ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. M. Jamil/FK-UNAND Padang.

Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

4. TUMOR INTRAKRANIAL
**Pendahuluan
A. Tumor Intrinsik Hemisfer Serebral
B. Tumor Ekstrinsik Hemisfer Serebral
C. Tumor Intrinsik Fossa Posterior
D. Tumor Ekstrinsik Fossa Posterior
E. Tumor Seller/Supraseller
F. Tumor Regio Pineal
G. Tumor Sistema Ventrikuler
H. Tumor Orbita
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
 

TUMOR SELLER/SUPRASELLER
        
        ADENOMA PITUITARI
        
        Tumor kelenjar pituitari merupakan sekitar lima  persen 
        tumor intrakranial. Berasal dari bagian anterior kelen- 
        jar dan biasanya jinak.
        
        
        Klasifikasi
        
        Dengan  tehnik  immuno assay  (immunositokimia,  dengan 
        tehnik ultrastruktur), klasifikasi praktis berdasar pa- 
        da jenis hormon yang disekresikan. Sekitar setengah  a- 
        denoma  khromofob 'non-functioning' mensekresikan  pro- 
        laktin.
        
        Hipersekretori:  
          adenoma pensekresi prolaktin (prolaktinoma)
          adenoma pensekresi GH
          adenoma pensekresi ACTH
          adenoma pensekresi TSH
          adenoma pensekresi FSH/LH
          adenoma stem cell
          adenoma dengan seret campuran
        Nonfungsional
        
        
        Dahulu pernah dilakukan klasifikasi berdasar jenis  sel 
        tumor yang tampak pada mikroskop cahaya:
        
          adenoma eosinofilik: prolaktin
                               hormon pertumbuhan 
          adenoma basofilik: ACTH
                             TSH
                             hormon gonadotropik: FSH
                                                  LH
          adenoma khromofob: non-functional
        
        
        Gambaran Klinis
        
        
        Efek massa lokal 
        
        Nyeri  kepala:  terjadi pada kebanyakan  pasien  dengan 
        pembesaran fossa pituitari. Tidak spesifik akan  lokasi 
        ataupun asalnya.
        
        Defek lapang pandang: Tekanan pada aspek inferior  khi- 
        asma optik menyebabkan kuadrantanopia temporal superior 
        mulanya, kemudian menjadi hemianopia bitemporal.
        
        Kompresi sinus kavernosus: Pada beberapa tumor pituita- 
        ri, perluasan kelateral mungkin menekan saraf yang ter- 
        letak didinding sinus kavernosus. Saraf III adalah yang 
        paling terancam.
        
        
        tumor besar --> efek massa lokal ---> kompresi struktur
                                         |    neural sekitar
                                         |
                                         /--> kompresi kelenjar
                                              pituitari sekitar
        tumor kecil --> efek endokrin ------> menghalangi out-  
          (mikro-                        |    put hormonal
           adenoma)                      |         |
                                         |         !
                                         |    panhipo
                                         |    pituitarisme
                                         |
                                         /--> sekresi berlebih
                                              hormon spesifik,
                                              a.l. prolaktin, 
                                              GH, ACTH (biasa 
                                              lebih dari 1 hor-
                                              mon disekresikan)
        
        
        Efek endokrin
        
        1. HIPERSEKRESI
           Gejala  klinis yang terjadi tergantung  hormon  yang 
           disekresikan.
        
        Hormon pertumbuhan (GH)
        GH merangsang pertumbuhan dan berperan dalam mengontrol 
        protein, lemak, dan karbohidrat. Merupakan 15-25 % dari 
        adenoma pituitari.
             Kelebihan  GH pada dewasa menyebabkan  akromegali. 
        Terjadi perluasan jaringan lunak, kartilago dan  tulang 
        pada muka, tangan dan kaki. Kulit menjadi kasar. Tangan 
        menjadi lembut serta seperti adonan. Terjadi pembesaran 
        jaringan lunak jari serta bantalan tumit. Tampak  prog- 
        nathisme dan makroglosia. Pada visera terjadi pembesar- 
        an  jantung, hati dan tiroid. Diabetes terjadi pada  10 
        persen  kasus. Nyeri kepala  dijumpai pada 50-75 %  ka- 
        sus. Juga djumpai artralgia dan letargi.
             Pada  anak sebelum terjadinya fusi sutura  tulang, 
        kelebihan GH menyebabkan gigantisme.
             Kadar GH biasanya meningkat hingga > 10ng/ml (nor- 
        malnya 2-5 ng/ml).
             Hiperglikemi  biasanya menekan sekresi GH.  Contoh 
        GH diambil bersamaan dengan glukosa darah saat tes  to- 
        leransi glukosa. Gagalnya supresi GH setelah  pemberian 
        glukosa memberikan kepastian adanya tumor.
        
