ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M.Djamil/FK-UNAND Padang.

Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

8. INFEKSI
A. Sistema Pertahanan Tubuh dan Invasi Mikrobial
B. Infeksi Sistemik pada Pasien Bedah Saraf
yang Dirawat Intensif
C. Infeksi Bakterial SSP
D. Infeksi Virus pada SSP
E. Sindroma Immunodefisiensi Didapat (AIDS)
F. Infeksi Fungal pada SSP
G. Infeksi Parasit pada SSP
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
 

        
        INFEKSI FUNGAL PADA S.S.P
        
        Fungi adalah organisme yang terdapat dimana-mana dengan 
        virulensi rendah yang menjadi patogenik pada lingkungan 
        tertentu seperti depresi immunitas bermedia sel, neutro 
        penia,  dan  terapi antibiotika sistemik  jangka  lama. 
        Tidak jarang menginvasi otak.
             Infeksi  fungal  kini  didiagnosis  lebih   sering 
        karena  bertambahnya kewaspadaan atas  setiap  infeksi, 
        biopsi  dan tehnik diagnostik lebih baik,  bertambahnya 
        pasien  yang  mendapat  antibiotika  jangka  lama,  dan 
        bertambahnya perjalanan ke, dan immigrasi dari,  daerah 
        infeksi  endemik. Misdiagnosis dan  terlambatnya  diag-
        nosis umum dilakukan. Masalah ini secara umum  berperan 
        atas   kegagalan  mengejar  diagnosis  laboratori   dan 
        jaringan.  Kompetensi sistema immun adalah faktor  yang 
        penting  dalam  preseleksi  patogen  fungal   spesifik: 
        Cryptococcus,  Coccidioides, Histoplasma,  dan  Blasto-
        myces  dapat  menginfeksi orang sehat,  sedang  infeksi 
        fungal  lain terjadi hampir selalu pada  pasien  dengan 
        immunitas   seluler  yang  terganggu.  Terkenanya   SSP 
        mungkin   disseminata,  menyebabkan   meningitis   atau 
        meningoensefalitis;   atau  fokal,  menyebabkan   abses 
        granulomatosa.
             Berbeda   dengan  infeksi  bakterial,   meningitis 
        fungal  cenderung  dimulai  ringan  dengan   perburukan 
        bertahap.  Nyeri  kepala, kaku kuduk,  demam,  letargi, 
        status mental depresi, dan palsi saraf kranial  mungkin 
        tampak.   Cryptococcus,  Coccidioides,   Candida,   dan 
        Aspergillus   umum  tampil  sebagai   meningitis   atau 
        meningoensefalitis.  Tanda dan gejala klinis  tak  bisa 
        dibedakan  dari  semua bentuk meningitis  kronik  lain. 
        Pleositosis CSS adalah limfositik, protein CSS  sedikit 
        meninggi,  dan glukosa CSS biasanya berkurang.  Umumnya 
        fungi  sulit  dibiak  dari darah  dan  CSS,  serta  tes 
        serologis kurang sensitif, sebagian karena terganggunya 
        immunitas seluler umum terjadi pada pasien ini. CT scan 
        tidak  selalu  membantu pada  meningitis  fungal,  tapi 
        mungkin  memperlihatkan hidrosefalus,  komplikasi  dari 
        meningitis  kronik.  MRI dapat  efektif  memperlihatkan 
        penguatan basiler dan inflamasi.
             Abses  otak tunggal atau multipel  mungkin  tampil 
        dengan  kejang,  nyeri kepala, status  mental  depresi, 
        atau defisit neurologis fokal, sering bersamaan  dengan 
        pneumonia.  Patogen  yang  umum  adalah   Cryptococcus, 
        Aspergillus,  Nocardia, Blastomyces,  Actinomyces,  dan 
        Histoplasma.
        
