ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. M. Jamil/FK-UNAND Padang.

Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

10. KELAINAN DEGENERATIF
A. Herniasi Diskus Intervertebral
B. Kelainan Diskus Servikal
C. Tulang Belakang Torasik
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
 

        II. KELAINAN DISKUS SERVIKAL
        
        Kelainan  diskus  didaerah  servikal  jarang  mengambil 
        bentuk  protrusi dari satu nukleus pulposus.  Perubahan 
        degeneratif yang mengenai beberapa diskus lebih  lazim, 
        berakibat   bertambah  beratnya   tampilan   radiologis 
        spondilosis  servikal, walau bia=sa dengan  atau  tanpa 
        gejala.
        
        
        A. Prolaps Diskus Akut
        
        Dapat  terjadi pada semua usia, dan  radiologis  tulang 
        belakang tidak memperlihatkan adanya spondilosis, walau 
        bisa  superimpos pada keadaan degeneratif  ini.  Sering 
        dapat diingat pernah terjadi cedera sekali, yang semula 
        hanya  diikuti  kaku  kuduk,  namun  kemudian   diikuti 
        kelainan  SSP. Prolaps akut bisa sentral atau  lateral. 
        Protrusi  sentral menyebabkan mielopati, kelemahan  dan 
        spastisitas tungkai, terkadang dengan gejala dan  tanda 
        akar  pada anggota atas. Protrusi  lateral  menyebabkan 
        nyeri  akar  akut pada satu lengan dan  kelemahan  otot 
        bisa  terjadi  pada  inervasi  bersangkutan.  Terkadang 
        sindroma  yang relatif akut terjadi beberapa hari  atau 
        minggu  setelah cedera; gejala bisa berlangsung  terus, 
        karenanya  menyerupai tumor spinal. CT atau MRI  adalah 
        cara  terbaik memastikan penyebab patologis dan  posisi 
        tepat  terhadap  kord atau akar. Bila  tidak  tersedia, 
        mielogram dapat memperlihatkan gangguan pengisian  atau 
        bahkan blok lengkap.
             Terhadap protrusi diskus sentral akuta,  dilakukan 
        dekompresi bedah segera. Dilakukan pendekatan  anterior 
        dengan  prosedur  bedah mikro dengan atau  tanpa  fusi. 
        Lesi diskus lateral akuta mungkin bisa dengan  tindakan 
        konservatif (kolar dan analgesik). Bila gejala  menetap 
        atau  memburuk,  eksisi bedah dilakukan,  bisa  melalui 
        foraminotomi  posterior atau lewat anterior;  terkadang 
        pendekatan lateral Verbiest.
             Saat  menginduksi anestesia serta mengatur  posisi 
        pada  meja  operasi, kepala harus  diperlakukan  sangat 
        hati-hati,  mungkin  dengan  kolar  terpasang.  Setelah 
        operasi umumnya dianjurkan penggunaan kolar lunak untuk 
        beberapa bulan.
        
        
        B. Spondilosis Servikal
        
        Akibat  proses penuaan. Perubahan radiologis  ditemukan 
        pada  75 % pasien diatas 50 tahun yang tidak  mempunyai 
        keluhan  spontan  yang berkaitan dengan  leher.  Karena 
        perubahan tampaknya lebih dini pada pria,  diperkirakan 
        sebagian berhubungan dengan cedera kerja, namun  jarang 
        ditemukan  adanya kejadian yang  berhubungan  langsung. 
        Namun cedera jelas merupakan faktor yang mempresipitasi 
        gejala pada pasien penderita spondilosis.