        
        Prolaktin
        Hormon ini membantu memacu laktasi. Tehnik immuno-assay 
        menunjukkan prolaktinemia merupakan jenis tumor  pitui- 
        tari tersering (30-70 % adenoma pituitari) dan membantu 
        diagnostik dini mikroadenoma prolaktin.
             Tumor ini tampil dengan infertilitas, amenore  dan 
        galaktore. Amenore primer lebih jarang dibanding  peng- 
        hentian  menstruasi  pada menarkhe  normal.  Pada  pria 
        mungkin dengan impotensi, nyeri kepala, perubahan visu- 
        al,  atau tetap tak terdeteksi hingga terjadi efek  te- 
        kanan.
             Umumnya prolaktin serum 360U/l dianggap tak normal 
        namun  sebelum memutuskan adanya tumor pensekresi  pro- 
        laktin, penyebab lain harus disingkirkan.  Hiperprolak- 
        tinemia  bisa disebabkan stres, hamil,  obat  (terutama 
        antagonis dopamin), hipotiroidisme, kelainan ginjal, a- 
        denoma pituitari dan lesi hipotalamik atau seksi  tang- 
        kai pituitari. Banyak obat termasuk klorpromazina,  me- 
        til dopa, dan estrogen meninggikan prolaktin serum. Ka- 
        rena hormon tirotropik (TRH) merangsang pelepasan  pro- 
        laktin, kadar prolaktin tinggi pada hipotiroidisme.
             Prolaktin  berbeda dari hormon pituitari  anterior 
        lainnya karena dikontrol oleh hipotalamus. Lesi hipota- 
        lamik atau tangkai pituitari menyebabkan defisiensi da- 
        ri faktor inhibitori prolaktin (PIF) dengan akibat  pe- 
        ninggian prolaktin serum.
             Tes  berikut mengarahkan adanya  tumor  pensekresi 
        prolaktin, namun kemampuannya terbatas:
        
          tak adanya fluktuasi diurnal normal kadar prolaktin
          tak  ada atau berkurangnya respons  terhadap  injeksi 
             TRH (normalnya meninggi 500 X)
          tak adanya respons terhadap metoklopramida (normalnya 
             meninggi 2000 X)
        
        Terpenting adalah tes kadar prolaktin serum basal, yang 
        berkisar dari 5-20ng/ml pada orang normal. Kadar  50ng/ 
        ml dijumpai pada 25 % penderita prolaktinoma.  100ng/ml 
        pada sekitar 50 %, dan kadar 200-300 ng/ml pada 100  %. 
        Peninggian  ringan (<200ng/ml) mungkin juga  pada  ter- 
        ganggunya tangkai pituitari, setelah pengurangan  inhi- 
        bisi dopamin normal atas sekresi prolaktin
        
        
        Hormon adrenokortikotrofik (ACTH)
        
