentukan neuroma. Setelah melalui telapak, saraf ulnar membagi diri menjadi cabang superfisial dan cabang dalam. Cabang superfisial membawa serabut sensori keaspek telapak jari kelima dan setengah median jari keempat. Cabang dalam (motor) berjalan dalam melalui otot eminens hipotenar yang diinervasinya. Kompartemen hipotenar terdiri tiga otot: abduktor digiti minimi, fleksor digiti minimi brevis, dan opponens digiti minimi. Selanjutnya arkusnya melintas telapak, mencatu inervasi lumbrikales ketiga dan empat, semua otot interosseus, dan adduktor pollisis. Anatomi Terowongan Kubital Ketika saraf ulnar melalui alur dibelakang epikondil medial humerus dan melewati sendi siku, ia terletak pada arkade fibrosa yang dibentuk oleh jaringan fasia padat. Aponeurosis ini menjembatani secara transversal alur dari perlekatan satu kepala fleksor karpi ulnaris pada epikondil medial humerus untuk melekat pada kepala lainnya pada aspek medial olekranon. Terowongan ini dikenal sebagai 'terowongan kubital'. Tepi paling proksimal arkade fibrosa ini, dikenal sebagai band Osborne, sering menebal dan sering sebagai tempat kompresi saraf dibawahnya. Selain saraf ulnar, isi lain terowongan kubital adalah ligamen ulnohumeral yang menghubungkan sendi siku [terutama ligamen kolateral ulnar (atau medial)] dan sejumlah kecil jaringan fibrolemak. Terowongan kubital secara anatomis dapat dibagi tiga bagian: (1) pintu masuk terowongan tepat dibelakang epikondil medial, (2) daerah sekitar apo- neurosis fasial yang menghubungkan kedua kepala fleksor karpi ulnaris, dan (3) perut otot fleksor karpi ulnaris sendiri. Faktor Anatomis dan Fisiologis yang Berkaitan dengan Kelainan Saraf Ulnar pada Siku Sindroma ini mungkin disebabkan sejumlah proses patologis. Tidak semua proses patologis tersebut adalah lesi kompresif atau proses jenis jeratan. Neuritis yang berhubungan dengan gesekan mungkin berperan nyata pada terjadinya sindroma ini. Ini mungkin terutama pada dislokasi kronik dan berulang saraf dari alur ulnar. Kompresi saraf ulnar didalam terowongan kubital paling sering akibat konstriksi saraf oleh aponeurosis diatasnya. Lebih jarang akibat agen kompresif seperti inflamasi, sinovitis rematoid, lipoma dan tumor lain, fragmen tulang, osteofit dari artikulasi ulnohumeral, dan anomali jarang yang disebut otot epitrokhleo- ankoneus persisten. Jeratan diluar terowongan kubital sudah diketahui. Setiap daerah seperti septum intermuskuler medial, arkade struther, kepala medial triseps, dan alur antara dua perut otot fleksor karpi ulnaris sudah diketahui sebagai tempat kompresi. Etiologi sering lainnya adalah cedera berulang atau tekanan pada saraf, seperti kebiasaan bersandar pada meja dengan siku saat bekerja. Kegiatan seperti menyekop, mengayun kapak atau cangkul, dan tidur dengan lengan fleksi pada siku memacu timbulnya kelainan saraf ulnar. Kelainan saraf mungkin karena perubahan isi terowongan kubital pada fleksi dan ekstensi. Pada ekstensi, terowongan mempunyai isi terbesar, karena longgarnya aponeurosis diatasnya dan ligamen kolateral ulnar dibawahnya. Saat fleksi, dua titik perlekatan aponeurosis pada epikondil dan olekranon menyebar, menyebabkan atap fasial menjadi tegang. Hal yang serupa terjadi pada ligamen kolateral ulnar sepanjang lantai terowongan yang menjadi tegang. Pengurangan volume terowongan kubital berakibat kompresi dan iskemia fokal pada saraf. Fleksi siku dan peregangan berulang pada saraf ulnar sekitar epikondil medial juga berperan pada kerusakan saraf. Proses kompresif kronis seperti yang dijumpai pada fraktura siku yang malunion serta cubitus valgus mungkin menyebabkan palsi ulnar tardy. Sebaliknya, kejadian akut tunggal dapat menyebabkan kelainan saraf ulnar pada siku; benturan tajam pada siku, injeksi steroid pada siku untuk bursitis atau epikondil medial, dan terbaring untuk waktu tertentu pada permukaan keras dengan siku tak terlindung (seperti pada kamar operasi atau mabuk). 