6. PEMANTAUAN DAN PENGONTROLAN
TEKANAN INTRAKRANIAL
Indikasi
Cedera kepala adalah indikasi paling umum untuk peman-
tauan TIK. Sebagai patokan, pasien yang dapat mengikuti
perintah sederhana tidak memerlukan pemantauan. Mereka
mungkin cukup diamati secara klinis. Pasien yang tidak
dapat mengikuti perintah dan mempunyai CT scan abnor-
mal, insidens terjadinya hipertensi intrakranial adalah
tinggi (53 hingga 63 persen) dan disarankan untuk pe-
mantauan. Cedera kepala berat dengan CT scan normal u-
mumnya mempunyai insidens hipertensi intrakranial ren-
dah (13 persen), kecuali mereka memiliki dua atau lebih
keadaan buruk berikut saat masuk:
1. Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg
2. Postur motor uni atau bilateral
3. Usia diatas 40
TIK harus dipantau pada pasien dengan kontusi yang
tidak mampu mengikuti perintah sederhana. Bila tekanan
meninggi dan menetap diatas 25 hingga 30 mmHg, debri-
demen operatif biasanya diindikasikan. Klinisi harus
waspada bahwa TIK tidak selalu meninggi karena adanya
proses intrakranial. Ini terutama jelas pada lesi lobus
temporal yang dapat menimbulkan herniasi tentorial tan-
pa adanya peninggian TIK.
Pengobatan Peninggian TIK
Terdapat beberapa perdebatan tentang penentuan suatu
peninggian TIK. Semula diputuskan secara agak kasar un-
tuk mengobati tekanan intrakranial yang lebih dari 25
mmHg pada pasien dengan cedera kepala berat. Kemudian
kelompok lainnya menurunkan pada 20 mmHg dan kemudian
15 mmHg. Peninggian TIK sementara karena manipulasi pa-
sien seperti pengisapan lendir, pemindahan posisi tu-
buh, atau batuk tidak merupakan alasan yang cukup untuk
pengobatan. Pendekatan bertahap terhadap peninggian TIK
berikut dianjurkan:
1. Pastikan posisi tubuh dan leher yang optimal. Umum-
nya leher harus pada posisi netral untuk menjamin
pengaliran vena. Pemutaran leher pada posisi ekstrem
berakibat pengurangan outflow vena dan peninggian
tekanan intrakranial. Derajat pengangkatan kepala
optimal agak kontroversial. Walau umumnya dipercaya
bahwa peninggian kepala adalah manuver yang berman-
faat, beberapa penulis berpendapat hal ini adalah
individual dan peninggian kepala mungkin mengganggu
perfusi serebral pada beberapa kasus.
2. Periksa kalibrasi. Sebelum langkah yang lebih lanjut
diambil untuk mengobati tekanan intrakranial, perta-
ma-tama sistem pemantauan harus dikalibrasi dan pas-
tikan bacaan bukan artifak.
3. Periksa Na+ dan AGD serum. Hiponatremia adalah masa-
lah yang umum pada pasien bedah saraf, sering seba-
gai akibat SIADH. Hiponatremia harus dikoreksi agre-
sif karena berpengaruh dramatis terhadap pembengkak-
an otak. Hiperkarbia juga berakibat pada pembengkak-
an otak sekunder terhadap vasodilatasi. Digunakan
hiperventilasi (penurunan PCO2 hingga 25 mmHg) seba-
gai tindakan rutin dalam mengobati pasien dengan
pembengkakan otak potensial. Penelitian mutakhir me-
nunjukkan bahwa hiperventilasi setelah beberapa wak-
tu mungkin berperan dalam timbulnya iskemia serebral
akibat vaso konstriksi (H.F. Young). Karenanya hal
ini hanya digunakan dimana perlu, dan untuk waktu
singkat yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan
intrakranial dalam batas normal.
4. Pastikan tidak ada kejang. Walau bukan hal yang umum
terjadi, kejang subklinis bisa berakibat peninggian
TIK yang tak diperkirakan.
5. Pastikan tidak ada lesi massa dengan CT scan . Pe-
ninggian TIK adalah pertanda masalah dan tidak boleh
dipikirkan sebagai suatu diagnosis semata. Karenanya
bila tindakan sebelumnya tidak mengatasi masalah
TIK, CT scan otak harus dilakukan untuk memastikan
tiadanya lesi massa.
6. Hiperventilasi hingga PCO2 sekitar 25 mmHg.
7. Alirkan CSS melalui ventrikulostomi. Pengaliran CSS
intermitten melalui ventrikulostomi adalah metoda
sangat berguna dalam mengontrol tekanan intrakrani-
al. Untuk alasan ini kateter ventrikular paling ber-
guna dibanding alat pemantau lainnya.
8. Pemberian mannitol (0.25 hingga 2.0 g/kg). Tetap me-
rupakan obat terpilih untuk mengobati peninggian te-
kanan intrakranial. Walau urea dan gliserol sudah
digunakan dibeberapa negara, mannitol tetap merupa-
kan obat yang paling luas digunakan. Ia beraksi ce-
pat, relatif aman, dan kemampuan untuk diberikan in-
tra vena berperan atas popularitasnya.
9. Induksi koma dengan barbiturat. Bila semua tindakan
diatas gagal mengontrol TIK, koma barbiturat bisa
dipertimbangkan. Pegangan umum, bila didapatkan bah-
wa TIK tetap meninggi diatas 25 mmHg selama 30 menit
atau diatas 30 mmHg untuk 15 menit walau sudah de-
ngan semua tindakan terdahulu. Obat yang umum digu-
nakan adalah pentobarbital (Nembutal) dengan dosis
10 mg/kg sebagai dosis loading, dalam 30 menit, 5
mg/kg setiap 1 jam kali 3, diikuti dosis pemelihara-
an 1 mg/kg/jam diatur hingga didapat kadar serum 3-4
mg%.