ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. M. Jamil/FK-UNAND Padang.

Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy



     

ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id Ka. SMF Bedah Saraf RS. M. Jamil/FK-UNAND Padang.


YANG ANDA INGIN KETAHUI DAN YANG HARUS ANDA KETAHUI,
PILIH SENDIRI :


6. KELAINAN SEREBRO-VASKULER
A. Perdarahan Subarakhnoid
B. Perdarahan Intraserebral Nontraumatika
C. Iskemia Serebral dan Rekonstruksi Vaskuler
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
 

        6. KELAINAN SEREBRO-VASKULER
        
        __________________________________
        
        I. PERDARAHAN SUBARAKHNOID (PSA/SAH)
        PSA  primer terjadi bila sumber perdarahan  (aneurisma) 
        terletak  pada  rongga subarakhnoid  dan  PSA  sekunder 
        adalah  bila  perdarahan terjadi  pada  substansi  otak 
        dengan  kemungkinan hematoma bocor kedalam CSS  melalui 
        robekan ventrikel atau melalui permukaan otak.
        
        
        ANATOMI PERDARAHAN INTRAKRANIAL:
        1. Aneurisma  terletak  pada  rongga  subarakhnoid  dan 
           berdarah ke CSS atau jaringan otak sekitarnya.
        2. Angioma serebral (AVM).
        3. Perdarahan primer (hipertensif).
        
        2  dan 3 masing-masing berdarah didalam jaringan  otak. 
        Bekuan  darah  mungkin pecah ke CSS ventrikel  atau  ke 
        permukaan otak.
        
        
        TAMPILAN PSA
        Seperti semua CVA, PSA adalah kejadian mendadak. Adanya 
        darah  pada  ruang subarakhnoid  menimbulkan gejala dan 
        tanda  meningisme hingga pasien tampil dengan  gambaran 
        meningitis  onset akut. Gejalanya adalah nyeri  kepala, 
        nyeri  leher  dan  punggung,  muntah,  fotopobia,   dan 
        iritabilitas. Sedang tanda-tandanya adalah kaku  kuduk, 
        tanda  Kernig positif dan pasien terbaring  diam  serta 
        menghindari gerakan dan gangguan sekitar.
             Komplikasi  terpenting  yang  umumnya  menyebabkab 
        outcome  yang  buruk  adalah:  vasospasme,   perdarahan 
        ulang, hidrosefalus dan bangkitan (seizure).
        
        
        Kelainan neurologis lain yang bisa dijumpai:
        
        1. Perubahan kesadaran
        Semua   perdarahan   spontan   intrakranial   berakibat 
        peninggian   tekanan  intrakranial  yang  cukup   untuk 
        sementara menghentikan sirkulasi serebral hingga pasien 
        kehilangan  kesadarannya. Periode ini mungkin  berakhir 
        dalam  beberapa  menit namun  beberapa  pasien  mungkin 
        tetap  tidak  sadar atau stupor pada saat  masuk  rumah 
        sakit. Adanya darah disekitar arteria perforating  pada 
        dasar otak berakibat spasme dan bersama dengan hematoma 
        yang  cukup  besar  untuk  mendistorsikan  batang  otak 
        merupakan  alasan lain terjadinya kehilangan  kesadaran 
        dini tersebut.
        
        2. Tanda-tanda neurologis fokal
        Bila  perdarahan inisial menimbulkan  hematoma  didalam 
        jaringan otak, pasien mungkin tampil dengan tanda-tanda 
        neurologis  fokal sesuai posisi  hematomanya  disamping 
        adanya  meningisme  tersebut. Adanya  kelainan  seperti 
        hemiplegia, disfasia dll. yang jelas timbul sejak  saat 
        terjadinya  perdarahan  memperkuat  kemungkinan   bahwa 
        hematoma adalah suatu bagian dari gambaran patologi.
        
        
        KRITERIA suatu PSA menurut Hunt dan Hess:
        Grade I   - Asimtomatis, atau nyeri kepala minimal  dan 
                    rigiditas nukhal ringan
        Grade II  - Nyeri kepala sedang hingga berat, rigiditas 
                    nukhal, tidak ada defisit neurologis selain 
                    palsi saraf kranial
        Grade III - Drowsi, konfusi, atau defisit fokal ringan
        Grade IV  - Stupor, hemiparesis sedang  hingga  berat, 
                    mungkin dengan rigiditas deserebrasi  dini, 
                    dan gangguan vegetatif.
        Grade V   - Tampilan moribund
        
        
        PROTOKOL PENGELOLAAN PERDARAHAN SUBARAKHNOID
        
        Pengelolaan  memerlukan integrasi diagnosis klinis  dan 
        pengelolaan  di  UGD, penilaian  pencitraan  neurologis 
        segera, pertimbangan jenis operasi dan anestesi khusus, 
        dan perawatan intensif.
             Kunci  penting dari langkah pertama di UGD  adalah 
        memikirkan, dan kemudian memastikan, diagnosis dari PSA 
        sambil mempertahankan tanda-tanda vital. Tanda khas PSA 
        adalah   nyeri   kepala,  dengan   karakteristik   yang 
        mendadak,  tidak biasa dialami sebelumnya,  dan  sering 
        unilateral   dan  disertai  nyeri  atau   kaku   kuduk. 
        Kemungkinan  lain, pasien datang dengan obtundasi  atau 
        koma, dengan atau tanpa defisit neurologis. Pada kasus-
        kasus  demikian, PSA harus disangka dan CT scan  adalah 
        tindakan  penting berikutnya. CT scan akan  mendiagnosa 
        sekitar  90 persen kasus dan dapat  melacak  komplikasi 
        segera  yang penting seperti  perdarahan  intraserebral 
        (ICH),  perdarahan intraventrikuler, dan  hidrosefalus. 
        Pungsi lumbar diperlukan bila indeks persangkaan adalah 
        tinggi, namun CT scan negatif.
             Pengelolaan  di  UGD  juga  termasuk   penstabilan 
        tanda-tanda vital dan memulai tindakan atas  hipertensi 
        arterial  sistemik  yang  sering  timbul  setelah  PSA. 
        Tekanan darah harus dikontrol dalam usaha  meminimalkan 
        risiko  akan perdarahan ulang dini. Lebih disukai  obat 
        intravena  yang reversibel dengan cepat seperti  nitro-
        prusida  sodium. Tujuannya adalah  mencegah  hipertensi 
        sistolik  yang  berat dan  untuk  menstabilkan  tekanan 
        darah sistolik dibawah 150 mmHg. Hipotensi dicegah agar 
        tidak mengurangi aliran darah serebral (CBF)  ketingkat 
        yang  berbahaya.  Karena adanya risiko  hipertensi yang 
        diinduksi oleh bangkitan, semua pasien diberikan  anti-
        konvulsan.


        Tabel 1. Pengelolaan Perdarahan Subarakhnoid (UCLA,'93)
        -------------------------------------------------------
        A. Unit Gawat Darurat
             1. Kontrol atas hipertensi
             2. Intubasi (bila koma)
             3. CT scan segera
             4. Pungsi lumbar bila hasil CT scan negatif
             5. Ventrikulostomi (akut hidrosefalus simtomatis)
        B. Angiografi
             1. Dilakukan sesegera mungkin setelah masuk UGD.
             2. Pengamatan klinis ketat
             3. Pemeriksaan empat pembuluh
        C. Operasi
             1. Dilakukan dalam 24 jam pada kebanyakan kasus
             2. Bedah tunda (untuk 10-12 hari) bila lebih  dari 
                3  hari sejak perdarahan serta tampilnya  vaso-
                spasme yang nyata
        D. Perawatan Intensif
             1. Nimodipin
             2. Antikonvulsan
             3. Ekspansi volume dengan koloid
             4. Pengamatan klinis
             5. Pengamatan fisiologis
                a. Tekanan darah
                b. Tekanan arteri pulmoner atau  
                   tekanan  vena sentral
                c. TIK (bila ventrikulostomi terpasang)
                d. Doppler transkranial
                e. Aliran Darah Serebral
             6. Hipervolemi, hemodilusi, hipertensi untuk vaso-
                spasme
             7. Angioplasti transluminal untuk vasospasme  yang 
                refraktor terhadap obat-obatan
        -------------------------------------------------------
        
        
             Pasien   koma  diintubasi  dengan   hiperventilasi 
        ringan  untuk memastikan perlindungan jalan  nafas  dan 
        oksigenisasi  adekuat  selama tindakan  diagnostik  dan 
        terapeutik   awal,  dan  juga  untuk  mengurangi   efek 
        peninggian TIK. Hanya pasien yang memperlihatkan  tanda 
        penekanan  batang  otak  (abnormalitas  pupiler)   yang 
        diberikan  mannitol. Kateter ventrikuler dipasang  pada 
        pasien  koma dalam usaha memantau TIK  dan  mengalirkan 
        CSS bila perlu.
             Setelah  pasien distabilkan di UGD  dan  diagnosis 
        PSA   sudah  ditegakkan,  angiogram   serebral   segera 
        dilakukan  pada kebanyakan kasus tanpa  menunggu-nunggu 
        lagi. Angiografi karotid dan vertebral dilakukan  untuk 
        mengetahui  lokasi perdarahan dan untuk menilai  adanya 
        aneurisma  berganda.  Penting  untuk  memantau   pasien 
        secara ketat selama angiografi, dengan perhatian khusus 
        terhadap  tekanan  darah,  TIK  (bila   ventrikulostomi 
        terpasang), dan keadaan neurologis.
             Setelah menyelesaikan angiogram, operasi dilakukan 
        dalam  24  jam. Pengelolaan  anestetik  selama  operasi 
        harus mengutamakan pemeliharaan tekanan darah  arterial 
        normal; dengan mencegah hipotensi atau hipertensi  yang 
        nyata,  hiperventilasi ringan bersama  infus  mannitol, 
        dan pengaliran ventrikuler untuk memungkinkan relaksasi 
        otak.  Kateter  arteria pulmoner rutin  dipasang  untuk 
        memantau  hemodinamik. Proteksi otak dengan  barbiturat 
        bisa  diberikan  disaat  diseksi  aneurisma,  digunakan 
        untuk  melindungi otak disaat oklusi arterial  temporer 
        diperlukan.  Hipotensi  dalam,  yang  pernah  dilakukan 
        untuk   mengurangi  risiko  rupturnya  aneurisma   saat 
        diseksi,  sudah  ditinggalkan demi mencegah  agar  otak 
        yang  sudah terganggu tidak mengalami  iskemia  global. 
        Setelah  aneurisma  diklip,  hasil  operasi  dipastikan 
        dengan  angiografi intra bedah. Selama  pemulihan  dari 
        anestesi,  tekanan  darah  dipertahankan  pada  tingkat 
        normal atau sedikit hipertensi untuk memastikan perfusi 
        serebral yang adekuat.
             Pasien  yang memperlihatkan tanda kompresi  batang 
        otak  dan  CT scan awal menunjukkan  perdarahan  intra-
        serebral  dengan  efek  massa  disamping  adanya   PSA, 
        angiografi  harus  ditunda dan pasien  langsung  dibawa 
        kekamar  operasi  untuk bedah dekompresi  segera.  Pada 
        kebanyakan  kasus,  topografi  ICH  menunjukkan  lokasi 
        aneurisma  yang bersangkutan, dan  eksplorasi  pembuluh  
        tersangka  dilakukan setelah dekompresi atas  hematoma. 
        Kemungkinan  lain,  angiogram  intra  bedah   dilakukan 
        segera setelah pengangkatan hematoma untuk  melokalisir 
        aneurisma.
             Pengelolaan   pasca   bedah   termasuk   pemberian 
        nimodipin  (60mg lewat mulut atau NGT tiap 4  jam)  dan 
        infus  koloid (albumin 5%, 250ml tiap 6-12  jam)  untuk 
        mencegah  iskemia serebral tertunda.  Pemberian  cairan 
        dititrasi  hingga mempertahankan tekanan  vena  sentral 
        atau   tekanan  arteria  pulmoner   optimal.   Drainasi 
        ventrikuler dilanjutkan untuk mempertahankan TIK kurang 
        dari 15mmHg dan untuk mengeluarkan hasil hancuran darah.
             Pemantauan  intensif dipusatkan  pada  pemeriksaan 
        neurologis frekuen, pemantauan TIK, dan penilaian  atas 
        vasospasme  dengan  Doppler transkranial  serta  dengan 
        pemeriksaan  ADS  (CBF). Begitu tanda  pertama  defisit 
        neurologis atau adanya gangguan ADS akibat  vasospasme, 
        terapi  hipervolemik-hemodilusi-hipertensif  (tripel-H) 
        segera  dimulai. Kateter arteria pulmoner  (PA)  segera 
        dipasang bila belum terpasang. Bila tindakan ini  gagal 
        memulihkan  defisit  neurologi atau  berkurangnya  ADS, 
        angiografi   ulang  segera  dilakukan.   Bila   terjadi 
        vasospasme arterial berat, angioplasti dilatasi  dengan 
        balon  harus segera dipertimbangkan.  Pemantauan  terus 
        dilanjutkan  hingga  drainasi  ventrikuler  tidak  lagi 
        diperlukan dan hingga keadaan neurologis, hasil Doppler 
        transkranial, dan nilai ADS sudah stabil.
             Pasien  tetap  dirumah sakit hingga hari  ke  8-10 
        sejak perdarahan. Pasien dipulangkan bila secara  medis 
        dan  neurologis  sudah stabil dan bila  Doppler  trans-
        kranial tidak lagi menunjukkan adanya vasospasme.  Bila 
        spasme  masih  ada, pasien tetap dirumah  sakit  hingga 
        resolusi.
        
