10. SINDROMA NEUROKUTANOSA
(FAKOMATOSIS)
Fakomatosis adalah malformasi yang disebabkan oleh ke-
lainan histogenesis. Proliferasi sel abnormal sering
terjadi pada sistema saraf serta kulit (sindroma neuro-
kutanosa). Proliferasi sel Schwann abnormal pada siste-
ma saraf pusat pada neurofobromatosis, dan astrosit pa-
da sklerosis tuberosa, akan membentuk lesi massa. Bila
lesi massa menggantikan tempat jaringan saraf, bisa di-
sebut hamartoma.
Neurofibromatosis, sklerosis tuberosa, dan angio-
matosis serebeloretinal pertama dikelompokkan kefakoma-
tosis oleh van der Hoeve tahun 1932. Kelainan Sturge-
Weber dan ataksia-telangiektasia dimasukkan kedaftar
fakomatosis kemudian. Kelainan tersebut bersifat ge-
netik dan herediter.
NEUROFIBROMATOSIS (PENYAKIT VON RECKLINGHAUSEN)
Pertama dijelaskan oleh von Recklinghausen pada 1882.
Adalah penyakit yang diturunkan melalui autosom dominan
dan lebih sering pada laki-laki. Manifestasi klinis bi-
sa seragam atau berbeda pada kasus familial. Menurut
Crowe, setengah anggota dari satu keluarga yang mende-
rita kelainan ini tanpa disertai kelainan kulit. Kasus
sporadis atau terbatas dipikirkan sebagai diinduksi o-
leh mutasi spontan.
Stigma kutanosa dari kelainan ini terdiri dari ne-
urofibroma (fibromata molluska) dan bercak cafe-au-la-
it. Neurofibroma biasanya melebihi diameter 1.5 sm, dan
biasanya terdapat paling tidak lima buah. Mungkin tidak
dijumpai saat lahir dan tampil setelah usia dua tahun.
Abnormalitas sistema saraf ada empat jenis: (1)
retardasi mental, (2) tumor intrakranial, (3) tumor in-
traspinal, dan (4) tumor saraf perifer. Neoplasma sis-
tema saraf yang umum dijumpai adalah neuroma, biasanya
akustika, trigeminal, dan saraf spinal. Penyakit ini
sering disertai meningioma multipel, glioma optik, dan
glioma batang otak.
Pada kebanyakan kasus anak hanya memperlihatkan
manifestasi kutanosa, dan neoplasma sistema saraf, de-
ngan kekecualian glioma saraf optik, jarang tampak pada
anak.
Glioma optik terjadi pada sekitar 10 persen anak
dengan neurofibromatosis, dan neurofibromatosis terjadi
pada sekitar 25 persen dari glioma optik. Neuroma akus-
tika sangat jarang pada anak dan terjadi hanya pada ne-
urofibromatosis. Abnormalitas arteria serebral, teruta-
ma oklusi serebrovaskuler multipel, mungkin terdapat
pada anak. Konsekuensinya pemeriksaan neuroradiologis
harus termasuk angiografi serebral bila gejala klinis
mencurigakan adanya abnormalitas serebrovaskuler pada
anak dengan neurofibromatosis. Sekitar 10 persen anak
dengan neurofibromatosis memiliki bangkitan dan retar-
dasi mental.
Perubahan skeletal yang mengenai tengkorak, tulang
belakang, dan ekstremitas sering dijumpai. Perubahan
yang biasa terjadi pada tengkorak adalah displasia sa-
yap sfenoid, perubahan seller akibat lesi saraf optik,
pembesaran kanal optik akibat glioma saraf optik, pe-
lebaran lubang saraf kranial lainnya, dan defek sutura
lambdoid. Defek sayap sfenoid besar bisa menimbulkan
eksoftalmos yang berpulsasi. Pada foto tengkorak, neu-
rofibromatosis mungkin menyerupai tampilan plagiosefali
atau sista arakhnoid pada fossa media. Defek umum yang
biasanya mengenai tulang belakang adalah displasia ruas
tulang belakang, kifoskoliosis, dan scalloping poste-
rior badan ruas tulang belakang.