        Patologi
        Lesi  primer mungkin kolapsnya diskus  dengan  protrusi 
        anuler  sekitar  kelilingnya.  Ligamen  terdorong  dari 
        perlekatannya  pada  tepi badan ruas  tulang  belakang, 
        terbentuk  osteofit  reaktif,  dan  ligamennya  sendiri 
        menebal. Bersamaan dengan protrusi anuler, osteofit dan 
        ligamen   mengurangi  diameter  anteroposterior   kanal 
        spinal.  Perubahan  osteoartritik  pada  sendi   neuro-
        sentral, yang berdekatan dengan foramina C3 hingga  C7, 
        menyebabkan   proliferasi  tulang   selanjutnya,   yang 
        mempersempit foramina intervertebral yang sudah  sempit 
        oleh  protrusi  diskus dan osteofit.  Mobilitas  tulang 
        belakang   sendiri  juga  terganggu,  terbatas   karena 
        perubahan diskus memberat dan meluas pada tingkat  yang 
        tidak terkena diatas dan dibawahnya.
             Beberapa  faktor berperan pada terbentuknya  tanda 
        dan  gejala. Kord spinal, terletak terikat  pada  kanal 
        spinal yang menyempit, terancam akan tambahan  kompresi 
        bahkan saat gerak leher normal. Misalnya pada ekstensi, 
        ligamen  flava  melipat  dan  dapat  menjadi   penyebab 
        kompresi   posterior.  Karena  gerakan   ekstrem   yang 
        mencapai  kord  merupakan  bahaya  yang  besar,  gejala 
        mendadak  bisa  terjadi setelah  fleksi  atau  ekstensi 
        berlebihan  akibat  kecelakaan  atau  endoskopi  dengan 
        anestesia.
        
        
        Tanda-tanda Radiologis
        1. Penyempitan ruang diskus, hanya mengenai satu  ruang 
        pada 40 %, dua ruang pada 40 %, dan lebih dari dua pada 
        sisanya.  Lebih sedikit dari sepertiga  mengenai  C5/6, 
        dan  sedikit kurang dari sepertiga mengenai  C6/7  atau 
        C4/5;  kurang  sering, C3/4 terkena  dan  C7/T1  jarang 
        terjadi.
        2. Perubahan  kurva normal, umumnya hilangnya  lordosis 
        normal,  mungkin  terbatas hingga dua  tulang  belakang 
        berdekatan, dan mobilitas yang terbatas diantara mereka 
        terbaik   diperiksa  dengan  membandingkan  film   yang 
        diambil saat fleksi dan ekstensi.
        3. Osteofit  lebih nyata dianterior, namun  pertumbuhan 
        berlebihan   diposterior  lebih  penting;   penyempitan 
        foraminal tampak hanya pada tampilan oblik.
        4. Indentasi  mielografik  dura anterior  tidak  selalu 
        mendukung tingkat maksimal kolaps diskus dan  osteofit. 
        Indentasi posterior akibat ligamenta flava tampak  bila 
        film  diambil saat ekstensi. Blok total  jarang,  namun 
        bila terjadi bisa berarti prolaps diskus akuta.
        5. CT  scan yang dilakukan dalam beberapa  jam  setelah 
        mielogram  bisa  lebih  tepat  menentukan  tempat   dan 
        perluasan kompresi. Perubahan serupa dapat tampak  pada 
        MRI scan sagital.
        
        
        Sindroma Klinis
        Perubahan   radiologis  lanjut  dapat   terjadi   tanpa 
        kelainan  klinis  yang berkaitan; namun  pada  sejumlah 
        pasien  asimtomatis, dimana secara kebetulan  ditemukan 
        spondilosis, lakukan pemeriksaan teliti untuk menemukan 
        adanya  kompresi kord ringan  (spastisitas,  peninggian 
        refleks  atau perubahan sensori). Bila  dijumpai  tanda 
        dan gejala, tidak harus sesuai dengan tingkat perubahan 
        radiologis  maksimum.  Bahkan  bila  terjadi   gangguan 
        baik  radikuler atau kord, satu atau  lainnya  biasanya 
        predominan.  Akibatnya kedua sindroma utama,  radikulo-
        patia servikal dan mielopatia servikal akan dijumpai.
        
