ILMU BEDAH SARAF


Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon.
saanin@padang.wasantara.net.id
Ka. SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.

Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

9. KELAINAN SARAF TEPI
 
A. Strategi Tindakan Terhadap Penderita Cedera Saraf Tepi
B. Kelainan Saraf Karena Jeratan pada Anggota Atas
C. Kelainan Saraf Karena Jeratan pada Anggota Bawah
D. Cedera Saraf Perifer Traumatika
E. Tumor Saraf Tepi
 
KEMBALI KEHALAMAN UTAMA
SLIDE KULIAH PBL 19

        
        1. STRATEGI TINDAKAN TERHADAP 
        PENDERITA CEDERA SARAF TEPI
        
        
        Dalam  mengelola pasien dengan cedera saraf tepi  perlu 
        mengetahui  mekanisme  cedera, respons  patologis,  dan 
        kapasitas  regenerasi yang akan terjadi.  Rencana  atas 
        apakah akan dilakukan operasi, bila akan dioperasi, dan 
        apa  yang  dilakukan bila lesi  terbuka  berdasar  pada 
        tidak  hanya atas pengertian akan  patologi  pemulihan, 
        namun juga akan beberapa hal yang membatasi  regenerasi 
        neural   dalam  arti  pemulihan   fungsional   praktis. 
        Pemeriksaan klinis, pemeriksaan elektrodiagnostik,  dan 
        pemeriksaan  radiologis  akan  membantu  dalam  membuat 
        keputusan. Pemilihan pasien untuk operasi seperti  juga 
        saat,  jenis operasi, dan nilai operasi  tetap  kontro-
        versial.
        
        
        PATOKAN PENILAIAN CEDERA
        
        Faktor yang paling menentukan apakah cedera saraf  akan 
        dioperasi atau tidak adalah:
             1. mekanisme cedera
             2. beratnya kehilangan neurologis
             3. adanya nyeri yang hebat.
        Laserasi tajam atau tumpul yang mengenai jaringan lunak 
        atau  saraf dengan kehilangan fungsi distal yang  berat 
        memerlukan operasi. Cedera tumpul yang berkaitan dengan 
        regangan, fraktura, kontusi, kompresi, dan bahkan  luka 
        tembak lebih sering meninggalkan beberapa bagian  saraf 
        yang  utuh  secara fisik yang  dengan  operasi  mungkin 
        membaik atau tidak.
             Bila  kehilangan fungsi distal lengkap,  perbaikan 
        sempurna jarang terjadi dengan perjalanan waktu,  namun 
        jarang-jarang  bisa  terjadi.  Bila  kehilangan   tidak 
        lengkap  dan  kesinambungan saraf  dimungkinkan  karena 
        mekanisme  cedera, fungsi biasanya akan membaik  dengan 
        majunya  waktu.  Kekecualian:  (1) bila  saraf   cedera 
        parsial,  walau  dalam  kesinambungan,  tertekan   oleh 
        pseudoaneurisma  atau  klot yang meluas,  dan  (2) bila 
        tempat cedera saraf dekat area yang berpotensi jeratan, 
        yaitu  saraf ulnar pada takik olekranon,  saraf  median 
        pada  pergelangan, saraf interoseus posterior  didaerah 
        supinator, atau saraf peroneal pada kepala fibula.
             Walau  regenerasi  setelah  lesi  saraf  proksimal 
        lebih cepat dibanding cedera distal, namun akson  harus 
        melintas  jarak yang jauh untuk mencapai daerah  target 
        distal.  Jadi  pada kebanyakan kasus, hasil  yang  baik 
        lebih  sulit didapat setelah lesi  proksimal  dibanding 
        distal dan penundaan reparasi harus dicegah.
        
