TUMOR EKSTRINSIK FOSSA POSTERIOR
NEURINOMA AKUSTIKA / NEUROFIBROMA
Tumor selubung saraf adalah tumor infratentorial terse-
ring, merupakan enam persen dari semua tumor intrakra-
nial primer. Biasanya tampak pada usia menengah (40-50
tahun) dan terjadi lebih sering pada wanita.
Adalah tumor yang jinak, tumbuh lambat yang teru-
tama terjadi pada bagian vestibuler saraf kranial VIII
dan terletak disudut serebelopontin; daerah bentuk baji
dikelilingi tulang petrosa, pons, dan serebelum. Jarang
timbul dari saraf kranial V.
Patologi
Terdapat dua jenis tumor selubung saraf:
Neurinoma (sin. neurilemmoma, schwannoma): tumbuh dari
sel Schwann, namun tumbuh pada permukaan batang saraf.
Neurofibroma: juga tumbuh dari sel Schwann, namun melu-
as difus pada batang saraf, memisahkan serabut dan fa-
sikulus saraf.
Neurofibroma merupakan bagian penyakit von Reck-
linghausen dan mungkin berhubungan dengan lesi lain se-
perti meningioma, stenosis akuaduktus, bercak cafe au
lait. Neurinoma biasanya lesi soliter, namun pada von
Recklinghausen dapat dijumpai tumor multipel. Perubahan
maligna terkadang terjadi, lebih sering pada neurofib-
roma.
Gambaran klinis
Pasien dengan tumor akustika sering mengeluh nyeri ok-
sipital pada sisi tumor. Sebagai tambahan dapat dijum-
pai kerusakan saraf VIII menyebabkan tuli sensorineural
progresif bertahap, yang ditemukan dalam beberapa bulan
atau tahun. Vertigo jarang dikeluhkan karena pertumbuh-
an tumor yang perlahan memungkinkan kompensasi. Hal se-
rupa, tinnitus biasanya minimal.
Kelemahan fasial secara mengejutkan jarang terjadi
walau jelas terjadi penekanan saraf VII. Kerusakan sa-
raf IX, X dan XII jarang terjadi namun terkadang tumor
yang besar menyebabkan kesulitan menelan, perubahan su-
ara dan kelemahan palatal. Kerusakan saraf V menyebab-
kan nyeri fasial, baal dan parestesia. Depresi refleks
korneal adalah tanda dini yang penting.
Penekanan akuaduktus dan ventrikel keempat bisa
menyebabkan hidrosefalus dengan tanda dan gejala pe-
ninggian TIK. Tumor yang besar dapat menekan serebelum
dan menyebabkan ataksia, inkoordinasi ipsilateral dan
nistagmus. Kerusakan pontin berakibat hemiparesis kon-
tralateral.
Pemeriksaan
Tes neuro-otologis: audiometri, tone decay, lodness re-
cruitment, diskriminasi suara, brain stem auditory evo-
ked potential, membantu membedakan tuli karena defisit
konduktif atau karena defisit sensorineural, baik defi-
sit kokhlear maupun retrokokhlear seperti tumor akus-
tik. Tes kalorik; secara tidak tetap menunjukkan tiada
atau terganggunya respons pada sisi yang terkena.
Tomografi meatus auditori internal (MAI): mungkin
memperlihatkan erosi dan dilatasi pada sisi yang terke-
na.
CT scan: Sering tampak dilatasi MAI. Kontras i.v. ada-
lah penting karena tumor akustika sering isodens. Sete-
lah pemberian kontras, tumor sangat diperkuat dan ter-
letak dekat MAI. Daerah sistik berdensitas rendah ter-
kadang tampak. Pasien dengan kompresi ventrikel keempat
mungkin memperlihatkan dilatasi ventrikel ketiga dan
ventrikel lateral.
CT scan metrizamida: pemasukan kontras kesisterna
basal (melalui pungsi lumbar atau sisternal) membantu
memastikan tumor akustika kecil yang muncul dari MAI.