        
        PUNGSI LUMBAR
        
        Pungsi lumbar dilakukan bila diduga suatu PSA. CSS akan 
        berwarna darah segera setelah perdarahan namun kemudian 
        sel  darah  merah menghilang dan warna  cairan  menjadi 
        xantokhromik  (kuning)  karena produk  hancuran  pigmen 
        hemoglobin. Pungsi lumbar hanya dilakukan bila hasil CT 
        scan negatif.
             Pungsi  lumbar  dikontraindikasikan  bila   diduga 
        adanya  hematom yang ukurannya cukup untuk  meninggikan 
        tekanan  intrakranial dimana pengurangan  CSS  mendadak 
        akan mempresipitasi terjadinya 'coning'.
             Pada  tahap  ini, diagnosis klinis  akan  penyebab 
        perdarahan secara kasar dapat diperkirakan  berdasarkan 
        usia pasien beserta gambaran kliniknya.
        1. Pasien berusia dibawah 21 tahun, perdarahan  mungkin 
        akibat  suatu malformasi arterio-venosa (AVM)  terutama 
        bila dijumpai tanda-tanda hematoma intraserebral.
        2. Pasien  usia  antara 35 dan 65  tahun,  dengan  atau 
        tanpa gambaran hematoma atau hipertensi, mungkin adalah 
        suatu aneurisma serebral yang ruptur.
        3. Pasien  berusia  diatas  50  tahun  dengan   riwayat 
        hipertensi, datang dengan peninggian tekanan darah yang 
        ekstrem,  gangguan kesadaran serta kelainan  neurologis 
        fokal  (seperti  hemiparesis)  lebih  sering   memiliki 
        perdarahan intraserebral primer.
             Hanya  pemeriksaan neuroradiologi  seperti  angio-
        grafi akan memastikan penyebab perdarahan dan karenanya 
        semua  pasien  dibawah  usia 65  tahun  dengan  keadaan 
        klinis memungkinkan, harus dibawa keunit radiologi.
        
        
        PEMERIKSAAN NEURORADIOLOGIS UNTUK PSA
        
        Tomografi terkomputer (CT Scan)
        Hematoma intraserebral tampak sangat jelas dan pada 90% 
        kasus  etiologinya  dapat  diperkirakan  secara   tepat 
        berdasarkan  lokasi anatomisnya. Adanya  koleksi  darah 
        pada sisterna subarakhnoid didasar otak bisa  dideteksi 
        pada hari-hari pertama setelah perdarahan. CT scan juga 
        memperlihatkan  faktor-faktor komplikasi  lain  seperti 
        hidrosefalus  dan  pada  kasus  yang  jarang   terjadi, 
        perdarahan  yang  berasal dari tumor  yang  tak  diduga 
        sebelumnya.  Malformasi  arterio-venosa  mungkin   juga 
        mengandung bercak-bercak kalsium yang dapat  disaksikan 
        pada  CT  scan  dan  memperlihatkan  penguatan  setelah 
        penyuntikan zat kontras.
        
        Angiografi
        Kelainan anatomi yang pasti yang bertanggungjawab  atas 
        perdarahan  hanya  dapat diketahui  dengan  angiografi. 
        Riwayat  klinis dan tanda-tanda neurologis serta  hasil 
        CT  scan  menentukan pembuluh  serebral  didaerah  mana 
        terjadinya perdarahan, yang mana merupakan daerah  yang 
        pertama-tama  diselidiki. Angiografi setelah suatu  PSA 
        mempunyai  sedikit risiko tertentu, tergantung  keadaan 
        pasien saat pemeriksaan.
             Diagnosis  klinis  dan radiologis  kemudian  dapat 
        dibuat sebagai salah satu dari berikut:
        1. Ruptur aneurisma serebral
        2. PSA tanpa kelainan vaskuler yang dapat dideteksi
        3. Perdarahan dari malformasi arterio-venosa
        4. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif).
        
        
        A. ANEURISMA SEREBRAL
        
        Patologi
        Arteria intrakranial berbeda dengan dibagian lain tubuh 
        dimana ia tidak memiliki lamina elastika internal. Juga 
        selubung   otot  tidak  sempurna  pada  daerah   dimana 
        percabangan penting terbentuk. Ini keadaan yang  normal 
        yang  mempertinggi dugaan bahwa aneurisma  akan  timbul 
        didaerah  kelemahan  kongenital pada  dinding  arteria. 
        Lokasi terpenting adalah:
        1. Sekitar arteria komunikating anterior
        2. Arteria  karotid  internal pada  hubungannya  dengan 
           arteria komunikating posterior atau pada ujungnya
        3. Cabang-cabang utama arteria serebral media
        4. Sirkulasi posterior pada akhir dari arteria  basiler 
           atau pada asal arteria serebelar posterior  inferior 
           dari arteria vertebral.
        Hipertensi sistemik dan ateroma merupakan katalis untuk  
        terjadinya  aneurisma yang bisa sakuler dan dapat  pula 
        multilokuler. Diameter kurang dari 4 mm jarang  ruptur, 
        namun bila ia tumbuh membesar akan berakibat  kerusakan 
        endotelial baik karena arus turbulen didalamnya ataupun 
        akibat  trombus  mural,  merupakan  predisposisi  untuk 
        ruptur.  Penyebab yang jarang dari  aneurisma  serebral 
        adalah:
        1. Endokarditis bakterial subakut (aneurisma mikotik)
        2. Cedera penetrating otak
        30%  pasien  dengan perdarahan  akibat aneurisma,  pada 
        pemeriksaan menunjukkan aneurisma multipel.
        
        
        Epidemiologi
        Ruptur aneurisma serebral adalah jarang, 5 per  100.000 
        pertahun. Lebih dari setengahnya adalah hipertensif dan 
        kebanyakan  adalah  pada kelompok usia  45-60.  Umumnya 
        predominan pada wanita. Perdarahan dapat terjadi setiap 
        saat dan tidak perlu tergantung pada keadaan fisik atau 
        mental  yang diperkirakan merubah tekanan  intrakranial 
        atau aliran darah serebral. Karenanya perdarahan  dapat 
        terjadi saat tidur.
        
        
        Gambaran klinis aneurisma serebral
        Kebanyakan pasien tampil dengan PSA seperti  dijelaskan 
        diatas.  Pada  keadaan  yang  jarang,  aneurisma  dapat 
        membesar mencapai ukuran besar tanpa ruptur dan  tampil 
        dengan epilepsi atau dengan tanda-tanda kompresi  lokal 
        serebral.  Pembesaran  aneurisma  arteria  komunikating 
        posterior   mungkin  menekan  saraf  okulomotor.   Bila 
        aneurisma  tidak  ruptur selama  pembesarannya,  pasien 
        tampil dengan palsi saraf ketiga yang nyeri yang timbul 
        mendadak.
        
        
        Ruptur aneurisma serebral yang tidak ditindak
        12%  pasien  segera  mati  setelah  perdarahan.   Hanya 
        sekitar   65%  pasien  dengan  aneurisma  yang   ruptur 
        mencapai  unit  neurosurgeri.  Tingkat  kematian  bulan 
        pertama   setelah  perdarahan  sekitar   60%.   Tingkat 
        kematian  akibat perdarahan rekuren pada pasien  dengan 
        kondisi yang layak untuk dilakukannya angiografi, namun 
        tidak mendapat tindakan bedah bentuk apapun adalah  40% 
        selama enam minggu pertama sejak perdarahan inisial.
             Perdarahan  kedua berakibat mortalitas yang  lebih 
        tinggi  (70%) dibanding perdarahan pertama. Dari  semua 
        perdarahan kedua yang terjadi pada enam minggu pertama, 
        setengahnya  terjadi  dalam  dua  minggu  pertama   dan 
        sisanya diantaranya dengan akhir periode enam minggu.
             Risiko   perdarahan  selanjutnya   menurun   cepat 
        setelah enam bulan berikut untuk selanjutnya  aneurisma 
        ruptur  yang  tanpa  tindakan  bedah  mempunyai  risiko 
        perdarahan sekitar 3.5% pertahun.
             Tampak   dari  gambaran  tersebut   bahwa   bahaya 
        perdarahan  rekuren  pada  pasien  yang  hidup  setelah 
        episode inisial dapat dibagi kedalam dua periode.  Yang 
        pertama  mulai  dari segera  setelah  perdarahan  serta 
        merupakan  risiko  tinggi dan berkurang  cepat  setelah 
        enam  minggu.  Setelahnya  lebih  kecil,  namun  secara 
        kumulatif sekitar 25% dari pasien yang hidup perdarahan 
        ulang  terjadi  dalam 10 tahun pada pasien  yang  tidak 
        ditindak bedah.
        
        
        KOMPILIKASI NEUROLOGIS PERDARAHAN SUBARAKHNOID
        
        Komplikasi  neurologis setelah PSA  aneurismal  adalah, 
        berdasar  frekuensi dan arti penting relatifnya:  vaso-
        spasme,  perdarahan ulang, hidrosefalus dan  peninggian 
        TIK, dan bangkitan. Vasospasme adalah sebab  terpenting 
        dari  outcome yang buruk pada pasien yang datang  dalam 
        keadaan baik.
        
        1. SPASME ARTERIAL (VASOSPASME) DAN ISKEMIA SEREBRAL
        Vasospasme  (spasme arterial serebral) adalah  penyebab
        tersering  dari morbiditas dan mortalitas  pasien  yang 
        datang kerumah-sakit dengan PSA.
             Penelitian  mutakhir menunjukkan bahwa  vasospasme 
        berhubungan dengan ketebalan klot periarterial  setelah 
        rupturnya aneurisma. Ternyata terbukti bahwa vasospasme 
        tidak terjadi segera setelah rupturnya aneurisma, namun 
        tampil  pada  hari  keempat  hingga  kesepuluh  setelah 
        perdarahan.  Beratnya  vasospasme  mencapai   puncaknya 
        selama  minggu kedua setelah PSA dan  berkurang  selama 
        minggu ketiga (Neil Martin, 1993). 
             Setelah 24-48 jam pasien memperlihatkan perburukan 
        tingkat  kesadaran secara gradual serta  adanya  tanda-
        tanda neurologis fokal. Terjadi peningkatan  meningisme 
        dengan  memburuknya nyeri kepala serta kaku kuduk  yang 
        ekstrim. 
             Angiogram ditingkat ini memperlihatkan  konstriksi 
        segmental  arteria  serebral ukuran besar  dan  sedang. 
        Walau  perubahan terutama nyata pada daerah  aneurisma, 
        biasanya  tidak  terbatas  pada  daerah  tersebut   dan 
        mungkin   tampak  pada  hemisfer  seberang.   Sirkulasi 
        serebral menjadi lambat dan diduga bahwa perubahan yang 
        tampak  pada pembuluh yang lebih besar  pada  angiogram 
        juga  terjadi  pada pembuluh intraserebral  yang  lebih 
        kecil dengan akibat iskemia fokal. Spasme arterial  ini 
        cenderung  menuju  perbaikan  spontan  dengan  resolusi 
        simtomatik  pada  area tersebut  dimana  iskemia  tidak 
        cukup parah untuk menimbulkan infarksi.
             Penting  untuk membedakan temuan angiografik  atas 
        penyempitan   arterial  (vasospasme  angiografik)   dan 
        'vasospasme  simtomatik', yang khas  dengan  perburukan 
        neurologis  akibat dari iskemia  serebral.  Penyempitan 
        arterial  angiografik terjadi pada 60-70 % pasien  bila 
        dilakukan   10-12  hari  setelah  PSA.  Namun   defisit 
        neurologik iskemik akibat penyempitan arterial  terjadi 
        hanya pada sekitar 30 % pasien.
            Vasospasme  umumnya mengenai pembuluh utama didasar 
        otak:  arteria  karotid interna  supraklinoid,  arteria 
        serebral   media  (MCA),  arteria  serebral   anterior, 
        arteria  vertebral intrakranial, arteria  basiler,  dan 
        arteria  serebral posterior. Bila PSA  meluas  kefisura 
        sylvian dan sisterna insuler, atau bila mengenai fisura 
        interhemisfer,   penyempitan  arterial   perifer   bisa 
        terjadi.
            Zat-zat  farmakologis yang bertanggung-jawab  atas 
        spasme  belum  begitu  pasti,  walau  telah   dilakukan 
        penelitian   atas  serotonin,  siklik  AMP,   ATP   dan 
        prostaglandin. Keadaan patologis yang diperlukan  untuk 
        terjadinya  spasme  adalah adanya hematoma  pada  ruang 
        subarakhnoid, pembuluh darah yang ruptur dan  kerusakan 
        lokal  jaringan otak. Hal ini  menggambarkan  banyaknya 
        substansi  penyebab  vasokonstriksi  serebral.   Mereka 
        dapat masuk keCSS hingga berefek baik lokal atau difus.
             Vasospasme arteria serebral utama merupakan risiko 
        yang  penting pada pasien dengan PSA.  Walau  terkadang 
        vasospasme  yang simtomatis adalah reversibel,  sekitar 
        50%  mati  atau tetap dengan infarksi  serebral  parah. 
        Vasospasme  tidak pernah terjadi sebelum  hari  keempat 
        setelah perdarahan, dengan puncak insidens antara  hari 
        ke 7 dan ke 14 setelah perdarahan, terkadang  ditemukan 
        hingga hari ke 21 setelah PSA.
             Pada  penelitian,  bila tak  ada  perdarahan  yang 
        tampak  pada CT scan inisial, vasospasme  berat  hampir 
        tidak  pernah terjadi. Bila tampak suatu  bekuan  darah 
        subarakhnoid yang tebal, spasme yang berat sangat  umum 
        terjadi.
        