        
        Pertimbangan Regenerasi Aksonal
        
        Saraf  perifer yang cedera mempunyai  respons  neuronal 
        dan aksonal yang khas. Beratnya cedera secara  sebagian 
        menentukan  derajat regenerasi aksonal.  Walau  tingkat 
        pertumbuhan  aksonal dan maturasi fungsi motor  lambat, 
        tingkat   regenerasi  dapat  diperkirakan.   Regenerasi 
        berjalan  1  mm  perhari  atau  1  inci  perbulan.  Ini 
        membantu  menentukan perkiraan waktu penentuan,  sesuai 
        dengan   saat  cedera  atau  reparasi  yang   dilakukan 
        sebelumnya,  akan  suatu tanda klinis  yang  diharapkan 
        dari reinervasi. 
             Bila  otot sasaran terdekat mulai  berfungsi  pada 
        saat  yang  diharapkan dan kekuatan membaik  dalam  1-2 
        bulan,  rencana menghindari operasi sudah  jelas.  Bila 
        sasaran  jadwal  waktu tidak didapat,  atau  terjadinya 
        perbaikan  aktifitas  motor  dini  pada  otot   sasaran 
        terdekat  tidak  cocok dengan yang  diharapkan  setelah 
        perbaikan,  diindikasikan pendekatan  bedah.  Sayangnya 
        terlalu  banyak waktu yang diperlukan agar  lesi  saraf 
        mencapai  patokan regeneratif awal. Dalam keadaan  ini, 
        bila  reparasi  ditunda  hingga  setelah  batas   waktu 
        dicapai, hasilnya tidak sebaik reparasi dini.
             Waktu yang diperlukan untuk regenerasi antaranya:
        1. Adanya  keterlambatan sebelum akson  yang  mengalami 
        regenerasi  mencapai  saraf didistal dari  cedera  atau 
        jahitan reparasi. Segmen degenerasi retrograd proksimal 
        terhadap   cedera  pertama-tama  harus   diatasi,   dan 
        biasanya  ada  selang waktu 1-2  minggu  sebelum  akson 
        mempenetrasi  cedera atau daerah reparasi dan  mencapai 
        puntung distal. Periode ini makan waktu 2-4 minggu.
        2. Sekali  serabut  mencapai  puntung  distal,  tingkat 
        pertumbuhan  aksonal menurun karena jarak  cedera  dari 
        neuron bertambah.
        3. Perlambatan  terminal beberapa minggu  hingga  bulan 
        berperan  antara  saat  dimana  akson  mencapai  target 
        distal  dan  bila  maturasi  memadai  dari  akson   dan 
        reseptor  terjadi  yang memungkinkan  fungsi  maksimal. 
        Jadi  ini  tidak  cukup  bagi  akson  mencapai   target 
        distalnya,  ia harus juga memiliki jumlah yang  memadai 
        dan  dengan  kaliber serta mielinasi yang  cukup  untuk 
        menghasilkan fungsi memadai.
             Bukti regenerasi, yang ditunjukkan oleh kembalinya 
        fungsi  saraf, dapat mengarahkan pengelolaan awal  dari 
        setiap  lesi. Bukti positif atas beberapa fungsi  saraf 
        yang  bermakna, baik segera maupun dalam 6 bulan  sejak 
        cedera,  menunjukkan  hasil yang  baik.  Bila  sejumlah 
        bermakna  akson  terhindar  dari  disfungsi  awal  atau 
        hanya  mengalami  derajat minor cedera  serabut  saraf, 
        terjadi  regenerasi,  perbaikan saraf  yang  luas  bisa 
        diharapkan.
             Keadaan klinis yang lebih sering adalah  disfungsi 
        saraf   total  dimana  lesi  belum  disaksikan   secara 
        operasi,  atau dimana tampilan saat  bedah  menunjukkan 
        neuroma.  Bila  reparasi saraf  sudah  dilakukan  dalam 
        keadaan yang tidak jelas, dilema pengelolaan yang  sama 
        akan ditemui. Pada keadaan ini, eksplorasi bedah  tunda 
        dengan pencatatan potensial aksi saraf intrabedah tidak 
        ternilai dalam menentukan keputusan akhir akan  reseksi 
        dan reparasi saraf yang rusak.
        
        
        Penilaian Klinis
        
        1. Pemeriksaan Motor
        Penekanan  atas pemeriksaan motor secara  klinis  untuk 
        cedera  saraf  spesifik adalah tahap  terpenting  dalam 
        mengelola semua cedera saraf, adalah pemeriksaan teliti 
        anggota, dengan perhatian besar pada semua fungsi motor 
        dan   sensori.  Pemeriksaan  harus  menentukan   apakah 
        kehilangan distal sisi cedera lengkap atau tidak. Hanya 
        ini yang akan menjelaskan pada pemeriksaan  selanjutnya 
        terjadi perubahan atau tidak.
             Pemeriksaan  motor  adalah  cukup  sebagai   bukti 
        regenerasi  bila  pemulihan  jelas.  Pengamatan  klinis 
        fungsi  motor  volunter dapat  juga  ditentukan  dengan 
        respons  motor  terhadap  stimulasi.  Stimulasi   saraf 
        terutama berguna dalam pengenalan awal adanya pemulihan 
        peroneal memadai dan mencegah perlunya operasi.
             Pasien  dengan cedera saraf peroneal  tidak  mampu 
        memulai  aksi  volunter pada otot peroneal  dan  tibial 
        anterior (eversi dan dorsifleksi kaki). Ini berlangsung 
        beberapa  minggu  setelah  perbaikan  elektrofisiologis 
        yang  ditunjukkan  oleh kontraksi otot yang  kuat  pada 
        stimulasi  saraf peroneal: (1) tepat dibelakang  kepala 
        fibula,  atau  (2) tepat  didalam  hamstring   lateral, 
        dimana  batang saraf mudah dipalpasi. Penting  pertama-
        tama  memastikan bahwa otot yang  diamati  berkontraksi 
        pada  distribusi  dari  saraf  yang  diharapkan   untuk 
        distimulasi.
        
