ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.

Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy


2. CEDERA KEPALA
A. Penyebab
B. Klasifikasi
C. Pengelolaan Cedera Kepala
D. Pertimbangan untuk Operasi
E. Obat-obat Terapeutik
F. Pemantauan dan Pengontrolan T.I.K
G. Pengelolaan Cedera Penyerta
H. Sekuele Cedera Kepala
I. Prognosis
J. Konklusi
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
 


        2. KLASIFIKASI
        
        Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai  hal. 
        Untuk kegunaan praktis, tiga jenis klasifikasi akan sa- 
        ngat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat  berat- 
        nya cedera kepala serta berdasar morfologi.
        
        Tabel 1
        Klasifikasi cedera kepala
        -------------------------------------------------------
        A. Berdasarkan mekanisme
             1 Tertutup
             2 Penetrans
        B. Berdasarkan beratnya
             1 Skor Skala Koma Glasgow
             2 Ringan, sedang, berat
        C. Berdasarkan morfologi
             1 Fraktura tengkorak
                  a Kalvaria
                       1 Linear atau stelata
                       2 Depressed atau nondepressed
                  b Basilar
             2 Lesi intrakranial
                  a Fokal
                       1 Epidural
                       2 Subdural
                       3 Intraserebral
                  b Difusa
                       1 Konkusi ringan
                       2 Konkusi klasik
                       3 Cedera aksonal difusa
        
        
        BERDASAR MEKANISME
        
        Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai ter- 
        tutup  dan penetrans. Walau istilah ini luas  digunakan 
        dan berguna untuk membedakan titik pandang, namun sebe- 
        tulnya  tidak  benar-benar dapat  dipisahkan.  Misalnya 
        fraktura tengkorak depres dapat dimasukkan kesalah satu 
        golongan  tersebut, tergantung kedalaman  dan  parahnya 
        cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk kegunaan  kli- 
        nis, istilah cedera kepala tertutup biasanya  dihubung- 
        kan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan 
        cedera  kepala penetrans lebih sering dikaitkan  dengan 
        luka  tembak dan luka tusuk. Karena  pengelolaan  kedua 
        kelompok  besar ini sedikit  berbeda,  dipertahankanlah 
        pengelompokan ini untuk keperluan dskriptif.
        
