Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.





3. ANOMALI SUSUNAN SARAF PUSAT
A. Perkembangan dan Anomali S.S.P
B. Diagnosis Anomali Kongenital dengan CT Scanning
C. Ukuran Kepala Abnormal
D. Hidrosefalus Kongenital
E. Malformasi Serebral
F. Malformasi Serebeler
G. Disrafisme
H. Kraniosinostosis
I. Anomali Kraniovertebral
J. Sindroma Neurokutanosa (Fakomatosis)
K. Malformasi Vaskuler
L. Tumor Otak Kongenital
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
 

        7. DISRAFISME
        
        
        A. ANENSEFALI
        
        Adalah defek tabung neural yang parah dan adalah keada- 
        an  yang fatal. Anak dengan anensefali  biasanya  lahir 
        mati  atau mati dalam minggu pertama  kehidupan.  Walau 
        keadaan ini tak dapat ditindak secara bedah, tehnik un- 
        tuk diagnosis pranatal sudah berkembang. Malformasi ini 
        dibicarakan disini untuk memahami basis genetiknya  dan 
        membantu pencegahan selanjutnya.
             Menurut  Lemire, istilah eksensefalus harus  digu- 
        nakan hanya untuk model embrio atau binatang percobaan, 
        dimana menunjukkan protrusi otak mendahului degenerasi. 
        Pseudensefali berbeda dengan anensefali hanya pada  de- 
        rajat,  dan karenanya istilah imi tak  umum  digunakan. 
        Anensefalus digunakan  sebagai istilah umum yang  digu- 
        nakan  terhadap  semua specimen dengan  tiadanya  vault 
        kranial (akrania) baik parsial maupun lengkap,  seperti 
        juga  tiadanya jaringan diatasnya dan berbagai  derajat 
        malformasi  serta destruksi rudimen otak yang  terbuka. 
        Pada  hidranensefali, otak tertutup dan tengkorak  ter- 
        bentuk  normal. Kegagalan bagian sefalik tabung  neural 
        untuk menutup disebut ensefaloskhizis, dan selalu  ber- 
        samaan dengan kranioskhisis. Kegagalan baik bagian kra- 
        nial maupun spinal tabung neural untuk menutup  disebut 
        kraniorakhiskhisis atau disrafisme total. Lemire  meng- 
        klasifikasikan anensefali, dengan dasar derajat kranio- 
        skhisis, kedalam meroakrania (defek kranial parsial ti- 
        dak meluas keforamen magnum) dan holokrania (defek kra- 
        nial meluas melalui foramen magnum). Penutupan neuropo- 
        rus  anterior dan ujung rostral tabung  neural  terjadi 
        pada  akhir bulan pertama gestasi; jadi pada  saat  ini 
        anensefali terbentuk. Mungkin pembukaan kembali seperti 
        halnya  nonclosure menyebabkan disrafisme,  namun  non- 
        closure inisial dipercaya sebagai dasar atas kebanyakan 
        anensefali.  Etiologi  anensefali tidak  jelas,  dikira 
        multi faktorial. Rasio seks anensefali bervariasi,  na- 
        mun insidens lebih tinggi pada wanita. Pada anensefali, 
        tak  seperti pada hidranensefali, dura dan  scalp  dari 
        vault tidak ada. Hemisfer serebral tidak terbentuk, dan 
        massa tak berbentuk, merah-ungu, angiomatosa  bercampur 
        dengan  jaringan  otak menggantikannya.  Jaringan  otak 
        yang terbuka, tertutup membran tipis yang berlanjut se- 
        bagai scalp. Vesikel optik terbentuk, namun saraf optik 
        tidak.  Dasar tengkorak ada, namun kalvarium  tak  ter- 
        bentuk  (akrania  atau kranioskhisis).  Serebelum  bisa 
        mengalami malformasi atau normal.
        
        
        Diagnosis Pranatal
        
        Diagnosis pranatal anensefali atau defek tabung  neural 
        terbuka  lainnya berguna pada keadaan dimana  orang-tua 
        pasien telah mempunyai satu atau dua anak dengan  defek 
        tabung neural. Setiap individu tersebut mempunyai risi- 
        ko tinggi atas rekurensi, masing-masing dengan  tingkat 
        satu dari 20 atau satu dari 10. Diagnosis pranatal mem- 
        buat  seleksi pranatal dimungkinkan.  Amniosentesis me- 
        mungkinkan  diagnosis keadaan ini antara  minggu  keha- 
        milan ke 14 dan 20. Bila kadar alfa feto protein  (AFP) 
        pada supernatan cairan amnion meninggi,  ultrasonografi 
        dan amniografi bisa dikerjakan untuk memastikan diagno- 
        sis.  Ultrasonografi dapat digunakan  sebagai  tindakan 
        skrining primer. Tes lain yang berguna dalam  diagnosis 
        pranatal atas defek tabung neural adalah penentuan  ka- 
        dar protein beta-trace dan makrofag cairan amnion.  Le- 
        bih  dari 90 persen defek tabung neural  terbuka  dapat 
        dideteksi pada kehamilan dini. Penentuan kadar AFP  ku- 
        rang berguna pada kasus disrafisme tertutup kulit,  ka- 
        rena  kadar AFP tidak meninggi pada  keadaan  tersebut. 
        Bila kadar AFP serum maternal diperiksa pada semua  ke- 
        hamilan, insidens defek tabung neural akan sangat diku- 
        rangi.
        