        
        PREDIKSI ATAS VASOSPASME
        
        Karena  vasospasme  disebabkan oleh  klot  darah  peri-
        arterial,  tidak mengherankan bila sejumlah darah  sub- 
        arakhnoid  yang  tampak  pada CT  scan  inisial  adalah 
        prediktor terkuat akan terjadinya vasospasme.  Takemae, 
        1978,  yang pertama memperlihatkan hubungan  klot  sub-
        arakhnoid   dengan  vasospasme.  Fisher,  tahun   1980, 
        mengembangkan  sistem gradasi jumlah klot  subarakhnoid 
        yang berguna untuk menentukan kelompok berrisiko paling 
        tinggi  akan vasospasme. Ditemukan bahwa CT  scan  yang 
        memperlihatkan  klot  subarakhnoid  yang   terlokalisir 
        berhubungan  erat  dengan akan  terjadinya  penyempitan 
        arterial yang bermakna pada arteri berdekatan. Saat ini 
        jumlah dan pola darah subarakhnoid yang tampak pada  CT 
        scan  inisial  adalah  merupakan  tampilan  yang   luas 
        digunakan untuk menduga risiko vasospasme atas  pasien. 
        Kelainan  klinis dan radiologis lain  juga  berhubungan 
        dengan  kejadian  vasospasme  (keadaan  klinis   buruk, 
        hidrosefalus, serta perdarahan intraventrikuler), namun 
        mungkin  hal  ini  juga  menunjukkan  perburukan   dari 
        perdarahan inisial.
        
        
        DIAGNOSIS DAN PEMANTAUAN VASOSPASME
        
        Pengamatan  Klinis.  Nyeri kepala  adalah  gejala  dini 
        vasospasme,  namun tanda klinis khas adalah  terjadinya 
        perburukan  kesadaran  secara  progresif  atau   adanya 
        defisit neurologis fokal dalam beberapa menit atau jam. 
        Tanda  lain seperti demam, takhikardia, dan  hipertensi 
        mungkin  timbul, namun karena relatif  tidak  spesifik, 
        tanda-tanda ini mempunyai nilai terbatas atas diagnosis 
        vasospasme.
             Karena defisit neurologis yang berhubungan  dengan 
        penyempitan arterial sering tak jelas, perubahan ringan 
        dari tingkat kesadaran, atau drift pronator yang ringan 
        atau  afasia,  pemeriksaan neurologis yang  teliti  dan 
        berulang  adalah sangat penting. Bila  defisit  iskemik 
        oleh vasospasme ditemukan pada tahap ini, tindakan yang 
        tepat sering menghasilkan resolusi yang sempurna.  Bila 
        tindakan  terlambat  hingga defisit  neurologis  berat, 
        mungkin  terjadi infarksi yang irreversibel.  Penilaian 
        laboratorium  dan CT scan segera perlu dilakukan  untuk 
        menentukan  penyebab  sistemik  lainnya  (hiponatremia, 
        hipotensi,  hipoksia)  atau  penyebab  neurologis  lain 
        (hidrosefalus, perdarahan) atas terjadinya perburukan.
        
        
        Ultrasonografi Doppler Transkranial. Karena  angiografi 
        bersifat invasif, kegunaannya untuk diagnosis  terbatas 
        dan  tidak mungkin digunakan sebagai  sarana  pemantau. 
        Doppler  yang non invasif dapat  memperkirakan  derajat 
        penyempitan  arteria. Terdapat tiga buah jendela  untuk 
        menaksir  arteria  intrakranial utama.  Jendela  trans-
        orbital  digunakan mengukur sifon karotid  dan  arteria 
        karotid  internal supraklinoid.  Jendela  transtemporal 
        untuk  segmen proksimal arteria serebral  anterior  dan 
        media.  Jendela suboksipital untuk arteria basiler  dan 
        vertebral.
             Perlu  diingat bahwa kecepatan aliran yang  tinggi 
        tidak   selalu   menandakan   iskemia   serebral   yang 
        berbahaya.  Pada  beberapa  pasien  dengan   vasospasme 
        secara  angiografi tetap asimtomatik,  sebagian  pasien 
        yang   dengan  Doppler  menunjukkan  vasospasme   tidak 
        menunjukkan  iskemia serebral. Selanjutnya,  pengukuran 
        menunjukkan  kecepatan normal, tidak  menjamin  iskemia 
        serebral  yang  berbahaya tidak  akan  terjadi,  karena 
        spasme  mungkin  mengenai segmen  arterial  yang  tidak 
        tercapai  oleh pemeriksaan Doppler. Untuk  alasan  ini, 
        pengukuran  langsung terhadap ADS (CBF) menambah  nilai 
        Doppler dalam memantau pasien dengan PSA.
        
        
        Pengukuran  Aliran Darah Serebral. Untuk  mengukur  ADS 
        regional,  antaranya dengan bersihan  xenon  radioaktif 
        (IV  atau  inhalasi), CT xenon  stabil,  SPECT  (single 
        photon  emission CT) dan PET (positron  emission  tomo-
        grafi).  Semua memungkinkan pengukuran intermiten  atas 
        ADS.
             ADS hemisfer normal sekitar 50ml/100gr/min,  namun 
        defisit  neurologis  tidak  terjadi  hingga  ADS  jatuh 
        dibawah 20-25 ml/100gr/min. Gangguan nyata dari  aliran 
        darah serebral tanpa tanda klinis hipoperfusi  serebral 
        dapat   terjadi.  Sekali  defisit  neurologis   tampil, 
        tambahan penurunan ADS yang relatif kecil (dibawah  15-
        18ml/100gr/min) mungkin berakibat cedera neuronal  yang 
        irreversibel    dan   infarksi   serebral.    Karenanya 
        pengukuran ADS memungkinkan pelacakan atas berkurangnya 
        ADS jauh sebelum timbulnya defisit neurologis  iskemik. 
        Pemeriksaan  klinis hanya melacak hipoperfusi  serebral 
        bila  pasien menampilkan tanda-tanda iskemia (bila  ADS 
        turun   secara  berbahaya  mendekati  ambang   rangsang 
        kerusakan otak irreversibel).
        
        
        PENGELOLAAN VASOSPASME

        TINDAKAN PROFILAKTIK
        
        Antagonis Kalsium.
        Allen melaporkan bahwa nimodipin menyebabkan terjadinya 
        pengurangan insidensi cacad berat dan kematian,  sedang 
        Pickard  membuktikan terjadinya  pengurangan  insidensi 
        infarksi  serebral  dan outcome  yang  buruk.  Beberapa 
        penelitian  lain membuktikan bahwa nimodipin secara  IV 
        atau  sisternal bermanfaat pada pengelolaan PSA  karena 
        aneurisma.  Menarik bahwa penyempitan  arterial  secara 
        angiografik  tidak  berkurang oleh  antagonis  kalsium. 
        Lebih  mungkin bahwa mekanisme aksinya  adalah  efeknya 
        terhadap  jalur leptomeningeal untuk  memperbaiki  arus 
        kolateral, atau proteksi langsung pada sel neuron.
             Bukti  klinis  mendukung  penggunaan   profilaktik 
        antagonis  kalsium  pada pasien dengan  aneurisma  yang 
        ruptur. Saat ini nimodipin diberikan pada semua  pasien 
        dengan aneurisma intrakranial yang ruptur dimulai sejak 
        pasien datang. Dosis yang dianjurkan adalah 60mg tiap 4 
        jam  secara oral (di USA, 1993, hanya  tersedia  bentuk 
        oral), dilanjutkan hingga 21 hari. Pada beberapa  kasus 
        nimodipin menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik, 
        dan pada kasus ini dosis dikurangi atau dibagi  menjadi 
        30mg  tiap 2 jam. Pada pasien yang tak  dapat  menelan, 
        nimodipin  diberikan melalui selang nasogastrik  (dosis 
        nimodipin per infus pelajari sendiri).
        
        Ekspansi Volume
        ADS  menurun  secara  bertahap  selama  minggu  pertama 
        setelah  PSA  dan mencapai titik rendah  selama  minggu 
        kedua  sebelum  naik menuju normal.  Selain  vasospasme 
        adalah  penyebab  primer pengurangan  progresif  aliran 
        darah,  pengurangan  volume darah  sirkulasi  tampaknya 
        juga   berperan  atas  efek  ini.  Maroon  dan   Nelson 
        membuktikan pengurangan baik volume darah dan massa sel 
        darah  merah pada pasien PSA. Sebab pengurangan  volume 
        darah  sirkulasi diantaranya  'cerebral  salt-wasting', 
        diuresis  saat istirahat baring  terlentang,  penurunan 
        eritropoiesis, kehilangan darah iatrogenik, atau hiper-
        aktifitas simpatetik.
             Untuk  mengatasi hipervolemia yang mengikuti  PSA, 
        terapi  cairan  adalah  komponen  kunci  dari  tindakan 
        pencegahan. Koloid, umumnya albumin 5 %, diberikan  250 
        ml  dua  hingga  tiga kali sehari  (pada  pasien  tanpa 
        disfungsi kardiak atau edema paru-paru) atau  dititrasi 
        untuk  mempertahankan CVP 5-10 torr, atau tekanan  baji 
        kapiler pulmoner 12-15 torr.
        
        
        Hipervolemik Hemodilusi dan Hipertensi Arterial
        (Terapi Tripel-H)
        
        Pengurangan  ADS akibat vasospasme  serebral  bersamaan 
        dengan gangguan autoregulasi serebral. Dalam lingkungan 
        fisiologis ini, induksi hipertensi arterial menyebabkan 
        peninggian  ADS. Dibuktikan bahwa  hipertensi  arterial 
        memperbaiki  defisit  neurologis  iskemik.   Muizelaar, 
        Becker  dan Rosentein membuktikan tindakan  hipertensif 
        akan  memperbaiki  ADS.  Kosnik  dan  Hunt   melaporkan 
        perbaikan  defisit iskemik tunda (delayed) pada  pasien 
        vasospasme  yang  diinduksi  hipertensi  arterial  yang 
        dikombinasi  dengan vipervolemia.  Kassel  menganjurkan 
        ekspansi  volume agresif dan induksi hipertensi  sangat 
        agresif  (sering tekanan sistolik lebih  dari  200mmHg) 
        dan menemukan perbaikan neurologis pada 74 % pasien.
             Hemodilusi  saja  terbukti  menurunkan  viskositas 
        darah dan memperbaiki aliran darah didaerah yang  hipo-
        perfusi. Hemodilusi hampir selalu didapat dari ekspansi 
        volume  yang  agresif memakai infus koloid,  dan  hanya 
        beberapa  peneliti  yang menganjurkan  flebotomi  untuk 
        merendahkan hematokrit. Umumnya disepakati bahwa  hema-
        tokrit optimal untuk menurunkan viskositas darah  tanpa 
        sangat  mengurangi kapasitas angkut oksigen dari  darah 
        adalah sekitar 35 %.
             Sebagai  tindakan  pertama pada  terapi  tripel-H, 
        tekanan vena sentral atau kateter PA diinsersikan untuk 
        pemantauan   hemodinamik.  Ekspansi  volume   dilakukan 
        dengan tujuan mendapatkan tekanan vena sentral  sekitar 
        10mmHg,  atau  tekanan baji  arteria  pulmoner  sekitar 
        15mmHg.  Albumin  5 %  adalah  cairan  terpilih.  Infus 
        koloid   umumnya  menurunkan  hematokrit,  dan   jarang 
        memerlukan   flebotomi  untuk  mendapatkan   hematokrit 
        sekitar   35 %.  Pada  pasien  anemik   mungkin   perlu 
        menginfuskan  packed RBC sebagai komponen  pengekspansi 
        volume  untuk mendapatkan hematokrit  yang  diinginkan. 
        Tekanan darah sistemik sering meninggi karena  ekspansi 
        volume,  dan ini dapat dipacu dengan  penghentian  agen 
        antihipertensif.  Pada  beberapa  kasus  terapi  presor 
        diperlukan. Dopamin adalah agen yang pertama digunakan, 
        namun  terkadang  walau  pada  dosis  besar  tak  dapat 
        menghasilkan tekanan darah yang dikehendaki. Dalam  hal 
        ini digunakan fenilefrin. Bila dilakukan bersama dengan 
        hipervolemia,    fenilefrin   sangat   efektif    untuk 
        menginduksi  hipertensi  arterial yang  nyata.  Tekanan 
        darah sistolik dinaikkan hingga 160 sampai 200mmHg pada 
        pasien  yang aneurismanya telah diklip.  Pada  beberapa 
        kasus  yang  bandel, tekanan darah 220mmHg  atau  lebih 
        dapat  digunakan. Hipertensi yang berat berbahaya  pada 
        pasien  dengan aneurisma yang belum diklip,  dan  dalam 
        hal  ini  batas tertinggi sekitar 170mmHg.  Pada  tahap 
        hipervolemia  dan  hipertensi  arterial  sistemik  ini, 
        beberapa  pasien muda akan mengalami buangan urin  yang 
        tinggi.  Pada  keadaan ini volume infus  koloid  diatur 
        untuk mempertahankan tekanan vena sentral atau  tekanan 
        arteria  pulmoner  yang diinginkan. Bila  buangan  urin 
        sangat  tinggi  (lebih  dari  200-300ml/jam),  diuresis 
        ditekan  dengan florinef atau  vasopressin  (Pitresin). 
        Bila  obat  ini  ditambahkan,  penting  untuk  memantau 
        elektrolit serum dan mengamati dengan ketat kemungkinan 
        terjadinya hiponatremia.
             Bisa  diduga, komplikasi medikal akan  ditimbulkan 
        oleh terapi tripel-H. Tersering adalah edema  pulmoner, 
        dan  pasien harus sering diauskultasi dan sinar-x  dada 
        dilakukan  tiap  hari. Saturasi oksigen  harus  diamati 
        teratur, seperti juga oksimetri denyut. Aritmia kardiak 
        dan  iskemia miokardial jarang terjadi, dan  diperlukan 
        EKG  yang sinambung. Kadang-kadang mengherankan,  bahwa 
        edema  serebral dan perdarahan serebral jarang  menjadi 
        komplikasi,  hampir dipastikan karena  spasme  arterial 
        mencegah  transmisi  tekanan  arterial  sistemik   yang 
        tinggi kevaskulatur serebral distal. Namun, PSA rekuren 
        mungkin  terjadi  pada  pasien  yang  ditindak  sebelum 
        aneurismanya  diklip.  Untuk mencegah  komplikasi  ini, 
        tingkat  hipertensi arterial dibatasi pada pasien  yang 
        aneurismanya belum diklip. Ini salah satu alasan  bahwa 
        bedah aneurisma akut atau dini adalah menguntungkan.
        
