9. PENGENDALIAN T.I.K YANG TINGGI
Pengobatan peninggian TIK harus dimulai sesegera mung-
kin. Pengalaman pada pengobatan pasien cedera kepala
menunjukkan bahwa tindakan dini dan agresif terhadap
peninggian TIK sedang akan mengurangi kejadian pening-
gian kemudian yang tak terkontrol (Saul dan Ducker, 19-
82; Marshall, 1983). Namun pasien dengan kelainan in-
traserebral akut seperti cedera kepala dan stroke harus
dianggap mempunyai TIK yang meninggi hingga dibuktikan
tidak. Pada semua tahap tindakan, yang dimulai pada
tempat kejadian, semua faktor yang dapat meninggikan
TIK harus dihindarkan.
Pemantauan TIK akan memberikan kewaspadaan yang
terbesar terhadap tindakan anestetik dan perawatan
standar yang akan meningkatkan TIK. Contohnya TIK mung-
kin meninggi ketingkat ekstrem saat dilakukan intubasi
bila cadangan volume intrakranial sudah berkurang kare-
na berbagai sebab. Membalik pasien, fisioterapi dada
dan pengisapan endotrakheal semua secara tajam mening-
gikan TIK bahkan saat pasien dalam paralisa. Pada pasi-
en dengan peninggian TIK, dianjurkan memberikan dosis
yang berulang barbiturat aksi pendek sebelum tindakan
tersebut.
Beberapa perhatian khusus harus selalu dilakukan
saat perawatan, intubasi dan anestesi terhadap pasi-
en. Harus dilakukan pemeriksaan ulang terhadap aspek
yang serupa bila TIK meninggi sebelum melakukan metoda
yang lebih aktif dan rumit untuk menguranginya (Shalit
dan Umansky, 1977)
TINDAKAN PRIMER
Prosedur perawatan standar yang dapat digunakan pada
semua pasien yang mengalami atau akan mengalami pe-
ninggian TIK (Jones dan Cayard, 1982); Kenning, 1981):
1 posisi: kepala terangkat (bila mungkin hingga 30o)
untuk mengurangi tekanan vena sentral. Walau pening-
gian kepala mengurangi TIK, mungkin terjadi pengu-
rangan tekanan arterial hingga mengurangi TPS, hingga
menambah kebutuhan akan pengawasan yang lebih hati-
hati (Roster dan Coley, 1986); Durward, 1983)
2 normotermia
3 pengurang nyeri adekuat
4 tidak ada konstriksi leher oleh postur yang tidak ba-
ik, tali endotrakheal atau bebat.
TINDAKAN AKTIF
Penting untuk mendasarkan kemungkinan penyebab pening-
gian TIK dalam pikiran setelah suatu cedera kepala:
1 lesi massa (klot atau kontusi)
2 penambahan volume darah serebral
3 penambahan air otak (edema)
4 penambahan CSS
Lesi massa harus dilacak dengan CT dan dibuang sesegera
mungkin. Penyebab utama peninggian TIK dalam 24 jam
pertama setelah cedera kepala mungkin dilatasi serebro-
vaskuler yang menyebabkan peninggian volume darah se-
rebral (Marmarou, 1987).
Edema otak kurang umum pada mulanya, kecuali seki-
tar kontusi otak, namun mungkin timbul belakangan. Obs-
truksi jalur CSS tidak biasa segera setelah cedera ke-
pala kecuali terdapat perdarahan intraventrikuler, yang
juga dilacak dengan CT scanning.
Ventilasi
Vaskulatur serebral paling peka terhadap perubahan PCO2
dari kadar normalnya sekitar 40 mmHg. Hubungan antara
ADS dan PCO2 arterial tetap linier hingga sekitar 20
mmHg dan pengurangan selanjutnya mempunyai sedikit e-
fek atas ADS. Bahkan pada cedera kepala berat pembuluh
darah serebral biasanya mempertahankan sedikit reaksi
terhadap PCO2 walau mungkin lebih kecil dari normal.
TIK berkurang dalam beberapa menit setelah hiperventi-
lasi, dan walau mekanisme penyangga pada CSS dan cairan
ekstraselular segera memulihkan pH kenormal, efeknya
mungkin berakhir dalam beberapa jam. Bagaimanapun a-
khirnya pembuluh darah berdilatasi lagi dan TIK mening-
gi lagi.