        ACTH  merangsang sekresi kortisol dan androgen.  Hiper- 
        sekresi menyebabkan hiperplasia adrenal yang tampil de- 
        ngan gambaran khas sindroma Cushing. Merupakan 5 % dari 
        adenoma pituitari.
             Sindroma tersebut juga disebabkan oleh tumor adre- 
        nal atau sekresi ektopik dari karsinoma bronkhial,  na- 
        mun pemberian steroid adalah penyebab tersering.
             Tampilan  klinik  biasanya  moon  face,   obesitas 
        (trunkal)  jenis  buffalo, stria ungu  pada  perut  dan 
        pinggang, memar dan fragilitas kapiler, penyembuhan lu- 
        ka  tidak baik, intoleransi glukosa, kelemahan dan  pe- 
        ngecilan otot; sering dengan miopati proksimal,  osteo- 
        porosis, DM laten, hipertensi, akne, hirsutisme dan ke- 
        botakan, peninggian akan ancaman infeksi.  Oligomenore, 
        amenore atau impotensi terjadi pada 70-80 % kasus. Gam- 
        baran  klinis tumor ini terutama karena sekresi  berle- 
        bihan glukokortikoid.
             Diagnosis dipastikan dengan temuan peninggian  ka- 
        dar  kortisol urin dan plasma yang tak tersupresi  oleh 
        pemberian deksametason. 
             Pada penyakit Cushing kadar kortisol plasma  umum- 
        nya meninggi walau kadar yang bervariasi luas membatasi 
        nilai kadar plasma yang didapat. Kehilangan variasi di- 
        urnal normal pada kadar kortisol plasma lebih  membantu 
        dalam diagnosis sebagai jumlah dari urin 24 jam  korti- 
        sol bebas dan 17-OH kortikosteroid. pengukuran langsung 
        ACTH  plasma umumnya tak membantu. Paling kritis,  pada 
        penyakit Cushing kadar kortisol tak disupresi oleh  do- 
        sis rendah deksametason (4 X 0.5mg/hari) selama dua ha- 
        ri namun tersupresi oleh dosis tinggi (4 X 2mg)  selama 
        dua hari, hingga kurang dari 50 % nilai dasar.  Nonsup- 
        resi oleh dosis tinggi deksametason, peninggian  korti- 
        sol,  dan kadar ACTH rendah abnormal pada darah  menun- 
        jukkan tumor adrenal atau hiperplasia adrenal dibanding 
        adenoma pituitari pensekresi ACTH.
             Adrenalektomi  bilateral  untuk  penyakit  Cushing 
        terkadang diikuti timbulnya sindroma Nelson: kadar ACTH 
        tinggi, pembesaran pituitari dan pigmentasi kulit  men- 
        colok.
        
        Lain-lain
        Tumor pensekresi TSH,FSH, LH jarang dijumpai.
             Adenoma  yang besar menekan kelenjar dan  mengaki- 
        batkan endokrinopati multipel. Tes fungsi tiroid basal, 
        kadar FSH, LH, kortisol, dan prolaktin harus dilakukan.
        
        
        2. NONFUNGSIONAL
        
        20-25  % adenoma pituitari adalah nonfungsional  secara 
        endokrimologis. Adenoma 'null cell' ini  diklasifikasi- 
        kan kedalam onkositik dan nononkositik. Karena tumor i- 
        ni  tak  mensekresikan hormon,  sering  tak  terdeteksi 
        hingga ukurannya besar, sering meluas keluar sella, de- 
        ngan  gejala  disebabkan massanya sendiri. 72  %  kasus 
        mengalami kehilangan penglihatan, 61 % dengan hipopitu- 
        itarisme, dan 36 % dengan nyeri kepala.
             Banyak tumor pituitari didiagnosis sebelum  timbul 
        panhipopituitarisme,  namun tumor besar mungkin  menye- 
        babkan gangguan bertahap dari sekresi hormon pituitari. 
        GH dan gonadotrofin adalah yang pertama terkena, diiku- 
        ti TSH, dan ACTH. Panhipopituitarisme hanya terjadi bi- 
        la lebih dari 80 % pituitari anterior rusak.
             Gangguan  sekresi  GH pada  anak-anak  menyebabkan 
        dwarfisme pituitari, terhambatnya pertumbuhan skeletal, 
        perkembangan  seksual terhambat, episoda  hipoglikemik, 
        intelegensia normal. Gangguan sekresi gonadotrofin pada 
        dewasa  menimbulkan amenore, sterilitas  dan  hilangnya 
        libido. Sedang gangguan sekresi ACTH pada orang  dewasa 
        menyebabkan defisiensi glukokortikoid dan androgen, ke- 
        lemahan otot dan lesu. Sekresi TSH yang terganggu  pada 
        orang dewasa berakibat hipotiroidisme sekunder, BMR ba- 
        sal rendah, sensitif terhadap dingin, fisik dan  mental 
        yang 'malas', rambut kasar. Gangguan sekresi  prolaktin 
        berakibat kegagalan laktasi.
             Sekresi prolaktin paling tahan terhadap  kerusakan 
        pituitari. Defisiensi jarang nyata, biasanya hanya tam- 
        pil  setelah perdarahan post-partum  (sindroma  Seehan) 
        sebagai kegagalan laktasi dan gambaran lain  panhipopi- 
        tuitarisme.
             Hormon-assay pituitari tak dapat membedakan  kadar 
        'normal'  rendah dengan gangguan sekresi,  namun  kadar 
        yang rendah hormon pituitari disertai adanya hormon or- 
        gan target yang rendah memastikan hiposekresi, misalnya 
        kadar TSH rendah walau tiroksin serum rendah.
             Hilangnya  respons  terhadap  tes  yang  dirancang 
        untuk meningkatkan hormon pituitari spesifik memberikan 
        konfirmasi tambahan atas hipofungsi:
        