        2. Tanda Tinel
        Bila  parestesi  dihasilkan oleh perkusi  saraf  distal 
        dari  cedera,  ini menunjukkan beberapa  akson  sensori 
        utuh  dari titik perkusi melalui lesi  kesistema  saraf 
        pusat.  Bila  respons  selanjutnya  bergerak   kedistal 
        dengan  berjalannya  waktu,  terutama  bila   berkaitan 
        dengan  berkurangnya  parestesi  sebagai  respons  atas 
        ketukan  pada  daerah  cedera,  membuktikan  regenerasi 
        serabut saraf terus berlangsung melewati puntung distal 
        terjadi  (tanda  Tinel positif).  Tanda  Tinel  positif 
        hanya  menunjukkan regenerasi serabut halus  dan  tidak 
        menunjukkan apapun tentang kuantitas dan kualitas  yang 
        sebenarnya dari serabut yang baru.
             Dsisi lain, interupsi saraf total ditunjukkan oleh 
        tiadanya  respons sensori distal (tanda Tinel  negatif) 
        setelah   waktu  yang  memadai  telah   berlalu   untuk 
        terjadinya regenerasi serabut halus (4-6 minggu). Tanda 
        Tinel  negatif  lebih bernilai dalam  penilaian  klinis 
        dibanding tanda Tinel positif.
        
        3. Berkeringat
        Kembalinya   keringat   didaerah   otonom   menunjukkan 
        regenerasi  serabut  simpatis bermakna.  Pemulihan  ini 
        mungkin mendahului pemulihan motori atau sensori  dalam 
        beberapa minggu atau bulan, karena serabut otonom pulih 
        dengan   cepat.  Pemulihan  berkeringat  tidak   selalu 
        berarti akan diikuti fungsi motori atau sensori.
        
        4. Pemulihan Sensori
        Pemulihan  sensori  sejati adalah tanda  yang  berguna, 
        terutama  bila terjadi didaerah otonom  dimana  tumpang 
        tindih  saraf berdekatan minimal. Daerah  otonom  saraf 
        median  adalah permukaan volar dan dorsal telunjuk  dan 
        permukaan  volar jempol. Saraf radial  tidak  mempunyai 
        daerah  otonom  yang  tegas.  Bila  terjadi  kehilangan 
        sensori pada distribusi ini, biasanya mengenai sejumput 
        daerah  anatomis  tertentu. Daerah otonom  saraf  ulnar 
        adalah  permukaan palmar 11 falang  distal  kelingking. 
        Daerah  otonom saraf tibial adalah tumit  dan  sebagian 
        telapak  kaki,  sedang  saraf  peroneal  adalah  tengah 
        dorsal  kaki. Sayangnya pemulihan sensori, bahkan  pada 
        daerah otonom, tidak pasti diikuti pemulihan motori.
        