PCO2 tidak boleh dikurangi hingga kurang dari 25
mmHg. Pada titik ini efek vasokonstriktor dari hipokar-
bia sendiri akan menyebabkan hipoksia, dan kerusakan
sel iskemik. Sebagian dari efek ini mungkin melalui pe-
ngurangan curah jantung.
Cara pengontrolan ventilasi:
1 Intermittent positive pressure ventilation (IPPV)
Metoda yang paling umum dengan tekanan positif untuk
volume tertentu, diikuti oleh ekspirasi pasif hingga
tekanan atmosfer. Jadi tekanan rata-rata intratorasik
lebih tinggi dibanding respirasi spontan dan hal ini
mungkin meninggikan tekanan vena serebral, dan selan-
jutnya TIK.
2 Positive end expiratory pressure (PEEP)
Tekanan ekspirasi akhir adalah positif, mencegah ko-
laps alveolar (atelektasis) dan transudasi cairan ke-
dalam alveoli (edema paru-paru). Tekanan rata-rata
intratorasik lebih tinggi dibanding IPPV. Kecende-
rungannya meninggikan TIK dapat dicegah dengan mera-
wat pasien dalam kepala yang ditinggikan 30o. Namun
demikian efek PEEP terhadap TIK harus tetap diawasi
ketat.
3 Negative end expiratory pressure (NEEP)
Pengurangan tekanan ekspirasi akhir dibawah atmosfer
menurunkan tekanan rata-rata intratorasik dan memban-
tu pengembalian darah vena. Ini mengurangi TIK, namun
bila digunakan jangka lama, NEEP menyebabkan atelek-
tasis.
4 Manual hyperventilation
Hiperventilasi manual mungkin menghasilkan penurunan
TIK yang cepat walau untuk jangka waktu yang singkat,
bahkan disaat hiperventilasi mekanik maksimun tidak
lagi efektif. Ini mungkin digunakan untuk menghilang-
kan gelombang tekanan, atau untuk mendapatkan waktu.
Penting untuk mengamati efek ventilasi secara teliti
dengan analisa gas darah serta radiograf dada. Jalan
nafas harus dijaga bebas dari sekresi. Sebagai disebut
semula, fisioterapi dada mungkin meninggikan TIK dan
bila hal ini terjadi, thiopentone dosis kecil sebelum
fisioterapi mungkin dapat mencegah hal tersebut.
Keadaan yang memerlukan ventilasi terkontrol:
Minat penggunaan ventilasi terkontrol dalam menangani
cedera kepala berat telah dipikirkan terutama di Ame-
rika serikat. Dasarnya berasal dari pengetahuan bahwa
semua pasien yang tidak sadar pada jam-jam awal cedera
mempunyai PO2 yang rendah akibat respirasi yang tidak
adekuat, inhalasi atau cedera dada yang menyertai. Se-
lain itu ventilasi akan membantu mengontrol TIK yang
sudah meninggi atau mencegah TIK menjadi meninggi.
Bagaimanapun penting untuk menyadari bahwa venti-
lasi terkontrol bukanlah semata-mata suatu tindakan
terhadap kesadaran yang terganggu, namun mempunyai in-
dikasi spesifik, yaitu:
1 pertukaran gas yang tidak adekuat, misalnya pada ce-
dera dada
2 pengontrol TIK, bila tindakan lain gagal.
Penggunaan luas ventilasi terkontrol adalah pemborosan
sumber perawatan intensif, banyak risiko dan menghin-
darkan pasien dari pengamatan klinik. Biasanya hiper-
ventilasi dimulai sebagai bagian dari ventilasi terkon-
trol, mempertahankan PCO2 konstan sekitar 25 mmHg. Per-
cobaan mutakhir menunjukkan bahwa efek hiperventilasi
berakhir dalam 20 jam dan bahwa reaktifitas CO2 mening-
kat. Jadi bila PCO2 dimungkinkan kembali kenormal, pem-
buluh serebral akan melebar dan TIK meninggi (van der
Poel, 1989).
Karenanya perlu dipikirkan penggunaan hiperventi-
lasi saat TIK mulai meninggi dibanding sebagai tindakan
pencegahan. Selain itu pasien harus dibebaskan dari
ventilasi secara bertahap untuk memungkinkan pengaturan
kembali respons serebrovaskular terhadap PCO2.