        
        B. DISRAFISME SPINAL (SPINA BIFIDA)
        
        Spina  bifida dan hidrosefalus adalah dua anomali  umum 
        SSP yang terbanyak. Karena spina bifida berpotensi  un- 
        tuk ditindak, karenanya menjadi berarti secara klinis.
             Spina  bifida adalah malformasi disebabkan  disra- 
        fisme  tulang belakang (disrafisme spinal  atau  rakhi- 
        skhisis) dan sering disertai herniasi mening  (meningo- 
        sel) atau cord spinal atau saraf (mielomeningosel)  me- 
        lalui defek tulang belakang. Juga bersamaan dengan dis- 
        plasia cord spinal (mielodisplasia). Bila tabung neural  
        tidak terbentuk sempurna dari pelat neural, cord spinal 
        tetap dalam bentuk primitif (mieloskhisis).  Konsekuen- 
        sinya, spina bifida terdiri dari deformitas  disebabkan 
        berbagai tingkat malformasi tabung neural.
             SSP tampak pada kehidupan embrionik minggu ketiga. 
        Pelat  neural dapat ditemukan pada garis tengah  dorsal 
        embrio pada tahap awal; dalam beberapa hari, ia  menon- 
        jol  untuk membentuk lipat neural. Lipat  neural  terus 
        membengkak  dan bergerak kedepan kegaris  tengah  untuk 
        membentuk  alur  neural. Mereka bersatu  digaris tengah 
        dorsal  untuk membentuk tabung neural. Fusi  ini  mulai 
        dari somit keempat dan berlanjut kekranial dan kaudal.
             Patogenesis disrafisme spinal belun begitu  pasti. 
        Dua teori umum: pertama gangguan penutupan tabung  neu- 
        ral, seperti dilaporkan von Recklinghausen 1886.  Menu- 
        rut  teori ini, ensefalosel dan mielomeningosel  sering 
        tampak masing-masing diregio oksipital dan lumbosakral, 
        yaitu daerah penutupan tabung neural terakhir.
             Teori patogenetik lain adalah teori  hidrodinamik, 
        dikembangkan oleh Morgani 1761, selanjutnya oleh  Gard- 
        ner.  Setelah penutupan tabung neural, pleksus  khoroid 
        mulai mensekresikan CSS dan tekanan didalam tabung neu- 
        ral meninggi. Normalnya tekanan dikompensasi oleh  per- 
        meabilitas atap ventrikel keempat. Menurut teori hidro- 
        dinamik,  disrafisme spinal terjadi bila  permeabilitas 
        ini terganggu. Gardner mempercayai bahwa semua  malfor- 
        masi disrafik dapat diterangkan dengan teori ini. Gang- 
        guan permeabilitas atap ventrikel keempat dengan akibat 
        terlambatnya kompensasi menyebabkan dilatasi ujung  se- 
        falik tabung neural, menimbulkan hidrosefalus. Dilatasi 
        tabung neural, sehubungan dengan pemendekan aksis  pan- 
        jangnya,  menyebabkan sindroma Klippel-Feil.  Penurunan 
        volume  fossa posterior akibat dari pergeseran  kebawah 
        hindbrain oleh forebrain yang berdilatasi mengakibatkan 
        malformasi Arnold-Chiari. Rupturnya bagian kranial  ta- 
        bung neural menimbulkan kranium bifidum  (ensefalosel), 
        dan  dilatasi yang hebat dari ventrikel keempat  menye- 
        babkan  sista Dandy-Walker. Perubahan serupa pada  cord 
        spinal  menyebabkan hidromielia dan siringomielia,  dan 
        splitting dari cord spinal menyebabkan diastematomieli- 
        a.  Ruptur bagian kaudal tabung  neural  posterolateral 
        kerongga amniotik menimbulkan mieloskhisis atau  mielo- 
        meningosel.
             Disamping dua teori utama tersebut, postulasi per- 
        tumbuhan yang berlebihan dan perkembangan yang  terhen- 
        ti sebagai penyebab disrafia tabung neural telah dikem- 
        bangkan.
             Hidromielia dan siringomielia adalah ekspansi cord 
        sistik yang mana adalah akumulasi CSS didalam cord spi- 
        nal.  Hidromielia, yang adalah dilatasi kanal  sentral, 
        sering dijumpai post mortem pada anak dengan malformasi 
        Chiari, hidrosefalus komunikans, impressi basiler,  dan 
        keadaan lain. Siringomielia biasanya menampilkan gejala 
        pada  usia dewasa. Sirinx terdapat pada  cord  servikal 
        pada kebanyakan kasus. Bila sirinx terletak pada medul- 
        la oblongata, keadaan ini disebut siringobulbia.  Siri- 
        ngomielia mungkin bersamaan dengan glioma intramedulla- 
        ri. Menurut teori hidrodinamik Gardner, sirinx parasen- 
        tral  diinduksi oleh robeknya lapis  ependimal.  Banyak 
        kasus  dilaporkan mendukung teori Gardner ini. Siringo- 
        mielia nonkomunikans dimana sirinx terkurung dan  tidak 
        ada hubungannya dengan kanal sentral atau sirinx terda- 
        pat bersamaan dengan stenosis akuaduktal, tak dapat di- 
        jelaskan dengan teori ini, kadang-kadang tidak juga hu- 
        bungan siringomielia dengan sista Dandy-Walker.
             Insidens mielomeningosel satu hingga dua per 1.000 
        kelahiran. Tingkat rekurensi tinggi ditemukan pada kea- 
        daan familial dan mungkin berkaitan dengan faktor gene- 
        tika. Insiden tinggi anak dari ibu yang tua menunjukkan 
        bahwa usia ova dan imbalans hormonal mungkin  berperan. 
        Faktor  lain seperti rubella, influensa, dan  substansi 
        teratogenik, mungkin mempredisposisi keadaan ini.  Tam- 
        paknya sangat mungkin multifaktorial.
             Spina  bifida diklasifikasikan kedalam dua  jenis, 
        spina  bifida okulta dan spina bifida  sistika.  Karena 
        spina  bifida okulta tak bersamaan dengan herniasi  me- 
        ning dari kanal spinal, mungkin tidak diketahui  hingga 
        dewasa bila sejak mula tak bergejala. Spina bifida sis- 
        tika dibagi kedalam sub jenis berdasar isi  kantungnya. 
        Meningosel hanya berisi CSS, tanpa jaringan saraf. Pada 
        mielomeningosel, baik CSS dan jaringan saraf  ditemukan 
        didalam  kantung. Mielosistosel adalah  dilatasi  lokal 
        kanal sentral, dengan penonjolan bagian posterior  cord 
        spinal. Mielosel adalah terbukanya cord spinal  sebagai 
        'sel'  (cele) melalui defek tulang. Pada  keadaan  yang 
        jarang, tabung neural tak ada dan cord spinal tetap pa- 
        da  bentuk primitif, serupa pelat neural (spina  bifida 
        aperta).
        