        
        CRYPTOCOCCOSIS
        
        Cryptococcus  neoformans,  organisme tanah  yang  umum, 
        adalah meningitis fungal terbanyak yang terjadi di USA. 
        Abses  granulomatosa  kriptokokal  juga  telah  dikenal 
        baik, namun jarang terjadi. Cryptococcosis terjadi baik 
        pada  orang  sehat  maupun dengan  sistema  immun  yang 
        terganggu.  Ia  penyebab kematian  dan  kesakitan  yang 
        bermakna pada pasien AIDS, infeksi terjadi pada sekitar 
        10 %  pasien. Saluran respirasi adalah  daerah  infeksi 
        primer, dan disseminasi hematogen adalah sumber infeksi 
        SSP tersering. Apus tinta india dari CSS hanya  positif 
        pada  50 % kasus; namun antigen kapsuler dapat  dilacak 
        dengan fiksasi komplemen pada sekitar 90 % kasus.
             Dua regimen terapi saat ini dipakai untuk menindak 
        meningitis kriptokokal, berdasar penelitian pada pasien 
        AIDS: amfoterisin B IV (0.3-0.7 mg/kg/hari) dikombinasi 
        dengan flusitosin (150 mg/kg/hari) dan flukonazol  oral 
        (150-400  mg/hari).  Proporsi  responder  masing-masing 
        50 % dengan mortalitas 25 %; namun pasien yang diterapi 
        flukonazol  lebih lambat mancapai CSS yang  bersih  dan 
        mempunyai mortalitas yang tinggi selama minggu  pertama 
        terapi.  Karenanya  amfoterisin  B  dengan  atau  tanpa 
        flusitosin dianjurkan untuk minggu awal terapi.  Fluko-
        nazol  yang  kurang  toksik yang  diberikan  per  oral, 
        dibedakan  karena  waktu  paruh  yang  lebih   panjang, 
        pemberian oral sekali sehari, dan penetrasi CSS tinggi, 
        lebih disukai untuk pemakaian terapi kronis.
        
        
        COCCIDIOIDES
        
        Coccidioides immitis biasa terdapat pada tanah setengah 
        kering   di  Amerika.  Bisa  menginvasi  tanpa   adanya 
        kelainan  lain  yang menyertai; hampir  selalu  melalui 
        saluran nafas. Walau kelainan ini dapat tampil  sebagai 
        infeksi  SSP saja, biasanya didahului  riwayat  keluhan 
        respirasi.  Pada  pasien  dengan  gangguan   immunitas, 
        meningitis  bisa  terjadi  sebagai  infeksi  diseminata 
        sistemik letal. Coccidiomycosis sering tidak  ditemukan 
        hingga  penyakit telah menetap dengan eksudat  sisterna 
        basal proteinaseosa tebal; jadi hidrosefalus dan  palsi 
        saraf kranial mungkin timbul. Hidrosefalus dapat sangat 
        mempersulit terapi. Tes fiksasi komplemen atas antibodi 
        CSS positif pada setengah kasus.
             Sebelum   dikenal   amfoterisin   B,    mortalitas 
        meningitis  coccidioidal  mencapai  100 %.   Pengobatan 
        dengan  pemberian amfoterisin B IV dan intratekal  atau 
        intrasisternal  menurunkan mortalitas  hingga  30-50 %. 
        Namun  amfoterisin  B memiliki efek  buruk  yang  jelas 
        hingga  membatasi  penggunaan  kllinis  dan   pemberian 
        intratekal  berbulan-bulan  menjadi  sulit.   Karenanya 
        dianjurkan  pemasangan  reservoir  CSS  subkutan.  Efek 
        samping   amfoterisin  B  yang  diberikan  CSS   adalah 
        meningitis kemikal, arakhnoiditis, infarksi kord tulang 
        belakang,  perdarahan intrasisternal, dan  superinfeksi 
        bakterial pada reservoir. Relaps, sering beberapa tahun 
        setelah  terapi  yang berhasil,  sering  dijumpai  pada 
        coccidiomycosis.
             Azol  diketahui  sangat  efektif  dalam   menindak 
        coccidiomycosis  sistemik, namun penelitian  awal  atas 
        meningitis  dengan  mikonazol  dan  ketokonazol   tidak 
        menjanjikan.   Flukonazol   diketahui   efektif   dalam 
        pengobatan meningitis, digunakan sebagai terapi tunggal 
        atau   kombinasi  dengan  amfoterisin  atau   mikonazol 
        intratekal.
        
        
        CANDIDIASIS
        
        Candidiasis  jarang  pada  orang  sehat,  walau   biasa 
        didapat   pada  flora  orofaringeal.   Berbeda   dengan 
        meningitis  fungal lainnya, sumber infeksi  SSP  sering 
        primer  bukan  pada pernafasan, namun  penyebaran  dari 
        intestinal,  uriner atau kateter vaskuler.  Candidiasis 
        sering   merupakan  komplikasi  lambat  atas   tindakan 
        berbagai  keadaan kelemahan, dan insidens  yang  tinggi 
        infeksi  SSP ditemukan pada autopsi.  Walau  meningitis 
        lebih  sering, juga ditemukan abses otak  granulomatosa 
        candidal. Candida albicans serta spesies lain  dijumpai 
        pada meningitis pasien AIDS dan infeksi alat pintas.
             Tindakan  dengan mikonazol, IV dan IV  dikombinasi 
        intratekal,  memperlihatkan  hasil  memuaskan.  Reseksi 
        bedah  atas  granuloma diikuti  terapi  anti  mikrobial 
        memberikan hasil akhir memuaskan.
        
