7. INTERPRETASI PENCATATAN T.I.K
TEKANAN INTRAKRANIAL NORMAL
TIK bukan keadaan yang statik, namun berubah oleh be-
berapa faktor. Tekanan CSS merupakan kualitas pulsatil
pada dua frekuensi berbeda, yang pertama sinkron dengan
denyut arterial dan yang lain lebih lambat, pada saat
bernafas.
Selama pencatatan TIK, kecepatan kertas pencatat
dan kekuatan penguatan tekanan diatur hingga memungkin-
kan mengindentifikasi bentuk gelombang vaskular. Sebab-
nya adalah pulsasi arterial pembuluh besar didalam otak
yang mengakibatkan osilasi volume sistem ventrikular (
Bering, 1955). Bentuk gelombang tekanan CSS sama dengan
tekanan darah sistemik dan terdapat tiga komponen kon-
sisten, gelombang perkusi (P1), gelombang tidal (P2),
gelombang dikrotik (P3). Takik dikrotik antara P2 dan
P3 berhubungan dengan takik dikrotik pulsasi arterial.
Selama peninggian TIK, bentuk gelombang denyut CSS ber-
ubah, menunjukkan kontribusi berbeda oleh siklus respi-
rasi dan vaskular (Cardoso, 1983 dan Takizawa, 1986).
Saat TIK meninggi, amplitudo komponen aterial dari ge-
lombang TIK meninggi, disaat komponen respiratori dan
vena menjadi relatif kurang jelas. Dengan perubahan ini
mungkin penyebab peninggian TIK dapat diidentifikasi,
seperti bendungan vaskuler atau edema otak, hingga
mengarahkan pada terapi spesifik.
Gelombang respiratori sinkron dengan perubahan pa-
da tekanan vena sentral, menggambarkan tekanan intrato-
rasik. Ini jelas pada pasien dengan ventilator.
Dalam keadaan normal, amplituda denyut kardiak se-
kitar 1.1 mmHg, dan kombinasi variasi kardiak dan res-
piratori sekitar 3.3 mmHg (Bradley, 1970).
Mungkin lebih akurat untuk mengatakan 'tekanan-
tekanan intra kranial' dari pada tekanan singel. Dalam
keadaan normal, berbagai cara untuk mengukur TIK, ja-
rum pada rongga subarakhnoid lumbar, sisterna magna,
atau ventrikel lateral, atau transduser yang diimplan-
tasikan dirongga supratentorial, akan mencatat tekanan
yang sama, karena hubungan bebas CSS menyebabkan efek
tekanan yang ekual. Pada beberapa keadaan dimana TIK
meninggi, keadaan tersebut tidak berlaku lagi. Obstruk-
si jalur CSS terjadi, dan pencatatan yang benar dari
TIK hanya dapat diambil dari tempat pencatatan disebe-
lah rostral sumbatan.
Tekanan Intrakranial Rata-rata (T.I.R)
(M.A.P/Mean Intracranial Pressure)
Pengukuran dilakukan diakhir ekspirasi dan ditentukan
sebagai:
TIR = tekanan diastolik + 1/3 tekanan nadi
Perhitungan ini dapat diperlihatkan oleh bentuk denyut
gelombang dan karenanya lebih akurat dari rata-rata a-
ritmetik. Formula serupa digunakan menghitung rata-rata
denyut arterial dan ternyata memberikan hasil peng-
ukuran yang baik dari TIR. Pilihan lain, tekanan rata-
rata dapat dihitung dari:
tekanan sistolik + (2 X tekanan diastolik)
3
Definisi Peninggian T.I.K
TIK normal adalah 0-10 mmHg. Dalam prakteknya, batas
paling atas pada pasien yang mendapat pemantauan TIK
yang sinambung adalah 15 mmHg pada dewasa, sedang pada
anak lebih rendah yaitu 5 mmHg pada anak 5 tahun dan 3
mmHg pada neonatus.
Tekanan Perfusi Serebral/T.P.S
(C.P.P/Cerebral Perfussion Pressure)
Alasan utama mengukur TIK dalam mmHg adalah untuk
menghubungkannya dengan tekanan darah. Karena tekanan
vena intraserebral dipertahankan pada tingkat tepat di-
atas TIR, TPS (perbedaan antara tekanan arterial dan
vena serebral) lebih baik diperhitungkan sebagai per-
bedaan antara tekanan rata-rata arterial sistemik dan
TIR (Miller, 1972).