10-30 % kasus adalah idiopatik dan etio- logi kelainan sarafnya tak dapat dijelaskan. Seperti saraf median pada sindroma terowongan karpal, saraf ulnar menjadi lebih terancam atas lesi kompresif oleh proses metabolik yang menyebabkan de- mielinasi, edema endoneural/perineural, serta iskemia saraf seperti terjadi pada DM, alkoholisme dan mal- nutrisi, defisiensi vitamin, atau sindroma paraneo- plastik. DIAGNOSIS KLINIS Gejala dan temuan Baal dan 'tingling' aspek ulnar tangan, kelemahan dan kekakuan, atrofi tenar dan interossei dorsal pertama adalah keluhan tersering. berbeda beda dengan sindroma terowongan karpal, nyeri jarang sebagai komponen utama dari kompleks gejala. Nyeri disebut sebagai sensasi sakit pada medial siku dan lengan bawah bersama dengan disestetik tingling pada tangan. Nyeri perih jarang dan harus mewaspadakan akan kelainan lain, seperti kelainan akar servikal. Pasien mungkin mengeluhkan perburukan mendadak setelah bekerja atau gerak fleksi-ekstensi yang kuat dan berulang pada siku. Pasien yang tidur dengan tangan dibawah kepala, menyebabkan 'hiperfleksi' siku yang lama, mengalami gejala yang lebih jelas saat bangun. Gay dan Love menemukan atrofi otot intrinsik tangan dan kelemahan pada 90 % pasien paralisis ulnar tardy. Nyatanya atrofi yang nyata sering dikalahkan oleh adanya perubahan sensori dan kelemahan subjektif. Hipoestesia pada distribusi saraf ulnar pada tangan dijumpai pada 75 % pasien. Setengahnya dijumpai dengan pembesaran dan pembengkakan saraf ulnar yang teraba dibelakang siku. Beberapa dengan nyeri sentuh saraf. Perubahan atrofik tangan bisa sangat jelas. Tonjolan hipotenar sering mendatar, terutama sepanjang sisi medial tangan. Lebih mengesankan adalah depresi antara jempol dan telunjuk pada aspek dorsal tangan, menunjukkan atrofi otot interosseus dorsal pertama. Tiga otot pada tonjolan hipotenar untuk abduksi, adduksi, fleksi dan rotasi jari kelima. Yang paling mudah untuk diperiksa adalah abduktor digiti minimi. Kelemahan otot ini tampil sebagai kesulitan membuka (abduksi) jari-jari. Termudah dilihat bila kelemahan- nya uni lateral, hingga bisa dibandingkan dengan tangan lainnya. Kelemahan adduksi kelingking disebut sebagai tanda Wartenberg, mungkin temuan motor yang paling sensitif padaada sindroma terowongan kubital. Karena kebanyakan otot yang diinervasi saraf ulnar menyangkut fleksi jari, kekuatan genggam mungkin indikator penting pada fungsi saraf ulnar. Adduktor polisis dites dengan menjepit kertas antara jempol dan telunjuk. Kelemahan berakibat kertas mudah ditarik. Sebagian pasien mengkompensasinya dengan memfleksikan sendi interfalang jempol dengan memakai fleksor polisis longus, yang diinervasi cabang interosseus anterior saraf median. Ini disebut tanda Froment, khas pada kelainan saraf ulnar. Kelemahan otot fleksor karpi ulnaris dan fleksor digitorum profundus (yang diinervasi saraf ulnar tepat didistal siku) jarang dilaporkan sebagai temuan klinis pada sindroma terowongan kubital. Beberapa secara keliru menganggap karena saraf yang menginervasi otot ini berasal proksimal dari siku. Campbell hanya menemukan 10 % yang timbul pada atau proksimal dari