        
        Presentasi Klinis
        
        Spina bifida okulta paling sering terjadi diregio  lum- 
        bar  dan  lumbosakral. Defek tulang  mungkin  palpabel. 
        Spina  bifida okulta sering  disertai diastematomielia, 
        cord  spinal yang terjerat (tethered),  lipomeningosel, 
        sista  neurenterik, traktus sinus dermal  dengan  tumor 
        dermoid atau epidermoid intraspinal.  Lesi ini biasanya 
        tidak menampilkan gejala klinis hingga anak mulai  ber- 
        jalan serta mengontrol urinasi dan defekasi.
             Abnormalitas  kulit punggung dapat dideteksi  pada 
        75 persen pasien dengan disrafisme spinal okulta.  Ber- 
        kas berrambut lokal, hemangioma  kapilari, lekuk kulit, 
        sinus  dermal, dan lemak subkutan adalah kelainan  yang 
        umum  dijumpai. Diastematomielia harus  dicurigai  bila 
        berkas  rambut lokal terdapat diatas  tulang  belakang. 
        Bila hemangioma kapilari bersamaan dengan anomali kulit 
        lain, disrafisme spinal okulta harus dicurigai.
             Abnormalitas  selain pada kulit yang terjadi  pada 
        disrafisme spinal okulta adalah: (1) pada kolumna  spi- 
        nal, termasuk kifosis dan skoliosis, (2) deformitas ka- 
        ki, seperti talipes kavus, talipes ekuinovarus, dan ta- 
        lipes  valgus,  (3) ulserasi yang  tak  nyeri  disertai 
        gangguan  langkah, (4) inkontinensia urinari dan fekal, 
        dan (5) infeksi saluran kemih.
             Septum  pada diastematomielia dibungkus oleh  dura 
        dan  biasanya osseosa walau mungkin kartilaginosa  atau 
        fibrosa.  Konus  medullaris sering  tertarik  kekaudal. 
        Cord spinal tertahan oleh septum, karenanya cord  seki- 
        tar  septum bisa rusak.  Diastematomielia lebih  sering 
        pada wanita dan sering berhubungan dengan skoliosis dan 
        gangguan  langkah. Sering terjadi pada tulang  belakang 
        lumbar. Diastematomielia yang tampak pada tulang  bela- 
        kang torasik sering bersamaan dengan skoliosis.
             Lipoma subkutan kongenital dapat dikenal saat  la- 
        hir  dan kebanyakan ditemukan disambungan  lumbosakral. 
        Biasanya ditutupi kulit dengan ketebalan lengkap.  Bila 
        lipoma terletak tidak digaris tengah, mungkin bersamaan 
        dengan meningosel (lipomeningosel). Pada lipoma spinal, 
        konus  medularis terletak pada posisi  rendah  abnormal 
        dan kauda ekuina menebal dengan jaringan yang  berlemak 
        dan fibrosa untuk membentuk lipoma.
             Pada tethered cord, konus medullaris memanjang di- 
        bawah L2 dan fillum terminalis menebal. Akar saraf  di- 
        regio lumbosakral berjalan abnormal secara  horizontal. 
        Dengan tumbuh menjadi dewasa, bisa disaksikan  keterba- 
        tasan gerakan spinal dan fleksi, serta tanda Lasegue.
             Traktus sinus dermal terjadi umumnya diregio  lum- 
        bosakral.  Traktus sinus dermal dikepala  berasal  dari 
        regio oksipital dan meluas kekaudal. Sebaliknya traktus 
        sinus dermal ditulang belakang meluas kekranial.  Trak- 
        tus  dapat berakhir pada setiap tempat antara  jaringan 
        subkutan dan cord spinal. Meningitis bakterial atau ki- 
        mia sering terjadi berulang. Hal ini mungkin  berkaitan 
        dengan  tumor dermoid atau epidermoid,  serta  keratin, 
        rambut,  substansi  sebasea tampak  sepanjang  traktus. 
        Traktus  meluas kekaudal, disebut sinus  pilonidal  dan 
        dapat dibedakan secara klinis.
             Sista neurenterik adalah anomali yang relatif  ja- 
        rang,  adalah persistensi dari komunikasi antara  endo- 
        derm dan neuroektoderm embrionik. Umum terjadi pada an- 
        terior  dari cord servikal dan torakal atas dan  berhu- 
        bungan  dengan organ respiratori dan  digestif  melalui 
        defek badan ruas tulang belakang. Gejala tergantung lo- 
        kasi anomali, namun beberapa kompresi cord spinal  tam- 
        pak pada semua kasus.
             Tak  ada gejala khas untuk hidromielia atau  siri- 
        ngomielia.  Paraparesis spastik ringan tampak pada  ba- 
        nyak kasus. Paraparesis spastik pada hidrosefalus  ber- 
        kaitan dengan hidromielia mungkin terjadi akibat  tidak 
        hanya peregangan traktus kortikospinal kedekat  ventri- 
        kel lateral, namum juga karena hidromielia. Siringomie- 
        lia sering bersamaan dengan lesi lain, seperti neoplas- 
        ma  dan akibat trauma.  Gejala siringomielia tergantung 
        ukuran dan lokasi sirinx.
             Deferensiasi siringomielia dari glioma intramedul- 
        lari  berdasar  gejala klinis semata  sulit  dilakukan. 
        Bila  sirinx terletak dicord servikal, atrofi otot  ta- 
        ngan,  gangguan sensori ekstremitas atas, dan  sindroma 
        Horner  bisa  dijumpai. Bila sirinx  membesar,  traktus 
        panjang menjadi terganggu dan gejala ekstremitas  bawah 
        bisa  timbul. Terkenanya serabut yang menyilang  menim- 
        bulkan dissosiasi sensori. Siringobulbia mungkin tampil 
        sebagai  atrofi dan fibrilasi lidah, hilangnya  sensasi 
        nyeri dan suhu pada muka, nistagmus, disartri, disfagi, 
        atau stridor respirasi.
             Lebih  dari 70 persen kasus spina  bifida  sistika 
        menampilkan  mielomeningosel,  serta jarang  diselaputi 
        lengkap oleh kulit. Pada kebanyakan kasus, terjadi  ke- 
        bocoran CSS. Sekitar 80 persen mielomeningosel  terjadi 
        diregio lumbar dan lumbosakral. Meningosel sakral ante- 
        rior  jarang terjadi. Sekitar setengah  meningosel  tak 
        bergejala, dan insidens hidrosefalus yang bersamaan se- 
        kitar 25 persen. Sebaliknya 70 hingga 80 persen  mielo- 
        meningosel bersamaan dengan hidrosefalus.  Hidrosefalus 
        mungkin terjadi setelah diperbaikinya  mielomeningosel. 
        Mekanisme berikut kemungkinan penyebab dari  hidrosefa- 
        lus pasca bedah:
        
        1. Defek  daerah absorpsi CSS karena pengangkatan  kan- 
           tung.
        2. Obstruksi ruang subarakhnoid oleh meningitis.
        3. Obstruksi outflow CSS dari ventrikel keempat  akibat 
           obstruksi  medulla  oblongata diforamen  magnum  dan 
           malformasi Chiari. Ketika skelet anak tumbuh,  konus 
           medullaris tidak akan naik dari ruas tulang belakang 
           sakral keruas tulang belakang lumbar pertama  karena 
           adanya plakoda.
        
             Pemeriksaan  radiologis memperlihatkan sekitar  60 
        persen hidrosefalus pada mielomeningosel menjadi nonko- 
        munikans karena  stenosis atau forking  akuaduktus.  30 
        hingga 60 persen adalah 'hidrosefalus konstriktif'  di- 
        sebabkan  malformasi Chiari jenis II, dimana jalur  CSS 
        diobliterasi oleh obstruksi anatomis difossa  posterior 
        dan kanal servikal atas akibat dari obstruksi  sisterna 
        magna dan siterna medullari  serta adesi fibrosa batang 
        otak yang tergeser kebawah dikanal servikal atas.  Bila 
        kantung terletak diregio sakral, insidens  hidrosefalus 
        turun hingga sekitar 50 persen.
             Kebanyakan  anak dengan mielomeningosel  memperli- 
        hatkan gejala neurologis, terutama kelemahan motor eks- 
        tremitas bawah dan gangguan sensori dibawah tingkat le- 
        si.  Bila lesi terletak diatas L3,  paraplegia  lengkap 
        terjadi dan pasien menjadi nonambulatori permanen.  Bi- 
        la lesi dibawah L4, paraplegia tak ada, namun  berbagai 
        tingkat inkontinensia urinari terjadi.
             Tingkat kelainan motor ditentukan oleh  pengamatan 
        gerak  spontan  panggul, lutut, ankel, dan  jari  kaki. 
        Gangguan sensori diperiksa dengan mengamati reaksi ter- 
        hadap pinprik dari daerah yang terkena kedaerah  sehat. 
        Refleks anal dan tonus sfinkter anal harus diperiksa.
             Perhatian harus diberikan pada kemungkinan  defor- 
        mitas  kaki, dislokasi sendi panggul, dan  abnormalitas 
        kolumna spinal seperti kifosis dan skoliosis, juga  in- 
        kontinensia urinari dan hidrosefalus. Perubahan ini di- 
        sebabkan  tidak adanya keseragaman kelemahan otot.  Ke- 
        tidakseimbangan  otot jangka panjang  bisa  menyebabkan 
        kontraktur dan dislokasi sendi. Langit-langit bercelah, 
        anomali  kardiak, dan anomali traktus  gastrointestinal 
        adalah anomali lain yang berkaitan dengan mielomeningo- 
        sel.
        