        
        Angioplasti
        Bahkan  dengan hipervolemik, hemodilusi dan  hipertensi 
        arterial  yang  agresif, sejumlah  yang  bermakna  dari 
        pasien  dengan vasospasme simtomatis mengalami  defisit 
        neurologis  permanen.  Awad  melaporkan  sejumlah  40 % 
        pasien   dengan  defisit  neurologis   iskemik   akibat 
        vasospasme  gagal  membaik  dengan  terapi  hemodinamik 
        agresif.  16 %  pasien  terus  memburuk  walau   terapi 
        maksimal,  dan  19 % tetap  dengan  defisit  neurologis 
        berat atau mati.
             Keterbatasan  tindakan terapi  tripel-H  berakibat 
        ditemukannya modalitas terapi baru untuk vasospame yang 
        berat dan tidak berreaksi atas obat-obatan. Angioplasti 
        adalah  tehnik endovaskuler dengan  memasukkan  kateter 
        balon  untuk  dilatasi  mekanik  daerah  pembuluh  yang 
        stenosis. Mikrokateter balon berdiameter 2.5-3mm dengan 
        panjang  12-15mm.  Dimasukkan  transfemoral  dan  cukup 
        lentur untuk diarahkan kearteria utama didasar otak.
             Angioplasti  diindikasikan  untuk  pasien   dengan 
        defisit iskemik tunda yang gagal membaik dengan tripel-
        H  agresif,  dan pada CT scan tidak  menunjukkan  sudah 
        terjadinya  infarksi.  Perbaikan terjadi  pada  60-70 % 
        kasus.   Tampaknya  angioplasti  menyebabkan   dilatasi 
        jangka lama segmen arterial yang menyempit. Pemeriksaan 
        Doppler umumnya tidak menampakkan spasme rekuren.
             Intervensi  dini  adalah  faktor  menentukan  pada 
        penggunaan  angioplasti  pada  vasospasme.   Kebanyakan 
        kegagalan klinis disebabkan oleh adanya cedera  iskemik 
        irreversibel  sebelum tindakan. Tampaknya arteria  yang 
        sempit  lebih  mudah  didilatasikan  pada  tahap   awal 
        vasospasme. Pada tahap lanjut pembuluh lebih kaku,  dan 
        tekanan  dilatasi  yang lebih  besar  diperlukan  untuk 
        mengatasi penyempitan arterial.      
             Dilaporkan  ruptur arterial fatal  dan  embolisasi 
        distal  akibat  kerusakan  endotel.  Perdarahan  intra-
        serebral   tunda  didaerah  bersangkutan  juga   pernah 
        dilaporkan, mungkin karena reperfusi daerah yang semula 
        infarksi.
             Kesulitan  tehnik membatasi  kegunaan  angioplasti 
        transluminal  hanya untuk arteria serebral  basal  yang 
        besar.  Arteria  serebral  anterior  proksimal,  karena 
        sering  membelok  tegak  lurus  dari  arteria   karotid 
        internal,  mungkin  sulit  dikateter  dan   didilatasi. 
        Cabang  sekunder MCA sering terlalu kecil untuk  angio-
        plasti,  dan  cabang  distal MCA  dan  PCA  belum  bisa 
        dicapai.
             Tindakan  endovaskuler yang baru  atas  vasospasme 
        arterial  mungkin  dapat  mengobati  iskemia  yang  tak 
        berreaksi atas obat-obatan akibat penyempitan  pembuluh 
        perifer  kecil.  Infus  dosis  besar  papaverin  intra-
        arterial mendilatasi daerah spasme arterial yang  parah 
        pada   sejumlah  kecil  kasus.   Infus   intra-arterial 
        vasodilator  mungkin bermanfaat untuk  cabang  arterial 
        yang tak terjangkau angioplasti balon.
        
        
        Pengelolaan Vasospasme Terpadu
        Dalam  mengelola vasospasme setelah  ruptur  aneurisma, 
        strategi  'klasik'  merupakan  standar,  terdiri   atas 
        pengelolaan  profilaktik  dengan nimodipin  dan  dengan 
        mempertahankan normovolemia atau hipervolemia  moderat, 
        dilanjutkan  dengan hemodilusi hipervolemik dan  hiper-
        tensi  arterial  sistemik  agresif  hanya  bila  pasien 
        menunjukkan tanda-tanda klinis dari defisit  neurologis 
        iskemik. (Angioplasti dilakukan pada pasien yang  gagal 
        dengan  tindakan  medikal).  Strategi  ini   memerlukan 
        pemantauan  neurologis  klinis yang  sangat  ketat  dan 
        kekurangannya  adalah  terapi agresif  hanya  dilakukan 
        bila  spasme arterial cukup berat untuk menurunkan  ADS 
        pada titik berbahaya dimana sangat dekat dengan  ambang 
        rangsang  untuk  infarksi yang  permanen,  irrevesibel. 
        Dengan  strategi  ini,  kerusakan  neurologis  permanen 
        hanya  dapat  dicegah  bila  tindakan  agresif  dimulai 
        sangat   segera  setelah  onset   defisit.   Vasospasme 
        simtomatis  dapat  ditindak  efektif  pada   kebanyakan 
        pasien,  namun perbaikan neurologis gagal terjadi  pada 
        25-40 %  pasien.  Pada  pasien  dengan  defisit  akibat 
        vasospasme  serebral, mungkin sulit  memastikan  apakah 
        defisit  akibat dari iskemia reversibel  atau  infarksi 
        irreversibel,  dan tindakan agresif  mungkin  berakibat 
        komplikasi perdarahan kedalam jaringan yang infark.
             Strategi  terapi kedua adalah kombinasi  nimodipin 
        dengan  hipervolemia moderat, hemodilusi,  dan  induksi 
        hipertensi arterial untuk semua pasien, simtomatis atau 
        tidak.   Hasilnya  efektif  untuk  mencegah   penurunan 
        gradual ADS yang umum terjadi setelah PSA. Regimen  ini 
        juga  berguna  mengurangi (namun  tidak  menghilangkan) 
        defisit neurologis iskemik akibat vasospasme.
        
        
        Tabel 1
        Protokol Pengelolaan Vasospasme
        (tanpa pemantauan Doppler/ADS) (UCLA, 1993)
        -------------------------------------------------------
        Defisit Iskemik     Tindakan                 
        -------------------------------------------------------
        Semua pasien PSA    Nimodipin 60mg po/NGT tiap 4 jam
                            250ml Albumin 5 % IV tiap 6 jam
        Dengan defisit      Rawat Intensif
                            Ekspansi volume, hingga PCWP 15mmHg
                            HT 33-37 %
                            Hipertensi hingga sistol 170-220
        Defisit kebal atas  Angioplasti transluminal
          tindakan medikal
        Defist membaik      Penghentian bertahap hipervolemia,
                                                 hipertensi
        -------------------------------------------------------
        PCWP=pulmonary capillary wedge pressure
        
        
        Tabel 2
        Protokol Pengelolaan Vasospasme
        (dengan pemantauan Doppler/ADS) (UCLA, 1993)
        -------------------------------------------------------
        Doppler   ADS     Defisit Iskemik      Tindakan
        -------------------------------------------------------
        Semua     Semua   Tak ada        Nimodipin 60 po/NGT/4j
        pasien    pasien                 Albumin 5%, 250, IV/6j
        PSA
        >150sm/d  Normal  Tak ada        Monitor klinis ketat
        >150sm/d  Rendah  Tak ada        Intensif, hipertensi :
                                           sistol 150-170mmHg
        >150sm/d  Rendah  Ada            Intensif,ekspansi vol,
                                           hipertensi :  sistol 
                                           170-220mmHg
        >150sm/d  Rendah  Ada,           Angiopplasti 
                          kebal            transluminer
        <150sm/d  Normal  Membaik        Penghentian hipertensi
        -------------------------------------------------------
        
        
        Strategi  ketiga  termasuk tindakan  profilaktik  semua 
        pasien  setelah PSA dengan nimodipin dan  infus  koloid 
        untuk  menginduksi hipervolemia moderat.  Semua  pasien 
        dipantau   serial  dengan  Doppler   transkranial   dan 
        pemeriksaan  ADS  diranjang  untuk  melacak  terjadinya 
        vasospasme dan ADS yang rendah sebelum tampilan  klinis 
        disfungsi  neurologis  iskemik terjadi.  Terapi  hiper-
        volemik  agresif  serta  induksi  hipertensi   arterial 
        digunakan  hanya  apabila  tes  Doppler  dan/atau   ADS 
        menunjukkan   gangguan   hemodinamik   serebral    yang 
        progresif  dan bermakna. Pengukuran dikerjakan  sebelum 
        timbulnya iskemia yang simtomatis. Tindakan  terapeutik 
        yang  paling agresif (hipertensi arterial  yang  hebat, 
        angioplasti)  dicadangkan  untuk  pasien  yang   klinis 
        menunjukkan adanya perburukan neurologis. Protokol  ini 
        memiliki  beberapa keuntungan penting. Pertama,  pasien 
        yang  tidak  mengalami  vasospasme  yang  jelas   tidak 
        dihadapkan  pada terapi yang diarahkan pada  hal  hemo-
        dinamik yang intensif yang berrisiko dan mahal.  Kedua, 
        terapi  dimulai sebelum terjadinya iskemia pada  pasien 
        dengan vasospasme yang jelas, karenanya mencegah pasien 
        yang  berrisiko  tinggi ini atas  timbulnya  perburukan 
        neurologis.  Ketiga, pasien yang berrisiko tinggi  atas 
        iskemia  serebral berat dikenal dan karenanya  dipantau 
        dengan ketat. Bila pasien mengalami defisit iskemik, ia 
        terdeteksi segera, dan tindakan intensif dapat  dimulai 
        sebelum kerusakan irreversibel terjadi.
             Selain  cara-cara diatas, hal berikut  ini  pernah 
        dilakukan atas spasme  arterial serebral:
        1. Mengurangi  tekanan intrakranial. Diberikan  steroid 
        dosis  besar  dan  pada episode  perburukan  yang  akut 
        diberikan mannitol.
        2. Agen vasodilator atau antikonstriktor. Beberapa agen 
        farmakologis  berakibat  vasodilatasi  temporer,  namun 
        tidak ada yang efektif secara terapeutik. Seperti semua 
        masalah  akibat pengurangan aliran darah,  daerah  yang 
        paling rusak akan paling kecil kemungkinannya dijangkau 
        oleh obat yang bersirkulasi.
        3. Tindakan   untuk  meningkatkan   perfusi   jaringan. 
        Dextran dengan berat molekul rendah dapat diberikan dan 
        bila  viskositas meninggi, dapat dikurangi dengan  cara 
        rehidrasi  atau  kadang-kadang  dengan   'venesection'. 
        Tekanan darah dipertahankan pada tingkat normal  karena 
        perburukan neurologis akan mengikuti episode hipotensi.
             Vasospasme  dan  perdarahan ulang  dari  aneurisma 
        adalah  penyebab perburukan tersering dalam dua  minggu 
        setelah  PSA dan diferensiasi antara keduanya  biasanya 
        tidak  sulit.  Rupturnya aneurisma lebih  mendadak  dan 
        adanya  darah  segar pada CSS dapat  dipastikan  dengan 
        pungsi  lumbar. Pada suatu spasme arterial,  perjalanan 
        waktunya  kurang  begitu  akut  dan  CSS  lumbar  tidak 
        memperlihatkan perdarahan baru.
             Operasi  aneurisma  pada  saat  adanya  vasospasme 
        meninggikan  mortalitas  dan morbiditas.  Pasien  harus 
        menunggu  hingga  keadaannya membaik dan  operasi  akan 
        aman dilakukan.
             Perdarahan  ulang  dari  aneurisma  adalah  risiko 
        pengancam nyawa yang paling awal pada pasien.  Kematian 
        akibat perdarahan ulang sekitar 50%. Statistik mutakhir 
        menunjukkan   bahwa  perdarahan  ulang  paling   sering 
        terjadi pada 24 jam pertama setelah perdarahan inisial, 
        dan  risiko  perlahan-lahan  berkurang  pada  14   hari 
        berikutnya.  Selama  periode ini,  20-30%  pasien  akan 
        mengalami  perdarahan ulang. Pasien yang hidup 1  bulan 
        setelah  perdarahan mempunyai kemungkinan sekitar  2-3% 
        perdarahan ulang setiap tahunnya selama sisa hidupnya.
        