        
        BERDASAR BERATNYA
        
        Sebelum  1974, penulis berbeda menggunakan  terminologi 
        dengan konotasi bermacam-macam untuk menjelaskan pasien 
        dengan  cedera kepala, dengan akibat  betul-betul tidak 
        mungkin untuk membandingkan kelompok pasien dari senter 
        yang berbeda. Pada tahun 1974 Teasdale dan Jennet,  de- 
        ngan mempelajari tanda-tanda yang tampaknya lebih dapat 
        dipercaya dalam memprediksi outcome dan yang mana  tam- 
        paknya  mempunyai  variasi yang kecil  antar  pengamat, 
        merancang hal yang sekarang dikenal sebagai Skala  Koma 
        Glasgow. Pengenalan SKG berakibat timbulnya keseragaman 
        dan  kedisiplinan dalam literatur cedera kepala.  Skala 
        ini telah mencapai penggunaan yang luas untuk menjelas- 
        kan  pasien dengan cedera kepala dan selanjutnya  sudah 
        diadopsi  untuk mendeskripsikan penderita dengan  peru- 
        bahan tingkat kesadaran karena sebab lain.
             Jennett  dan Teasdale menentukan koma sebagai  ke- 
        tidakmampuan untuk menuruti perintah, mengucapkan  kata-
        kata dan membuka mata. Pada pasien yang tidak mempunyai 
        ketiga aspek pada definisi tersebut tidak dianggap  se- 
        bagai koma. Pasien yang bisa membuka mata secara  spon- 
        tan, dapat mengikuti perintah serta mempunyai  orienta- 
        si,  mempunyai skor total 15 poin, sedang  pasien  yang 
        flaksid, dimana tidak bisa membuka mata atau  berbicara 
        mempunyai skor minimum yaitu 3. Tidak ada skor  tunggal 
        antara 3 dan 15 menentukan titik mutlak untuk koma. Ba- 
        gaimanapun  90% pasien dengan skor total  delapan  atau 
        kurang, dan tidak untuk yang mempunyai skor 9 atau  le- 
        bih, dijumpai dalam keadaan koma sesuai dengan definisi 
        terdahulu. Untuk kegunaan praktis, skor total SKG 8  a- 
        tau  kurang menjadi definisi yang sudah  umum  diterima 
        sebagai pasien koma. Perbedaan antara pasien dengan ce- 
        dera kepala berat dan dengan cedera kepala sedang  atau 
        ringan karenanya menjadi sangat jelas. Namun  perbedaan 
        antara cedera kepala sedang dan berat lebih sering  me- 
        miliki masalah. Beberapa menyatakan bahwa pasien cedera 
        kepala dengan jumlah skor 9 hingga 12 dikelompokkan se- 
        bagai  cedera kepala sedang, dan skor SKG 13 hingga  15 
        sebagai ringan. Williams, Levin dan Eisenberg baru-baru 
        ini melaporkan defisit neurologis penderita dengan  ce- 
        dera kepala ringan (SKG 12 hingga 15) dengan lesi massa 
        intrakranial  pada  CT  pertama  adalah  sesuai  dengan 
        pasien  dengan cedera kepala sedang (SKG 9 hingga  11). 
        Pasien dengan cedera kepala ringan tanpa dengan kompli- 
        kasi lesi intrakranial pada CT jelas lebih baik.
              Tanpa memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan 
        sebagai penderita cedera kepala berat bila :
           1. Pupil tak ekual
           2. Pemeriksaan motor tak ekual.
           3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau 
              adanya jaringan otak yang terbuka.
           4. Perburukan neurologik.
           5. Fraktura tengkorak depressed.

        
        BERDASAR MORFOLOGI
        
        Hadirnya CT Scanning menimbulkan revolusi dalam  klasi- 
        fikasi dan pengelolaan cedera kepala. Walau pada pasien 
        tertentu yang mengalami perburukan secara cepat mungkin 
        dioperasi tanpa CT scan, kebanyakan pasien cedera berat 
        sangat  diuntungkan  oleh CT  scan  sebelum  dioperasi. 
        Karenanya tindak lanjut CT scan berulang sangat penting 
        karena  gambaran morfologis pada pasien  cedera  kepala 
        sering mengalami evolusi yang nyata dalam beberapa  jam 
        pertama, beberapa hari, dan bahkan beberapa minggu  se- 
        telah  cedera. Secara morfologi, cedera kepala  mungkin 
        secara  umum  digolongkan kedalam dua  kelompok  utama: 
        fraktura tengkorak dan lesi intrakranial.
        