        
        Tabel 7-1. Defisit Neurologi
                   Sesuai Tingkat Mielomeningosel
        -------------------------------------------------------
        Tingkat Lesi       Defisit Neurologis
        -------------------------------------------------------
        Diatas L3          Paraplegia lengkap dan dermatomal
                           paraanestesia; inkontinensia urina-
                           ri dan rektal; nonambulatori
        L4 dan dibawahnya  Fleksor panggul, adduktor panggul,
                           ekstensor lutut utuh; ambulatori
                           dengan bantuan, bracing, bedah or-
                           topedik
        S1 dan dibawahnya  Dorsifleksor utuh; ekstensor pang-
                           gul dan fleksor lutut sebagian utuh
                           ambulatori dengan bantuan minimal
        S3 dan dibawahnya  Fungsi motor ekstremiats bawah nor-
                           mal; anestesia sadel; berbagai in-
                           kontinensia urinari dan rektal
        -------------------------------------------------------
        
        
        Temuan Radiografik
        
        Foto polos tengkorak memperlihatkan separasi sutura pa- 
        da  kasus dengan hidrosefalus dan deformitas  tengkorak 
        lakuner (LSD). LSD dapat dikenal saat lahir namun sege- 
        ra menghilang. Ia berupa tampilan seperti convolutional 
        marking, namun terjadi pada bagian tebal kalvarium  dan 
        lebih  merupakan displasia tulang kongenital dari  pada 
        akibat peninggian TIK.  Deformitas seperti sarang tawon 
        atau jala, dan tepi tulang antara lakuna biasanya lebih 
        tinggi,  lebih sempit, dan lebih panjang dari  convolu- 
        tional  marking.  Tulang yang  mulus  mungkin  terdapat 
        antara lakuna.
             Rontgenogram tulang belakang memperlihatkan perlu- 
        asan spina bifida dan anomali tulang belakang yang  me- 
        nyertai  bila ada. Setiap kelainan  seperti  skoliosis, 
        kifosis,  diastematomielia  dan fusi  tulang  segmental 
        mungkin  tampak.  Karena abnormalitas  tulang  belakang 
        terjadi  sering pada tingkat berbeda, rontgenogram  ha- 
        rus  mencakup seluruh tulang belakang.  Foto polos bisa 
        menampilkan  pembesaran jarak  interpedikuler,  anomali 
        fusi dari lamina, spina bifida, dan penurunan  diameter 
        anteroposterior badan ruas tulang belakang dibawah sep- 
        tum. Tomografi tulang belakang mungkin berguna.  Mielo- 
        grafi dilakukan sebelum operasi untuk menilai perluasan 
        lesi.  Film dada mungkin memperlihatkan  anomali  parah 
        dirongga toraks.
             CT scan menunjukkan ada atau tidaknya hidrosefalus 
        dan anomali lain. Walau polimikrogiria dan  heterotopia 
        mungkin  sulit diperlihatkan, CT scan  dapat  digunakan 
        untuk menentukan adanya malformasi Chiari jenis II  se- 
        cara tidak langsung dengan menentukan posisi  ventrikel 
        keempat  dan  ukuran foramen magnum  serta  menunjukkan 
        vermis superior yang jelas.
             Walau CT scan tulang belakang saat ini belum dapat 
        menggantikan mielografi secara keseluruhan, ia  mungkin 
        memberikan  informasi suplementer  substansial.  Karena 
        cord spinal dikelilingi jaringan tulang yang tebal yang 
        menyusun  kanal spinal, ia tampil secara buruk pada  CT 
        scan  yang tanpa metrizamida. Adalah mungkin dengan  CT 
        scan untuk memperlihatkan anomali kulit, jaringan  sub- 
        kutan, otot, tulang, dan saraf. Mielografi  metrizamida 
        CT scan adalah paling berguna dalam melengkapi  diagno- 
        sis disrafisme spinal. Diastematomielia dan hemiverteb- 
        ra,  yang sering tampil bersama mielomeningosel,  dapat 
        mudah  didiagnosa dengan CT scan.  Lipomeningosel  atau 
        lipoma diperlihatkan sebagai massa densitas rendah  di- 
        banding CSS.
             Bila setiap anomali diarea foramen magnum  seperti  
        malformasi Chiari jenis I, impresi basiler, dan sindro- 
        ma Klippel-Feil ditemukan pada pemeriksaan  radiologis, 
        kemungkinan disertai oleh hidromielia dan siringomielia 
        harus  diingat. Pada kasus dengan penambahan jarak  in- 
        terpedikuler  dan pelebaran anteroposterior kanal  spi- 
        nal, adanya hidromielia dan siringomielia harus dicuri- 
        gai  sebagai tambahan akan adanya glioma  intrameduller 
        dan sista ekstradural. Mielografi memperlihatkan  dila- 
        tasi pada sisi cord yang terkena. Pada hidromielia  dan 
        siringomielia komunikan, cord menjadi kolaps pada posi- 
        si  kepala kebawah, karena cairan dalam sista  bergerak 
        ke ventrikel keempat (collapsing cord sign).  Pengisian 
        yang selektif dari sirinx komunikans atas media kontras 
        didalam ventrikel keempat adalah tanda diagnostik  pas- 
        ti.  CT scan mungkin berguna dalam mendiagnosis  sirinx 
        nonkomumikans.
        
        
        Pertimbangan operasi
        
        Walau beberapa kasus spina bifida dengan  mielomeningo- 
        sel  telah ditindak, persetujuan akan indikasi  operasi 
        belum  sempurna. Kandidat terbaik untuk operasi  adalah 
        pasien  dengan mielomeningosel rendah dan  fungsi  neu- 
        rologis  ekstremitas bawah normal. Bila gangguan  motor 
        dibawah tingkat L3 dan pasien diharapkan dapat berjalan 
        kemudian hari, tonus otot sfingter dan refleks anal  a- 
        da,  dan keluarga dapat mengerti keadaan  dan  bertang- 
        gung-jawab merawat anak dengan kecacadan tersebut,  di-
        lakukan tindakan aktif.Tindakan aktif mungkin tidak di-
        ambil,  bila keadaan  berikut, yang dilaporkan Lorber, 
        ditemukan:

        1. Paraplegia total dengan inkontinensia urinari dan
           fekal.
        2. Lesi torakolumbar berbasis lebar.
        3. Kifosis atau skoliosis kongenital.
        4. Hidrosefalus kongenital.
        5. Cedera lahir intraserebral berat atau perdarahan in-
           traventrikuler.
        6. Anomali berat diluar sistema saraf yang menyertai.
        