        
        2. PERDARAHAN ULANG

        Perdarahan  ulang  aneurisma tetap  merupakan  penyebab 
        terpenting atas kematian dan kecacadan pada pasien yang 
        hidup setelah perdarahan pertama. Terjadi sekitar  20 % 
        kasus selama 2 minggu pertama sejak perdarahan  inisial 
        dari  aneurisma  bila aneurisma tetap  tidak  ditindak. 
        Masa dengan risiko tertinggi perdarahan ulang adalah 24 
        jam  pertama setelah perdarahan inisial, dimana  risiko 
        sebesar 4 %. Lalu risiko berkurang hingga 1-2 % sehari. 
        Mortalitas  perdarahan  ulang mencapai  70 %.  Beberapa 
        langkah   terapi  dilakukan  untuk  mengurangi   risiko 
        perdarahan ulang. Segera setelah pasien datang, penting 
        untuk  menentukan bahwa hipertensi arterial yang  berat 
        harus  dicegah.  Beberapa kasus memerlukan  obat  anti-
        hipertensif  yang diberikan secara  hati-hati.  Umumnya 
        digunakan nifedipin untuk hipertensi sedang, dan sodium 
        nitroprusida  untuk  hipertensi yang lebih  berat  atau 
        yang  refraktor. Penting untuk tidak 'overtreat';  otak 
        yang sudah cedera oleh PSA mungkin rawan akan hipotensi 
        karena  gangguan  autoregulasi.  Sasaran  secara   umum 
        adalah  mengurangi  tekanan  arterial  sistolik  hingga 
        kurang  dari 150mmHg, walau sedikit lebih  tinggi  bisa 
        dianjurkan  untuk  pasien  dengan  hipertensi  arterial 
        kronik.
        
        
        Operasi Segera
        
        Strategi paling efektif untuk mencegah perdarahan ulang 
        adalah  melakukan operasi sesegera mungkin. Namun  saat 
        untuk  operasi aneurisma merupakan topik  kontroversial 
        dalam   30  tahun  terakhir.  Operasi  aneurisma   dini 
        mempunyai keuntungan mencegah perdarahan ulang, mungkin 
        mengurangi  beratnya  vasospasme dengan  membuang  klot 
        periarterial yang tampaknya merupakan penyebab  spasme, 
        dan  memungkinkan tindakan medikal terhadap  vasospasme 
        lebih   agresif (dengan induksi  hipertensi  arterial). 
        Namun  peneliti  klinik  masa  lalu  menyatakan   bahwa 
        operasi   segera   berkaitan  dengan   morbiditas   dan 
        mortalitas  yang  tinggi karena masalah tehnis,  karena 
        otak yang bengkak dan aneurisma yang baru ruptur adalah 
        fragil.  Operasi tunda (10-14 hari setelah  perdarahan) 
        menguntungkan  karena otak kurang bengkak  dan  mungkin 
        lebih  toleran terhadap manipulasi  operasi,  berakibat 
        morbiditas  operasi  yang lebih  rendah.  Namun  banyak 
        pasien  mati atau menjadi cacad karena efek  perdarahan 
        ulang  atau  vasospasme  serebral  yang  terjadi   saat 
        menunggu  operasi tunda. The International  Cooperative 
        Study  on  the  Timing of  Aneurismal  Surgery  menilai 
        hubungan interval operasi terhadap outcome.   Ditemukan 
        bahwa outcome operasi dini (0-3 hari sejak  perdarahan) 
        adalah  sama dengan operasi tunda (> hari ke  11  sejak 
        perdarahan).  Outcome  jelas lebih buruk  bila  operasi 
        dilakukan   pada  interval  4  hingga  10  hari   sejak 
        perdarahan, mungkin karena kenyataan bahwa periode  ini 
        adalah  paling berrisiko atas iskemik  serebral  karena 
        vasospasme.   Kenyataan  bahwa  operasi  segera   tidak 
        menunjukkan manfaat yang jelas dibanding operasi  tunda 
        agak tidak disetujui. Tampaknya walau perdarahan  ulang 
        (sebagai  penyebab utama outcome yang buruk)  berkurang 
        pada kelompok operasi segera, morbiditas dan mortalitas 
        akibat  vasospasme  mengkompensasi faktor  ini.  Tampak 
        pada banyak pasien terutama derajat III dan IV,  adalah 
        berrisiko  tinggi  baik atas  perdarahan  ulang  maupun 
        vasospasme.  Disaat  operasi  segera  mungkin  mencegah 
        pasien dari perdarahan ulang, mereka kemudian  menyerah 
        pada  efek  vasospasme. Penelitian ini  dilakukan  awal 
        1980,  sebelum  penggunaan yang  luas  dari  nimodipin, 
        sebelum  penyempurnaan  terapi  tripel-H,  dan  sebelum 
        pengenalan   angioplasti.   Dapat   diharapkan    bahwa 
        penggunaan tindakan atas vasospasme dikombinasi  dengan 
        operasi   segera  untuk  mencegah   perdarahan   ulang, 
        berakibat perbaikan outcome keseluruhan yang lebih baik 
        pada PSA.
        
        
        Terapi Antifibrinolitik
        
        Digunakan  pada  pasien dengan  aneurisma  intrakranial 
        yang  ruptur  sejak lebih dari 20 tahun.  Asam  epsilon 
        aminokaproat (EACA, AMICAR) umumnya digunakan.  Dipakai 
        untuk  menahan  disolusi  klot  fibrin  yang  menyumbat 
        robekan  pada  aneurisma, karenanya  mengurangi  risiko 
        perdarahan ulang pada pasien yang direncanakan  operasi 
        tunda.  Obat ini mengurangi kejadian perdarahan  ulang, 
        namun  efeknya sebanding dengan penambahan risiko  akan 
        timbulnya  iskemia serebral fokal. Penelitian  terakhir 
        menunjukkan  bahwa  penggunaan  antifibrinolitik  tidak 
        berakibat perbaikan outcome klinis secara  keseluruhan. 
        Karenanya  pemakaiannya berkurang dramatis pada  dekade 
        terakhir,   disaat  mana  pelaksanaan  operasi   segera 
        meningkat. Karenanya pemakaian dilakukan hati-hati  dan 
        hanya  pada pasien yang diyakini bukan  kandidat  untuk 
        operasi  segera. Pasien yang mendapat terapi ini  harus 
        dipantau  ketat akan terjadinya iskemia  serebral,  dan 
        dihentikan   bila  tanda-tanda  vasospasme   simtomatis 
        muncul.
             Bila EACA digunakan, dosis loading inisial  adalah 
        48gr  melalui  infus IV setiap hari  selama  dua  hari, 
        diikuti  36gr sehari hingga aneurisma telah  dioperasi. 
        Pemberian  dihentikan  dulu  6  jam  sebelum   tindakan 
        operasi atau angiografi.
        
        
        Oklusi Aneurisma Endovaskuler
        
        Berkembangnya tehnik endovaskuler memberi pilihan untuk 
        tindakan  terhadap aneurisma intrakranial  yang  ruptur 
        pada pasien yang, karena keadaan neurologis atau  medis 
        yang  buruk,  bukan merupakan  kandidat  untuk  operasi 
        segera. Tehnik yang paling menjanjikan saat ini  adalah 
        penempatan dan pelepasan elektrolit dari koil  platinum 
        halus pada kantung aneurisma. Cara ini digunakan dengan 
        berhasil  sejak 1990. Tehnik ini  terbukti  bermanfaat, 
        terutama  untuk  pasien dengan gangguan medis  berat  ( 
        edema  paru-paru neurogenik, iskemia  miokardial)  atau 
        vasospasme  berat. Pemasangan klip secara elektif  akan 
        lebih  ditolerasi  dan  berhasil  karena  pasien  telah 
        mengalami pemulihan.
        
        
        3. HIDROSEFALUS
        Masuknya  darah keruang subarakhnoid akibat  perdarahan 
        dibawa  oleh  CSS ketempat  absorbsi,  villi  arakhnoid 
        sepanjang sinus sagital. Mereka menjadi tersumbat  oleh 
        sel  darah merah hingga menyebabkan  gangguan  absorbsi 
        serta  pembesaran ventrikel akibat tekanan  balik.  Ini 
        jarang  menimbulkan  masalah serius namun  bila  diduga 
        menghambat perbaikan pasien, pungsi lumbar serial harus 
        dilakukan hingga keadaan tersebut membaik.
             Riwayat   pernah  terjadinya  PSA  adalah   faktor 
        yang  penting  dalam menentukan  penyebab  hidrosefalus 
        komunikating  kronis  pada  penderita  dengan   riwayat 
        dementia,  inkontinensia  urine  dan  ataksia  langkah. 
        Pasien dengan hidrosefalus komunikating dengan  riwayat 
        etiologi  yang  jelas paling sering  mendapatkan  hasil 
        yang baik setelah tindakan pintas (shunting).
             Bahkan pada pasien yang pernah membaik setelah PSA 
        dan  berhasil dalam pemasangan klip pada  aneurismanya, 
        mungkin memburuk beberapa minggu atau bulan berikutnya. 
        Sering pasien dengan konfusi, letargi, atau  kehilangan 
        ambisi. Dalam keadaan ini, hidrosefalus yang  timbulnya  
        belakangan   sering   bertanggung-jawab.   Hidrosefalus 
        timbul  sekunder akibat darah pada  ruang  subarakhnoid 
        mengganggu absorpsi CSS oleh granulasi arakhnoid.
             Hidrosefalus terjadi pada sekitar 20 % pasien PSA. 
        Heros membagi hidrosefalus pasca PSA kedalam tiga  pola 
        [akuta, subakuta, dan tunda (late)]. Hidrosefalus akuta 
        tampak  pada  CT scan saat masuk, umumnya  pada  pasien 
        derajat  parah dan sering bersamaan  dengan  perdarahan 
        intraventrikuler.  Bila  keadaan ini  bersamaan  dengan 
        depresi  yang nyata dari tingkat kesadaran atau  dengan 
        perburukan  neurologis  berat,  diindikasikan  drainasi 
        ventrikuler  segera.  Bila terdapat  pengisian  sistema 
        ventrikuler   oleh  darah,  ventrikulostomi   bilateral 
        sering  diperlukan.  Drainase CSS  secara  cepat  harus 
        dicegah,  karena  perubahan TIK  mendadak  bisa  memacu 
        pecahnya  aneurisma. Umumnya tekanan ventrikuler  tidak 
        diturunkan   kurang  dari  15sm  H2O.   Bila   drainasi 
        diperlukan lebih dari 5-7 hari, kateter ventrikulostomi 
        harus   dilepas  serta  dipindahkan  untuk   mengurangi 
        kolonisasi  bakteri  dan  inveksi  ventrikuler.  Pintas 
        ventrikuloperitoneal  diperlukan  pada  perawatan   TIK 
        kronik.  Pemasangan pintas permanen ditunda hingga  CSS 
        sudah jernih dari darah yang dapat menyumbat pintas.
             Hidrosefalus  subakuta  adalah  temuan  yang  umum 
        pasca  PSA  dan umumnya timbul selama  minggu  pertama. 
        Jenis ini biasanya hidrosefalus komunikating, dan  pada 
        banyak   kasus   tidak  berkaitan   dengan   perburukan 
        neurologis   yang  nyata.  Tindakan  terhadap   ventri-
        kulomegali  jenis  ini dicadangkan  untuk  pasien  yang 
        menunjukkan gangguan neurologis progresif. Hidrosefalus 
        jenis ini sering membaik tanpa pintas permanen. CT scan 
        serial    dilakukan   untuk    memastikan    pembesaran 
        ventrikuler tidak terjadi.
             Hidrosefalus  tunda  tampil beberapa  minggu  atau 
        bulan  setelah perdarahan inisial dan sering  bersamaan 
        dengan  sindroma  klinis hidrosefalus  tekanan  normal. 
        Ataksia  langkah,  diikuti demensia dan  pada  beberapa 
        kasus inkontinensia, adalah gejala klasik. Keadaan  ini 
        berreaksi baik terhadap pintas ventrikuler.
        