        
        Pemeriksaan Elektrofisiologik
        
        1. Elektromiografi
        Pemeriksaan   EMG  dasar  2-3  minggu  setelah   cedera 
        menunjukkan  perluasan  denervasi dan  menegaskan  pola 
        atau distribusi cedera. Pemeriksaan EMG harus dilakukan 
        serial   untuk  mencari  tanda-tanda  reinervasi   atau 
        denervasi  yang persisten. Pada  regenerasi,  aktifitas 
        insersional  mulai pulih dan fibrilasi serta  potensial 
        denervasi  berkurang  dan  terkadang  digantikan   oleh 
        potensial aksi motor yang timbul sewaktu-waktu.  Setiap 
        perubahan  menunjukkan   bahwa  beberapa  serabut  yang 
        mengalami regenerasi mencapai otot dan terjadi beberapa 
        rekonstruksi hubungan akson-motor end plate.
             Tanda-tanda  tersebut tidak berarti  apa-apa  atas 
        kemungkinan  perluasan atau kualitas  regenerasi.  Bila 
        terjadi pengurangan fibrilasi atau timbulnya  potensial 
        terjadi  pada otot pada distribusi saraf  yang  cedera, 
        dianjurkan   tindakan  konservatif  selanjutnya   untuk 
        interval yang singkat. EMG menjadi penting karena dapat 
        membuktikan  regenerasi  beberapa  minggu  atau   bulan 
        sebelum  fungsi motor volunter tampak. Ia juga  melacak 
        adanya sisa unit motor yang berarti lesi parsial segera 
        setelah cedera.
             EMG  terutama membantu menentukan  tingkat  cedera 
        lesi  pleksus  brakhial hingga bisa  menyeleksi  pasien 
        untuk   dioperasi  beserta  jenis  operasi  yang   akan 
        dilakukan.  Denervasi otot paraspinal mengarahkan  pada 
        lesi proksimal pada satu atau lebih akar dan  karenanya 
        merupakan temuan negatif. Kerusakan proksimal pada tiga 
        akar  terbawah  dapat  berakibat  denervasi  paraspinal 
        ekstensif  dimana akar C5 dan bahkan C6 mungkin  cedera 
        lebih   kelateral  dan  karenanya   dapat   diperbaiki. 
        Elektromiografer memiliki kesulitan membedakan  tingkat 
        spinal  didalam otot paraspinal karena  sangat  tumpang 
        tindih.
             Operasi  biasanya diindikasikan pada lesi  pleksus 
        brakhial bila terjadi kerusakan lengkap pada satu  atau 
        lebih akar saraf atas (C5,C6,C7) dan hantaran  kedistal 
        tidak  mulai pulih secara klinis maupun  elektrik  pada 
        bulan-bulan awal pasca cedera.
             Adanya  perubahan EMG yang menunjukkan  reinervasi 
        tidak menjamin pemulihan fungsi, dan pemeriksaan  harus 
        digabung dengan temuan klinis dan data elektrikal lain. 
        Karena EMG dapat terus menunjukkan perubahan  denervasi 
        berat  bahkan  walau otot  berkontraksi  volunter,  EMG 
        tidak  pernah  menggantikan  pemeriksaan  klinis   yang 
        teliti. Namun hanya melengkapi pemeriksaan klinis.  EMG 
        terutama  bernilai  mengenal  anomali  dari   inervasi, 
        seperti sering terjadi pada lengan bawah dan tangan.
        
        2. Potensial Aksi Saraf Sensori (SNAP)
        Pemeriksaan SNAP membantu menilai tingkat regangan pada 
        cedera   pleksus  brakhial.  Lesi  tingkat  akar   yang 
        terbatas didaerah preganglion dan tidak meluas kedaerah 
        postganglion berakibat hilangnya sensori distal lengkap 
        dan tetap mempertahankan konduksi sensori distal.  Yang 
        terakhir ini bertahan karena kerusakan serabut  sensori 
        distal ganglion akar saraf tidak berdegenerasi.
             Retensi  konduksi  sensori dari  daerah  anestetik 
        dapat diperiksa dengan merangsang jari pada  distribusi 
        C6 (jempol dan telunjuk), C6-7-8 (jari tengah) dan  C8-
        T1  (kelingking  dan jari manis) dan  pencatatan  saraf 
        median, radial dan ulnar diproksimal. Adanya  potensial 
        aksi  saraf  sensori campuran  memastikan  cedera  pre-
        ganglionik pada distribusi satu akar atau lebih. Karena 
        distribusi sensori akar didistal tumpang tinduh  dengan 
        satu  atau  lebih akar lain,  sulit  menentukan  dengan 
        pemeriksaan  ini bahwa satu akar, misalnya  C6,  adalah 
        suatu cedera preganglionik.
             Stimulasi telunjuk (bahkan jempol) yang  anestetik 
        dapat  menimbulkan  SNAP pada distribusi  saraf  median 
        bila  baik akar C6 atau C7, atau C6 dan C7, rusak  pada 
        tingkat  preganglionik. Ini menjadikannya  sulit  untuk 
        menentukan pada pemeriksaan SNAP apakah cedera akar  C6 
        terjadi  preganglionik. Keadaan ini kurang  jelas  pada 
        akar C5 karena tidak ada stimulasi noninvasif  spesifik 
        atau  daerah pencatatan untuk hantaran  ini:  Penilaian 
        teliti  akar sebelah atas dengan pencatatan SNAP  tidak 
        mungkin pada tingkat ini.
        
        3. Somatosensory-Evoked Potential (SSEP)
        Pemeriksaan  SSEP  digunakan  menilai  tingkat  cedera, 
        apakah  praganglionik  atau postganglionik,  pada  lesi 
        pleksus brakhial. Ia bernilai terbatas pada bulan-bulan 
        pertama cedera.
             Pemeriksaan   somatosensori  berguna   pada   saat 
        operasi  atas  cedera  brakhial  karena  regangan  atau 
        kontusi.  Bila  cedera postganglionik,  stimulasi  akar 
        proksimal  dari tingkat cedera membangkitkan  potensial 
        somatosensori diatas tulang belakang servikal (SSP) dan 
        membangkitkan (evoked) respons kortikal diatas  kranium 
        kontralateral (ECR). Bila cedera praganglionik atau pra 
        dan  postganglionik,  stimulasi terhadap  akar,  bahkan 
        didalam  atau dekat foramen intervertebral, tidak  akan 
        membangkitkan respons apapun. Reparasi jarang berhasil.
             Sayangnya,  timbulnya SSP atau ECR  mungkin  hanya 
        memerlukan  beberapa  ratus serabut yang  intak  antara 
        daerah  yang distimulasi dan daerah  perekaman,  hingga 
        respons positif hanya memastikan keutuhan minimal saraf 
        atau  akar spinal. ECR negatif lebih penting  dari  ECR 
        positif.
        