             Stein mengajukan protokol terpilih untuk  neonatus 
        dengan mielomeningosel yang merupakan kombinasi  krite- 
        ria  Lorber dan berkaitan dengan LSD. Bila  LSD  tampak 
        pada saat lahir, retardasi mental sering terjadi.  Kon- 
        sekuensinya, ia tidak menganjurkan operasi segera  bila 
        pasien memiliki LSD dengan dua atau lebih kriteria uta- 
        ma dari Lorber. Ia menganjurkan operasi segera bila pa- 
        sien tidak memiliki LSD, bahkan bila ia memiliki krite- 
        ria buruk dari Lorber.
             Tindakan selektif untuk mielomeningosel memberikan 
        beberapa masalah. Dalam praktek sehari-hari, ahli bedah 
        saraf  harus memikirkan tindakan kasus per kasus.  Pada 
        keadaan yang jarang, reparasi mielomeningosel dan  ope- 
        rasi  pintas dilakukan untuk memudahkan  perawatan  dan 
        pemeliharaan. 
             Mielomeningosel terbuka harus diperbaiki dalam  24 
        jam. Tingkat infeksi meningkat bila perbaikan dilakukan 
        lebih  dari 48 jam. Pada setiap kasus, perbaikan  harus 
        ditunda hingga infeksi menjadi tenang. Perbaikan mielo- 
        meningosel dilakukan dengan merekonstruksi tabung  neu- 
        ral  dengan mengaproksimasi arakhnoid sekitar  plakoda. 
        Kauda ekuina mungkin direkonstruksi. Bila diameter  sel 
        lebih dari setengah lebar pinggang, penutupan luka  ti- 
        dak  mungkin dengan mengundermining jaringan  subkutan. 
        Pada  keadaan ini, penutupan luka plastik  atau  tandur 
        kulit mungkin perlu. Setelah operasi, pasien diletakkan 
        telungkup  pada rangka Bradford atau  'gingerbread  bo- 
        ard'. Kepala dijaga sedikit rendah dari tulang belakang 
        untuk beberapa hari dalam usaha mengurangi tekanan  CSS 
        yang menekan luka operasi. Beberapa komplikasi pasca o- 
        perasi seperti meningitis atau ventrikulitis, perburuk- 
        an  defisit  neorulogis, kebocoran CSS dari  luka,  dan 
        nekrosis aseptik tepi luka bisa terjadi. Untuk perawat- 
        an  jangka  panjang  atas  mielomeningosel,  tim   yang 
        terdiri dari pediatrisian, ahli bedah ortopedik, urolo- 
        gis, fisikal terapis, pekerja sosial, perawat dan  ahli 
        bedah saraf diperlukan. Pengamatan jangka panjang beri- 
        kut diwajibkan:
        
        1. Diagnosis dini hidrosefalus dan mempertahankan fung- 
           si shunt; CT scan berkala dan revisi shunt.
        2. Deteksi  dini dan tindakan atas  perburukan  defisit 
           neurologis: disrafisme spinal okulta, diastematomie- 
           lia  dan siringomielia, hidrosefalus, dan malformasi 
           Chiari jenis II.
        3. Penilaian  perkembangan mental dan pendidikan:  quo- 
           tient perkembangan dan kecerdasan.
        4. Terapi  fisik dan bedah ortopedik:  pencegahan  kon- 
           traktur sendi; operasi untuk bracing deformitas ske- 
           letal.
        5. Pengelolaan traktus urinari dan defekasi: pielografi 
           intravena dan sistografi, diversi traktus urinari.
        6. Pemeliharaan adaptasi sosial.
        7. Memberi semangat dan dukungan emosi terhadap  pasien 
           dan orang-tuanya.
        8. Konseling genetik dan kemungkinan aborsi terapeutik.
        
             Tindakan  bedah disrafisme spinal  okulta  mungkin 
        membiarkan  kontrol kencing, skoliosis, dan kifosis ti- 
        dak membaik.
             Traktus sinus dermal harus direseksi. Idealnya  a- 
        nomali ini harus didiagnosis dan direseksi sebelum ter- 
        jadinya infeksi. Bila terjadi infeksi, operasi  dilaku-  
        kan bila infeksi sudah tenang. Bila terjadi abses  atau 
        sista dermoid intraspinal, drainase segera harus  dila- 
        kukan.
             Operasi atas diastematomielia (reseksi septum  ga- 
        ris tengah)  harus dilakukan sesegera  mungkin  setelah 
        diagnosis dalam usaha mencegah perburukan fungsi neuro- 
        logis.
             Dekompresi cord spinal diikuti reseksi bagian  in- 
        tratorasik atau intra-abdominal, dilakukan  pada  kasus 
        sista neurenterik.
             Risiko  operasi  pada kasus fillum  terminal  yang 
        'tethered"' adalah rendah,  dan kerusakan saraf  minimal 
        dengan penggunaan mikroskop operasi. Karenanya  keadaan 
        ini harus dioperasi segera setelah diagnosis.
             Perhatian khusus diberikan pada pengangkatan total 
        lipoma saat operasi untuk lipomeningosel, karena setiap 
        tumor biasanya melekat erat pada jaringan saraf. Lipoma 
        jarang rekuren, bahkan setelah pengangkatan parsial.
             Karena siringomielia komunikankans  sering  bersamaan 
        dengan hidrosefalus, shunting ventrikuler dilakukan pa- 
        da setiap kasus. Gardner mengajukan pengoklusian  open- 
        ing kanal sentral dengan otot atau simpul jahitan sute- 
        ra.  Kraniektomi fossa posterior serta laminektomi  tu- 
        lang  belakang servikal mungkin dilakukan untuk  dekom- 
        presi. Mielotomi garis tengah  mungkin perlu pada kasus 
        siringomielia nonkomunikans  untuk  membedakannya  dari 
        glioma  intramedullari. Karena mielotomi mungkin  menu- 
        tup,  shunt sista-subarakhnoid dilakukan dengan  selang 
        Silastik.
        