terowongan kubital. Disimpulkan bahwa utuhnya fleksor karpi ulnaris tidak berhubungan dengan tingkat asal percabangannya, namun lebih karena hubungannya dalam topografi neural internal serta berat dan tingkat kompresi. Yang lain memastikan mengapa otot ini bebas dari kehilangan innervasi: serabut yang menginnervasi terletak pada aspek dalam dari saraf dan terhindar dari efek kompresi oleh serabut yang terletak lebih kepermukaan tangan. Kelemahan tampaknya lebih sering dari pada yang dilaporkan. Karena sulitnya melacak perubahan motor yang halus, kelemahan mungkin tidak diperiksa atau terabaikan. Walau tidak bisa secara tepat menaksir fungsi otot fleksor karpi ulnaris, Craven dan Green menemukan kelemahan fleksor digitorum profundus pada 66 % pasien. Sebagai tambahan, Campbell menemukan kelainan EMG berat fleksor karpi ulnaris pada hampir setengah kasus kelainan ulnar. Perkusi daerah diatas alur ulnar menimbulkan tingling dan baal pada medial lengan bawah dan tangan. Fenomena ini serupa dengan tanda Tinel pada sindroma terowongan karpal. 'Tinel' positif pada saraf ulnar adalah temuan nonspesifik dan sering ditemukan pada orang tanpa bukti lain adanya kelainan saraf ulnar. Terkadang fleksi maksimal siku untuk 1-2 menit bisa mengakserbasi gejala. Tes tes fleksi siku ini, yang kegunaannya belum terbukti, mungkin analog dengan tes fleksi pergelangan Phalen pada jeratan saraf median. Kubitus valgus, epikondilitis medial, sinovitis rematoid, dan massa seperti umor atau fragmen tulang bisa dijumpai. Kebanyakan dari temuan ini memerlukan tindakan yang berbeda dari sindroma kubital idiopatik. Ini terutama bila saraf ulnar mengalami subluksasi keluar alurnya dan diatas epikondil medial dapat diraba. Tes Diagnostik Semua pasien diduga sindroma terowongan kubital harus mendapatkan pemeriksaan EMG dan kecepatan konduksi saraf (NCV), sinar-X siku dan tulang belakang servikal. EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (1) kelainan saraf metabolik atau nutrisional, seperti polineuropati diabetik dan (2) tempat jeratan kedua, seperti gangguan akar C8 (hingga disebut 'double crush syndrome'). Hasil tes elektrodiagnostik tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik primer untuk meng- indikasikan operasi. Mungkin indikator elektrodiagnostik untuk kelainan saraf ulnar pada siku yang paling spesifik dan masuk akal adalah perlambatan kecepatan konduksi melintas siku. Walau nilai normal belum pasti, kecepatan konduksi (NCV) saraf ulnar umumnya 47-65 m/dt dengan rata-rata 55 m/dt. Pengurangan kecepatan kurang dari 25 % mungkin tidak bermakna. Pengurangan kecepatan lebih dari 33 % mungkin menunjukkan proses gangguan saraf disiku. Temuan EMG lain yang menunjukkan sindroma terowongan kubital adalah berkurangnya jumlah potensial aksi unit motor, fibrilasi dan gelombang positif, dan pada kasus yang lebih berat, potensial reinnervasi polifasik. Indikator sensitif perubahan konduksi lainnya adalah hilangnya potensial sensori evoked. Posisi siku harus harus standar pada saat melakukan pemeriksaan elektrodiagnostik. Variasi pembacaan NCV bisa terjadi saat fleksi dan ekstensi, bahkan pada orang normal. Sinar-X siku memberikan informasi berguna menyangkut etiologi yang membantu rencana pengelolaan. Spur artritik, tumor tulang, fraktura, atau kubitus valgus bisa ditemukan. Tampilan anteroposterior sedikit oblik, disebut sebagai tampilan terowongan kubital, paling bermanfaat. Diagnosis Diferensial Banyak proses patologis kord tulang belakang menyerupai sindroma ini, semua mungkin tampil dengan