        
        4. EPILEPSI
        Perdarahan  dapat menyebabkan serangan epilepsi GM  dan 
        hal ini kadang-kadang membingungkan diagnosis  inisial. 
        Epilepsi  yang timbul kemudian lebih  sering  berkaitan 
        dengan  hematoma  dilobus  temporal  akibat   rupturnya 
        aneurisma arteria serebral media.
             Bangkitan yang berhubungan dengan PSA terjadi pada 
        10-25 %  kasus. Terapi antikonvulsan karenanya  penting 
        pada tahap akut untuk mencegah timbulnya bangkitan  dan 
        hipertensi  arterial  yang  sering  terjadi  bersamaan. 
        Umumnya  digunakan  fenitoin  (Dilantin)  dengan  dosis 
        pembebanan  (loading)  sekitar  1000mg  (18mg/kg   pada 
        dewasa)  diikuti dosis pemeliharaan  sekitar  300-400mg 
        perhari  (dosis  diatur  sesuai  kadar  dan   aktifitas 
        bangkitan).  Fenobarbital  bisa  menggantikan  fenitoin 
        bila diinginkan pasien dengan efek sedatif. Bila  tidak 
        terjadi  bangkitan,  tidak  jelas  berapa  lama  terapi 
        antikonvulsan  diberikan  setelah perbaikan  dari  PSA. 
        Biasanya  untuk  3-6  bulan  dan  diturunkan   dosisnya 
        secara berangsur pada pasien yang tak pernah  mengalami 
        bangkitan.
        
        
        5. KOMPLIKASI MEDIS DARI PSA
        Sebagai  tambahan atas komplikasi neurologis pasca  PSA 
        yang  sudah  diketahui dengan  baik,  beberapa  masalah 
        medis  mungkin  terjadi  dan  mengakibatlan  morbiditas 
        serius  dan  bahkan  kematian.  Yang  tersering  adalah 
        aritmia dan iskemia kardiak, edema paru-paru, pneumonia 
        dan  sindroma  distres pernafasan pada  dewasa  (ARDS), 
        anemia,  perdarahan  gastrointestinal,  sekresi  hormon 
        antidiuretik tidak memadai (SIADH). Hal tersebut  harus 
        didiagnosis dini dan ditindak agresif.
        
        
        Tabel 3
        Komplikasi Medis PSA Aneurismal (Kassell)
        -------------------------------------------------------
        Kardiovaskuler
             Hipertensi
             Aritmia
             Hipotensi
             Gagal Kardiak
             Tromboflebitis
             Infark Miokard
             Angina
        Pulmoner
             Pneumonia
             Atelektasis
             ARDS
             Edema Pulmoner
             Asma
             Embolisma Pulmoner
        Lain-lain
             Anemia
             Perdarahan Gastrointestinal
             SIADH
             Diabetes Mellitus
             Gagal Hepatik
             Gagal Renal
             Hepatitis
        -------------------------------------------------------
        
        
        a. Komplikasi Kardiak
        PSA  sering  bersamaan  dengan  aritmia  kardiak   yang 
        transien  serta gambaran EKG abnormal terjadi pada  60-
        100 %  pasien PSA. Kelainan EKG umumnya tampak pada  48 
        jam  pertama setelah PSA termasuk depresi  gelombang  Q 
        dan  depresi  atau  elevasi  segmen  ST  serta  inversi 
        gelombang  T,  pemanjangan  interval  QT,  gelombang  U 
        menonjol, dan kelainan irama, kelainan mana  menyerupai 
        infarksi miokardial. Ini disebabkan kerusakan  langsung 
        pusat regulasi otonom pada hipotalamus dan batang  otak 
        atau  sekunder  atas pelepasan  katekolamin  pada  saat 
        perdarahan.
             Aritmia   tersering  adalah   takhikardia   supra-
        ventrikuler,  fluter atau  fibrilasi  supraventrikuler, 
        kontraksi  atrial  dan  ventrikuler  prematur.  Iskemia 
        miokardial,  terutama perdarahan dan nekrosis  subendo-
        kardial,  terjadi  pada 1 % kasus.  Kebanyakan  aritmia 
        pada  pasien  tidak  berhubungan  dengan  iskemia  mio-
        kardial.  Insidensi yang tinggi dari kelainan  kardiak, 
        seperti  disebut  diatas,  dikira  berhubungan   dengan 
        stimulasi   simpatetik  neurogenik  dan  humoral   yang 
        berlebihan  pasca PSA. Iskemia miokardial juga  mungkin 
        sekunder  atas  terapi tripel-H dan  terjadi  pada  2 % 
        pasien.
             Bloker beta-adrenergic (propranolol) akan  efektif 
        mengatasi  aritmia ini dan juga mencegah lesi  subendo-
        kardial.  Flutter atau fibrilasi  ventrikuler  ditindak 
        dengan defibrilasi dan obat anti aritmik.

        b. Komplikasi Pulmoner
        Edema  pulmoner neurogenik kadang-kadang  dijumpai  dan 
        lebih  sering  pada  kasus  yang  fatal.  Sindroma  ini 
        berkaitan   dengan  stimulasi  simpatetik   berlebihan, 
        sekunder  terhadap peninggian TIK. Tekanan  dan  aliran 
        yang   tinggi  pada  vaskulatur   pulmoner,    sekunder 
        terhadap  pelepasan  simpatetik  menyebabkan  kerusakan 
        endotelium  dan mengakibatkan perubahan  permeabilitas. 
        Dekompensasi kardiak jarang menyebabkan edema  pulmoner 
        setelah  PSA. Cairan edema pada edema  pulmoner  neuro-
        genik  mengandung protein lebih tinggi dibanding  edema 
        pulmoner   kardiogenik.   Tindakan   ditujukan   kepada 
        perbaikan  oksigenisasi  sistemik dengan  intubasi  dan 
        ventilasi  mekanik dengan PEEP. Diperlukan kontrol  TIK 
        dengan diuretik, mannitol, dan drainasi CSS.
             Edema  pulmoner  juga  terjadi  sekunder  terhadap 
        terapi  tripel-H dan terjadi pada sekitar  17 %  kasus. 
        Komplikasi iatrogenik ini sekunder terhadap beban lebih 
        volume dan dapat dicegah dengan kontrol dan  pengamatan 
        ketat atas ekspansi volume.
             Trombosis  vena  dalam  terjadi  pada  2 %  pasien 
        setelah  ruptur  aneurisma, dan pada  1 %  pasien  akan 
        mengalami embolus pulmoner. Pada pasien yang  mengalami 
        komplikasi  ini selama masa prabedah atau segera  pasca 
        bedah, dilakukan tindakan pemasangan filter vena  cava. 
        Pencegahan  trombosis  vena  dalam  umumnya  dianjurkan 
        seperti  latihan pasif, stoking bertekanan elastis  dan 
        intermiten,   mobilisasi  segera,  dan   (pada   pasien 
        berrisiko tinggi) heparin dosis rendah.
        
        
        c. Komplikasi Gastrointestinal
        Perdarahan gastrointestinal sekunder terhadap  ulserasi 
        stres  terjadi  pada 4 % pasien pasca  PSA.  Peninggian 
        insidens   dijumpai   pada  kasus   koma   dan   fatal. 
        Hipersekresi  asam  dan gastrin yang umum  tampak  pada 
        pasien dengan peninggian TIK berkaitan dengan  rusaknya 
        pertahanan  mukosa  lambung,  hingga  pasien  mempunyai 
        predisposisi  akan terjadinya ulkus esofagus,  lambung, 
        atau duodenum dengan peninggian risiko perforasi (ulkus 
        Cushing).  Tindakan terdiri dari  intubasi  nasogastrik 
        dengan pengisap, lavasi salin, penggantian cairan,  dan 
        transfusi.  Terapi antasid dan H2 antagonis  diberikan. 
        Bila  perdarahan tak terkontrol berlanjut,  gastrektomi 
        parsial   dengan  vagotomi  diindikasikan.   Pencegahan 
        dengan antasid dan antagonis H2 umumnya digunakan  pada 
        semua pasien PSA.
        
        
        d. Gangguan biokimia
        1. Kelainan paling sering adalah penurunan  konsentrasi 
        sodium   serum  yang  dapat  terjadi   setelah   ruptur 
        aneurisma  arteria komunikating anterior yang  terletak 
        dekat  hipotalamus.  Penurunan  ringan  dapat   diatasi 
        dengan  restriksi cairan, namun selama masa  kehilangan 
        garam  yang  parah  perlu  memberikan  masukan   sodium 
        klorida melalui oral. 
             Hiponatremia  terjadi  pada  sekitar  4 %   pasien 
        setelah ruptur aneurisma. Adanya peninggian ADH (SIADH) 
        bersama   dengan  berlanjutnya  masukan  cairan   dapat 
        menyebabkan  ekspansi volume cairan  ekstraseluler  dan 
        hiponatremia.  Hiponatremia  dapat  juga  lebih  karena 
        natriuresis  dari  pada SIADH,  sindroma  mana  dikenal 
        sebagai 'cerebral salt wasting'. Baik SIADH maupun  CSW 
        tampil  dengan hiponatremia dan  penurunan  osmolalitas 
        serum,  namun  hiponatremia pada CSW  bersamaan  dengan 
        pengurangan  volume  darah,  dimana  hiponatremia  pada 
        SIADH  adalah  karena  efek  dilusi  sekunder  terhadap 
        retensi  air  bebas.  Kebanyakan  pasien  dengan  hipo-
        natremia   pasca   PSA   adalah   kekurangan    cairan, 
        menunjukkan  bahwa  CSW  adalah  penyebab  primer  dari 
        hiponatremia pasien tersebut. Gejala pada masing-masing 
        sindroma  berhubungan dengan derajat hiponatremia,  dan 
        termasuk   anoreksia,   mual,   muntah,   iritabilitas, 
        letargi, kelainan neurologis, bangkitan dan koma.
             Pasien  dengan  SIADH  ditindak  dengan  restriksi 
        cairan dan, bila terjadi hiponatremia berat (< 115mmol/ 
        L),  infus salin 3 % bersama dengan  restriksi  cairan. 
        Pasien  dengan  CSW memerlukan penggantian  sodium  dan 
        cairan.
        
        
        2. Peninggian  gula  darah transien serta  adanya  gula 
        pada  urine terjadi setelah PSA. Kelainan ini  biasanya 
        sementara  dan  tidak memerlukan tindakan.  Ini  akibat 
        kombinasi dua faktor. Pertama, adanya penurunan  ambang 
        rangsang  ginjal  atas glukosa  dan  kedua,  peninggian 
        glukosa  darah  disebabkan pelepasan  katekolamin  yang 
        menyertai PSA.
        
        
        PENGOBATAN ANEURISMA SEREBRAL YANG PECAH
        
        1. Tindakan medikal dan perawatan umum selama perbaikan 
           dari perdarahan.
        2. Pencegahan perdarahan berikutnya.
        3. Membuang hematoma intraserebral yang simtomatis.
        
        
        Tindakan umum:
        1. Istirahat baring dilingkungan tenang.
        2. Analgesik untuk nyeri kepala.
        3. Anti-emetik untuk muntah.
        4. Koreksi terhadap gangguan biokimia.
        5. Tindakan terhadap komplikasi seperti vasospasme  dan 
           peninggian TIK.
        