        4. Potensial Aksi Saraf Intrabedah (NAP) 
        Mencakup pemeriksaan NAP batang saraf pada setiap  sisi 
        lesi.  Karena  pelacakan  yang ideal  untuk  memutuskan 
        apakah  akan mereparasi saraf 8 minggu setelah  cedera, 
        NAP  menjadi  pemeriksaan definitif yang  penting  bila 
        dicurigai  adanya neuroma yang parah  pada  kontinuitas 
        dan  otot  sasaran pertama berjarak lebih dari  3  inci 
        dibawahnya.
             Hal penting pada perekaman NAP adalah:
        1. Tampilan  neuroma yang parah pada kontinuitas  tidak 
        perlu berhubungan dengan arsitektur internal.
        2. Bila akson mempunyai kemampuan  melintas lesi, sudah 
        dapat  direkam  oleh  NAP  jauh  sebelum  akson   mampu 
        mencapai target.
        3. Tehnik   ini  terutama  berguna  pada   lesi   saraf 
        ekstremitas bawah dimana otot sasaran pertama  terletak 
        6-8  inci  dibawah lesi. Jadi stimulasi saraf  dan  EMG 
        tidak  dapat  memastikan hal ini untuk 6-8  bulan  atau 
        lebih,  jadi  penting  bahwa  rencana  reseksi  diambil 
        sebelum masa tersebut.
        4. Perekaman   NAP  juga  sangat   membantu   menentukan 
        perluasan  lesi pleksus brakhial dan memberikan  indeks 
        atas  berapa  banyak puntung proksimal dari  lesi  akan 
        direseksi.  Kebanyakan  cedera  pleksus  brakhial  yang 
        dipilih  untuk  operasi akan memiliki satu  atau  lebih 
        elemen   keutuhan,  namun  dengan   sejumlah   variabel 
        kkerusakan   intraneural.  Perekaman   NAP   intrabedah 
        membantu menentukan akan perlunya reseksi.
             Disaat   operasi,  pengamatan  terpenting   adalah 
        merekam  ada atau tidaknya respons, bukan  bentuk  atau 
        bahkan  kecepatannya.  Respons NAP  regeneratif  adalah 
        kecil  dan  biasanya lambat,  sedang  yang  diakibatkan 
        adanya  sisa  bagian  yang  utuh  mungkin  kecil  namun 
        biasanya  lebih  cepat  atau  mempunyai  hantaran  pada 
        jangkauan  normal.  Bila  cedera  praganglionik   tanpa 
        cedera postganglionik, perekaman yang lebih distal akan 
        memperlihatkan  penghantaran  cepat, NAP  besar,  tepat 
        seperti  mendiagnostik tiadanya SSP atau ECR bila  akar 
        distimulasi pada tingkat ini.
        
        
        Pemeriksaan Radiologis
        
        1. Sinar-X Tulang Belakang Servikal dll
        Fraktura  tulang belakang servikal  sering  berhubungan 
        dengan  cedera regang proksimal yang berat  yang  tidak 
        dapat  direparasi, paling tidak pada tingkat akar  ruas 
        tulang  belakang  bersangkutan.  Fraktura  tulang  lain 
        seperti humerus, klavikula, skapula dan/atau iga,  bila 
        diamati  memberikan perkiraan kasar atas kekuatan  yang 
        menghantam bahu, lengan atau leher, namun tidak  selalu 
        membantu   menentukan  tingkat  atau  luasnya   cedera. 
        Kerusakan  pleksus biasanya lebih  proksimal  dibanding 
        sisi fraktura yang tampak, sering pada tingkat akar.
             Fraktura humerus tengah terutama berkaitan  dengan 
        cedera saraf radial. Fraktura kominuta radius dan  ulna 
        pada tingkat lengan bawah tengah juga berkaitan  dengan 
        cedera  saraf  median dan ulner, dan  terkadang  dengan 
        palsi  saraf interosseus posterior.  Komponen  peroneal 
        saraf siatik sering, namun tidak selalu, terkena secara 
        khusus  pada  dislokasi atau cedera  panggul.  Fraktura 
        femur  bawah  dan  fraktura  tibial  dan  fibuler  bisa 
        mengenai  saraf peroneal dan/atau tibial. Sekali  lagi, 
        cedera  saraf  mungkin  lebih  proksimal  dari   daerah 
        fraktura yang diperkirakan. Fraktura femur tengah  bisa 
        berkaitan dengan cedera regang siatik lebih keproksimal 
        pada tingkat bokong.
             Radiograf dada bisa menampakkan  elevasi diafragma 
        yang  tidak  berfungsi, yang  berarti  paralisis  saraf 
        frenik.  Ini tanda prognosis yang relatif  buruk  untuk 
        reparasi akar saraf C5 setelah cedera tertutup,  karena 
        biasanya  berarti  kerusakan  proksimal  pada   tingkat 
        leher.
        