tanda dan gejala motor yang predominan. Bila pasien mengeluh 'tangan baal dan kaku', pikirkan lesi kord intrinsik seperti tumor intrameduler, siringomielia, sklerosis lateral amiotrofik, dan lesi kord ekstrinsik seperti kelainan saraf spondilitik servikal. Penyebab nyeri dan disfungsi tangan lainnya adalah (1) gangguan akar servikal karena osteofit atau diskus yang mengalami herniasi, (2) tumor Pancoast dan lesi lain pleksus brakhial bawah dan medial, dan (3) kompresi saraf ulnar ditempat lain, seperti pada terowongan Guyon. Sebagai tambahan, berbagai gangguan saraf sistemik, seperti defisiensi nutrisional atau DM, mungkin berdiri sendiri atau bersama dengan sindroma terowongan kubital menyebabkan kelemahan, atrofi, nyeri dan baal pada distal ekstremitas atas. Terkadang, pengaruh usia menyebabkan atrofi dan disfungsi tangan intrinsik. TINGKATAN PENYAKIT Kesulitan utama menilai dan membandingkan hasil terapi sindroma terowongan kubital adalah tidak adanya sistem penderajatan penyakit yang dipakai luas dan seragam untuk mengkategorikan pasien prabedah berdasar berat gejala dan pasca bedah untuk hasil operasi. Skema yang paling sering digunakan adalah yang diajukan McGowan pada 1950. Sistem penderajatan ini berdasar pada kelemahan otot. Derajat I memiliki 'lesi minimal dengan tidak dijumpainya kelemahan otot tangan'. Lesi inter- mediet dikatakan derajat II. Derajat III adalah pasien dengan 'lesi berat, dengan paralisis satu atau lebih otot intrinsik ulnar'. Sayangnya derajat sulit ditentukan dan mengabaikan gambaran penting seperti nyeri dan baal. Devon merancang sistem penderajatan yang lebih mendalam dan mudah berdasar perubahan sensori dan motor dan temuan fisik lain seperti tanda Tinel dan tes fleksi siku. Ia membagi beratnya gejala penyakit prabedah sebagai ringan, sedang dan berat. Walau merupakan sistem yang baik untuk mengkategori dan membandingkan pasien berdasar derajat defisit prabedah, penggunaannya untuk mengklasifikasikan hasil pasca bedah adalah rumit dan sulit digunakan. Metoda pembanding lain adalah menggunakan sistem skor dengan nilai, dijelaskan Gabel dan Amadio. Nilai diberikan berdasar beratnya tiga faktor: fungsi motor, sensasi dan nyeri. Tidak ada nilai yang diberikan untuk gejala paling berat; peninggian nilai diberikan untuk gejala yang kurang berat. Hasil pasca bedah dapat juga diderajatkan kedalam sempurna, baik, sedang dan buruk. Tidak peduli cara penderajatan yang dipakai, sistem yang standard dan seragam harus dipakai untuk menaksir hasil tindakan. PENGELOLAAN NONBEDAH Dari riwayatnya, sindroma terowongan kubital dikira hanya akan membaik denngan tindakan bedah. Gay dan Love menyatakan 'perjalanan paralisis tardy saraf ulnar khas dengan progresi 'ganas', dan tidak diketahui tindakan konservatif yang memiliki manfaat permanen'. Laporan tentang manfaat tindakan nonbedah yang mengurangi gejala pada kasus tertentu cukup meningkat. Pasien harus mencegah kegiatan dan posisi yang menimbulkan (1) friksi akibat gerak siku berulang atau (2) peregangan Tabel Tabel Skala Nilai Prabedah dan Pasca Bedah Untuk Klasifikasi Hasil Akhir Jeratan Saraf Ulnar (Gabel dan Amadio) Berdasar Skor Gabel dan Amadio ------------------------------------------------------------------- -------------------------------------------- Nilai Motor Sensori Nyeri Sempurna - Nilai 9 ------------------------------------------------------------------- 3 Normal Baal (-) Nyeri (-) Baik - Nilai 2 setiap kategori dengan (McGowan I) peningkatan nilai 1 atau lebih pada tiap kategori, atau 2 Lebih lemah