        
        C. Radikulopatia Spondilotik Servikal
        
        Nyeri  merupakan keluhan utama, tumpul dan  sakit  pada 
        leher dan bahu dengan nyeri menjalar dari lengan kesiku 
        atau pergelangan.. Walau hanya satu akar terkena, nyeri 
        mnenyebar kesekitar distribusi dermatom, mungkin karena 
        nyeri  juga  terjadi  didalam  otot  yang  dicatu  akar 
        bersangkutan.  Nyeri  mungkin juga timbul  dari  diskus 
        sendiri, menyebabkan nyeri pada leher, daerah trapezius 
        dan skapuler. 
             Spasme  dan nyeri otot menambah  penyebaran  nyeri 
        sekunder, terutama kedaerah oksipital, yang  dikeluhkan 
        sebagai nyeri kepala.
             Parestesia  sering dialami pada lengan  dan  ujung 
        jempol (akar C6 akibat lesi C5/6) atau pada jari tengah 
        (C7  akibat  lesi C6/7). Gangguan  sensori,  kelemahan, 
        pengecilan otot dan perubahan refleks biasanya ringan.
             Keluhan mungkin tampil relatif mendadak, terkadang 
        dipresipitasi oleh trauma, atau dapat terjadi perlahan-
        lahan;  serangan  berulang  nyeri  akut  terjadi   pada 
        beberapa  pasien.  Terkadang nyeri  berhubungan  dengan 
        pergerakan dan posisi. Keadaan ini harus dibedakan dari 
        neuritis  brakhial  postviral, kompresi  pintu  torasik 
        terhadap  pleksus brakhial, dan jeratan  perifer  saraf 
        median  atau ulnar. Yang terakhir ini terkadang  tampak 
        bersamaan dengan spondilosis, sindroma 'double crush'.
        
        
        Tindakan
        Mengistirahatkan  bagian yang terkena  merupakan  dasar 
        dari  semua  metoda.  Gerakan  yang  memperparah  harus 
        dicegah, walaupun ini merupakan kasus yang  individual. 
        Lengan harus disangga dari bahu yang sehat dengan sling 
        disertai dengan analgesik; pemanasan lokal dan diatermi 
        gelombang  pendek mungkin cukup  memberikan  perbaikan. 
        Fisioterapi  aktif  dikontra-indikasikan,  selain  dari 
        latihan  penguatan gelang bahu.  Anti-inflamatori  non-
        steroidal mungkin bermanfaat.
             Kolar memberikan immobilisasi yang lebih  efektif, 
        terbaik  menggunakan  kolar jenis  Philadelphia  dengan 
        penyangga oksipital dan mental. Kolar cincin  sederhana 
        dapat dipakai, namun kolar lembut hanya membuang waktu. 
        Agar  efektif,  kolar harus dipakai  dengan  benar  dan 
        konsisten. Bila terjadi perbaikan, pemakaian kolar bisa 
        dihentikan  secara  bertahap.  Pasien  bisa  dianjurkan 
        kembali  bekerja dengan kolar terpasang, dan  ini  akan 
        bermanfaat karena immobilisasi harus diteruskan  hingga 
        3  atau  4 minggu setelah nyeri  berkurang;  pergerakan 
        normal yang dilakukan secara prematur sering  berakibat 
        kambuhnya penyakit.
             Traksi tengkorak dengan kaliper leher Gardner-Well 
        dengan  2-2.5 kg beban, dicadangkan untuk  pasien  yang 
        gagal   atas  cara  sederhana.  Traksi  manual   dengan 
        berbagai arah mula-mula dicoba hingga didapat arah yang 
        tepat.  Traksi  sering  mengurangi  nyeri  akut  dengan 
        cepat, dan dapat diganti dengan kolar setelah 2 atau  3 
        minggu. Manipulasi bisa berarti ditangan yang terlatih, 
        dan   selalu  dilakukan  bila  tidak  ada   tanda-tanda 
        kompresi kord.
             Dekompresi  bedah melalui  foraminotomi  posterior 
        atau  dekompresi servikal anterior, dengan  atau  tanpa 
        fusi, efektif mengurangi nyeri persisten pada kasus ini. 
        Dengan  seleksi  pasien  yang tepat,  lebih  dari  80 % 
        diuntungkan dengan cara-cara ini.
        