        1. GH,ACTH:  Tes toleransi insulin;  Aksi  hipoglikemia 
        melalui  aksis hipotalamik-pituitari  akan  meninggikan 
        kadar  GH dan ACTH, yang terakhir  menyebabkan  pening- 
        katan kortisol plasma secara bermakna.
        2. Gonadotrofin:  Injeksi hormon  pelepas  gonadotrofin 
        (GnRH)  menyebabkan peninggian cepat LH dan  peninggian 
        yang lebih lambat dari FSH.
        3. Injeksi hormon pelepas tirotrofin (TRH)  meninggikan 
        kadar plasma baik TSH maupun prolaktin.
        
             Tes  diatas dapat dilakukan bersama  sebagai  'Tes 
        Stimulasi Pituitari Kombinasi'. Insulin, GnRH  dan  TRH 
        diinjeksikan i.v. dan semua hormon pituitari diukur da- 
        ri contoh darah berulang yang diambil dengan selang dua 
        jam. Kadar glukosa juga diperiksa untuk memastikan ade- 
        kuasi hipoglikemia.
        
        
        Apopleksi Pituitari
        
        Pertama  dijelaskan Cushing sebagai perdarahan  kedalam 
        adenoma. Infarksi dengan pembengkakan dapat menimbulkan 
        gambaran  klinis  serupa seperti  nyeri  kepala  dengan 
        onset mendadak, perburukan visus mendadak dan/atau pal- 
        si  okulomotor, serta hipopituarisme  akuta.  Merupakan 
        komplikasi  jarang tumor pituitari.  Kematian  menyusul 
        kecuali tindakan segera dilakukan.
             Adenoma pituitari adalah kelainan yang sangat luar 
        biasa banyak, 20-35 % dari kelenjar pituitari yang  di- 
        periksa  pada seri autopsi yang besar. Pada suatu  seri 
        klinis  dijumpai sekitar 35 % adenoma  adalah  invasif, 
        namun tidak ganas.
             Walau  adenoma adalah lesi seller dan  supraseller 
        tersering,  lainnya yang bisa menyerupai  adenoma  yang 
        harus  dipikirkan  adalah  aneurisma  arteria  karotid; 
        kraniofaringioma; sista arakhnoid. epidermoid dan celah 
        Rathke;  hamartoma; tumor demoid,  epidermoid,  glioma, 
        meningioma, dan metastatik.
        
        
        Pemeriksaan Neuroradiologis
        
        Foto polos tengkorak
        Tetap berguna sebagai penilai adenoma pituitari.  Tumor 
        besar menyebabkan pelebaran atau ballooning fossa pitu- 
        itari,  penipisan dorsum sella,  dan mungkin  mengerosi 
        lantai  atau hilangnya lamina dura yang membentuk  lan- 
        tai, elevasi atau erosi prosesus klinoid anterior. Eks- 
        pansi  fossa yang asimetris memberikan  gambaran  'dou- 
        ble floor sejati' pada aspek lateral. Tomografi berguna 
        untuk  menentukan  erosi lantai  fossa.  Mikro  adenoma 
        mungkin  menimbulkan mangkuk erosif kecil pada  lantai, 
        terbaik dilihat pada tampilan anteroposterior.
        
        Angiografi dan sinogram kavernosa
        Aneurisma arteria karotid bisa tampil sebagai massa in- 
        traseller dan mungkin dikira sebagai adenoma pituitari. 
        Operasi transfenoid dengan ruptur aneurisma dan kemati- 
        an pernah terjadi. Karenanya arteriografi harus dilaku- 
        kan. Sinogram dapat memperlihatkan terkenanya sinus ka- 
        vernosus.
        