dari Diskriminasi 2 titik Nyeri peningkatan nilai total 4 atau sisi seberang normal; intermiten lebih parestesi intermiten Sedang - Nilai kurang dari 2 pada tiap 1 Atrofi nyata Diskriminasi 2 titik Nyeri menetap, kategori, namun nilai total (McGowan II) > 6 mm; perlu obat bertambah 1-3 baal menetap intermiten Buruk - Tidak ada perubahan atau 0 Paralisis intrin- Diskriminasi 2 titik Narkotik nilai total berkurang sik dengan defor- > 10 mm; terus ------------------------------------------- mitas 'claw' anestesia diperlukan (McGowan III) ------------------------------------------------------------------- atau kompresi terhadap saraf karena fleksi siku berlebihan, mungkin diperlukan oleh beberapa pasien dengan gejala awal. Handuk dengan tenunan jarang diselubungkan pada siku yang bersangkutan agar siku tidak terhimpit oleh badan atau kepala. Pada beberapa kasus, bidai siku dipasang dengan fleksi yang ringan (sekitar 30o fleksi) hanya pada saat malam terbukti bermanfaat. Dimond serta Lister menganjurkan bidai sepanjang lengan. Sayangnya data-data hasil terapi konservatif sangat terbatas untuk dinilai. PENGELOLAAN BEDAH Paling sedikit ada lima cara operasi berbeda yang dianjurkan untuk sindroma terowongan kubital. Masing- masing dengan keuntungan dan kerugiannya sendiri. Dikelompokkan kedalam kategori: (1) dekompresi, dan (2) transposisi. Tindakan dekompresi ditujukan untuk proses kompresi tanpa memindahkan saraf dari tempatnya pada alur ulnar. Tindakan dekompresi adalah dekompresi sederhana dan epikondilektomi medial. Tindakan trans- posisi memindahkan saraf keanterior kelokasi yang lebih terlindung. Selanjutnya bisa dibagi berdasar kemana saraf ulnar akan diletakkan: subkutan, intramuskuler, atau submuskuler. Cara lain yang dianjurkan Willis adalah pembebasan terowongan kubital yang diperluas dengan osteotomi parsial dari epikondil medial. c. Saraf Radial Lesi lengan proksimal jarang spontan, biasanya karena trauma, tersering fraktura humerus. 'Saturday night palsy' akibat dari kompresi saraf radial ketika pasien tidur dengan lengan posterior tertekan bidang yang tajam. Pasien datang dengan wrist drop dan tidak mampu untuk mengekstensikan jari-jari. Terjadi gangguan sensori karena tempat cedera yang tinggi. 80 % membaik spontan (Gumley, 1991), karenanya eksplorasi tidak dilakukan dini. Bila palsi berkaitan dengan fraktura humerus, operasi dini akan bermanfaat. Saraf dibebaskan dari fragmen tulang atau kalus dan dilakukan anastomosa bila putus. Lesi dengan demielinasi pada saraf radial pada humerus proksimal hingga tengah berakibat pemeriksaan konduksi didistal lesi normal (Russel, 1991). Tes proksimal dari lesi memperlihatkan pengurangan atau perlambatan respons motor dibanding stimulasi distal dari lesi. Pasien dengan lesi aksonal, amplituda motor dan sensori radial berkurang dan denervasi ditemukan pada semua otot radial yang diinervasi didistal dari otot trisep. Perubahan EMG tidak teramati hingga tiga minggu sejak cedera. Saraf radial melengkung sekitar humerus posterior pada alur spiral dan memasuki aspek anterior lengan, 10 sm proksimal epikondil lateral, berjalan melalui septum intermuskuler lateral (Gumley, 1991). Saraf radial berjalan anterior sendi radiohumeral dimana ia terbagi menjadi cabang dalam dan permukaan. Cabang permukaan kedistal keotot brakhioradialis, memberi sensasi sela jari pertama sebelah dorsal. Cabang dalam melintir sekitar leher radius, berjalan antara kedua kepala otot supinator, menuju aspek posterior lengan sebagai saraf interosseus posterior. Cabang dalam mencatu otot ekstensor pergelangan, tangan dan jempol kecuali otot ekstensor karpi radialis longus, yang diinervasi cabang saraf radial sebelum memasuki otot supinator. 