II. KELAINAN DISKUS SERVIKAL
Kelainan diskus didaerah servikal jarang mengambil
bentuk protrusi dari satu nukleus pulposus. Perubahan
degeneratif yang mengenai beberapa diskus lebih lazim,
berakibat bertambah beratnya tampilan radiologis
spondilosis servikal, walau bia=sa dengan atau tanpa
gejala.
A. Prolaps Diskus Akut
Dapat terjadi pada semua usia, dan radiologis tulang
belakang tidak memperlihatkan adanya spondilosis, walau
bisa superimpos pada keadaan degeneratif ini. Sering
dapat diingat pernah terjadi cedera sekali, yang semula
hanya diikuti kaku kuduk, namun kemudian diikuti
kelainan SSP. Prolaps akut bisa sentral atau lateral.
Protrusi sentral menyebabkan mielopati, kelemahan dan
spastisitas tungkai, terkadang dengan gejala dan tanda
akar pada anggota atas. Protrusi lateral menyebabkan
nyeri akar akut pada satu lengan dan kelemahan otot
bisa terjadi pada inervasi bersangkutan. Terkadang
sindroma yang relatif akut terjadi beberapa hari atau
minggu setelah cedera; gejala bisa berlangsung terus,
karenanya menyerupai tumor spinal. CT atau MRI adalah
cara terbaik memastikan penyebab patologis dan posisi
tepat terhadap kord atau akar. Bila tidak tersedia,
mielogram dapat memperlihatkan gangguan pengisian atau
bahkan blok lengkap.
Terhadap protrusi diskus sentral akuta, dilakukan
dekompresi bedah segera. Dilakukan pendekatan anterior
dengan prosedur bedah mikro dengan atau tanpa fusi.
Lesi diskus lateral akuta mungkin bisa dengan tindakan
konservatif (kolar dan analgesik). Bila gejala menetap
atau memburuk, eksisi bedah dilakukan, bisa melalui
foraminotomi posterior atau lewat anterior; terkadang
pendekatan lateral Verbiest.
Saat menginduksi anestesia serta mengatur posisi
pada meja operasi, kepala harus diperlakukan sangat
hati-hati, mungkin dengan kolar terpasang. Setelah
operasi umumnya dianjurkan penggunaan kolar lunak untuk
beberapa bulan.
B. Spondilosis Servikal
Akibat proses penuaan. Perubahan radiologis ditemukan
pada 75 % pasien diatas 50 tahun yang tidak mempunyai
keluhan spontan yang berkaitan dengan leher. Karena
perubahan tampaknya lebih dini pada pria, diperkirakan
sebagian berhubungan dengan cedera kerja, namun jarang
ditemukan adanya kejadian yang berhubungan langsung.
Namun cedera jelas merupakan faktor yang mempresipitasi
gejala pada pasien penderita spondilosis.
Patologi
Lesi primer mungkin kolapsnya diskus dengan protrusi
anuler sekitar kelilingnya. Ligamen terdorong dari
perlekatannya pada tepi badan ruas tulang belakang,
terbentuk osteofit reaktif, dan ligamennya sendiri
menebal. Bersamaan dengan protrusi anuler, osteofit dan
ligamen mengurangi diameter anteroposterior kanal
spinal. Perubahan osteoartritik pada sendi neuro-
sentral, yang berdekatan dengan foramina C3 hingga C7,
menyebabkan proliferasi tulang selanjutnya, yang
mempersempit foramina intervertebral yang sudah sempit
oleh protrusi diskus dan osteofit. Mobilitas tulang
belakang sendiri juga terganggu, terbatas karena
perubahan diskus memberat dan meluas pada tingkat yang
tidak terkena diatas dan dibawahnya.
Beberapa faktor berperan pada terbentuknya tanda
dan gejala. Kord spinal, terletak terikat pada kanal
spinal yang menyempit, terancam akan tambahan kompresi
bahkan saat gerak leher normal. Misalnya pada ekstensi,
ligamen flava melipat dan dapat menjadi penyebab
kompresi posterior. Karena gerakan ekstrem yang
mencapai kord merupakan bahaya yang besar, gejala
mendadak bisa terjadi setelah fleksi atau ekstensi
berlebihan akibat kecelakaan atau endoskopi dengan
anestesia.
Tanda-tanda Radiologis
1. Penyempitan ruang diskus, hanya mengenai satu ruang
pada 40 %, dua ruang pada 40 %, dan lebih dari dua pada
sisanya. Lebih sedikit dari sepertiga mengenai C5/6,
dan sedikit kurang dari sepertiga mengenai C6/7 atau
C4/5; kurang sering, C3/4 terkena dan C7/T1 jarang
terjadi.