        
        Tindakan medikal:
        Setelah  ruptur,  lubang pada dinding  aneurisma  cepat 
        tersumbat  platelet  dan fibrin, namun  CSS  mengandung 
        fibrinolisin  yang aktivitasnya akan meningkat  setelah 
        perdarahan.  Agen-agen antifibrinolitik  sistemik  bisa 
        diberikan   pada  pasien  setelah  PSA  untuk   mencoba 
        mencegah lisisnya sumbat fibrin yang  berarti  mencegah 
        perdarahan selanjutnya dari aneurisma. Asam traneksamat 
        dan   asam  epsilon  amino  kaproat  (EACA)   diberikan 
        intravena atau oral untuk sedikit tapi nyata mengurangi 
        insidensi  perdarahan.  Bentuk  tindakan  medikal   ini 
        memperkecil risiko saat menunda operasi hingga  kondisi 
        pasien  membaik  hingga ketitik dimana  risiko  operasi 
        dapat dipertanggung-jawabkan.
             Namun  demikian, penelitian  terakhir  menunjukkan 
        bahwa  walau  obat ini  mungkin  mengurangi  perdarahan 
        ulang  (hal ini belum terbukti dengan  jelas), ia  akan 
        secara  jelas meninggikan insidens  komplikasi  iskemik 
        setelah  PSA.  Seluruh  jenis  antifibrinolitik   gagal 
        memperlihatkan  manfaatnya dalam mengurangi  morbiditas 
        akibat PSA aneurismal.
             'Calcium   channel   blockers'   digunakan   untuk 
        mencegah   vasospasme   serebral  pasca   PSA.   Sebuah 
        penelitian  memperlihatkan  manfaatnya  dalam  mencegah 
        iskemia  setelah  PSA,  bahkan  walau  vasospasme  yang 
        tampak  pada angiogram tidak berkurang. Namun  beberapa 
        penelitian  lain gagal memperlihatkan manfaatnya  dalam 
        mencegah  maupun menghilangkan vasospasme, serta  suatu 
        penelitian  terakhir  atas pasien yang  dioperasi  dini 
        disertai  pengobatan  Nimodipine  memperlihatkan  tidak 
        adanya  pengurangan  insidens komplikasi  iskemik  pada 
        pasien.  Saat ini manfaat obat ini tak  dapat  didukung 
        lagi.
             Ekspansi  volume untuk tindakan simtomatis  pasien 
        dengan  defisit iskemik yang timbul belakangan  setelah 
        PSA   memperlihatkan   beberapa   manfaat.   Penelitian 
        menunjukkan bahwa pasien pasca PSA dengan iskemia  yang 
        timbul belakangan mempunyai volume darah sirkulasi yang 
        berkurang.  Tampaknya masuk akal bahwa ekspansi  volume 
        darah  akan memperbaiki sirkulasi kardiak  melalui  bed 
        vaskuler  yang vasospastik yang mana  telah  kehilangan 
        autoregulasi normalnya. Banyak penelitian klinis  telah 
        memperlihatkan manfaat bentuk terapi ini.
             Pada  kebanyakan  pasien,  kateter  vena   sentral 
        mutlak  diperlukan, walau monitoring Swan-Ganz  mungkin 
        diperlukan  pada  pasien  dengan  cadangan   kardiaknya 
        marginal.  Hematokrit umumnya dipertahankan dibawah  30 
        dan  tekanan vena sentral dinaikkan hingga  sekitar  12 
        mmH2O  dengan  kristaloid, koloid,  atau  produk  darah 
        tergantung keadaan klinis. Bila pasien sebelumnya telah 
        mendapatkan  pemasangan  klip  terhadap   aneurismanya, 
        hipertensi  dapat  dilakukan dengan dopamin  atau  agen 
        sejenis  bila  ekspansi volume saja  tidak  menunjukkan 
        perbaikan klinis.
        
        
        Tindakan bedah:
        Bila   semua  pasien  dengan  aneurisma   yang   ruptur 
        dioperasi  segera setelah diagnosis  dipastikan  dengan 
        angiografi, risiko perdarahan berikutnya dapat  ditekan 
        hingga  nol.  Sayangnya,  risiko  operasi   berhubungan 
        langsung dengan keadaan pasien yang biasanya buruk pada 
        hari-hari  segera  setelah perdarahan.  Saat  melakukan 
        operasi menghadapkan operator akan suatu dilema.
        
           Operasi segera           |    | Operasi tunda
           Tak ada perdarahan ulang | VS | Risiko lebih rendah
           Risiko lebih tinggi      |    | Perdarahan ulang >
        
             Kebijaksanaan  berikut dipakai bila pasien  dengan 
        PSA diduga karena aneurisma serebral yang ruptur datang 
        keunit neurosurgeri.
        1. Pasien dengan 'good risk' layak untuk operasi segera 
        bila aneurismanya sudah dideteksi. Angiografi karenanya 
        dilakukan sesegera mungkin !!
        2. Pasien  dengan  'poor  risk',  obtundan  atau   koma 
        setelah  perdarahan,  mula-mula  dikelola  konservatif. 
        Antifibrinolitik  diberikan bersama dengan steroid  dan 
        manitol  untuk  mengurangi  tekanan  intrakranial  bila 
        diduga meninggi. Banyak pasien adalah hipertensif namun 
        usaha  yang berlebihan untuk menurunkan  tekanan  darah 
        pada  tahap  ini bisa  memperburuk  keadaan  neurologis 
        karena aliran darah serebralnya berkurang. Tindakan ini 
        dilanjutkan  hingga  keadaan  membaik,  dengan  harapan 
        tidak  terjadi  perdarahan ulang dari  aneurisma.  Bila 
        perbaikan cukup untuk dilakukannya operasi dengan aman, 
        angiografi dibuat mendahului operasi.
        
        
        Operasi terhadap aneurisma yang ruptur:
        Pada  era  pramikroskop, ligasi arteria  karotid  leher 
        yang lazim dilakukan. Demikian pula cara  penyelubungan 
        aneurisma  seperti dengan muslin katun. Namun saat  ini 
        cara tersebut tidak lagi dapat dipertahankan. Saat  ini 
        ada dua pendekatan yang dianut:
        1. Kraniotomi segera serta tindakan ligasi dengan  klip 
        terhadap aneurisma, atau:
        2. Tindakan  konservatif  selama 10 - 14  hari  sebelum 
        kraniotomi untuk tindakan pemasangan klip.
             Operasi  segera akan memberi  keuntungan  mencegah 
        perdarahan   ulang   dari   aneurisma   dan   karenanya 
        mengurangi  penyebab utama morbiditas  dan  mortalitas. 
        Namun  operasi  dini  tampaknya  tidak   memperlihatkan 
        pengaruh atas terjadinya iskemia serebral yang  terjadi 
        kemudian dikarenakan vasospasme. Hambatan utama operasi 
        aneurisma  segera  adalah bahwa operasi  secara  teknis 
        lebih sulit dibanding operasi tunda. Otak lebih tegang, 
        lebih sulit diretraksi, dan karenanya lebih mudah untuk 
        tercederai.
             Operasi  tunda dapat dilakukan  dengan  morbiditas 
        yang sangat rendah, karena semua kandidat operasi jenis 
        ini  sudah  melewati periode kritis  akibat  vasospasme 
        serebral,  dan  operasi ini secara teknis  lebih  mudah 
        dibanding  operasi  segera. Namun pasien  berada  dalam 
        risiko perdarahan ulang disaat menunggu operasi.
             Tampaknya terbukti bahwa morbiditas dan mortalitas 
        dari kedua cara ini adalah sama.
             Angiografi   pasca  bedah  sangat   penting   pada 
        aneurisma raksasa, terutama bila hanya leher  aneurisma 
        yang  tampak  saat operasi dan fundus  aneurisma  belum 
        dieksisi.  Kegagalan  mempelajari angiografi  ini  akan 
        menyebabkan pasien tetap dalam risiko karena  aneurisma 
        mungkin diklip tidak sempurna, pembuluh penting mungkin 
        terjepit,  atau  pasien mungkin juga  mempunyai  spasme 
        asimtomatis yang parah.
        
        
        Membuang hematoma intraserebral:
        Hematoma intraserebral dengan ukuran cukup besar  untuk 
        dapat  menimbulkan  tanda-tanda neurologis  fokal  yang 
        diperkirakan tidak mungkin mengalami penyerapan spontan 
        memerlukan operasi evakuasi yang dikombinasikan  dengan 
        operasi terhadap aneurismanya sendiri.
        
        
        RANGKUMAN
        
        Perawatan pasien PSA diarahkan pada tindakan pencegahan 
        atau  tindakan  segera  terhadap  sekuele  yang  sering 
        terjadi  pada  kelainan ini  :  vasospasme,  perdarahan 
        ulang, hidrosefalus, bangkitan, dan masalah medis  yang 
        bersangkutan.
             Perluasan PSA pada CT scan dapat mengetahui pasien 
        dengan risiko terbesar untuk terjadinya vasospasme, dan 
        semua  pasien  harus diamati ketat  dengan  pemeriksaan 
        neurologis  serial, Doppler  transkranial,  pemeriksaan 
        ADS. Obat penghambat kanal kalsium dan ekspansi  volume 
        (koloid) dianjurkan untuk pencegahan pada semua pasien. 
        Terapi hipertensif, hemodilusi dan hipervolemik agresif 
        (termasuk  pemasangan kateter PA)  diindikasikan  untuk 
        vasospasme    simtomatik.   Angioplasti    transluminal 
        digunakan untuk vasospasme yang kebal terhadap tindakan 
        tersebut.
             Frekuensi  perdarahan ulang dapat  ditekan  dengan 
        operasi  dini,  terapi antifibrinolitik  (untuk  minggu 
        pertama  setelah  PSA),  dan  oklusi  aneurismal  endo-
        vaskuler.  Hidrosefalus  dapat terjadi  akut,  subakut, 
        atau beberapa minggu atau bulan pasca PSA dan  ditindak 
        secara  efektif  dengan diversi  CSS  secara  eksternal 
        (hidrosefalus  akuta)  atau internal.  Bangkitan,  yang 
        dapat   menyebabkan  peninggian  hipertensi   arterial, 
        kebutuhan  metabolik serebral yang tinggi,  dan  cedera 
        neurologis tunda, harus dicegah dengan antikonvulsan.
             Integrasi  tepat  waktu dari  tehnik  ini,  dengan 
        tambahan   penemuan   dan  tindakan  yang   dini   atas 
        komplikasi  kardiak dan pulmoner yang  berkaitan,  akan 
        memperbaiki outcome pasien dengan PSA aneurismal.
        
        
        B. PSA DENGAN ETIOLOGI TIDAK DIKETAHUI
        
        14% kasus PSA primer dengan pemeriksaan neuroradiologis 
        lengkap  tidak  mempunyai  kelainan  vaskuler   sebagai 
        sumber perdarahan. Pada keadaan yang jarang, didapatkan 
        kelainan pembekuan darah hingga harus selalu ditanyakan 
        riwayat   memar  atau  perdarahan  tanpa  sebab,  serta 
        dilakukan pemeriksaan skrining pembekuan rutin.
             Kemungkinan  paling  besar  pasien  ini  mengalami 
        ruptur  dari aneurisma kecil yang pada saat  perdarahan 
        segera  mengalami  trombosis atau hancur  sama  sekali. 
        Risiko  vasospasme serebral kecil dan perdarahan  ulang 
        jarang.  Tindakannya  dengan  istirahat  baring  hingga 
        melewati  periode  meningisme  dan  lalu   dimobilisasi 
        keaktivitas normal secara bertahap.
        
        
        C. MALFORMASI ARTERIO-VENOSA (AVM)
        
        AVM  adalah anomali kongenital yang terjadi  pada  otak 
        dan  menings  sekitarnya serta  bertanggung-jawab  atas 
        perdarahan,  epilepsi  dan migren.  Seperti  malformasi 
        dilain  tempat, ia mungkin mengandung  komponen  cabang 
        vaskuler,  arteria,  kapiler  serta  vena.  Namun  yang 
        bertanggung-jawab   atas  perdarahan  biasanya   elemen 
        kapiler atau vena.
             Riwayat sebenarnya dari AVM belum diketahui benar, 
        namun   gambaran   klinis  dan   perjalanannya   sangat 
        dipengaruhi usia pasien. AVM diduga sebagai suatu  lesi 
        kongenital  walau ia jarang tampil pada dekade  pertama 
        kehidupan.  Bila  ia  muncul  pada  usia  dini,   gagal 
        jantung, hidrosefalus dan epilepsi adalah tampilan yang 
        paling sering. AVM yang simtomatis umumnya terjadi pada 
        usia dekade ketiga dan keempat dengan kebanyakan pasien 
        menderita  nyeri  kepala,  perdarahan,  epilepsi   atau 
        defisit  neurologis sebagai akibat adanya  AVM.  Risiko 
        yang paling serius yaitu perdarahan, terjadi 2-3%  pada 
        kelompok  usia ini. Pasien dengan  perdarahan  memiliki 
        mortalitas  10% saat kejadian dan selanjutnya  6%  pada 
        tahun  pertama  setelah perdarahan. Setelah  masa  ini, 
        diperkirakan  sepertiga pasien tetap baik,  28%  dengan 
        cacad  ringan, 29% cacad, dan 10% mati  karena  AVMnya. 
        Pada  pasien yang simtomatis usia pertengahan,  tingkat 
        kematian  1-2%  pertahun  dan  tingkat  kesakitan  3-4% 
        pertahun.  Selama dekade kelima dan setelahnya,  risiko 
        perdarahan  dan  morbiditas  menurun  dibanding  dekade 
        pertengahan dan mungkin menunjukkan adanya keseimbangan 
        antara  AVM dan otak sekitarnya dicapai  pada  kelompok 
        usia yang lebih tua.
        