1. SINDROMA TEROWONGAN RADIAL Sindroma klinis yang berhubungan dengan kompresi cabang dalam saraf radial disebut radial tunnel syndrome. Sering dikelirukan dengan 'tennis elbow'. Sindroma terowongan radial ini menyebabkan nyeri somatik dalam pada otot ekstensor, terutama dipacu oleh latihan, tanpa disertai gejala sensori atau motor. Empat tempat yang potensial untuk kompresi adalah: (1) band fibrosa anterior dari kepala radial, (2) oleh pembuluh penghubung Henry yang berjalan diatas saraf radial untuk mencatu otot brakhioradialis, (3) oleh tepi tendinosa otot ekstensor karpi radialis brevis, dan (4) oleh arkade Frohse, yang merupakan tepi ligamen tajam kepala superfisial otot supinator. Yang terakhkir adalah daerah kompresi tersering. Tepi yang tajam ini tidak ada pada fetus. Ia berupa fibrotendinosa pada 30 % anggota. Spinner mempostulasikan bahwa arkade Frohse dibentuk sebagai reaksi atas gerak rotari berulang dari lengan. Spinner menemukan sindroma ini pada lengan dominan pada 89 % pasien. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat trauma berulang, seperti dijumpai pada pembuat batu bata, pemasang pipa, operator mesin, konduktor orkestra, dan pemain tenis. Penyebab kompresi lain bisa tumor, lipoma, proliferasi sinovial pada artritis rematoid, atau fraktura kepala radius. 2. TENNIS ELBOW Roles dan Maudsley menjelaskan lingkup kelainan mulai epikondilitis lateral hingga kelemahan ekstensor yang parah. Mereka memasukkan juga sindroma terowongan radial. Pada pemeriksaan, terdapat nyeri tekan diatas epikondil lateral humerus atau tepat didistal kepala radial dimana saraf menuju otot supinator. Penambahan nyeri yang khas terjadi bila ekstensi jari tengah ditahan. Manuver ini akan menegangkan origo otot ekstensor karpi radialis brevis dan selanjutnya menekan saraf. Cedera origo tendo ekstensor karpi radialis brevis pada epikondil lateral berhubungan dengan epi- kondilitis, tennis elbow yang klasik. Injeksi lokal lidokain dan kortikosteroid memberikan pengurangan gejala yang sementara. Elektrodiagnostik bisa memperlihatkan penundaan latensi motor dari alur spiral ketepi medial otot ekstensor digitorum komunis, namun biasanya normal. Pasien yang tidak membaik dengan pencegahan trauma, penggunaan bidai, serta pemberian anti-inflamatori, eksplorasi dengan dekompresi saraf radial permukaan diindikasikan. 3. SINDROMA SARAF INTEROSSEUS POSTERIOR Berbeda dengan sindroma terowongan radial dimana gejala dan temuan yang predominan adalah gangguan motor dari pada nyeri atau sensori. Arkade Frohse merupakan struktur pengkonstriksi utama. Kelemahan berat otot yang diinervasi radial tampil dengan ketidakmampuan mengekstensikan jari-jari pada sendi metakarpofalangeal. Dorsifleksi pergelangan arah dorsoradial disebabkan oleh paralisis otot ekstensor karpi ulnaris dan ekstensor digitorum komunis. Otot brakhioradialis, ekstensor karpi radialis longus, ekstensor karpi radialis brevis, dan supinator tidak melemah karena diinervasi oleh cabang yang timbul sebelum titik dimana saraf radial masuk arkade Frohse. Pada sindroma ini, nyeri dan nyeri tekan lokal diikuti oleh gangguan motor progresif. Bila gangguan sensori tampil, harus dipikirkan lesi yang lebih proksimal. Temuan elektrodiagnostik dari cedera aksonal pada saraf interosseus posterior berupa hasil sensori radial yang normal (Russel, 1991). Amplitudo dari respons motor radial normal atau berkurang pada pencatatan dari otot yang diinervasi saraf radial distal. Denervasi dijumpai pada semua otot yang diinervasi saraf radial kecuali otot triseps, brakhioradialis, ekstensor karpi radialis longus, ekstensor karpi radialis brevis, dan ankoneus. Pasien dengan sindroma saraf interosseus posterior dengan temuan motor yang bermakna, diindikasikan untuk eksplorasi bedah. Pasien dengan perjalanan penyakit yang kurang berat, maka istirahat, bidai, dan anti- inflamatori diindikasikan. 