        CT scan 
        Mempunyai kemampuan diagnostik sangat besar. Serial pra 
        dan  pasca kontras harus didapatkan  termasuk  tampilan 
        aksial dan koronal dari sella. Mikroadenoma yang  hanya 
        3-4 mm diameternya dapat dilihat sebagai massa hipodens 
        didalam kelenjar pituitari. Peninggian tinggi  kelenjar 
        melebihi 9 mm juga menunjukkan adanya tumor. Lesi  yang 
        lebih besar tampak berakibat erosi sella. Perluasan in- 
        tra dan supraseller dari makroadenoma dapat  ditentukan 
        dengan  tepat seperti juga hubungannya  dengan  tangkai 
        pituitari dan khiasma optik.
             CT  scan definisi tinggi memberikan  lebih  banyak 
        informasi. Tumor besar dapat dilihat dalam tampilan ak- 
        sial atau koroner baik dengan pelacakan langsung maupun 
        rekonstruksi. Mikroadenoma diperlihatkan pada  'slices' 
        yang  hanya  satu hingga dua milimeter  sebagai  daerah 
        berdensitas rendah didalam jaringan glandula atau  mem- 
        perlihatkan  deviasi tangkai pituitari dari  garis  te- 
        ngah. Insidens negatif palsu walau  bagaimanapun  cukup 
        tinggi.
        
        MRI
        Juga berguna dan memberikan keuntungan tampilan sagital 
        yang  istimewa pada daerah ini. Adenoma  biasanya  ber- 
        intensitas  rendah pada citra pembebanan T-1  dan  ber- 
        intensitas tinggi pada citra pembebanan T-2.

        Sisternogram basal 
        Bila scanner berdefinisi tinggi tidak dimiliki, sister- 
        nogram  basal dapat dilakukan dan jelas  memperlihatkan 
        perluasan lesi supraseller. Kontras radiopak  disuntik- 
        kan kesisterna magna dan menyebar sepanjang dasar teng- 
        korak. Adanya defek pengisian supraseller berarti  ada- 
        nya ekstensi vertikal dari tumor.
        