        
        D. Mielopatia Spondilotik Servikal
        
        Timbulnya  spastisitas tungkai secara  perlahan  adalah 
        bentuk onset yang paling sering, diketahui pertama-tama 
        bisa  berupa kelambatan atau kekakuan  dalam  berjalan. 
        Kelemahan kurang parah bila dibanding peninggian  tonus 
        dan  peninggian  refleks dalam. Lebih  dari  duapertiga 
        mengalami  gangguan  sensori, namun  kecuali  mielopati 
        memburuk,  jarang  mencapai  tingkat  yang  jelas,  dan 
        sering  terjadi  pada torasik sebelah  atas  dari  pada 
        servikal;  defisit  lain adalah  jenis  radikuler,  dan 
        terkadang  dijumpai kelainan yang  menyerupai  siringo-
        mielia.  Banyak  yang mengeluh nyeri  dan  kaku  leher, 
        dengan  kekakuan tangan serta parestesia pada  osteofit 
        C3/4.
             Perburukan   mendadak  mielopati  servikal,   atau 
        bahkan  tampilnya sindroma kord spinal  mendadak  untuk 
        pertama kalinya, mungkin timbul setelah trauma.  Cedera 
        hiperekstensi   yang  tidak  cukup  untuk   menyebabkan 
        fraktura atau dislokasi adalah yang paling bertanggung-
        jawab untuk mempresipitasi lesi spinal transversa  pada 
        pasien dengan spondilosis servikal, bahkan walau  tetap 
        asimtomatis. Tergelincir atau jatuh pada kepala (dengan 
        akibat abrasi frontal) adalah mekanisme yang umum, tapi 
        juga  hiperekstensi  pada saat tindakan  bedah  seperti 
        tonsilektomi,  bronkhoskopi  dan  esofagoskopi;  bahkan 
        manipulasi  untuk memasang pipa endotrakheal oleh  ahli 
        anestesi dapat membahayakan kord, terutama ketika semua 
        spasme  otot protektif dihilangkan oleh obat  relaksan. 
        Sindroma  kord  sentral yang terjadi  menimbulkan  lesi 
        neuron  motor  bawah  pada  tangan  serta   spastisitas 
        tungkai.  Setelah  berjalan  18  bulan,  sekitar   50 % 
        membaik.
             Sebelum meyakini simtom kord spinal sebagai akibat 
        spondilosis,  sangat penting untuk menyingkirkan  semua 
        keadaan  yang dapat ditindakseperti tumor kord  spinal, 
        kombinasi  subakuta degenerasi dan  neurosifilis;  juga 
        membedakan  degenerasi primer seperti  kelainan  neuron 
        motor  dan sklerosis berganda, yang memiliki  prognosis 
        yang  kurang baik dibanding mielopati  spondilotik  dan 
        tidak dapat ditolong dengan operasi. Dengan   mengingat 
        frekuensi dimana perubahan radiologis terjadi, terdapat 
        bahaya  adanya spondilosis pada kelainan kord  servikal 
        yang pertama kali muncul diusia pertengahan.
        
        
        Tindakan
        Riwayat sebenarnya, tidak akan mengarahkan  perjalanan, 
        biasanya lambat. Sekali gejala tampil, dekompresi bedah 
        harus  dipertimbangkan,  baik mewlalui  jalur  anterior 
        maupun  posterior. Pada pendekatan  anterior  dilakukan 
        pengangkatan   disk bersangkutan bersama dengan  batang 
        osteofit.  Dekompresi harus diperluas  kelateral  yaitu 
        keproksimal  kanal  akar. Pasak  tulang  allograf  atau 
        tulang  yang  disterilkan  dengan  cara  radiasi  serta 
        diliofilisasi  dipakai  menggantikan  lubang   jaringan 
        dengan  ukuran  yang sama, mengisi  badan  ruas  tulang 
        belakang  berseberangan  dan  disk  yang  berdegenerasi 
        diantaranya (operasi Cloward). Ini bisa dilakukan  pada 
        dua  atau  tiga  tingkat  bila  diperlukan.   Terkadang 
        fiksasi  anterior tambahan dengan memakai  pelat  metal 
        diperlukan. Dengan seleksi yang teliti, 70-80 %  pasien 
        membaik.