4. SINDROMA WARTENBERG Jarang. Disebabkan kompresi saraf radial permukaan pada lengan bawaf. Khas dengan nyeri lengan bawah proksimal serta hipoestesia diatas jempol dorsal. Tidak ada kelemahan. Kompresi biasanya disebabkan trauma atau pemakaian band yang ketat atau arloji. Temuan elektro- diagnostik kelainan saraf radial permukaan terdiri dari hanya gangguan atau hilangnya respons sensori saraf radial (Russel, 1991). d. Kelainan Jeratan pada Saraf Supraskapuler Saraf supraskapuler adalah saraf perifer campuran yang memberikan inervasi motor otot supraspinatus dan infra- spinatus. Tidak ada distribusi kutan, namun memberikan catu sensori kekapsula posterior sendi bahu. Sindroma kompresi saraf ini adalah nyeri diaspek posterior bahu dengan kelemahan dan akhirnya atrofi otot yang terkena. Kelemahan dan atrofi menyebabkan kesulitan mengangkat lengan keatas kepala dan kelemahan rotasi eksternal. Kelemahan otot infraspinatus jelas karena sedikit jaringan diatas otot infraspinatus. Tidak terganggunya otot deltoid dan rhomboid membedakannya dari lesi akar saraf C5. Saraf supraskapuler mulai sebagai cabang dari batang atas pleksus brakhial dan berjalan paralel dan terletak dalam keperut inferior otot omohioid. Ia berjalan dalam ke otot trapezius dan melalui takik supraskapuler kefossa supraspinosa. Pada takik, ligamen supraskapuler menekan saraf. Arteria supraskapuler berjalan superfisial keligamen. Pada fossa supra- spinosa, saraf selebihnya melengkung sekeliling tepi lateral taju untuk masuk ke fossa infraspinosa. Renga- chary menjelaskan bentuk takik supraskapuler sebagai berkisar antara takik yang dalam yang luas serta foramina tulang. Takik yang lebih kecil lebih sering terkena kelainan saraf jeratan. Freidberg, 1992, memperlihatkan efek sling dimana saraf tertekan oleh tepi inferior yang tajam dari ligamen. Foto polos skapula, yang memperlihatkan takik, bisa bermanfaat menentukan diagnosis. Cedera berulang berperan sebagai penyebab, walau dapat dijumpai pula pada cedera terbatas. Goldner dan Rengachary menemukan pada pemain 'football'. Shabas dan Scheiber menjelaskan kasus yang dijumpai pemakai kruk yang ukurannya tidak baik dengan penekanan bahu berlebihan disertai ayunan yang berlebihan. Juga berhubungan dengan melempar dan memukul pada baseball. Tes konduksi belum begitu jelas (Russel, 1991). Denervasi otot supraspinatus dan infraspinatus, utuhnya otot paraspinal servikal, deltoid, serta rhomboid, konsisten dengan diagnosis tersebut. Clein menganjurkan pembebasan secara bebas secara dini. Alasannya, serupa dengan Friedberg, adalah nyeri akan berkurang dengan segera, namun fungsi motor kembali lebih lambat. e. Sindroma Pintu Torasik (Thoracic Outlet Syndrome) Merupakan subjek yang kontroversial. Luoma dan Nelem mengemukakan anatomi serta berbagai sindroma yang dikategorikan kedalam sindroma ini. Berkas neuro- vaskuler brakhial berjalan melalui pintu torasik menuju lengan. Pintu torasik dibagi sebagai segitiga intraskalen, rongga kostoklavikuler, dan kanal sub- korakoid. Kebanyakan