Pilihan lain, insuflasi udara dapat digunakan. Tehnik
CT scan ini menggantikan ensefalografi miodil; kegagal-
an miodil memasuki MAI, secara tak langsung menunjukkan
adanya tumor akustika.
Pemeriksaan CSS: Sering memperlihatkan kadar protein
tinggi, yaitu hingga 10g/l. Pungsi kontraindikasi untuk
tumor yang besar.
Pengelolaan
Tindakan terhadap tumor akustika adalah pengangkatan o-
peratif. Pendekatan konservatif tidak memberikan apa-
apa; risiko operasi tergantung ukuran tumor, makin be-
sar tumor, makin besar mortalitas operasi dan makin ke-
cil kesempatan untuk mempertahankan fungsi saraf VII.
Tehnik
Pendekatan fossa media: Retraksi lobus temporal menam-
pilkan tumor akustik dan saraf fasial dari bawah. Ten-
torium serebeli dan sinus petrosus superior dipisahkan
bila perlu.
Pendekatan translabirintin: Pendekatan melalui sel uda-
ra mastoid dan labirin memungkinkan identifikasi segera
saraf fasial; diikuti dekompresi tumor dan pengangkatan
tumor.
Pendekatan suboksipital: Sudut serebelopontin dicapai
dari bawah dengan membuka tulang oksipital dan retrak-
si serebelum.
Debulking tumor membantu diseksi kapsul tumor dari
jaringan sekitarnya, termasuk saraf fasial. Menggerus
menjauhi atap meatus internal menampilkan tumor dan sa-
raf fasial yang terletak didalam kanal.
Semua cara mempunyai alasan masing-masing. Terba-
tasnya lapang pandang atas struktur batang otak pada
pendekatan translabirintin tidak layak untuk tumor yang
besar. Tak dapat dielakkan bahwa pendekatan ini merusak
pendengaran. Pada tumor yang sangat kecil (yang biasa-
nya timbul dari bagian vestibuler saraf), pengangkatan
hati-hati melalui jalan suboksipital mungkin menyela-
matkan fungsi saraf kokhlear seperti juga fasial.
Hasil
Tingkat mortalitas berhubungan dengan ukuran tumor dan
mencapai 20 persen pada tumor sangat besar. Kematian
biasanya akibat kerusakan struktur vaskuler penting
(seperti arteria serebeler anterior inferior) atau aki-
bat pembengkakan serebelum pasca bedah. Insidens penga-
manan saraf fasial juga tergantung ukuran tumor. Pada
kebanyakan pasien dengan tumor kecil (misal dibawah 2
sm) integritas saraf fasial dapat dipertahankan, diban-
dingkan dengan 20 persen pada tumor besar (misalnya le-
bih dari 4 sm), walau pemulihan mungkin perlu waktu
berbulan-bulan. Penutupan kelopak mata tak lengkap
mungkin memerlukan tarsorafi untuk mencegah ulserasi
kornea. Bila palsi saraf fasial menetap, anastomosis
hipoglosal-fasial mungkin memberikan perbaikan hasil
akhir kosmetik.
Kesulitan menelan akibat kerusakan saraf kranial X
jarang menetap; pemberian cairan i.v. atau oral dengan
hati-hati selama periode ini akan mencegah aspirasi.
Pada 10-30 persen pasien, pengangkatan tumor tak
lengkap berakibat rekurensi tunda dan memerlukan opera-
si selanjutnya. Pada orang tua, pengangkatan subtotal
intrakapsuler intensional mungkin merupakan pendekatan
yang paling aman.
NEURINOMA TRIGEMINAL
Neuronoma jarang berasal dari ganglion trigeminal atau
akar saraf. Ia terletak difossa media atau meluas kesu-
dut serebelopontin, menekan struktur sekitarnya: sinus
kavernosa, otak tengah dan pons, serta mengerosi apeks
tulang petrosa.
Gambaran klinis biasanya berjalan lama: nyeri fa-
sial, parestesi, dan baal. Kompresi struktur fossa pos-
terior berakibat nistagmus, ataksia dan hemiparesis.