        
        Protokol  seleksi yang diusulkan untuk neonatus  dengan 
        mielomeningosel (Stein):
        -------------------------------------------------------
        Anomali kongenital 'gross'-------------------------Ya
        (mikrosefali, kardiak dll)                         |
        Trauma lahir yang berat                            |
                       |                                   |
                       |                                   |
                     Tidak                                 |
                       |                                   |
                       |                                   |
          Tidak------Foto tengkorak memperlihatkan         |
            |        deformitas (LSD,Luckenschadel)        |
            |                           |                  |
            |                           |                  |
            |                           Ya                 |
            |                           |                  |
            |                           |                  |
            |          Adanya kriteria buruk utama         |
            |            (1) hidrosefalus 'gross'          |
            |            (2) paraplegia lengkap            |
            |            (3) kifosis                       |
            |            (4) kantung torakolumbar          |
            |                           |                  |
            |                           |                  |
            |          /---------------------------/       |
            |          |                           |       |
            |    Kurang dari                    Dua atau   |
            |    dua kriteria             lebih kriteria   |
            |      |                                 |     |
            |      |                                 |     |
        /---!------!-----/                   /-------!-----!---/
        | Dianjurkan     |                   | Operasi segera  |
        | operasi segera |                   | tidak dianjurkan|
        /----------------/                   /-----------------/
        
        
        
        C. DISRAFISME KRANIAL (KRANIUM BIFIDUM)
        
        Kranium  bifidum atau kranioskhisis, seperti spina  bi- 
        fida, adalah defek tabung neural disrafik. Anomali  ini 
        lebih jarang dari spina bifida. Biasanya dapat ditindak 
        dan karenanya menjadi malformasi yang penting  dibidang 
        bedah  saraf. Herniasi dura dan jaringan  otak  melalui 
        defek  tulang digaris tengah (sefalosel) dijumpai  pada 
        banyak kasus. Karanium bifidum terkadang bersamaan  de- 
        ngan spina bifida.
             Insidens kranium bifidum seperlimabelas hingga se- 
        persepuluh  spina bifida: satu per 3.000 hingga  10.000 
        kelahiran. Sefalosel regio oksipital umum di Eropa  dan 
        Amerika,  sedang  sefalosel frontal lebih  sering  dari 
        sefalosel oksipital di Asia Tenggara. Dibeberapa daerah 
        di Asia Tenggara ensefalosel lebih sering dari mielome- 
        ningosel. Jadi predisposisi geografis mungkin  berperan 
        pada  kranium bifidum. Oksipital ensefalosel lebih  se- 
        ring  pada wanita, sedang pria lebih sering  pada  yang 
        lainnya.
             Kranium  bifidum diklasifikasikan kedalam dua  je- 
        nis:  kranium bifidum okultum dan kranium bifidum  sis- 
        tikum.  Kranium bifidum okultum tidak berkaitan  dengan 
        herniasi  dura, karenanya tak terdeteksi hingga  dewasa 
        bila tak bergejala.
             Sinus dermal intrakranial adalah disrafisme krani- 
        al okulta berupa jaringan yang berasal dari kulit  yang 
        persisten  terdapat diruang intrakranial,  yang  berhu- 
        bungan  dengan kulit. Defek tulang kecil sering  tampak 
        dibawah protuberansia oksipital eksterna, dan  beberapa 
        rambut  sering tumbuh dari sinus. Lainnya, lokasi  yang 
        kurang sering adalah nasion. Sista dermoid mungkin ter- 
        dapat  pada  satu atau kedua ujung dari  sinus  dermal. 
        Sinus dermal diregio oksipital sering turun ke sambung- 
        an servikomedullari dan berakhir sebagai dermoid disis- 
        terna magna, ventrikel keempat dan hemisfer  serebeler. 
        Tumor dermoid pada ujung sinus dermal mungkin menimbul- 
        kan  gejala  massa intrakranial. Sinus  dermal  mungkin 
        tanpa  gejala. Banyak kasus berakibat meningitis  reku- 
        ren, dan reseksi tak lengkap sinus dermal juga bisa me- 
        nimbulkan meningitis.
             Kranium bifidum sistikum dapat dibagi menjadi lima 
        subkelompok, sesuai isi dari sefalosel:
        
        1. Meningosel: hanya berisi CSS didalam sefalosel.
        2. Ensefalomeningosel  atau meningoensefalosel:  berisi 
           baik CSS maupun jaringan otak didalam sefalosel.
        3. Ensefalosel: berisi hanya jaringan otak didalam  ce- 
           falosel.
        4. Ensefalosistosel: penonjolan jaringan  otak  mengisi 
           ruang yang berhubungan dengan ventrikel.
        5. Meningoensefalosistosel, atau  ensefalosistomeningo- 
           sel: berisi 'ventrikel' dan jaringan otak plus dila- 
           tasi ruang CSS disefalosel
        
             Eksensefali adalah protrusi otak yang tidak  ditu- 
        tupi kulit.
             Sefalosel  dapat diklasifikasikan menurut  lokasi- 
        nya.  Suwanwela dan Suwanwela menganjurkan  klasifikasi 
        seperti pada tabel. Ensefalosel dapat  diklasifikasikan 
        kedalam dua kelompok: ensefalosel posterior atau  oksi- 
        pital  dan ensefalosel anterior atau frontal, yang  me- 
        nonjol  pada sambungan tulang frontal dan tulang  nasal 
        atau kartilago nasal.
        
        
        Tabel 7-2. Klasifikasi Ensefalomeningosel (Suwanwela)
        -------------------------------------------------------
          I. Ensefalomeningosel oksipital
         II. Ensefalomeningosel lengkung tengkorak 
             A. Interfrontal
             B. Fontanel anterior
             C. Interparietal
             D. Fontanel posterior
             E. Temporal
        III. Ensefalomeningosel fronto-ethmoidal
             A. Nasofrontal
             B. Naso-ethmoidal
             C. Naso-orbital
         IV. Ensefalomeningosel basal
             A. Transethmoidal
             B. Sfeno-ethmoidal
             C. Transsfenoidal
             D. Frontosfenoidal atau sfeno-orbital
          V. Kranioskhisis
             A. Kranial, fasial atas bercelah
             B. Basal, fasial bawah bercelah
             C. Oksipitoservikal bercelah
             D. Akrania dan anensefali
        -------------------------------------------------------
        
        
             Ensefalosel oksipital merupakan 70 persen  sefalo- 
        sel (pada geografi sda). Dibagi kedalam subkelompok se- 
        suai hubungannya dengan protuberansia oksipital ekster- 
        na (EOP): sefalosel oksipitalis superior, dimana terle- 
        tak  diatas  EOP, dan sefalosel  oksipitalis  inferior, 
        yang  terletak dibawah EOP. Penonjolan lobus  oksipital 
        tampak disefalosel superior, dimana serebelum  menonjol 
        dalam sefalosel inferior. Bila defek tulang meluas  tu- 
        run keforamen magnum, keadaan ini disebut sefalosel ok- 
        sipitalis  magna. Hubungan sefalosel ini  dengan  spina 
        bifida servikalis disebut sefalosel  oksipitoservikalis 
        (iniensefali).
             Ensefalosel anterior jarang dibanding  ensefalosel 
        posterior  (pada geografi sda). Yang  pertama  biasanya 
        dibagi  kedalam  dua kelompok:  ensefalosel  sinsipital 
        (tampak)  dan ensefalosel basal (tak  tampak).  Mungkin 
        juga  dibagi  kedalam empat kelompok:  (1)  ensefalosel 
        frontal,  (2) ensefalosel frontonasal, (3)  ensefalosel 
        fronto-ethmoid, dan (4) ensefalosel nasofaringeal. Sam- 
        bungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah tempat 
        yang  umum dari sefalosel; hubungan ini  menjadi  titik 
        lemah  karena pertumbuhan yang berbeda  tulang  frontal 
        dan kartilago nasal. Suwanwela menyebut sefalosel dire- 
        gio ini sebagai ensefalosel fronto-ethmoid dan dikelom- 
        pokkan kedalam tiga subkelompok:
        