Saat mengukur TIK dan TD bersama-sama, penting
menggunakan tingkat referensi bersama untuk kedua
transduser. Misalnya bila pasien dirawat dengan kepala
terangkat, masing-masing transduser harus setinggi fo-
ramen Monro.
Tekanan perfusi lebih kecil dari 80 mmHg umumnya
berhubungan dengan outcome yang lebih buruk pada pende-
rita cedera kepala. Penggunaan CPP lebih dianjurkan di-
banding TIK semata. Rosner dan Daughton menganjurkan
pengelolaan cedera kepala dengan dasar mempertahankan
CPP.
INTERPRETASI PELACAKAN T.I.K
Dua jenis informasi penting mungkin diperjelas oleh
pencatatan TIK, yaitu tingkat garis dasar dan variasi
dari tekanan yaitu gelombang. Dengan kata lain, pening-
gian TIK mungkin menetap atau periodik.
Tekanan Garis Dasar (Baseline Pressure)
Batas atas normal TIK untuk sementara bertambah setiap
saat pasien batuk atau menggeliat, dan setiap pening-
katan dapat mencapai tingkat yang ekstrem (100 mmHg).
Ini menjadi penting hanya bila peninggian bertahan se-
menit atau lebih.
Lundberg menganjurkan bahwa tingkat rata-rata di-
atas 20 mmHg harus diingat sebagai peninggian sedang
dan tingkat diatas 40 mmHg sebagai peninggian berat.
Tingkat normal 0-10 mmHg
TIK abnormal diatas 15 mmHg
Peninggian sedang 21-40 mmHg
Peninggian berat diatas 40 mmHg
Peninggian menetap TIK garis dasar adalah penting, na-
mun makna klinik tergantung pada keadaan patologi yang
mendasarinya. Pasien dengan lesi intrakranial yang me-
luas, peninggian TIK sedang dalam daerah 15-20 mmHg
mungkin dapat ditolerasi dengan baik namun peninggian
diatas 40 mmHg biasanya berhubungan dengan penurunan
aktifitas listrik serebral dan tanda klinik dari is-
kemia serebral. Bila hipertensi intrakranial tidak ber-
samaan dengan distorsi otak, seperti pada hipertensi
intrakranial jinak atau pada hidrosefalus komunikans,
peninggian tingkat TIK bahkan hingga 75 mmHg mungkin
ditolerasi untuk waktu yang singkat.
Bila terdapat peninggian TIK yang intermiten, dua
kali lebih sering terjadi pada malam hari. Ini mungkin
bersamaan dengan periode tidur gerak mata cepat (REM),
dimana hubungan antara keduanya adalah peningkatan VDS.
Kemungkinan peninggian TIK pada malam hari harus di-
ingat oleh petugas perawatan intensif (Marshall, 1978).
VARIASI T.I.K
Lundberg mengidentifikasi tga jenis variasi TIK ber-
beda, gelombang A, B dan C. Dalam prakteknya sulit me-
nentukan parameter masing-masing dan akhir-akhir ini
cenderung untuk menggunakan istilah deskriptif seperti
gelombang plato, gelombang satu per menit dll.
Gelombang Plato atau Gelombang A
Tahun 1927 Grant menemukan gelombang yang tak diharap-
kan pada tekanan CSS lumbar pada penderita kraniofa-
ringioma berusia 15 tahun. Guillaume dan Janny (1951)
menyebutnya sebagai coups d'hypertension. Gelombang
plato secara klinis sangat penting karena menunjukkan
pengurangan compliance intrakranial yang berbahaya. Ia
meninggi secara bertingkat dari TIK yang mendekati nor-
mal atau sedikit meninggi hingga 50 mmHg atau lebih dan
bertahan untuk 5-20 menit sebelum berkurang secara ta-
jam hingga bahkan kebawah tingkat semula. Walau ia di-
namakan karena puncaknya yang datar, ia mungkin iregu-
ler dan mempunyai puncak. Ia dapat dipresipitasi dengan
aktifitas atau oleh perubahan PCO2, paling sering tam-
pak pada pasien dengan tumor intrakranial dan mungkin
bersamaan dengan perburukan neurologis. Tanda dan geja-
la umumnya diamati selama gelombang plato yang khas a-
dalah nyeri kepala, mual, muntah, pernafasan periodik,
flushing wajah, konfusi dan berbagai fenomena motor
seperti gerakan klonik dan rigiditas tonik tungkai
(Cooper dan Hulme, 1966).
Gelombang plato adalah akibat dari episode vasodi-
latasi serebral, dengan peninggian VDS namun tidak ADS.