        
        PATOLOGI
        
        Malformasi vaskuler umumnya dibagi 4 kelompok,  masing-
        masing  dengan patologi, riwayat, dan pengelolaan  yang 
        berbeda. Berdasarkan frekuensi, dibagi:
        
        1. Malformasi vena
        2. Telangiektasis
        3. Malformasi arterio-venosa
        4. Malformasi kavernosa,
        
        dimana  hanya dua terakhir yang  memerlukan  intervensi 
        bedah saraf. 
             Malformasi vena adalah kelainan vena yang terpisah 
        dari vena otak normal dan biasa terletak pada substansi 
        putih sebelah dalam dengan konfigurasi radial pada fase 
        vena  angiografi. Ia tidak memiliki input arterial  dan 
        jarang  menimbulkan  gejala klinis  seperti  perdarahan 
        atau  trombosis. Reseksi bedah bisa berakibat  infarksi 
        venosa  daerah  otak sekitarnya  dan  karenanya  jarang 
        diindikasikan.
             Telangiektasis adalah kelompok pembuluh menyerupai 
        kapiler  yang paling sering dijumpai pada  pons.  Tidak 
        tampak  pada  CT  scan  atau  angiografi  dan  biasanya 
        dijumpai pada pemeriksaan postmortem.
             Malformasi  jenis kavernosa terdiri dari  kelompok 
        pembuluh  jenis  sunusoid yang  terkumpul  padat  tanpa 
        mengintervensi   jaringan  otak.  Makroskopis   seperti 
        'mulberry'  dan  sering  mengalami  kalsifikasi.   Lesi 
        sering  terjadi pada substansi putih subkortikal  lobus 
        frontal dan temporal namun bisa dimana saja termasuk di 
        kord  spinal  dan batang otak. Kelainan ini  dapat  dan 
        akan  mengalami  perdarahan  dan  jarang  tampak   pada 
        angiogram  karena arteria pencatunya sangat halus.  MRI 
        dan  CT scan sangat berguna dalam menentukan  diagnosis 
        dan bisa dijumpai kalsifikasi, darah yang mengalir  dan 
        perdarahan. Eksisi bedah dilakukan baik untuk diagnosis 
        maupun mencegah perdarahan selanjutnya.
             AVM adalah kumpulan arteria dan vena abnormal yang 
        saling berhubungan tanpa adanya bed kapiler dan  sering 
        mengandung  parenkhim neuronal didalamnya.  Pembuluhnya 
        secara  patologi  sangat  abnormal,  mungkin   menebal, 
        mengalami  hialinisasi atau mengandung kalsium.  Aliran 
        darah   melalui   kelainan  ini  sangat   kuat   hingga 
        mengalihkan  atau  meng 'steal' catu  darah  dari  otak 
        sekitarnya  dengan  akibat defisit  neurologis.  Sering 
        dijumpai pada saat operasi atas perdarahan yang  klinis 
        tenang  adanya suatu AVM, dan otak  sekitarnya  mungkin 
        gliotik  atau  terkalsifikasi. Intervensi  bedah  serta 
        radiologis sering diperlukan untuk mencegah  perdarahan 
        ulang dari lesi ini.
             Sekitar  6% AVM adalah multipel dan  8%  bersamaan 
        dengan  aneurisma,  biasanya  terletak  pada   pembuluh 
        pencatu AVM.
             AVM  yang  secara angiografi okulta  atau  kriptik 
        mungkin menyerupai gejala tumor primer atau metastatik, 
        atau  perdarahan hipertensif. Hanya operasi yang  dapat 
        memastikan  diagnosis lesi yang tak tampak sebagai  AVM 
        pada angiogram (jarang terjadi) dan biasanya didapatkan 
        sebagai malformasi kavernosa saat operasi.
             Malformasi vena Galen tampil pada neonatus  dengan 
        bruit kranial, hidrosefalus, dan kardiomegali.  Fistula 
        arterio-venosa  dengan aliran kuat ini dapat  berakibat 
        gagal jantung bila tidak ditindak segera.
             Vasospasme jarang pada AVM. AVM biasanya berbentuk 
        piramidal  dengan  dasarnya  pada  korteks  dan   titik 
        puncaknya   kearah  ventrikel.  90%  dari  AVM   adalah 
        supratentorial  dan 10% infra tentorial.  Adanya  bruit 
        kranial  sangat  mendukung  malformasi,  namun   sangat 
        jarang terdengar.
             Adanya   lesi  kulit  vaskuler  kutanosa   mungkin 
        menunjukkan adanya anomali vaskular seperti yang tampak 
        pada  sindroma  Sturge-Weber. Pada  keadaan  ini  warna 
        'port  wine'  dijumpai  pada  distribusi  kulit   saraf 
        trigeminal  dan  berhubungan dengan  adanya  malformasi 
        kortikal  yang berakibat hemiparesis, kejang  berulang, 
        dan retardasi mental.
             9%  PSA  dan  1%  strok  berhubungan  dengan   AVM 
        serebral.  Adanya  PSA  singel  atau  multipel   dengan 
        angiografi  serebral negatif mungkin menandakan  adanya 
        AVM  kord spinal. Lesi ini hanya sepersepuluh AVM  yang 
        terjadi   pada  serebral  dan  mungkin   terjadi   pada 
        substansi kord sendiri atau diluar dari kord.
             Autoregulasi   pada  sistema   vaskuler   serebral 
        sekitar AVM mungkin terganggu setelah reseksi AVM.  Ini 
        mungkin  menimbulkan ketidakmampuan  pembuluh  serebral 
        mengatasi aliran yang meningkat pada otak disekitar AVM 
        yang  direseksi dan mungkin berakibat  perdarahan  atau 
        peninggian tekanan intrakranial pasca bedah.
             Malformasi  vena  serta  variks  vena  (vena  yang 
        berdilatasi) jarang tampil sebagai lesi simtomatis  dan 
        reseksi bedah biasanya menimbulkan komplikasi  infarksi 
        venosa.
             Perdarahan serebelar pada pasien dibawah 40  tahun 
        biasanya sekunder karena perdarahan AVM atau tumor.
             Bruit  kranial kadang-kadang diakibatkan oleh  AVM 
        dura  sekitarnya  dan bukan  dari  korteks.  Malformasi 
        dural jarang dan mungkin juga tampil  dengan perdarahan 
        dan terkadang dengan demensia. Tindakannya eksisi bedah 
        dari  duramater, embolisasi, dan  observasi, tergantung 
        ukuran, lokasi dan gejala malformasi dura.
        
        
        TAMPILAN AVM SEREBRAL
        
        1. Perdarahan.
        AVM  serebral  tampil paling sering  dengan  perdarahan 
        yang biasanya terjadi sebelum usia 30. Perdarahan  pada 
        jaringan   otak   serta  kemudian  ke   CSS.   Hematoma 
        intraserebral tak selalu cukup besar untuk  menimbulkan 
        kelainan  neurologis fokal. Tampilan  klinis  karenanya 
        mungkin  tidak berbeda dengan aneurisma  serebral  yang 
        ruptur,  dan adanya angioma diperkirakan  dari kelompok 
        usia  yang  muda  dan  bila  tidak  ada  riwayat   yang 
        mendahului  (mungkin epilepsi), sangat  mungkin  diduga 
        suatu  angioma.  Pemeriksaan inisial  karenanya  serupa 
        dengan kasus PSA.
        
        2. Sindroma 'steal'.
        AVM  yang mengandung kelainan pembuluh darah,  memiliki 
        daerah  dengan tahanan vaskuler yang lebih rendah.  Ini 
        mempertinggi  aliran  darah daerah  tersebut  sedangkan 
        otak  normal  sekitarnya  kekurangan  aliran.    Arteri 
        pencatu AVM membesar untuk mengatasi peningkatan aliran 
        dan  mungkin  dengan  pembesaran  ukuran  lesi  sendiri 
        karena penambahan volume darah. Ini menjelaskan  tanda-
        tanda neurologis fokal yang diakibatkan AVM bahkan pada 
        tiadanya ruptur karena otak sekitarnya menjadi  relatif 
        berperfusi rendah. Penjelasan lain adalah tekanan  vena 
        sekitar  yang tinggi karena AVM bertanggung-jawab  atas 
        kegagalan perfusi yang adekuat pada otak didekatnya.
        
        3. Epilepsi.
        AVM serebral dapat menyebabkan serangan epilepsi  fokal 
        atau umum.
        
        4. Migren.
        Migren adalah keadaan yang umum sedangkan diagnosis AVM 
        serebral  adalah  jarang,  hingga  sulit  menghubungkan 
        keduanya.  Namun tampaknya peningkatan insidens  migren 
        berhubungan dengan angioma yang terutama bila  mengenai 
        daerah parietal dan oksipital otak.
        
        
        PEMERIKSAAN NEURORADIOLOGIS
        
        1. Foto polos tengkorak.
        Positif  bila  pembuluh  abnormal  pada  AVM  mengalami 
        kalsifikasi.
        
        2. Sken otak isotop.
        AVM  besar  diperlihatkan  sebagai  daerah   peninggian 
        konsentrasi isotop yang terkadang mencapai  konsentrasi 
        seperti meningioma dan abses.
        
        3. Tomografi terkomputer.
        Kalsium  pada AVM biasanya terlalu sedikit untuk  dapat 
        tampak pada foto polos, namun akan jelas pada CT  scan. 
        Pada  keadaan  dimana  belum  terjadi  perdarahan,  AVM 
        tampak sebagai daerah bercak densitas rendah dan tinggi 
        yang  dipertegas  oleh  pemberian  zat  kontras.   Bila 
        perdarahan  telah  terjadi, hematoma  akan  jelas  pada 
        kebanyakan  kasus  hingga  menyulitkan  untuk   melacak 
        perubahan yang ringan pada AVM.
        
        4. Angiografi.
        Tampilan AVM mudah tampak:
        a. Arteria  pencatu terisi cepat dan mempunyai  kaliber 
        yang lebih besar dari biasanya.
        b. AVM sendiri terisi pada fase arterial awal dan jelas 
        tampak sebagai massa pembuluh yang berkelok-kelok.
        c. Vena  pengalir ukurannya abnormal dan  mulai  terisi 
        segera saat sirkulasi serebral pada fase arterial.
        d. Bila ada hematoma, tampak pergeseran pembuluh  darah 
        normal  sesuai dengan ukuran klot.  Pembuluh  berbentuk 
        serpigin tampak sekitar daerah perdarahan.
        
             
        TINDAKAN
        
        Disamping  evakuasi  yang  perlu  untuk   menghilangkan 
        kompresi serebral, tindakan yang sangat penting  adalah 
        mencegah perdarahan selanjutnya. Risiko perdarahan dari 
        AVM yang belum ruptur belum begitu pasti namun berdasar 
        insidens  perdarahan, pencegahan  harus  diprioritaskan 
        pada   anak-anak  dan  dewasa  muda.   Kebanyakan   AVM 
        didiagnosis  setelah  ruptur, dan  insidens  perdarahan 
        berikutnya  sudah  diketahui  dan  sekitar  25%  pasien 
        diharap  akan mendapat serangan berikutnya dalam  empat 
        tahun setelah serangan pertama. Skala waktunya  berbeda 
        dengan  aneurisma, risiko kumulatifnya  lebih  bertahap 
        dibanding  dengan kemungkinan risiko yang  tinggi  pada 
        periode inisial.
        
        1. Operasi reseksi.
        Tindakan yang paling memuaskan dari AVM serebral adalah 
        eksisi  bedah  secara lengkap, namun operasi  ini  agak 
        sulit karena vaskularitasnya dan bila ada yang  tersisa 
        tetap akan merupakan sumber perdarahan kemudian hari.
             Ligasi arteria pencatu saja tanpa disertai  eksisi 
        AVM   menyebabkan  reduksi  temporer   pada   sirkulasi 
        patologis.  Namun keberadaan AVM sebagai daerah  dengan 
        tahanan vaskuler rendah memungkinkan kanal baru menjadi 
        terbuka  dan dalam waktu singkat vaskularisasinya  akan 
        seperti semula dan mengancam pasien seperti sebelumnya.
        
        2. Embolisasi intravaskuler.
        Saat  ini mungkin untuk memasukkan kateter kecil  dalam 
        kontrol  radiologi  kearteria  pencatu  AVM.   Berbagai 
        material digunakan sebagai emboli kecil yang dimasukkan 
        melalui  kateter  ke AVM,  dengan  harapan  menyebabkan 
        trombosis,  misalnya pelet silastik, balon  atau  jenis  
        bukrilat.  Teknik  ini akan memungkinkan  untuk  segera 
        mengurangi  tampilanlan  AVM  secara  angiografis   hingga 
        menyebabkan  sebagian besar darinya menjadi aman  untuk 
        dioperasi.  Tindakan embolisasi semata  tidak  mencegah 
        perdarahan selanjutnya.
        
        3. Kombinasi dua hal diatas.
        
        4. Radioterapi, iradiasi 'proton beam'.
        Dulu dipercaya bahwa radioterapi terhadap AVM, terutama 
        pada   fossa  posterior  menyebabkan   vaskulitis   dan 
        trombosis  lokal.  Namun hal ini  sudah  dilupakan  dan 
        tampaknya   radioterapi  yang  efektif  hanya   mungkin 
        didapat dengan unit yang mempunyai kemampuan sinar yang 
        tipis, voltase tinggi dan berkemampuan stereotaktis.
        
        5. Terapi konservatif tanpa intervensi apapun.
        
        
        Faktor-faktor penting dalam menentukan tindakan operasi 
        AVM antaranya usia pasien, tampilan klinis  perdarahan, 
        terjangkaunya lesi secara bedah, dan derajat  kesulitan 
        yang  diperkirakan  dalam usaha  mereseksi  lesi.  Lesi 
        besar dan sulit dijangkau sebaiknya dilakukan  tindakan 
        bertahap dimulai dengan embolisasi dan kemudian operasi.
        
        
        D. SINDROMA STURGE-WEBER
        Anomali  vaskuler yang jarang, dimana  malformasi  vena 
        yang  luas  menutupi  satu  atau  kedua  hemisfer   dan 
        berhubungan  dengan nevus kutan atau 'port wine  stain' 
        pada distribusi saraf trigeminal. Keadaan ini  biasanya 
        didiagnosa  pada usia anak dimana ia  bertanggung-jawab 
        atas  defisit neurologis fokal, epilepsi dan  retardasi 
        mental.  Sering dapat didiagnosis pada radiograf  polos 
        sebagai korteks serebral abnormal dengan  bercak-bercak 
        deposit kalsium yang jelas.