Gambaran radiologis neurofibromatosis telah dila-
porkan. CT scan menunjukkan tidak hanya lesi tengkorak,
namun juga lesi intrakranial. Displasia atap tengkorak,
dasar tengkorak, dan orbit; tumor intrakranial; tumor
orbital; dan hipoplasia lobus temporal mudah disaksi-
kan. Dilatasi ventrikuler adalah temuan yang umum di-
jumpai pada neurofibromatosis dan mungkin akibat atrofi
serebral ringan.
SKLEROSIS TUBEROSA (PENYAKIT BOURNEVILLE-PRINGLE)
Bourneville menjelaskan kasus tuber serebral terbatas
yang disertai bangkitan epileptik serta kelainan men-
tal, dimana sindroma ini dinamakannya sklerosis tubero-
sa, tahun1880. Pringle menemukan lesi dimuka pada tiap
pasien dan dinamainya adenoma sebaseum pada tahun 1908.
Vogt melaporkan triad klinis epilepsi, defisiensi men-
tal, dan adenoma sebaseum sebagai karakter sklerosis
tuberosa pada tahun 1908. Epoloia, suatu kombinasi epi-
lepsi dengan anoia (mindlessness), bisa digunakan seba-
gai sinonimnya. Lagos dan Gomez melaporkan kasus skle-
rosis tuberosa dan menemukan bahwa kasus dengan triad
klinis lengkap lebih sedikit dari yang tidak memiliki
satu dari tiga gejala. Triad patologis terdiri dari a-
denoma sebaseum, tumor jantung dan ginjal, dan nodul
neuroglial (tuber) diotak.
Walau sklerosis tuberosa dipercaya herediter, ben-
tuk transmisinya tidak jelas. Transmisi dominan autosom
terjadi pada banyak kasus. Menurut penelitian terakhir,
81 persen kasus diperkirakan mutasi baru. Gambaran kli-
nis bervariasi pada atau sekitar anggota keluarga. Ke-
turunan penderita adenoma sebaseum dan bercak shagreen
atau fibroma subungual dan nevi putih diperkirakan me-
miliki kemungkinan 50 persen menderita kelainan ini.
Tuber kortikal dan tuber subependimal, yang ter-
akhir biasa dijumpai pada badan dan tanduk inferior
ventrikel lateral, diketahui sebagai lesi serebral. Me-
reka sering mengalami kalsifikasi. Nodul subependimal
tampak sebagai 'tetesan lilin' atau 'parit lilin' pada
pemeriksaan dengan udara. Tuber periventrikuler mungkin
menjadi tumor yang sangat besar (astrositoma sel raksa-
sa subependimal) sekitar foramen Monro. Karena tumor i-
ni tidak radiosensitif, pengangkatannya diperlukan. Le-
si kutanosa terdiri dari adenoma sebaseum bentuk kupu-
kupu pada muka, bercak shagreen, fibroma subungual,
bercak akhromik, nodul subkutanosa, bercak cafe-au-la-
it. Pada sistema skeletal, lesi mungkin ditemukan pada
tengkorak, tulang panjang, tulang belakang, pelvis, ta-
ngan, dan kaki. Pada organ lain, rabdomioma jantung,
tumor retinal (fakoma), hamartoma embrional campuran
pada ginjal, duodenum, hati, kelenjar tiroid, kelenjar
adrenal dan ovarium bisa ditemukan.