        1. Jenis  nasofrontal: menonjol pada  sambungan  tulang 
           frontal dan tulang nasal.
        2. Jenis  nasoethmoid: menonjol pada tulang nasal  atau 
           kartilago nasal.
        3. Jenis  naso-orbital: menonjol dari  bagian  anterior 
           tulang ethmoid dari bagian anterior orbit.
        
             Ensefalosel basal dapat dibagi kedalam lima kelom- 
        pok:
        
        1. Ensefalosel  transethmoidal  (intranasal):  herniasi 
           kedalam kavum nasal melalui lamina kribrosa.
        2. Ensefalosel sfeno-ethmoid  (intranasal   posterior): 
           herniasi kebagian posterior kavum nasal melalui  tu- 
           lang sfenoid.
        3. Ensefalosel  transsfenoid (sfenofaringeal):  hernia- 
           si kenasofaring melalui tulang sfenoid.
        4. Ensefalosel  sfeno-orbital: herniasi  keruang  orbit 
           melalui fissura orbital superior.
        5. Ensefalosel sfenomaksillari: herniasi kerongga orbit 
           melalui fissura pterigoid, kemudian kefossa pterigo- 
           id melalui fissura intra orbital.
        
        
        Presentasi Klinis
        
        Sefalosel berbagai bentuk dan ukurannya, ukuran  diame- 
        ter berkisar beberapa milimeter hingga lebih besar dari 
        tengkorak normal. Sefalosel besar tak selalu mengandung 
        jaringan otak, namun cenderung tak bertangkai dibanding 
        pedunkulasi. Kubah sefalosel ditutup kulit sebagian  a- 
        tau seluruhnya, dan mungkin terdapat rambut pada basis- 
        nya. Kelainan kulit seperti warna port-wine sering tam- 
        pak  diatas kulitnya. Sefalosel biasanya berdenyut  dan 
        kompresibel. Tekanannya meninggi saat menangis.
             Gejala  klinis tergantung lokasi sefalosel,  namun 
        defisit neurologis sehubungan dengan sefalosel biasanya 
        tidak berat. Ensefalosel oksipital menyebabkan gangguan 
        visus  berbagai tingkat, karena herniasi lobus  oksipi- 
        tal. Ensefalosel suboksipital mungkin berakibat ganggu- 
        an koordinator motor. Ensefalosel parietal mungkin  me- 
        nyebabkan  gangguan  sensori  dan  bicara.  Ensefalosel 
        frontal  berhubungan dengan nasion yang datar  dan  le- 
        bar.  Sefalosel tampak tepat diatas nasion  dan  sering 
        terjadi bersama hipertelorisme dan bibir serta  palatum 
        bercelah.  Ditemukannya gula pada  cairan  memungkinkan 
        diagnosis pasti. Ensefalosel orbital atau sfeno-orbital 
        sering bersamaan dengan eksoftalmos unilateral.
        
        
        Temuan Radiografik
        
        Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur 
        patologis sefalosel: daerah defek tulang, ukuran  serta 
        isi sefalosel, ada atau tidaknya anomali SSP, dan dina- 
        mika CSS.
             Lubang defek tulang pada ensefalosel oksipital mu- 
        dah dikenal pada foto polos tengkorak. Sebagai tambahan 
        terhadap  daerah defek tulang, perluasan defek dan  ada 
        atau  tidaknya kraniolakunia dapat diketahui. Ada  atau 
        tidaknya otak yang vital dikantung dapat ditentukan de- 
        ngan ventrikulografi dan angiografi serebral, namun  CT 
        scan memperlihatkan tidak hanya isi kantung namun  juga 
        semua kelainan intrakranial yang bersamaan.
             Ensefalosel  oksipital harus  didiferensiasi  dari 
        kasus  garis tengah lainnya, seperti sinus  perikranii, 
        dan  holoprosensefali.  Sinus perikranii  sangat  lebih 
        kompresibel dibanding ensefalosel. CT scan memperlihat- 
        kan  displasia serebral sebagai tambahan  atas  kantung 
        dorsal pada holoprosensefali. Angiografi serebral mung- 
        kin  perlu untuk membedakan ensefalosel oksipital  dari 
        kantung dorsal holoprosensefali; holoprosensefali didi- 
        agnosis oleh adanya arteria serebral anterior azigos.
             Untuk memeriksa lubang dari defek tulang pada  en- 
        sefalosel  anterior,  tomografi fossa anterior  dan  CT 
        scan diperlukan. Ensefalosel anterior harus  didiferen- 
        siasi  dari polip nasal, teratoma orbitofronal,  glioma 
        ektopik (nasal), dan keadaan serupa.  Teratoma  orbito- 
        frontal mungkin menampakkan kalsifikasi pada foto polos 
        dan meluas kedalam ruang intrakranial. Tumor ini menja- 
        di maligna dengan pertambahan usia. Glioma nasal adalah 
        tumor neurogenik kongenital yang jarang. Ia adalah mas- 
        sa heterotopik nonneoplastik dari jaringan  neuroglial. 
        Tapi  mungkin tumbuh seperti neoplasma sejati,  mengin- 
        filtrasi jaringan sekitarnya, serta metastasis ke nodus 
        limfe regional.
             Ensefalosel  berhubungan dengan berbgagai  anomali 
        selain hidrosefalus, seperti:
        
             mikrosefali
             kraniolakunia
             mielomeningosel
             agenesis korpus kalosum
             lipoma korpus kalosum
             holoprosensefali
             posisi abnormal sinus dural
             deformitas tentorium
             sinus dermal kongenital
             rotasi aksial batang otak
             hipoplasia serebeler
             sista Dandy-Walker
             malformasi Arnold-Chiari
        
        Tabel 7-3. Perbedaan Gambaran 
                   Ensefalosel Frontonasal dan Fronto-ethmoid
        ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
        Gambaran                     Frontonasal                                   Fronto-ethmoidal 
        ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
        Tempat defek tulang          Pada sambungan tulang frontal dan nasal       Pada foramen sekum, yaitu sambungan tulang 
                                                                                   frontal dan ethmoid pada basis fossa 
                                                                                   kranial anterior
        Presentasi pada permukaan    Pada akar hidung diatas bregma                Dibawah akar, pada sambungan  tulang  dan 
                                                                                   kartilago
        Bentuk                       Biasanya globuler; mungkin pedunkuler         Biasanya lobuler dan sessil
        Isi                          Biasanya cairan                               Kebanyakan padat
        Temuan radiologis            Defek pada sambungan frontonasal              Sambungan frontonasal normal
        ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------    
        