Pengaliran CSS
Hanya mungkin bila kateter ventrikuler pada tempatnya,
hampir selalu mengakibatkan penurunan TIK segera. Kare-
nanya cara paling efektif untuk mengatasi gelombang te-
kanan tinggi. Namun bila ventrikelnya kecil, sering pa-
da kasus setelah cedera kepala, hanya sedikit CSS yang
didapatkan dengan konsekuensi penurunan TIK hanya se-
dikit dan transien. Karena biasanya penginsersian ka-
teter adalah pada ventrikel kontralateral pada kontusi
atau perdarahan intrakranial, penting untuk menilai
bahwa disaat pengaliran CSS mungkin mengontrol TIK, ia
tidak mengurangi pergeseran garis tengah otak dan bah-
kan mungkin memperburuknya. Ini terjadi karena lesi
massa unilateral yang menyebabkan peninggian TIK se-
ring bersamaan dengan pembesaran ventrikel kontrala-
teral.
CSS mungkin dialirkan intermitten atau sinambung.
Pengaliran sinambung harus diatur pada tekanan sekitar
20 smH2O, untuk mencegah kolapsnya ventrikel sekitar
kateter dan menyumbatnya. Karena keterbatasan ini, as-
pirasi bolus dibatasi hanya pada keadaan emergensi, dan
bukan sebagai alternatif dari pengaliran yang sinam-
bung. Pengaliran CSS karenanya merupakan tindakan es-
sensial saat peninggian TIK karena obstruksi jalur CSS.
Diuretika Osmotik
Merupakan pengontrol TIK utama sejak efeknya terhadap
otak normal dijelaskan oleh Weed dan McKibben pada 19-
19. Namun mekanisme aksi utamanya tetap diperdebatkan.
Aksi primernya mungkin dengan mempertahankan gradien
osmotik sisi-sisi dinding kapiler, karena itu cairan a-
kan mengalir dari rongga ekstrasellular (20% dari volu-
me otak).
Osmolalitas normal serum dan cairan ekstrasellular
adalah 295 mmol/kg, jadi tidak ada gradien osmotik me-
lintas sawar-darah otak. Gradien sebesar 30 mmol/kg di-
perlukan untuk mengurangi cairan ekstrasellular dan
berarti TIK pada otak normal. Bila TIK meninggi, seper-
ti tampak pada kurva volume-tekanan bahwa sedikit pe-
ngurangan volume cairan intrakranial akan mengurangi
TIK dan sesungguhnya ini hanya memerlukan gradien osmo-
tik sebesar 10 mmol/kg. Karena aksi ini secara teoritis
memerlukan SDO yang intak, diperkirakan bahwa diuretik
osmotik mengalirkan cairan terutama dari otak normal.
Namun penelitian mutakhir dengan sken resonan megnetik
(yang dapat menentukan indeks kandung air), menunjukkan
bahwa mannitol membuang air dari otak yang edema dan
tidak dari otak normal (Bell, 1987). Dilain fihak dike-
tahui bahwa setelah cedera kepala mannitol meningkatkan
berat jenis substansi putih dan mungkin melalui pengu-
rangan air otak (Nath dan Galbraith, 1986).
Efek kedua dari diuretik osmotik adalah mengurangi
viskositas darah. Ini berakibat timbulnya refleks vaso-
konstriksi, dan pengurangan TIK. 'Autoregulasi viskosi-
tas' ini tergantung pada autoregulasi yang intak. Bebe-
rapa mengatakan bahwa ini adalah efek primer mannitol
(Muizelaar, 1983).
Sebagai tambahan, diuretik osmotik mungkin mengu-
rangi volume CSS. Mannitol mungkin juga beraksi sebagai
scavenger atas radikal bebas, yang disangka penting da-
lam menyebabkan pembengkakan otak iskemik. Didaerah ce-
dera otak, SDO mungkin sangat rusak hingga agen osmotik
berdifusi keotak sekelilingnya, membawa cairan beser-
tanya dan memperberat pembengkakan otak. Efek ini mung-
kin terjadi dalam jumlah kecil dan lambat, namun mung-
kin menjadi masalah dalam tindakan pengobatan termasuk
penggunaan berulang dari mannitol.