CT scan merupakan alat diagnosis paling berguna
pada tuber subependimal. Tuber tampak sebagai nodul
yang berkalsifikasi pada dinding ventrikel dan mungkin
tidak tampak pada foto polos tengkorak. Ventrikel pada
sklerosis tuberosa sedikit membesar sebagai akibat at-
rofi serebral. Astrositoma sel raksasa subependimal pa-
da tanduk frontal ventrikel lateral merupakan massa
dengan sedikit peninggian atenuasi dan sering diperkuat
olah pemeriksaan memakai kontras. Bila foramen monro
terobstruksi, timbul hidrosefalus. Pleksus khoroid ha-
rus dibedakan dari tuber. Yang pertama terletak pada
trigonum atau tepi medial ventrikel lateral dan jelas
diperkuat oleh injeksi medium kontras; tuber terletak
sepanjang tepi lateral ventrikel lateral. Ia tampak se-
bagai massa yang berkalsifikasi dan tidak diperkuat o-
leh pemeriksaan kontras. Tuber juga harus dibedakan da-
ri setiap kelainan yang berhubungan dengan kalsifikasi
periventrikuler seperti toksoplasmosis dan penyakit in-
klusi sitomegalik.
ANGIOMATOSIS ENSEFALOTRIGEMINAL
(PENYAKIT STURGE-WEBER)
Sturge melaporkan pada 1879 kasus angioma pada satu si-
si muka disertai adanya glaukoma ipisilateral, hemiple-
gia, dan epilepsi. Ia melaporkan gejala serebral dise-
babkan oleh angioma pada otak yang sejenis dengan tumor
pada muka. Weber memperlihatkan kalsifikasi otak pada
foto polos tengkorak pada 1929.
Kelainan ini mengandung hal berikut:
1. Angiomatosis kutanosa (nevus flammeus atau nevus ka-
pilari) atau pewarnaan port-wine hemifasial.
2. Bangkitan epileptik yang mulai pada usia anak-anak.
3. Kalsifikasi giriform.
4. Buftalmos atau glaukoma.
5. Retardasi mental.
6. Hemiplegia.
7. Hemianopsia homonim.
Angiomatosis leptomeningeal tampak paling sering pada
lobus oksipital. Korteks serebral dibawah angioma meng-
alami kalsifikasi karena gangguan sirkulasi. Kalsifika-
si dikenal sebagai kontur ganda pada foto polos tengko-
rak.
Temuan yang umum pada angiogram serebral adalah
vena kortikal abnormal yang mengalirkan isi vena kor-
tikal permukaan dan sinus sagital superior kesistema
vena dalam.
CT scan paling baik dalam mendeteksi kalsifikasi
kortikal dan berguna dalam diagnosis dini kelainan ini.
Kalsifikasi sering lebih jelas pada CT scan dibanding
foto polos tengkorak. CT scan biasanya memperlihatkan
kalsifikasi kortikal giriformis pada lobus temporal dan
oksipital. Hemisfer serebral mungkin dilapisi angioma,
dan malformasi vaskuler pial mungkin diperkuat oleh zat
kontras pada semua kasus. Atrofi kortikal dan ketidak-
setangkupan bentuk dan ketebalan tengkorak sering tam-
pak. Kalsifikasi giriformis yang khas untuk kelainan i-
ni biasanya tampak setelah usia dua tahun. Kalsifikasi
sejenis mungkin dijumpai pada leukemia SSP. Diferensia-
si klinis kedua kelainan ini tidak sulit. Kalsifikasi
bilateral mungkin dijumpai. Hemisferektomi mungkin di-
indikasikan untuk bangkitan yang tak terkontrol.
ANGIOMATOSIS SEREBELORETINAL
(PENYAKIT VON HIPPEL-LINDAU)
Angiomatosis serebeloretinal terdiri dari hemangioblas-
toma serebeler, angioma retinal, lesi tipikal organ in-
ternal, dan eritrositosis darah perifer. Angioma reti-
nal pertama dikemukakan von Hippel 1904. Lindau menemu-
kan tahun 1926, saat meneliti tumor serebeler, bahwa
hemangioblastoma serebeler sering bersamaan dengan a-
ngiomatosis retina dan mengajukan hubungan ini sebagai
kesatuan nosologis. Cushing dan Bailey menamakan hu-
bungan ini sebagai Penyakit Lindau pada tahun 1928.