kasus kompresi neurovaskuler terjadi pada bagian pertama karena anomali iga pertama atau oleh band fibrosa yang berjalan dari puncak iga yang tak sempurna atau prosesus tranversus C7 prominen ketuberkel skalen iga pertama. Kelainan didapat lainnya yang menekan pleksus brakhial harus diingat, seperti fraktura dengan pembentukan kalus, aneurisma arteria subklavia, dan tumor (paling sering tumor Pancoast). Wilbourn menjelaskan lima sindroma klinis. Pertama adalah sindroma arterial major. Sindroma ini berkaitan dengan kelainan tulang, seperti iga servikal. Dinding arterial rusak dan terjadi dilatasi poststenotik. Trombus bisa ditemukan pada pembuluh, lepas sebagai emboli, serta fenomena Raynaud. Keadaan ini merupakan kegawatdaruratan bedah. Kedua adalah sindroma arterial minor. 80 % dewasa berkurang atau hilang denyut radialnya saat mengangkat, mngabduksi, dan merotasi eksternal lengannya. Dengan fotopletismografi saat tes provokasi pada orang normal, Gergoudis dan Barnes menemukan obstruksiarterial, namun asimtomatik pada 60 % subjek dan obstruksi bilateral pada 33 % subjek. Ketiga adalah sindroma obstruksi venosa. Trombosis spontan vena subklavia atau aksiler bisa dijumpai pada orang muda setelah kegiatan berulang yang berat dari anggota atas. Terjadi sianosis, pembengkakan, dan nyeri pada anggota. Pleksus brakhial tidak terkena. Klasi- fikasi sindroma ini sebagai jenis sindroma pintu torasik mungkin tidak tepat. Keempat adalah sindroma pintu torasik sesungguhnya. Komponen utama sindroma ini adalah kelemahan dan pengecilan otot intrinsik tangan. Sindroma ini juga berhubungan dengan nyeri intermiten lengan bawah medial dan merupakan satu-satunya sindroma pintu torasik yang diterima secara luas. Temuan patologis biasanya adanya band fibrosa dari iga servikal rudimenter keiga pertama yang menekan berkas bagian bawah pleksus brakhial. Pada 75 % pasien, semua otot intrinsik melemah dan mengecil. Otot tenar paling parah pengecilannya karena gangguan pleksus berkas bagian bawah paling parah mengenai serabut saraf keeminens tenar. Jarang pasien dengan sindroma pintu torasik neurogenik sesungguhnya mengalami penurunan amplituda sensori ulnar seperti juga penurunan amplituda motor median dan ulnar pada sisi yang terkena (Russel, 1991). Otot yang diinervasi saraf median, ulnar dan radial, yang juga diinervasi berkas bagian bawah dan kord medial pleksus brakhial, akan mengalami denervasi. Tindakan adalah pembebasan secara bedah atas band yang menjepit. Prognosis otot yang mengecil pada tangan adalah buruk. Kelompok terakhir adalah yang disebut oleh Wilbourn sebagai 'sindroma pintu torasik neurogenik yang diperdebatkan'. Kebanyakan operasi dilakukan untuk kelompok ini. Wilbourn meyakini bahwa kriteria untuk operasi biasanya berbatas luas dan sulit. Sidroma nyeri adalah tanpa perubahan anatomis atau fisiologis. Tidak ada temuan klinis atau laboratori yang objektif. Hasil tes elektrodiagnostik normal. Tidak ada bukti adanya kompresi neural serius akan terjadi bila keadaan ini tidak diperbaiki. Insidens neurosis dan litigasi tinggi pada kelompok ini. Rasa skeptisnya Wilbourn diperkuat Cherington. Ia mempercayai bahwa moratorium harus ditujukan atas tindakan operasi pada sindroma ini. Ia mencatat komplikasi nyata yang berkaitan dengan operasi. Pada sindroma ini, seperti juga pada kelainan saraf jeratan lainnya, penilaian teliti atas riwayat dan pemeriksaan fisik serta hasil elektrodiagnosis akan memberikan seleksi yang baik atas pasien untuk tindakan dan jenis tindakan operasi yang memadai.