2. Perubahan kurva normal, umumnya hilangnya lordosis
normal, mungkin terbatas hingga dua tulang belakang
berdekatan, dan mobilitas yang terbatas diantara mereka
terbaik diperiksa dengan membandingkan film yang
diambil saat fleksi dan ekstensi.
3. Osteofit lebih nyata dianterior, namun pertumbuhan
berlebihan diposterior lebih penting; penyempitan
foraminal tampak hanya pada tampilan oblik.
4. Indentasi mielografik dura anterior tidak selalu
mendukung tingkat maksimal kolaps diskus dan osteofit.
Indentasi posterior akibat ligamenta flava tampak bila
film diambil saat ekstensi. Blok total jarang, namun
bila terjadi bisa berarti prolaps diskus akuta.
5. CT scan yang dilakukan dalam beberapa jam setelah
mielogram bisa lebih tepat menentukan tempat dan
perluasan kompresi. Perubahan serupa dapat tampak pada
MRI scan sagital.
Sindroma Klinis
Perubahan radiologis lanjut dapat terjadi tanpa
kelainan klinis yang berkaitan; namun pada sejumlah
pasien asimtomatis, dimana secara kebetulan ditemukan
spondilosis, lakukan pemeriksaan teliti untuk menemukan
adanya kompresi kord ringan (spastisitas, peninggian
refleks atau perubahan sensori). Bila dijumpai tanda
dan gejala, tidak harus sesuai dengan tingkat perubahan
radiologis maksimum. Bahkan bila terjadi gangguan
baik radikuler atau kord, satu atau lainnya biasanya
predominan. Akibatnya kedua sindroma utama, radikulo-
patia servikal dan mielopatia servikal akan dijumpai.
C. Radikulopatia Spondilotik Servikal
Nyeri merupakan keluhan utama, tumpul dan sakit pada
leher dan bahu dengan nyeri menjalar dari lengan kesiku
atau pergelangan.. Walau hanya satu akar terkena, nyeri
mnenyebar kesekitar distribusi dermatom, mungkin karena
nyeri juga terjadi didalam otot yang dicatu akar
bersangkutan. Nyeri mungkin juga timbul dari diskus
sendiri, menyebabkan nyeri pada leher, daerah trapezius
dan skapuler.
Spasme dan nyeri otot menambah penyebaran nyeri
sekunder, terutama kedaerah oksipital, yang dikeluhkan
sebagai nyeri kepala.
Parestesia sering dialami pada lengan dan ujung
jempol (akar C6 akibat lesi C5/6) atau pada jari tengah
(C7 akibat lesi C6/7). Gangguan sensori, kelemahan,
pengecilan otot dan perubahan refleks biasanya ringan.
Keluhan mungkin tampil relatif mendadak, terkadang
dipresipitasi oleh trauma, atau dapat terjadi perlahan-
lahan; serangan berulang nyeri akut terjadi pada
beberapa pasien. Terkadang nyeri berhubungan dengan
pergerakan dan posisi. Keadaan ini harus dibedakan dari
neuritis brakhial postviral, kompresi pintu torasik
terhadap pleksus brakhial, dan jeratan perifer saraf
median atau ulnar. Yang terakhir ini terkadang tampak
bersamaan dengan spondilosis, sindroma 'double crush'.
Tindakan
Mengistirahatkan bagian yang terkena merupakan dasar
dari semua metoda. Gerakan yang memperparah harus
dicegah, walaupun ini merupakan kasus yang individual.
Lengan harus disangga dari bahu yang sehat dengan sling
disertai dengan analgesik; pemanasan lokal dan diatermi
gelombang pendek mungkin cukup memberikan perbaikan.
Fisioterapi aktif dikontra-indikasikan, selain dari
latihan penguatan gelang bahu. Anti-inflamatori non-
steroidal mungkin bermanfaat.
Kolar memberikan immobilisasi yang lebih efektif,
terbaik menggunakan kolar jenis Philadelphia dengan
penyangga oksipital dan mental. Kolar cincin sederhana
dapat dipakai, namun kolar lembut hanya membuang waktu.
Agar efektif, kolar harus dipakai dengan benar dan
konsisten. Bila terjadi perbaikan, pemakaian kolar bisa
dihentikan secara bertahap. Pasien bisa dianjurkan
kembali bekerja dengan kolar terpasang, dan ini akan
bermanfaat karena immobilisasi harus diteruskan hingga
3 atau 4 minggu setelah nyeri berkurang; pergerakan
normal yang dilakukan secara prematur sering berakibat
kambuhnya penyakit.