Terjadi karena peninggian TIK menekan vena bridging dan
karenanya outflow vena serebral ke sinus sagittal (Ros-
ner dan Becker, 1984).
Sering ditemukan perubahan episodik TIK yang mana
mulai dan berakhir sekonyong-konyong seperti gelombang
plato, namun tidak mencapai 50 mmHg. Ini kadang-kadang
disebut gelombang pra-plato. Gelombang lain misalnya
gelombang ramp, scallop, prolonged plateau yang ber-
langsung 30-60 menit dll. Namun yang terpenting adalah
gelombang plato karena menunjukkan sistem kraniospinal
dalam keadaan tight, biasanya akibat lesi desak ruang.
Gelombang B
Jenis gelombang tekanan yang paling sering, walau ku-
rang menunjukkan kepentingan klinis dibanding gelombang
plato adalah gelombang B. Ia berupa osilasi ritmik,
berpuncak tajam dan terjadi sekali setiap satu atau dua
menit, yang berarti TIK meninggi dalam pola kresendo
dari garis dasar yang berragam hingga ketingkat 20-30
mmHg lebih tinggi, kemudian turun mendadak tanpa pe-
rioda antara dari hipertensi intrakranial yang berlang-
sung.
Gelombang B sering bersamaan dengan perubahan fa-
sik pada respirasi yaitu pernafasan periodik dan ka-
renanya berhubungan langsung dengan PaCO2. Namun juga
tampak pada pasien dengan ventilasi artifisial dimana
PCO2 konstan. Faktor lain mungkin berperan, namun sum-
bernya diduga pada perubahan tonus serebrovaskuler dan
VDS.
Secara umum disetujui baik gelombang plato maupun
B adalah pertanda penting kegagalan kompensasi intra-
kranial dan masing-masing diperantarai oleh perubahan
VDS. Variasi gelombang B disebut gelombang ramp dan
mungkin tampak pada pasien hidrosefalus.
Gelombang C
Adalah osilasi ritmik dengan frekuensi 4-8/menit dengan
amplitudo lebih kecil dari gelombang B. Ia sinkron de-
ngan variasi spontan tekanan darah jenis Traub-Hering-
Meyer. Gelombang ini menunjukkan tahanan serebrovasku-
ler yang berkurang hingga perubahan tekanan arterial
langsung ditransmisikan ke bed vaskuler. Dilain fihak,
juga terjadi pada pasien normal dan tampaknya hanya se-
dikit mempunyai arti klinik.
Amplitudo Pulsa
Saat TIK meninggi diatas tingkat resting, amplitudo
komponen denyut kardiak tampak meninggi pada pelaca-
kan TIK dimana penguatan relatif dari komponen respira-
tori mungkin menurun. Jadi amplitudo denyut TIK bertam-
bah secara linear dengan peninggian TIK seperti diamati
Cushing, 1902.
Tekanan nadi mungkin juga bertambah sebelum TIR
meningkat. Ini secara klinik penting karena mungkin
menggambarkan bahwa perburukan dapat diprediksi dari
peninggian yang lanjut dari garis dasar TIK. Dengan ka-
ta lain, pelebaran amplitudo denyut pada tiadanya pe-
ninggian TIK menunjukkan gangguan cadangan atau com-
pliance intrakranial. Susah untuk menentukan batas ter-
atas amplitudo denyut normal, beberapa mengatakan anta-
ra 6-8 mmHg.
Artefak dan Masalah Interpretasi
Penting untuk mengetahui informasi mana yang dapat di-
buang saat membaca hasil pelacakan TIK dalam usaha un-
tuk mencegah kemungkinan terapi yang tidak tepat atau
tidak adekuat yang didasarkan pada data yang tidak aku-
rat. Tekanan nadi normal harus sekitar 3 mmHg. Pelacak-
an yang tak jelas berarti terdapat gelembung udara atau
sumbatan pada sistem dan tidak menunjukkan TIK secara
benar. Gelembung udara dapat mudah dibuang. Bila kate-
ter tersumbat, irigasi menggunakan 0.5-1 ml cairan da-
pat dilakukan disertai tehnik aseptik yang baik. Pembi-
lasan berulang menambah risiko infeksi dan terkadang
berakibat koleksi cairan yang terlokulasi sekitar tip
kateter; pencatatan tekanan menjadi tidak akurat.
Artefak akibat pasien gelisah mengganggu garis ma-
nometer menyebabkan defleksi dari pelacakan. Ini tampak
sebagai defleksi yang tajam diatas atau dibawah pen-
catatan.