Hemangioblastoma sering terjadi sebagai lesi sistik pa-
da paramedian hemisfer serebeler. Bisa terbentuk soli-
ter atau multipel. Sista berisi cairan xantokhrom, dan
terdapat nodul mural. Setiap lesi organ internal dije-
laskan sebagai foekhromositoma medulla adrenal, hiper-
nefroma ginjal, dan sista atau angioma limpa dan gin-
jal.
Mungkin terdapat siringomielia, meningioma, dan
paraganglioma. Sista tulang dan nevi vaskuler dan ber-
pigmen pada kulit dan mukosa bisa dijumpai.
Lesi organ internal jarang memberikan gejala. Pre-
sentasi klinis terdiri dari peninggian TIK dan tanda
serebeler akibat tumor serebeler, dan gangguan visual
akibat angioma retinal. Polisitemia mungkin menghilang
setelah pengangkatan hemangioblastoma serebeler.
Hemangioblastoma serebeler tampak pada CT scan se-
bagai area densitas rendah pada bagian sistik dan area
isodensitas atau sedikit hiperdensitas pada nodus mu-
ral. Obstruksi ventrikel keempat oleh efek massa biasa-
nya menyebebkan hidrosefalus. Nodul solid pada dinding
sista diperkuat secara merata oleh injeksi kontras. Ba-
gian perifer lesi sistik diperkuat dan dikelilingi cin-
cin hiperdens. Konsekuensinya, diferensiasi keadaan ini
dengan sista arakhnoid tidak sulit. Sarkoma sistik atau
ependimoma mungkin memberikan temuan CT scan serupa.
SINDROMA NEUROKUTANOSA LAIN
Ataksia-Telangiektasia
(Sindroma Louis-Bar atau Border-Sedgwick)
Sindroma ini dijelaskan oleh Louis-Bar pada 1941 dan
dinamakan ataksia-telangiektasia dan dianggap sebagai
fakomatosis kelima. Gambaran khas sindroma ini adalah
ataksia serebeler progresif yang dimulai saat bayi, dan
telangiektasia progresif dari bulbar konjunktiva serta
muka. Gangguan motor tampak menonjol sebagai khoreoate-
totik. Infeksi sinus paranasal serta paru-paru sering
berulang. Mekanisme immunologis terganggu serta timus
tampak hipoplastik. Tumor maligna jarang. Perubahan se-
rebeler termasuk degenerasi sel Purkinje, dan dilatasi
serta penipisan dinding pembuluh kecil pial dan subs-
tansia putih. Lesi bisa dilihat pada cord tulang bela-
kang. CT scan memperlihatkan atrofi serebeler, sesuai
dengan temuan patologis.
Melanosis Neurokutanosa (Sindroma Rokistansky-Bogaert)
Nevi kutanosa berpigmen, melanosis leptomeningeal, dan
pigmentasi melanotik intraserebral adalah khas untuk
melanosis neurokutanosa. Hidrosefalus terjadi karena
obstruksi pada daerah absorpsi CSS oleh sel pigmen.
Pasien menampilkan bangkitan konvulsif, retardasi
mental, iritasi meningeal kronik, palsi saraf kranial,
dan peninggian TIK.
Tabel 10-1. Sindroma Fakomatosa Jarang
-------------------------------------------------------
1. Melanosis neurokutanosa
(sindroma Rokistansky-van Bogaert)
2. Inkontinensia pigmenti
(sindroma Bloch-Sulzberger)
3. Karsinoma sel basal nevoid multipel
(sindroma Ward-Gorlin-Goltz)
4. Angiomatosis kutaneomeningospinal
(sindroma Berenbruch-Cushing-Cobb)
5. Angiomatosis osteohipertrofika
(sindroma Klippel-Trenaunay)
6. Angiomatosis sistemik (sindroma Ulmann)
7. Angiomatosis okuloserebral (sindroma Bregeat)
8. Lipomatosis circumscribed periferal multipel
(penyakit Krabbe-Bartels)
9. Lipomatosis neurokutanosa
10. Displasia fibrosa (sindroma Albright)
-------------------------------------------------------