Mannitol
Suatu alkohol dari 6-carbon sugar mannose, dengan berat
molekul 180 serta konfigurasi molekular seperti gluko-
sa. Tidak dimetabolisme dan tampaknya menetap semuanya
pada kompartemen ekstraselluler; jadi suatu diuretik
sempurna dan paling luas digunakan serta jenis yang e-
fektif dari kelompok ini. Diberikan sebagai larutan 20
%. Untuk efek cepat, namun temporer, dosis biasa adalah
1 g (5 ml) per kg berat badan dalam 10-15 menit. TIK a-
kan turun dalam 5-10 menit dan umumnya efek berakhir
setelah 3-4 jam. Untuk mengobati peninggian TIK persis-
ten, mannitol dapat diberikan sebagai bolus yang lebih
kecil, biasanya 0.5 g/kg, kemudian diulang bila perlu.
Sesungguhnya bolus terkecil yang efektif adalah yang
harus digunakan.
Tujuan pengobatan adalah mempertahankan gradien
osmotik antara cairan rongga ekstrasellular otak dan
plasma. Dalam mencegah komplikasi ginjal, osmolalitas
serum harus dipertahankan dibawah 325 mmol/kg. Ini pen-
ting untuk mempertahankan volume darah sirkulasi dengan
cairan dan koloid yang cukup, pemantauan tekanan vena
sentral dan output ginjal.
Hiperventilasi dan mannitol mungkin digunakan un-
tuk memperpanjang waktu yang dapat digunakan dalam mem-
bawa pasien dengan hematoma intrakranial yang meluas
kekamar operasi. Bagaimanapun juga, pengurangan volu-
me otak memungkinkan perluasan klot juga. Bila tindakan
ditunda, efeknya mungkin hilang dan TIK meninggi dengan
cepat ketingkat mematikan.
Masalah dengan mannitol
1 Pengurangan efek pada dosis berulang.
Mannitol melintas SDO intak perlahan-lahan dan SDO
yang rusak secara lebih mudah. Karenanya gradien os-
motik berkurang secara bertahap. Selanjutnya osmola-
litas intraselluler bertambah sebagai reaksi terhadap
penambahan osmolalitas ekstraselluler dan plasma,
hingga osmolalitas plama harus terus ditinggikan un-
tuk mempertahankan gradien.
2 Asidosis sistemik dan gagal ginjal akibat peninggian
osmolalitas plasma. Osmolalitas plasma harus diperik-
sa teratur dan osmolalitas serum dipertahankan diba-
wah 320 mmol/kg untuk mencegah komplikasi ini.
3 Rebound dari TIK bila mannitol dihentikan. Fenomena
ini sering dibicarakan, namun jarang menimbulkan ke-
sulitan dalam prakteknya. Secara teoritis, bila pem-
berian mannitol dihentikan, penurunan mendadak osmo-
lalitas plasma dengan peninggian osmolalitas cairan
intra dan ekstraselluler akan berakibat pergeseran
cairan kedalam otak dan meninggikan TIK. Bagaimanapun
bila TIK meninggi saat osmoterapi dihentikan, tidak-
lah mudah menyatakannya sebagai rebound; penyebab la-
in harus dicari.
Urea dan gliserol
Karena berat molekulnya lebih kecil, urea (60) dan gli-
serol (92) mempunyai efek osmotik yang lebih besar dari
mannitol. Untuk alasan serupa, mereka melintas SDO le-
bih mudah. Karenanya gradien osmotik tak dapat diperta-
hankan dan kegunaannya terbatas. Gliserol juga dimeta-
bolisme dan memberikan energi, yang diperkirakan bergu-
na pada pengobatan stroke. Selain pemakaian biasa mela-
lui intravena, gliserol dapat diberikan melalui mulut
sebagai larutan 50%.
Diuretika Ginjal
Bila diuretika digunakan berulang, penting untuk menga-
mati keseimbangan cairan dan elektrolit serum.
Frusemida (furosemida)
Diuretik kuat lengkung distal, bekerja dengan memobili-
sasi transport sodium. Ini akan meninggikan osmolalitas
plasma melalui diuresis dan juga mengurangi pembentukan
CSS secara langsung. Penelitian klinik dan percobaan
menunjukkan bahwa frusemida dan diuretika ginjal lain-
nya secara sendiri-sendiri tidak mengurangi TIK secara
nyata. Namun ia berefek sinergisme dengan mannitol.
Frusemida dalam dosis 20-40 mg, diberikan bersama man-
nitol berakibat penurunan TIK yang lebih besar dan le-
bih lama.
Inhibitor anhidrase karbonik
Asetazolamida mengurangi pembentukan CSS dipleksus kho-
roid. Ia mempunyai sedikit peran dalam mengelola pe-
ninggian TIK kronik namun tidak berguna dalam mengobati
peninggian TIK akut.