        2. Mielografi
        Bisa  menjadi  bagian penting  dalam  mengelola  pasien 
        dengan  cedera regang pleksus brakhial berat.  Biasanya 
        tidak diindikasikan untuk lesi pleksus ditingkat infra-
        klavikuler  atau aksiler (kebanyakan luka  tembak  pada 
        pleksus), kecuali ada bukti radiologis kerusakan tulang 
        belakang servikal atau trayeknya supraklavikuler medial.
        Meningosel pada tingkat bersangkutan menunjukkan tenaga 
        yang  cukup telah terjadi pada tingkat  akar  proksimal 
        yang  merobek arakhnoid dan menyebabkan  bocornya  agen 
        kontras.  Ini tidak harus berarti bahwa akar  mengalami 
        avulsi dari kord spinal. Lebih sering adanya meningosel 
        menunjukkan walau akar mungkin secara kasar masih utuh, 
        terdapat kerusakan internal yang bermakna pada  tingkat 
        yang sangat proksimal.
             Sejumlah  pasien  dengan  kerusakan  tingkat  akar 
        dimana  tidak terdapat meningosel  (biasanya  ditingkat 
        akar  yang  lebih atas) dapat direparasi  dengan  baik, 
        walau terdapat meningosel pada akar lain (biasanya pada 
        tingkat   yang  lebih  bawah).  Walau  demikian,   bila 
        terdapat  meningosel,  paling  sering  kerusakan   pada 
        proksimal  akar,  karenanya  tidak  dapat   direparasi. 
        Temuan ini juga menjadikan bahwa kerusakan pada tingkat 
        lain yang tidak dengan adanya meningosel adalah  sangat 
        proksimal  lebih  mungkin.  Mielografi  modern   dengan 
        kontras larut air bisa menampilkan akar-akar pada ruang 
        subarakhnoid,  dan membandingkan sisi terkena dan  sisi 
        sehat menentukan daerah disrupsi akar. Mielografi tetap 
        berguna membantu perencanaan pada cedera pleksus. 
        
        3. Tomografi Terkomputer (CT) dan 
           Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)
        Pemayaran  tomografi terkomputer dengan kontras  intra-
        tekal  dimanfaatkan pada cedera regang walau  terkadang 
        abnormalitas   tetap  tidak  dijumpai   karena   irisan 
        biasanya tidak cukup rapat untuk mencakup semua  daerah 
        akar  pada setiap tingkat. Akibatnya, mielografi  tetap 
        merupakan pemeriksaan radiologis yang disukai.
             Pencitraan  resonansi  magnetik  mungkin  membantu 
        menampilkan  akar  saraf.  Pemeriksaan  MRI  ini  hanya 
        memperkuat  mielogram  dan tidak  menggantikannya.  CSS 
        didalam   meningosel  dapat  tampak  pada  MRI,   namun 
        biasanya kurang jelas bila dibanding mielografi.
        