        
        Fraktura Tengkorak
        
        Fraktura  tengkorak mungkin tampak pada  kalvaria  atau 
        basis,  mungkin linear atau stelata, mungkin  depressed 
        atau nondepressed. Fraktura tengkorak basal sulit  tam- 
        pak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT  scan 
        dengan setelan jendela-tulang untuk memperlihatkan  lo- 
        kasinya.  Adanya tanda klinis fraktura tengkorak  basal 
        mempertinggi indeks kemungkinan dan membantu  identifi- 
        kasinya. Sebagai pegangan umum, depressed fragmen lebih 
        dari  ketebalan tengkorak memerlukan  operasi  elevasi. 
        Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat  hu- 
        bungan langsung antara laserasi scalp dan permukaan se- 
        rebral karena duranya robek, dan fraktura ini  memerlu- 
        kan operasi perbaikan segera.
             Mengutip  Jennett dan Teasdale,  "Untuk  mendasari  
        pemikiran,  dan terutama untuk  membenarkan  pemikiran, 
        fraktura tengkorak adalah pertanda keparahan yang nyata 
        setelah  cedera  kepala. Beribu-ribu  kepala  disinar-x 
        diruang gawat darurat, namun hanya dua atau tiga  kasus 
        dari seratus yang memiliki fraktura; mengakibatkan  ra- 
        diologis  menulisi kertas berdasarkan  pengiriman  yang 
        tidak  benar  dan menuntut klinisi  mengerjakan  triase 
        yang lebih baik sebelum sinar-x dikerjakan. Dokter  be- 
        dah saraf telah lama menjelaskan bahwa penaksiran ting- 
        kat kesadaran lebih penting dari sinar-x tengkorak, dan 
        ini  secara salah ditafsirkan bahwa  menaruh  perhatian 
        untuk  melacak  adanya fraktura adalah  tidak  penting, 
        terutama setelah cedera kepala yang agak ringan. Kenya- 
        taannya,  pada  pasien dengan kesadaran  tak  terganggu 
        yang  mungkin  dipulangkan setelah  kecelakaan  ringan, 
        adanya  fraktura adalah sangat berarti,  karena  mewas- 
        padakan klinisi terhadap risiko komplikasi seperti  he- 
        matoma  intrakranial atau infeksi". Frekuensi  fraktura 
        tengkorak  bervariasi, lebih banyak fraktura  ditemukan 
        bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih  ba- 
        nyak  mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria  linear 
        mempertinggi  risiko hematoma intrakranial sebesar  400 
        kali  pada  pasien yang sadar dan 20 kali  pada  pasien 
        yang  tidak  sadar. Untuk alasan ini,  adanya  fraktura 
        tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sa- 
        kit  untuk pengamatan, tidak peduli  bagaimana  baiknya 
        tampak pasien tersebut.
        
        
        Lesi Intrakranial 
        
        Mungkin dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difu- 
        sa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersa- 
        maan.  Lesi fokal termasuk hematoma epidural,  hematoma 
        subdural,  dan kontusi (atau  hematoma  intraserebral). 
        Pasien  pada kelompok cedera otak difusa, secara  umum, 
        menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan  perubahan 
        sensorium atau bahkan koma dalam. Basis selular  cedera 
        otak difusa menjadi lebih jelas pada tahun-tahun  tera- 
        khir ini.
        
        
        Lesi Fokal
        
             Hematoma  Epidural.  Klot  terletak  diluar  dura, 
        namun didalam tengkorak. Paling sering terletak diregi- 
        o temporal atau temporal-parietal dan sering akibat ro- 
        beknya pembuluh meningeal media. Klot biasanya dianggap 
        berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarah- 
        an  vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang,  hematoma 
        epidural  mungkin akibat robeknya sinus vena,  terutama 
        diregio  parietal-oksipital atau fossa  posterior.  Wa- 
        lau  hematoma  epidural relatif  tidak  terlalu  sering 
        (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma  cedera 
        kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis 
        dan  ditindak segera. Bila ditindak  segera,  prognosis 
        biasanya  baik karena cedera otak  disekitarnya  biasa- 
        nya  masih terbatas. Outcome langsung  bergantung  pada 
        status pasien sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma 
        epidural  sekitar  0% pada pasien tidak koma,  9%  pada 
        pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.
             Hematoma Subdural. Sangat lebih sering dari  hema- 
        toma  epidural, ditemukan sekitar 30% penderita  dengan 
        cedera  kepala berat. Terjadi paling sering akibat  ro- 
        beknya vena bridging antara korteks serebral dan  sinus 
        draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi 
        permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mung- 
        kin  ada  atau tidak. Selain itu, kerusakan  otak  yang 
        mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih 
        berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidu- 
        ral.  Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin  diperkecil 
        oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelola- 
        an medis agresif.
             Kontusi dan hematoma intraserebral. Kontusi sereb- 
        ral  sejati  terjadi cukup sering.  Frekuensinya  lebih 
        nyata  sejak kualitas dan jumlah CT scanner  meningkat. 
        Selanjutnya,  kontusi otak hampir selalu berkaitan  de- 
        ngan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi ter- 
        jadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat  terjadi 
        pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang  otak. 
        Perbedaan  antara  kontusi dan  hematoma  intraserebral 
        traumatika  tetap  tidak jelas batasannya.  Lesi  jenis 
        'salt-and-pepper'  klasik jelas suatu kontusi, dan  he- 
        matoma  yang besar jelas bukan. Bagaimanapun,  terdapat 
        zona  peralihan, dan kontusi dapat secara  lambat  laun 
        menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.