Foto polos tengkorak memperlihatkan erosi apeks
petrosa dan CT scan memperlihatkan lesi yang diperkuat
meluas ke fossa media dan posterior.
Pengelolaan
Pengangkatan operatif, bahkan subtotal, memberikan ke-
untungan dalam jangka lama. Tumor dicapai baik melalui
fossa media atau melalui kraniektomi suboksipital, ter-
gantung daerah predominan.
MENINGIOMA
Sekitar delapan persen dari semua meningioma intrakra-
nial terjadi difossa posterior.
Gambaran Klinis
Sangat tergantung lokasi tumor. Yang timbul diatas kon-
veksitas serebeler mungkin tidak menampilkan gejala
hingga massa mengobstruksi aliran CSS. Meningioma yang
terjadi disudut serebelopontin mungkin mengenai semua
saraf kranial dari V hingga VIII. Meningioma klivus
mungkin tampil dengan palsi saraf VI bilateral sebelum
penekanan pontin menyebabkan tanda traktus panjang.
Tumor yang tumbuh pada foramen magnum, menekan
sambungan servikomedullari, menimbulkan efek khas: ke-
lemahan piramidal dimulai dengan mengenai lengan ipsi-
lateral, diikuti tungkai ipsilateral, menyebar keanggo-
ta kontralateral dengan pertumbuhan tumor selanjutnya.
Pemeriksaan
CT scan mengidentifikasi lokasi tepat tumor. Kebanyakan
meningioma menguat homogen dengan kontras. Pada CT scan
sudut serebelopontin, tiadanya dilatasi MAI mendukung
diagnosis meningioma dibanding neurinoma akustik.
Pengelolaan
Seperti meningioma supratentorial, sasaran tindakan a-
dalah pengangkatan tumor lengkap. Difossa posterior,
terkenanya saraf kranial membuatnya menjadi sulit dan
mengesalkan.
SISTA EPIDERMOID/DERMOID
Sista yang berasal embriologis, terjadi dari sel yang
seharusnya menjadi epidermis atau dermis. Paling se-
ring terjadi disudut serebelopontin, namun bisa juga
disekitar sisterna supraseller, ventrikel lateral dan
fisura Sylvian, sering meluas dalam kejaringan otak.
Patologi
Tergantung sel asal.
Epidermoid (epidermis)): dinding sista tipis transparan
sering melekat erat kejaringan sekitar. Isinya: debris
yang berkeratinisasi serta kristal kolesterol membentuk
tampilan putih 'pearly'.
Dermoid (dermis): serupa diatas, namun lebih tebal, dan
sebagai tambahan, berisi folikel rambut dan jaringan
kelenjar. Sista dermoid garis tengah terletak difossa
posterior sering berhubungan dengan kulit permukaan me-
lalui defek tulang. Ini merupakan jalur potensial untuk
infeksi.
Gambaran KLinis
Bila terletak disudut serebelopontin, sista dermoid/e-
pidermoid sering menyebabkan neuralgia trigeminal. Te-
muan neurologis berkisar dari depresi refleks korneal
hingga palsi saraf kranial multipel. Ruptur dan terle-
pasnya kolesterol keruang subarakhnoid berakibat meni-
ngitis kimia yang berat dan terkadang fatal. Adanya
'dimple' suboksipital bersamaan dengan serangan mening-
itis infektif, harus meningkatkan kecurigaan sista der-
moid fossa posterior dengan fistula kutanosa.
Pemeriksaan
CT scan memperlihatkan lesi densitas rendah yang khas
(sering densitas 'lemak'), tak berubah setelah pembe-
rian kontras, atau memperlihatkan hanya sedikit pengu-
atan perifer. Mungkin terdapat kalsifikasi.
Tindakan
Perlengketan dinding sista kestruktur penting jelas
mencegah pengangkatan lengkap, namun evakuasi isi mem-
berikan perbaikan gejala. Rekoleksi debris yang berke-
ratinisasi memerlukan beberapa tahun.