        
        PATOKAN MENENTUKAN SAAT MELAKUKAN OPERASI
        
        Pertimbangan Umum
        
        Dalam menentukan saat operasi, tentukan: (1) bila waktu 
        yang  diperlukan  untuk  pemulihan  dengan   regenerasi 
        spontan  telah  dilampaui,  (2) waktu  yang   dilampaui 
        ketika reparasi saraf diperkirakan sedikit. Bila durasi 
        denervasi  otot  total melampaui  24  bulan  ('24-month 
        rule'), kebanyakan otot menjadi subjek atas  pembatasan 
        waktu  yang relatif berat untuk kembalinya fungsi  yang 
        bermanfaat.  Ini  kurang lazim terjadi pada  otot  yang 
        besar,  seperti  bisep dan  gastroknemius-soleus,  bila 
        dibanding  otot  yang lebih kecil seperti  pada  lengan 
        bawah  dan tangan. Kekecualian adalah otot fasial  yang 
        walau  relatif  kecil,  mungkin  diuntungkan  oleh  re-
        inervasi  dengan  reparasi saraf fasial  atau  prosedur 
        neurotisasi.
             Kekecualian  lain  atas patokan 24  bulan  mungkin 
        terjadi pada beberapa lesi yang mempertahankan keutuhan 
        berapa  serabut  saraf.  Bila  beberapa  serabut  saraf 
        melintas lesi, bahkan walau jumlahnya tidak cukup untuk 
        menghasilkan fungsi yang bermanfaat didistalnya, mereka 
        mungkin  menjaga keutuhan arsitektur didistal  puntung. 
        Perbaikan  yang sangat terlambat setelah  reseksi  lesi 
        pada batang saraf terkadang menghasilkan fungsi.
             Jarak   dari  daerah  cedera  saraf  keotot   yang 
        dikehendaki  mempengaruhi  saat  untuk  operasi.   Bila 
        daerah cedera jauh dari otot penting,  perlu  melakukan 
        reparasi  dalam  beberapa  bulan  setelah  cedera.  Ini 
        terutama berlaku untuk cedera saraf siatik dan  pleksus 
        brakhial.
             Reparasi  yang  relatif  dini  atas  cedera  saraf 
        lainnya  juga  bermanfaat. Misalnya bila  saraf  radial 
        cedera    karena   fraktura   humerus   tengah,   besar 
        kemungkinan atas pemulihan yang baik. Eksplorasi  harus 
        dilakukan bila tidak ada pemulihan dalam 4 bulan. Dalam 
        masa ini cedera aksonotmetik humerus tengah dari  saraf 
        radial  akan  mengalami regenerasi  keotot  dibawahnya, 
        brakhioradialis.  Bila  saraf radial  mengalami  cedera 
        serius  antara  fragmen fraktur, reparasi  yang  sangat 
        terlambat  memberikan hasil yang kurang  menggembirakan 
        atas pulihnya fungsi motor.
             Sebaliknya  terdapat  kasus  dimana  jarak  antara 
        cedera  saraf dan otot yang akan  direinervasi,  dimana 
        reparasi  baik segera atau terlambat, tidak akan  pulih 
        ketingkat  yang  bermanfaat.  Misalnya  reparasi  saraf 
        ulnar  didekat  aksila atau saraf peoneal  diatas  paha 
        tengah  mungkin  fungsinya membaik  sedikit  untuk otot 
        distal  yang penting. Reparasi tinggi  lainnya  mungkin 
        diindikasikan,  baik karena adanya otot proksimal  yang 
        berguna  (seperti  trisep dan  ekstensor  lengan  bawah 
        proksimal   dalam  kasus  saraf  radial)  atau   karena 
        pemulihan  sensori akan bermanfaat (seperti  distribusi 
        saraf median).
             Batasan waktu kurang tegas pada pemulihan  sensori 
        dibanding  pemulihan  motori.  Ini  hal  penting   yang 
        mendukung   untuk  melakukan  reparasi   saraf   median 
        setinggi  tingkat  aksiler, bahkan  walau  hanya  hanya 
        dengan  fungsi  motor  minimal  pada  tingkat   tangan. 
        Reparasi  saraf  median tinggi  terutama  penting  bila 
        tangan yang secara mekanik berguna dapat dicapai dengan 
        mengganti atau memindahkan beberapa fungsi motor radial 
        dan ulnar yang ada.
             Hal  serupa, reparasi komponen tibial  dari  saraf 
        siatik   pada  tingkat  setinggi  takik   siatik   bisa 
        diindikasikan.  Perlindungan terhadap beban tubuh  pada 
        daerah  plantar  bisa  didapat  bahkan  oleh  pemulihan 
        fungsi sensori pada derajat yang rendah. Jadi pemulihan 
        sensasi protektif pada telapak kaki cukup penting dalam 
        membenarkan  reparasi proksimal. Juga beberapa  derajat 
        fleksi plantar yang berguna.
             Akhirnya, pemulihan motor dari regenerasi  spontan 
        (tanpa  reparasi saraf) juga mempunyai  batasan  waktu. 
        Lesi saraf tinggi biasanya akan menghasilkan  hilangnya 
        fungsi motor distal yang berguna bila otot melebihi  24 
        inci  didistal lesi dan mengalami denervasi total  oleh 
        cedera. Bukti dini relatif atas pemulihan fungsi motor, 
        bahkan bila hanya dapat dideteksi oleh EMG, akan sangat 
        penting memperbaiki prognosis. Temuan ini harus  tampak 
        2-3  bulan pasca cedera. Karenanya, pada beberapa  lesi 
        tinggi, tindakan untuk mengkompensasi kehilangan fungsi 
        motor  dapat  diambil  segera.  Transfer  tendon  dapat 
        dilakukan  tanpa menunggu adanya  pertanda  kemungkinan 
        regenerasi lambat dari lesi ulnar tinggi atau proksimal.
        