Traksi tengkorak dengan kaliper leher Gardner-Well
dengan 2-2.5 kg beban, dicadangkan untuk pasien yang
gagal atas cara sederhana. Traksi manual dengan
berbagai arah mula-mula dicoba hingga didapat arah yang
tepat. Traksi sering mengurangi nyeri akut dengan
cepat, dan dapat diganti dengan kolar setelah 2 atau 3
minggu. Manipulasi bisa berarti ditangan yang terlatih,
dan selalu dilakukan bila tidak ada tanda-tanda
kompresi kord.
Dekompresi bedah melalui foraminotomi posterior
atau dekompresi servikal anterior, dengan atau tanpa
fusi, efektif mengurangi nyeri persisten pada kasus ini.
Dengan seleksi pasien yang tepat, lebih dari 80 %
diuntungkan dengan cara-cara ini.
D. Mielopatia Spondilotik Servikal
Timbulnya spastisitas tungkai secara perlahan adalah
bentuk onset yang paling sering, diketahui pertama-tama
bisa berupa kelambatan atau kekakuan dalam berjalan.
Kelemahan kurang parah bila dibanding peninggian tonus
dan peninggian refleks dalam. Lebih dari duapertiga
mengalami gangguan sensori, namun kecuali mielopati
memburuk, jarang mencapai tingkat yang jelas, dan
sering terjadi pada torasik sebelah atas dari pada
servikal; defisit lain adalah jenis radikuler, dan
terkadang dijumpai kelainan yang menyerupai siringo-
mielia. Banyak yang mengeluh nyeri dan kaku leher,
dengan kekakuan tangan serta parestesia pada osteofit
C3/4.
Perburukan mendadak mielopati servikal, atau
bahkan tampilnya sindroma kord spinal mendadak untuk
pertama kalinya, mungkin timbul setelah trauma. Cedera
hiperekstensi yang tidak cukup untuk menyebabkan
fraktura atau dislokasi adalah yang paling bertanggung-
jawab untuk mempresipitasi lesi spinal transversa pada
pasien dengan spondilosis servikal, bahkan walau tetap
asimtomatis. Tergelincir atau jatuh pada kepala (dengan
akibat abrasi frontal) adalah mekanisme yang umum, tapi
juga hiperekstensi pada saat tindakan bedah seperti
tonsilektomi, bronkhoskopi dan esofagoskopi; bahkan
manipulasi untuk memasang pipa endotrakheal oleh ahli
anestesi dapat membahayakan kord, terutama ketika semua
spasme otot protektif dihilangkan oleh obat relaksan.
Sindroma kord sentral yang terjadi menimbulkan lesi
neuron motor bawah pada tangan serta spastisitas
tungkai. Setelah berjalan 18 bulan, sekitar 50 %
membaik.
Sebelum meyakini simtom kord spinal sebagai akibat
spondilosis, sangat penting untuk menyingkirkan semua
keadaan yang dapat ditindakseperti tumor kord spinal,
kombinasi subakuta degenerasi dan neurosifilis; juga
membedakan degenerasi primer seperti kelainan neuron
motor dan sklerosis berganda, yang memiliki prognosis
yang kurang baik dibanding mielopati spondilotik dan
tidak dapat ditolong dengan operasi. Dengan mengingat
frekuensi dimana perubahan radiologis terjadi, terdapat
bahaya adanya spondilosis pada kelainan kord servikal
yang pertama kali muncul diusia pertengahan.
Tindakan
Riwayat sebenarnya, tidak akan mengarahkan perjalanan,
biasanya lambat. Sekali gejala tampil, dekompresi bedah
harus dipertimbangkan, baik mewlalui jalur anterior
maupun posterior. Pada pendekatan anterior dilakukan
pengangkatan disk bersangkutan bersama dengan batang
osteofit. Dekompresi harus diperluas kelateral yaitu
keproksimal kanal akar. Pasak tulang allograf atau
tulang yang disterilkan dengan cara radiasi serta
diliofilisasi dipakai menggantikan lubang jaringan
dengan ukuran yang sama, mengisi badan ruas tulang
belakang berseberangan dan disk yang berdegenerasi
diantaranya (operasi Cloward). Ini bisa dilakukan pada
dua atau tiga tingkat bila diperlukan. Terkadang
fiksasi anterior tambahan dengan memakai pelat metal
diperlukan. Dengan seleksi yang teliti, 70-80 % pasien
membaik.