        
        ASPERGILLOSIS
        
        Aspergillus  adalah fungi paling  banyak  dilingkungan. 
        Semula  dijelaskan  sebagai infeksi fokal  yang  jarang 
        akibat  dari  perluasan  infeksi  sinus,  aspergillosis 
        adalah infeksi diseminata dengan prevalensi  meningkat, 
        kedua  setelah  C. neoformans  sebagai  infeksi  fungal 
        tersering   pada  SSP  pada  pasien   dengan   gangguan 
        immunitas.  Infeksi SSP opportunistik oleh  Aspergillus 
        biasanya didahului infeksi pulmoner dan dikira  melalui 
        penyebaran  hematogen. Meningitis,  ensefalitis,  abses 
        otak  soliter  atau  multipel,  dan  vaskulitis   telah 
        diketahui.  Invasi vaskuler dengan vaskulitis  nekrotik 
        dan embolisasi sering terjadi pada kelainan  diseminata 
        SSP,  hal yang khas pada Phycomyces. Aneurisma  mikotik 
        serebral bisa terjadi. Ditemukan kelainan yang  didapat 
        dari  komunitas pada pasien immunokompeten berupa  lesi 
        massa soliter pada apeks orbit, dan menjadi  diseminata 
        setelah  reseksi;  karenanya hal ini  harus  dipikirkan 
        pada  pasien  yang immunologis tak  terganggu.  Infeksi 
        aspergillus   pada  ruang  diskus  pada   pasien   yang 
        terganggu sistema immunnya juga dijumpai. 
             Amfoterisin  B dengan atau tanpa  flusitosin  atau 
        rifampin,  adalah terapi medikal optimal.  Dosis  kumu-
        latif  amfoterisin  B 450-2300 mg  dilaporkan  berhasil 
        dengan   baik.  Bila  terjadi  massa   yang   diskreta, 
        dilakukan  kraniotomi  reseksi  atau  aspirasi  stereo-
        taktik.  Bahkan dengan terapi agresif, prognosis  buruk 
        dan survival jarang.
        
        
        PHYCOMYCYTES
        
        Walaupun  penyebaran  hematologis adalah  jalur  primer 
        kebanyakan infeksi SSP, terkadang abses fungal  terjadi 
        setelah  kontaminasi  langsung pada otak  dari  infeksi 
        berdekatan.  Ini  umum tampak pada  infeksi  Zygomyces, 
        terutama  mucormycosis,  agen yang lebih  agresif  yang 
        sering menyebabkan serebritis difusa.
             Mucormycosis  adalah  contoh  ensefalitis   fungal 
        difusa,  terjadi  paling  sering  pada  pasien   dengan 
        diabetes  mellitus dan immunitas  terganggu.  Organisme 
        ini lebih menyukai mengenai vaskulatur serebral  dengan 
        akibat   iskemia,  trombosis,  dan   infarksi   sebagai 
        tambahan  atas  inflamasi.  Jaringan  orbit  dan  sinus 
        paranasal sering terkena. Tindakan termasuk  debridemen 
        jaringan  terinfeksi  dan devital,  perawatan  kelainan 
        yang  mendasari, dan amfoterisin B sistemik.  Prognosis 
        buruk   walau   dengan  tindakan,   kecuali   diagnosis 
        ditegakkan dini.
        
        
        ACTINOMYCOSIS
        
        Actinomyces israelii adalah suatu bakteri anaerob  gram 
        positif  yang  biasa dijumpai pada flora  oral  normal. 
        Dibicarakan dibab ini karena riwayatnya yang  mengkate-
        gorikannya kedalam infeksi fungal. Actinomycosis tampil 
        sebagai  abses otak tunggal, dan secara jarang  sebagai 
        meningitis  basiler  purulen, dan  biasanya  penyebaran 
        langsung  dari  infeksi telinga  atau  mandibula  walau 
        penyebaran  hematogen  dari kelainan  pulmoner  menjadi 
        lebih  utama. Tindakannya terdiri dari  drainasi  serta 
        penisilin IV untuk 3-4 bulan.
        
        
        NOCARDIOSIS
        
        Nocardia adalah aerob gram positif yang juga sejarahnya 
        dikategorikan kedalam bakteri 'fungus-like'.  Nocardio-
        sis  SSP  biasanya sekunder atas  penyebaran  hematogen 
        dari  infeksi  pulmoner, dan  biasanya  tampil  sebagai 
        abses,  walau  meningitis purulen juga  terjadi.  Abses 
        biasanya multipel dan multilokuler. Pembentukan  kapsul 
        terjadi  dengan  buruk. berbeda  dengan  actinomycetes, 
        nocardia  cenderung resisten penisilin.  Tindakan  yang 
        dianjurkan adalah sulfametoksazol 4-8 gr/ hari untuk 6-
        12  bulan.  Drainasi  diindikasikan  untuk  abses  yang 
        terjangkau;   namun   pengelolaan  non   bedah   pernah 
        dilaporkan.