fokal


Cedera difusa Cedera otak difusa membentuk kerusakan otak berat prog- resif yang berkelanjutan, disebabkan oleh meningkatnya jumlah cedera akselerasi-deselerasi otak. Pada bentuk murni, cedera otak difusa adalah jenis cedera kepala yang paling sering. Konkusi Ringan. Konkusi ringan cedera dimana kesa- daran tidak terganggu namun terdapat suatu tingkat dis- fungsi neurologis temporer. Cedera ini sering terjadi dan karena derajatnya ringan, sering tidak dibawa kepu- sat medik. Bentuk paling ringan konkusi berakibat kon- fusi dan disorientasi tanpa amnesia. Sindrom ini biasa- nya pulih sempurna dan tanpa disertai adanya sekuele major. Cedera kepala yang sedikit lebih berat menye- babkan konfusi dengan baik amnesia retrograd maupun posttraumatika. Konkusi Serebral Klasik. Konkusi serebral klasik adalah keadaan pasca trauma dengan akibat hilangnya ke- sadaran. Keadaan ini selalu disertai suatu tingkat am- nesia retrograd dan posttraumatika, dan lamanya amnesia posttraumatika adalah pengukur yang baik atas beratnya cedera. Hilangnya kesadaran adalah sementara dan dapat pulih. Menurut definisi yang tidak terlalu ketat, pasi- en kembali sadar sempurna dalam enam jam, walau biasa- nya sangat awal. Kebanyakan pasien setelah konkusi se- rebral klasik tidak mempunyai sekuele kecuali amnesia atas kejadian yang berkaitan dengan cedera, namun be- berapa pasien mempunyai defisit neurologis yang berja- lan lama, walau kadang-kadang sangat ringan. Cedera Aksonal Difusa (CAD). Cedera aksonal difusa (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah istilah untuk men- jelaskan koma pasca traumatika yang lama yang tidak di- karenakan lesi massa atau kerusakan iskhemik. Kehilang- an kesadaran sejak saat cedera berlanjut diluar enam jam. Fenomena ini mungkin dipisahkan menjadi kategori ringan, sedang dan berat. CAD ringan relatif jarang dan dibatasi pada kelompok dengan koma yang berakhir pada 6 hingga 24 jam, dan pasien mulai dapat ikut perintah se- telah 24 jam. CAD sedang dibatasi pada koma yang bera- khir lebih dari 24 jam tanpa tanda-tanda batang otak yang menonjol. Ini bentuk CAD yang paling sering dan merupakan 45% dari semua pasien dengan CAD. CAD berat biasanya terjadi pada kecelakaan kendaraan dan bentuk yang paling mematikan. Merupakan 36% dari semua pasien dengan CAD. Pasien menampakkan koma dalam dan menetap untuk waktu yang lama. Sering menunjukkan tanda dekor- tikasi atau deserebrasi dan sering dengan cacad berat yang menetap bila penderita tidak mati. Pasien sering menunjukkan disfungsi otonom seperti hipertensi, hiper- hidrosis dan hiperpireksia dan sebelumnya tampak mem- punyai cedera batang otak primer. Sekarang dipercaya bahwa CAD umumnya lebih banyak berdasarkan pada fisio- logi atas gambaran klinik yang terjadi.