Steroid
Sangat efektif mengurangi pembengkakan sekitar tumor.
Pasien menjadi lebih alert dan defisit neurologis fokal
berkurang dalam 24 jam sejak dimulai pengobatan stero-
id. Perbaikan neurologis mendahului pengurangan TIR
yang mana tidak terjadi untuk 48-72 jam. Juga mendahu-
lui perubahan kandung air otak yang diperiksa dengan
MRI (Bell, 1987), namun alasannya belum jelas. Diduga
bahwa steroid mempertahankan keseimbangan aliran darah
dan volume serebral didalam jaringan yang edema yang
selanjutnya mengurangi fluktuasi TIK, termasuk gelom-
bang plato (barostabilization).
Beberapa penelitian gagal memperlihatkan manfaat
steroid yang jelas dalam mengelola peninggian TIK aki-
bat cedera kepala (Pitts dan Kaktis, 1980). Tak tampak
perbaikan pada outcome pasien cedera kepala yang dio-
bati dengan dosis standar (deksametason 4 mg tiap 6
jam) atau dosis sangat tinggi 100 mg sehari. Sebuah
penelitian menunjukkan hasil yang lebih buruk pada pen-
derita yang dirawat dengan steroid dibanding yang tanpa
steroid (Dearden, 1986). Jelaslah bahwa patologi pem-
bengkakan otak dan peninggian TIK pada cedera kepala
sangat lebih kompleks dibanding yang terjadi pada tumor
otak.
Tampaknya steroid mempunyai sedikit tempat dalam
mengelola penderita cedera kepala. Mungkin ada sub-grup
penderita cedera kepala yang mungkin diuntungkan oleh
steroid, namun belum dapat diidentifikasikan.
Barbiturat
Barbiturat jelas mengurangi tingkat metabolisme serta
tampaknya mungkin mengurangi ADS dan TIK secara sekun-
der. Untuk mendukung hipotesa ini, penurunan TIK sangat
erat berhubungan dengan aktifitas elektrik otak.
Barbiturat mungkin juga mempunyai efek langsung
terhadap otot polos pembuluh darah serebral dengan aki-
bat vasokonstriksi, mengurangi VDS dan selanjutnya me-
nurunkan TIK.
Komplikasi pengobatan barbiturat, terutama hipo-
tensi sistemik dan gagal paru-paru harus diingat dan
pemantauan ketat dengan kateter Swan-Ganz sangat dian-
jurkan. Tindakan yang ditujukan pada penurunan TIK ha-
rus tidak membahayakan tekanan arterial. Bila peninggi-
an TIK merugikan otak, tekanan arterial yang rendah a-
kan memperburuknya (Miller. 1985). Walau jelas keampuh-
annya mengurangi TIK, tak ada bukti yang baik bahwa
barbiturat memperbaiki outcome. Dua penelitian secara
acak terhadap efek pentobarbital pada pasien dengan ce-
dera kepala berat menghasilkan konklusi yang serupa.
Barbiturat tidak mengurangi mortalitas maupun akibat
dari peninggian TIK (Ward, 1985); Schwartz, 1984). Wa-
lau pengurangan temporer dari TIK terlihat, sejumlah
yang sama pasien yang diberi barbiturat dan pasien ke-
lompok kontrol mati karena peninggian TIK. Satu perbe-
daan yang bermakna antara pasien yang mendapat barbi-
turat dan pasien kelompok kontrol adalah hipotensi ar-
terial yang diderita pasien yang mendapat barbiturat,
sering mencapai tingkat yang berbahaya. Karenanya di-
percaya bahwa keuntungan barbiturat belum dapat dibuk-
tikan pada pasien dengan TIK yang tak terkontrol sete-
lah cedera kepala.
Obat-obatan lain
Althesin
Derivat steroid ini adalah anestetik kerja cepat. Me-
ngurangi TIK yang gagal ditindak dengan hiperventilasi
dan mannitol. Efeknya mungkin sekunder terhadap pengu-
rangan ADS dan penggunaan glukosa serebral. Penelitian
klinik menunjukkan bahwa penurunan TIK tidaklah karena
penurunan tekanan perfusi serebral. Ia mempunyai aksi
singkat dan kurang berkaitan dengan pengamatan neurolo-
gis dibanding barbiturat. Anafilaksi merupakan kompli-
kasi nyata pada injeksi secara bolus bila dipakai untuk
induksi anestetik, namun sejauh ini tak pernah terjadi
pada infus intravena (Bullock, 1986). Walau sekarang
dihindari karena respons alergik, obat sejenis mung-
kin akan tersedia dimasa datang.