        
        Pengelolaan
        
        Pengelolaan tumor pituitari tergantung jenis  penampil- 
        an.  Bila tampil sebagai lesi massa, diperlukan  dekom- 
        presi serta koreksi kelainan endokrin. Pada mikroadeno- 
        ma,  pengobatan gangguan hormonal diutamakan.  Tindakan 
        dini akan mencegah perkembangan lesi massa kemudian ha- 
        ri.  Metodanya adalah dekompresi operatif,  radioterapi 
        dan obat-obatan.
             Adenoma pituitari nonfungsional umumnya tampil se- 
        bagai  massa  yang besar.  Indikasi  operasinya  jelas: 
        gangguan visual progresif baik ketajaman maupun  lapang 
        pandang,  disfungsi saraf kranial III,IV, atau VI,  pe- 
        ninggian TIK akibat efek massa lokal, obstruksi CSS dan 
        hidrosefalus, apopleksi pituitari, serta kebocoran CSS. 
        Terapi  medikal tak ada manfaatnya. Terapi radiasi  di- 
        lakukan pada pasien yang reseksi tumornya tak bisa  se- 
        cara lengkap.
             Perluasan  tumor keluar fossa pituitari  berrisiko 
        kerusakan visual permanen. Operasi memberikan dekompre- 
        si cepat dan dengan cara transfenoidal atau transethmo- 
        idal, risikonya minimal. Tumor besar tak pernah  teram- 
        bil sempurna, karenanya dilanjutkan dengan  radioterapi 
        sebagai  pelengkap. Bila radioterapi  sebagai  tindakan 
        primer, akan terjadi pembengkakan tumor, sedang  penge- 
        rutan  dan  pengembalian kadar hormon  biasanya  lambat 
        terjadinya.
             Pada  adenoma yang fungsional, operasi tetap  tin- 
        dakan terpilih pada pasien dengan kelainan Cushing, ak- 
        romegali  atau sindroma Nelson. Keputusan  lebih  rumit 
        pada  prolaktinoma. Bromokriptin ternyata dapat  menor- 
        malkan  kadar prolaktin serum pada pasien dengan  mikro 
        dan makroadenoma. (Bromokriptin adalah agonis  dopamin, 
        yang menurunkan kadar abnormal hormon yang  bersirkula- 
        si,  terutama prolaktin. Pada dosis tinggi juga  mengu- 
        rangi sekresi GH). Selanjutnya pengerutan ukuran  tumor 
        dijumpai  bahkan pada tumor besar. Beberapa  memikirkan 
        bromokriptin sebagai terapi inisial untuk tumor pensek- 
        resi prolaktin, terutama karena terbatasnya efek buruk- 
        nya.  Adenektomi selektif transfenoidal  memperlihatkan 
        tingkat rekurensi rendah, dan dianjurkan sebagai terapi 
        garis pertama, terutama pada wanita usia beranak. Bebe- 
        rapa pasien tidak mentolerasi bromikriptin, bahkan pada 
        dosis rendah dan operasi adalah pilihan yang baik.  Pa- 
        sien yang menghendaki kehamilan sering ditindak  secara 
        bedah namun beberapa kasus  juga ditindak dengan  obat, 
        dengan pengawasan sangat ketat selama hamil. Pada  kea- 
        daan  ini, pilihan bedah atau medikal  harus  dipertim- 
        bangkan  untuk masing-masing pasien. Prolaktinoma  yang 
        memperlihatkan pertumbuhan progresif walau dengan  tin- 
        dakan medikal adekuat atau pada adanya kehilangan peng- 
        lihatan progresif, apopleksi, disfungsi okulomotor, hi- 
        drosefalus, atau peninggian TIK, operasi jelas  diindi- 
        kasikan.
             Bromokriptin memang suatu alternatif untuk mikroa- 
        denoma pensekresi prolaktin. Penurunan kadar  prolaktin 
        akan  memungkinkan kehamilan dilanjutkan, namun  terka- 
        dang  hal ini akan menginduksi perluasan  tumor  secara 
        cepat. Teoritis, namun belum terbukti, ia berrisiko te- 
        ratogenik. Obat ini kurang bermanfaat dalam  mengontrol 
        tumor  pensekresi GH dan ACTH. Bromokriptin hanya  akan 
        berakibat pengerutan tumor pada 60 % kasus, lainnya te- 
        tap bertumbuh.
             Mikroadenoma  dicapai melalui jalur  transfenoidal 
        yang  dipopulerkan lagi oleh Hardy.  Bahkan  kebanyakan 
        makroadenoma bisa dicapai secara transfenoidal sebanyak 
        tumor yang jatuh ke sella selama proses operasi. Perlu- 
        asan besar keanterior dekat lobus frontal atau  kelate- 
        ral kefossa media mungkin memerlukan operasi  transkra- 
        nial.  Operasi ini morbiditas dan  mortalitasnya  lebih 
        besar dari jalur  transfenoidal, termasuk risiko  besar 
        perburukan visual.
             Pada mikroadenoma, seluruh tumor berada dalam fos- 
        sa pituitari hingga sedikit risiko segera kerusakan vi- 
        sual dan tindakan diarahkan pada pengurangan kadar hor- 
        mon.  Pendekatan transfenoidal atau transethmoidal  me- 
        ngembalikan secara cepat kadar hormon ketingkat  normal 
        pada 80-90 % kasus.
             Radiasi   supervoltase  memperlihatkan   perbaikan 
        tingkat  bebas rekurensi. Indikasinya sisa  tumor  yang 
        tampak jelas pada CT scan setelah operasi, kegagalan o- 
        perasi  (rekurensi tumor atau keadaan  hipersekretori), 
        dan  tumor besar yang tak dapat direseksi total  dengan 
        aman. Adenoma pituitari adalah radiosensitif dan biasa- 
        nya dilakukan secara eksternal. Terkadang butir  ytrium 
        atau emas diimplantasikan kefossa pituitari baik  mela- 
        lui pendekatan transfenoidal maupun stereotaktik  mela- 
        lui burr hole frontal.
        
        
        Pendekatan operasi
        
        Dari bawah:
        1. Transfenoidal: melalui insisi gusi atas ,mukosa  hi- 
        dung disisihkan dari septum dan fossa pituitari dicapai 
        melalui sinus sfenoid.
        2. Transethmoidal:  Insisi dibuat pada dinding  orbital 
        medial  dan fossa pituitari dicapai melalui sinus  eth- 
        moid dan sfenoid.
        
