Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon. saanin@padang.wasantara.net.id Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.
8 . I N F E K S I ______________________________________________________________________ SISTEMA PERTAHANAN TUBUH DAN INVASI MIKROBIAL Interaksi kompleks antara mikroorganisme patogenik dengan tubuh menentukan apakah infeksi akan berkembang. Kemampuan organisme menginfeksi tubuh tergantung pada kemudah-terancamannya tubuh. Beberapa patogen dapat memulai penyakit pada orang sehat, organisme lainnya yang kurang virulen menyebabkan penyakit hanya bila sistema pertahanan tubuh terganggu. Pengertian akan sistema pertahanan tubuh diperlukan untuk melihat metoda yang mungkin untuk pemusnahan infeksi. Komponen pertama sistema pertahanan tubuh adalah penyekat epitelial. Epidermis, epitelium respiratori, serta epitelium gastrointestinal memiliki mekanisme khusus menghadapi invasi bakterial yang mengancam. Organisme virulen mengembangkan cara untuk melekat pada reseptor permukaan epitelial tubuh serta menghancurkan penyekat tersebut; beberapa bakteri mensekresikan eksotoksin yang merusak keutuhan mukosal, sedangkan beberapa virus secara selektif diendositosis oleh epitelium mukosal. Setelah endotelium rusak, organisme harus menghadapi bagian kedua pertahanan tubuh pada ruang interstitial. Komplimen protein dan antibodi bergabung dengan mikroba dan menstimulasi pembebasan modulator yang akan memacu vasodilatasi, merangsang kemotaksis leukosit, dan menambah fagositosis. Reaksi inflamasi non spesifik ini tergantung makrofag dan neutrofil untuk eliminasi mikrobial. Sel-sel ini secara tidak spesifik memfagositosis partikel asing dan enzim yang disekresi, spesies oksigen reaktif, serta mediator berasal lipid yang disiapkan untuk membunuh mikroba dan mungkin mencederai jaringan normal sekitarnya. Mikroba mengembangkan mekanisme yang kompleks untuk menghadapi pertahanan seluler ini. Kapsul Streptococcus pneumoniae dan Hemophilus influenzae menghambat fagositosis. Eksotoksin yang diproduksi Streptococcus pyogenes, Streptococcus aureus, dan Clostridia membunuh neutro- fil. Virus dan Mycobacterium sp. memproduksi protein penghambat lisosomal hingga memungkinkan mereka tetap hidup dalam makrofag setelah fagositosis. Bila populasi neutrofil pada tubuh ditekan, maka infeksi oportunis oleh fungi dan infeksi fulminan Pseudomonas aeruginosa menjadi masalah besar. Makrofag jaringan, termasuk mikroglia otak adalah sangat penting dalam meringankan reaksi inflamatori. Mereka menghasilkan sitokin yang akan memacu penarikan neutrofil kedaerah inflamasi, memacu pertumbuhan fibro- blas dan endotelium yang memulai proses perbaikan, dan mengaktifkan limfosit yang memulai reaksi imun spesifik mikroba. Respon imun spesifik untuk menghadapi mikroba tergantung populasi limfosit badan, satu-satunya sel yang mencari antigen mikrobial spesifik. Subset yang berbeda dari limfosit menunjukkan fungsi yang berbeda pada respons imun. Subset limfosit T helper, mengandung reseptor permukaan CD-4, mengatur respon sistema imun terhadap infeksi. Diberi tanda oleh makrofag melalui sitokin serta adanya antigen mikrobial permukaan, sel T CD-4 mensekresikan sitokin dan mengaktifkan makrofag dan subset sitolitik limfosit T untuk memulai respon imun bermediasi sel, secara selektif akan melisiskan organisme dan sel tubuh yang terinfeksi. Gangguan terhadap imunitas bermediasi sel biasa pada terapi steroid, kelainan mieloproliferatif, transplantasi, dan sindroma imunodefisiensi didapat (AIDS), menyebabkan kesulitan dalam mengatasi patogen intraseluler seperti Listeria monocytogenes, Criptococcus, Toxoplasma, Aspergillus, Nocardia, dan Mycobacterium sp. Sel T CD-4 juga memulai respon imun humoral dengan mensekresikan sitokin yang mengaktifkan limfosit B untuk menghasilkan antibodi spesifik mikroba. Defisiensi imunitas humoral sering dijumpai setelah khemoterapi, dan semua pasien ini berisiko infeksi S. pneumoniae dan H. influenzae. Perlunya sitokin pada respon inflamatori dan fungsi imunologis jangan terlalu diutamakan. Tidak semua aspek reaksi tubuh akan bermanfaat terhadap organisme tubuh. Sistema pertahanan tubuh mungkin bertanggung-jawab atas kebanyakan keadaan patologis pada beberapa infeksi SSP. Perbaikan yang nyata pada morbiditas dan morbilitas infeksi SSP terjadi karena lahirnya obat-obat antimikrobial; mungkin langkah terbesar adalah tergantung pada obat yang merubah respon inflamatori nonspesifik atau respon imun. Farmakologi modulator dari inflamasi dan sitokin berkembang cepat yang menjanjikan akan perbaikan dalam outcome setelah infeksi SSP.