Etomidat
Seperti althesin, etomidat adalah anestetik non barbi-
turat kerja cepat, yang mana mengurangi ADS dan TIK.
Dianjurkan untuk mengurangi TIK pada tempat barbitu-
rat karena efek samping dan waktu paruh yang panjang
dari barbiturat. Etomidat digunakan untuk mencegah pe-
ninggian TIK selama intubasi namun juga dihindari pada
penggunaan klinik karena efek sampingnya berupa sup-
presi respons stres adrenokortikal.
Lidokain
Lidokain intravena mencegah peninggian TIK selama intu-
basi (Donegan dan Bedford, 1980). Mungkin beraksi lang-
sung pada pusat vasomotor batang otak. Namun belum ada
bukti bahwa ia mengurangi TIK yang sudah meninggi. Ia
suatu depresan kardiak dan mengaktifkan kejang, dan ka-
renanya tidak digunakan diklinik.
Gamma hidroksibutirat
Bekerja pada substansi otak dengan menurunkan tingkat
metabolisme glukosa dan menekan ADS serebral. Efek dep-
resan metabolik ini digunakan untuk mengontrol TIK pada
pasien dengan cedera kepala berat, dengan dosis 65 mg/
kg berat badan (Leggate, 1986). Gamma hidroksibutirat
kurang berpengaruh pada tekanan arterial dibanding bar-
biturat, namun efeknya pada TIK singkat hingga dosis
berulang atau infus sinambung diperlukan. Keampuhan-
nya berkurang pada pemberian berulang. Ia sangat hiper-
osmolar dan harus diberikan via jalur intravena sentral
yang panjang untuk mencegah flebitis.
Salin hipertonik
Pemberian mannitol berulang dapat menyebabkan
hiponatremia, hipovolemia dan gagal ginjal akut. Salin
hipertonik dengan kekuatan 5 mmol/ml tampaknya mengu-
rangi TIK tanpa diuresis serta memperbaiki sodium serum
dan volume darah sirkulasi kenormal (Worthley, 1988).
Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik pada 2 atmosfer adalah vasokonstrik-
tor serebral, dan mengurangi TIK. Oksigen yang larut
mengatasi efek iskemik yang kuat dari vasokonstriksi.
Tampaknya oksigen hiperbarik hanya berguna bila pembu-
luh darah serebral masih mempertahankan reaktifitasnya
terhadap hipokarbia. Dengan kata lain, bila hiperventi-
lasi tidak efektif, mungkin demikian pula oksigen hi-
perbarik.
PENGAMATAN NEUROLOGIS
Petunjuk paling penting terhadap perjalanan cedera otak
dan pengaruh pengobatan adalah pemeriksaan neurologis
teliti dan berulang. Ini dapat memperkirakan tingkat
kesadaran pasien, suatu petunjuk fungsi otak secara ke-
seluruhan, demikian pula pencatatan tanda spesifik, se-
perti halnya respons pupil dan kekuatan anggota tubuh.
RINGKASAN
Periksa hal berikut bila ditemukan peninggian TIK
1 Posisi transduser, titik nol dan kalibrasi
2 Posisi pasien: kepala ditinggikan, tidak ada kons-
triksi leher
3 Melawan ventilator: sedasi adekuat
4 Disfungsi paru-paru: periksa gas darah
5 Suhu tubuh meninggi: dinginkan
6 Hiponatremia (Na+ kurang dari 130 mmol/l)
7 Epilepsi: tingkat antikonvulsan adekuat
8 Lesi massa intrakranial (ulang CT)
Pengelolaan Peninggian TIK
1 Mulai terapi bila TIR mencapai 25 mmHg, atau lebih a-
wal bila simtomatik
- Periksa jalan nafas dan posisi kepala
2 Terapi jalur pertama
- Pertinggi ventilasi
- Pengaliran CSS (melalui tekanan positif)
- Frusemida (furosemida)
- Mannitol, mulai dengan 0.5 g/kg berat badan dan do-
sis dititrasi sesuai respons TIK
- Periksa gas darah arterial, pikirkan CT ulang
3 Terapi jalur kedua
- Hiperventilasi manual
- Barbiturat, salin hipertonik, gamma hidroksibutirat