        Dengan  kedua cara diatas, kelenjar pituitari  langsung 
        dilihat dan dieksplorasi mikro adenomanya. Bahkan tumor 
        besar  dengan ekstensi supraseller dapat  dibuang  dari 
        bawah, mencegah perlunya kraniotomi.
        
        Dari atas:
        3. Transfrontal: Melalui kraniotomi, lobus frontal  di- 
        retraksi untuk mendapatkan jalur langsung ketumor pitu- 
        itari. Pendekatan ini biasanya dicadangkan untuk  tumor 
        dengan perluasan yang besar kefrontal dan lateral.
        
             Semua   pasien  memerlukan  perlindungan   steroid 
        sebelum setiap tindakan anestetik atau bedah.
        
        
        KRANIOFARINGIOMA
        
        Tumor sistik yang merupakan tiga persen dari tumor pri- 
        mer  intrakranial. Terutama pada anak-anak  dan  dewasa 
        muda  namun gejala bisa terjadi pada semua usia.  Walau 
        jinak, ia terletak sekitar struktur penting hingga  me- 
        nimbulkan masalah yang rumit pada penanganannya.  Keba- 
        nyakan kraniofaringioma memiliki komponen solid  epitel 
        skuamosa  dengan debris yang berkalsifikasi serta  satu 
        atau  lebih daerah sistik berisi cairan  kholesteatoma- 
        tosa kehijauan. Beberapa, tumor seluruhnya solid. Walau 
        kapsul  tampak berbatas tegas,  pemeriksaan  histologis 
        menunjukkan projeksi seperti jari kejaringan sekitarnya 
        dengan gliosis jelas sekelilingnya.
        
        
        Lokasi
        
        Tumbuh biasanya dekat tangkai pituitari, namun bisa me- 
        nyebar kesegala arah.
        
        
        Gambaran Klinis
        
        tergantung letak dan ukuran tumor. Tumbuhnya lambat dan 
        kebanyakan tanda dan gejala terjadi perlahan. Massa in- 
        trakranial  dan/atau obstruksi  CSS pada foramen  Monro 
        meninggikan TIK dengan gejalanya (nyeri kepala, muntah, 
        edema papil, gangguan penglihatan). Perluasan kefrontal 
        dan ventrikel ketiga menyebabkan demensia ringan hingga 
        berat. Kompresi pada khiasma optik berakibat atrofi op- 
        tik  dan hemianopia bitemporal. Kerusakan  hipotalamik/ 
        pituitari  menimbulkan  panhipopituitarisme,  dwarfisme 
        pituitari  dan diabetes insipidus. Karena tekanan  pada 
        khiasma cenderung dari atas, biasanya yang terjadi per- 
        tama adalah kuadrantanopia temporal inferior.
        
        
        Pemeriksaan
        
        Foto polos tengkorak: Memperlihatkan kalsifikasi diatas 
        atau didalam fossa pituitari pada 80 % kasus.
        
        CT scan: Memperlihatkan lesi  dengan densitas  campuran 
        berisi  komponen  solid dan sistik,  terletak  didaerah 
        supraseller.  Pada  anak, tampak  kalsifikasi.  Kapsula 
        sista sering diperkuat oleh kontras. Rekonstruksi koro- 
        nal atau sagital membantu memperlihatkan  hubungan pas- 
        ti tumor dengan ventrikel ketiga.
        
        Tes  fungsi pituitari: Sering  memperlihatkan  perlunya 
        penggantian hormon.
        
        
        Pengelolaan
        
        Lebih agresif tindakan, lebih besar risiko, namun lebih 
        rendah tingkat rekurensi. 
             Semua  pasien memerlukan perlindungan steroid  se- 
        belum tindakan anestesi atau operasi.
             Pengangkatan operatif biasanya kraniotomi subfron- 
        tal atau subtemporal, walau jalur transfenoidal memung- 
        kinkan untuk tumor yang benar-benar intraseller.
        