        Ensefalosel  anterior sering bersamaan  dengan  anomali 
        muka,  seperti bibir dan langit-langit bercelah.  Empat 
        anomali yaitu ensefalosel oksipital, hidrosefalus,  de- 
        formitas  Klippel-Feil, dan langit-langit bercelah  se- 
        ring terjadi sebagai tetrad. Kelainan jantung  kongeni- 
        tal dan ekstremitas yang displastik adalah anomali yang 
        berhubungan yang terletak dibagian lain dari badan.
             Hidrosefalus mungkin terjadi sebelum diperbaikinya 
        sefalosel, atau mungkin terbentuk setelah operasi.  In- 
        sidens hidrosefalus yang menyertai pada ensefalosel ok- 
        sipital adalah 25 persen pada meningosel dan 66  persen 
        pada ensefalosel. Hidrosefalus yang bersamaan pada  en- 
        sefalosel  anterior jarang. Seperti pada spina  bifida, 
        insidens hidrosefalus lebih tinggi pada sefalosel  yang 
        mengandung  jaringan otak. Insidens  hidrosefalus  yang 
        menyertai pada ensefalosel oksipital adalah hampir sama 
        dengan pada mielomeningosel.
        
        
        Pertimbangan Operasi
        
        Karena ensefalosel tidak sesering mielomeningosel, kri- 
        teria untuk tindakan terpilih belum banyak  dilaporkan. 
        Lorber dan Schofield melaporkan pada ensefalosel  oksi- 
        pital, indikator prognostik yang menggembirakan adalah: 
        (1) tiadanya jaringan otak  pada  kantung  (meningosel) 
        dan (2) ensefalosel kecil. Tiadanya hidrosefalus  bukan 
        faktor  penting untuk survival. Mereka  mengajukan  hal 
        berikut  sebagai pemburuk utama kemungkinan  prognostik 
        saat  lahir: (1) mikrosefali, (2) adanya jaringan  otak 
        didalam kantung (meningoensefalosel), dan (3) ensefalo- 
        sel  besar. Bila mikrosefali berhubungan dengan  hernia 
        otak masif, sulit untuk mengurangi jaringan otak  keda- 
        lam rongga intrakranial secara operasi.
             Sebagai  pegangan, sefalosel harus diperbaiki  se- 
        gera.  Sefalosel dengan kebocoran CSS harus  diperbaiki 
        dengan  dasar emergensi. Bila sefalosel  besar  sekali, 
        juga  harus diperbaiki segera untuk  mencegah  infeksi, 
        karena puncak sefalosel menjadi nekrotik oleh  gangguan 
        sirkulasi darah bila belum ditindak dan mungkin  terin- 
        feksi. Bila sefalosel kecil, perbaikan mungkin  ditunda 
        hingga dewasa.
             Baik  pendekatan operasi intrakranial dan  ekstra- 
        kranial  dapat digunakan untuk  memperbaiki  sefalosel. 
        Sefalosel frontal, posterior, dan frontonasal biasa di- 
        perbaiki  melalui pendekatan ekstrakranial.  Pendekatan 
        intrakranial biasa digunakan untuk ensefalosel  fronto- 
        ethmoid, nasofaringeal, orbital, dan sfenoidal.
             Prosedur  operatif untuk  memperbaiki  ensefalosel 
        posterior  terdiri dari tiga tindakan:   (1) sacplasty, 
        (2) duraplasty, dan (3) cranioplasty bila perlu.
             Sefalosel sangat besar dengan basis luas  memberi- 
        kan bahaya kehilangan CSS jumlah banyak secara tiba-ti- 
        ba, berakibat pergeseran otak ekstrem mendadak dan dii- 
        kuti gangguan sirkulasi darah batang otak. Setiap sefa- 
        losel  sering memerlukan prosedur operasi besar.  Dalam 
        usaha  mengurangi risiko, aspirasi berulang atau  drai- 
        nase  sinambung dari CSS bisa dilakukan prabedah.  Bila 
        otak yang mengalami herniasi tak dapat dikurangi dengan 
        mudah bahkan setelah aspirasi CSS dari kantung, jaring- 
        an otak yang mengalami herniasi dari leher kantung bisa 
        diamputasi  atau duraplasti dilakukan menggunakan  dura 
        manusia yang dibeku-keringkan, karena reduksi yang  di- 
        paksakan  akan meninggikan tekanan  intrakranial.  Bila 
        sefaloselnya besar, dilakukan pungsi atau aspirasi  se- 
        saat sebelum operasi. Operasinya relatif sederhana pada 
        kasus dimana defek tulang terletak diatas EOP. Bila de- 
        fek  tulang terletak diatas EOP, leher sefalosel  didi- 
        seksi  secara  hati-hati, tanpa mencederai  sinus  vena 
        yang berjalan sekitar leher. Pada tiap kasus, angiogra- 
        fi  serebral harus dilakukan prabedah  untuk  memeriksa 
        hubungan sefelosel dengan sinus vena. Bila defek tulang 
        terletak dibawah EOP, sefalosel sering bersamaan dengan 
        anomali fossa posterior dan sering sulit untuk diperba- 
        iki. Konsekuensinya prognosisnya biasa buruk. Ensefalo- 
        sel dikompartemen infratentorial sering berhubungan de- 
        ngan sisterna magna.
             Kebanyakan  ensefalosel anterior dicapai dari  in- 
        trakranial. Karena ensefalosel anterior yang relatif u- 
        mum  ada dua, ensefalosel frontonasal  dan  ensefalosel 
        fronto-ethmoidal,  ditindak dengan pendekatan  berbeda, 
        maka  diagnosis diferensial adalah penting.  Pendekatan 
        transnasal dan transoral mungkin dilakukan namun  tidak 
        umum digunakan karena lapang operasi yang sempit  serta 
        risiko kebocoran CSS yang tinggi. Operasi terdiri  dari 
        empat prosedur:
        
        1. Kraniotomi osteoplastik bifrontal dengan insisi  ku- 
           lit koronal.
        2. Amputasi otak yang herniasi.
        3. Kranioplasti dan dura plasti.
        4. Reseksi otak yang herniasi keekstrakranial dan dura- 
           plasti bila perlu.
        
        Pendekatan  intrakranial intradural  dan  ekstrakranial 
        biasanya dilakukan bersamaan (operasi satu tahap). Bila 
        ensefalosel  mempunyai kanal yang panjang, operasi  dua 
        tahap  bisa dilakukan. Otak yang herniasi kerongga  hi- 
        dung  atau faring mungkin ditindak  transpalatal.  Bila 
        terjadi  deformitas hidung dan hipertelorisme,  operasi 
        rekonstruksi mungkin perlu setelah perbaikan  ensefalo- 
        sel.