        1. Eksisi tumor total ( + radioterapi bila terjadi  re- 
           kurensi)
        2. Eksisi tumor subtotal + radioterapi
        3. Drainase sista + ------- radioterapi 
           (dengan kateter     |       atau
            tetap dan          /--- implantasi ytrium90
            reservoar)
        
             Eksisi total berrisiko kerusakan hipotalamus  yang 
        membawa kematian, namun bila berhasil akan mencegah ra- 
        dioterapi  segera dengan risikonya terhadap  otak  yang 
        sedang  tumbuh. Mortalitas operasi antara 10-30  %  dan 
        tergantung lokasi tumor dan perluasan pengangkatan yang 
        dilakukan.  Tingkat rekurensi 50 % dalam 10 tahun  pada 
        yang dilakukan pengangkatan total. Hal ini mungkin aki- 
        bat  sisa tumor yang perluasannya terletak diluar  kap- 
        sul.
             Pengangkatan subtotal tingkat rekurensinya  menca- 
        pai  90 %, namun dengan radioterapi turun hingga  30-50 
        %.
             Perencanaan untuk pengangkatan total atau subtotal 
        memerlukan pertimbangan ketat. Pemeriksaan  preoperatif 
        membantu,  namun keputusan akhir sering  menunggu  eks- 
        plorasi langsung.
        
        
        ASTROSITOMA (GLIOMA) SARAF OPTIK
        
        Tumor  yang jarang, biasanya terjadi pada anak  dibawah 
        10  tahun. Hingga sepertiga berkaitan  dengan  penyakit 
        von Recklinghausen. Tumor tumbuh meluas pada saraf  de- 
        ngan bentuk fusiform. Beberapa perluasan keanterior ke- 
        orbit, lainnya keposterior mengenai khiasma optik.  Se- 
        mua berjenis pilositik dan tumbuh lambat.
        
        
        Gambaran Klinis
        
        Skotoma lapang pandang berangsur memberat menjadi  buta 
        lengkap. Perluasan orbital menyebabkan proptosis.  Pada 
        beberapa  pasien perluasan keposterior  keluar  khiasma 
        menyebabkan  kerusakan hipotalamik dan/atau  hidrosefa- 
        lus.
             Foto polos foramen orbital memperlihatkan dilatasi 
        dan CT scan memperlihatkan massa dengan penguatan  kon- 
        tras campuran didalam orbit atau terletak diregio supra 
        seller.
        
        
        Pengelolaan                           Prognosis 
        
        Lesi unilateral - eksisi lengkap   -  Baik
                          dengan enukleasi
                          bila  perlu
        Lesi mengenai   - pendekatan       -  Visus bisa diper-
          khiasma optik   konservatif         tahankan beberapa 
                          (nilai radio te-    tahun; masa hidup
                           rapi tak dike-     sering panjang.
                           tahui)             Bila dengan keru-
                                              sakan hipotalamik
                                              prognosis buruk.
        
        
        MENINGIOMA SUPRASELLER
        
        Tumbuh dariI tuberkulum sella, sering tampil dini seba- 
        gai akibat kompresi khiasmal dan defek lapang  pandang, 
        biasanya dengan hemianopia bitemporal.
             Foto polos terarah memperlihatkan hiperostosis tu- 
        berkulum sella atau planum sfenoidal. CT scan memperli- 
        hatkan massa supraseller bulat, sering sebagian  dengan 
        kalsifikasi, diperkuat homogen oleh kontras.
             Sayangnya defek visual sering persisten setelah o- 
        perasi, namun pengangkatan tumor adalah esensial  untuk 
        mencegah perburukan lebih lanjut.
        
        
        MENINGIOMA SELUBUNG SARAF OPTIK
        
        Jarang. Berasal dari selubung saraf optik, biasanya me- 
        luas  bentuk  dumbell melalui foramen  optik.  Beberapa 
        mempenetrasi  dura orbital dan menginvasi isi  orbital. 
        Eksisi total penting tanpa mengorbankan saraf optik di- 
        dekatnya. 
        
        
        LAIN-LAIN
        
        Epidermoid/dermoid  supraseller: Lihat hal tumor  fossa 
        posterior. 
             Seperti telah dijelaskan, aneurisma besar menyeru- 
        pai tumor seller/supraseller pada CT scan. Demikian ju- 
        ga granuloma besar (TB, sarkoid). Bila ragu, lakukan a- 
        ngiografi sebelum operasi eksplorasi.