        
        Reparasi Dini (Primer) dan Tunda (Sekunder)
        
        Intervensi bedah dini jarang diperlukan pada kebanyakan 
        cedera regang saraf. Ada beberapa kekecualian. Hematoma 
        yang  besar dan kantung aneurisma akan  merubah  cedera 
        parsial  menjadi lengkap dan dengan  berjalannya  waktu 
        akan menjadi ireversibel kecuali massa dibuang sesegera 
        mungkin. Lengan bawah yang mengalami kontusi parah atau 
        fraktura  humeral distal yang bersamaan  dengan  cedera 
        arteria brakhial merupakan predisposisi akan kontraktur 
        iskemik  Volkmann dan merupakan kekecualian lain  dalam 
        menunda  operasi. Pada keadaan ini,  fasiotomi  segera, 
        tindakan  terhadap cedera vaskuler, dan  pada  beberapa 
        kasus  neurolisis  pada satu atau beberapa  saraf  akan 
        diperlukan.
             Sindroma   serupa   dapat   mengenai   kompartemen 
        anterior tungkai bawah, memerlukan intervensi emergensi 
        untuk  mencegah  terjadinya perubahan saraf  atau  otot 
        yang ireversibel. Sindroma nonkausalgik berat  sekunder 
        atas  ruda  paksa  misil  terhadap  saraf  juga  sering 
        mendapatkan manfaat dengan operasi segera yang disertai 
        pengangkatan fragmen misil. Cedera pada saraf  didaerah 
        yang  potensial  menjerat  juga  memerlukan  pembebasan 
        saraf segera disertai seksi struktur jaringan ikat yang 
        mungkin  akan  menjerat. Ini dilakukan  untuk  mencegah 
        perubahan saraf yang potensial ireversibel.
             Reparasi dini (primer) adalah pilihan yang berlaku 
        untuk  cedera laserasi sederhana serta bersih,  seperti 
        diakibatkan  oleh  kaca dan pisau. Pada  cedera  sipil, 
        reparasi  primer terbaik untuk cedera  transeksi  tajam 
        saraf  siatik  dan  pleksus  brakhial  tingkat   supra-
        klavikuler  dan aksiler; eksplorasi  segera  memberikan 
        kesempatan  terbaik  akan  identifikasi  akurat   serta 
        reparasi ujung-ujung tanpa diperlukannya tandur.
             Ini  terutama  untuk cedera pleksus  tajam  dimana 
        terdapat  kerusakan  vaskuler  yang  harus   diperbaiki 
        segera.  Bila  setiap sisi luka  dieksplorasi  beberapa 
        minggu  kemudian,  biasanya akan  dihadapi  parut  yang 
        parah  dengan  akibat diseksi dan  identifikasi  elemen 
        saraf yang terkena menjadi sulit. Pada saat eksplorasi, 
        pertama  harus dipastikan bahwa transeksinya tajam  dan 
        bersih sebelum reparasi primer dilakukan. Bila dijumpai 
        saraf   yang  transeksi,  faktor   berikut   menunjuang 
        reparasi primer:
             1. Puntung  saraf mudah ditentukan  tempatnya  dan 
                hubungannya  dengan jaringan sisi  cedera  lain 
                biasanya utuh.
             2. Puntung saraf mengalami retraksi minimal.
             3. Tindakan  operasi tunggal adalah definitif  dan 
                mungkin  merupakan  satu-satunya  operasi  yang 
                diperlukan  untuk memperbaiki  cedera  jaringan 
                lunak dan saraf.
        Reparasi  primer  hanya  dilakukan  oleh  dokter   yang 
        memahami anatomi daerah cedera dan terlatih akan tehnik 
        bedah saraf makro dan mikroperiferal.
             Tidak  semua  cedera  transeksi  berarti  reparasi 
        primer.  Bila ujungnya tidak rata atau  kontusi,  lebih 
        disukai  reparasi  tunda. Pada keadaan ini  kita  tidak 
        mengetahui berapa banyak puntung harus direseksi  untuk 
        mendapatkan  jaringan saraf sehat. Bahkan  pada  cedera 
        yang disebabkan benda tajam, dapat menyebabkan  kontusi 
        lebih  dari  pada transeksi,  hinga  reparasi  sekunder 
        diutamakan.  Bila  pemulihan  EMG  atau  klinis   tidak 
        terjadi  dalam 2-3 bulan pertama, operasi  ulang  untuk 
        menilai  keutuhan lesi dan membuat rencana  untuk  atau 
        menghindari reseksi dan reparasi diindikasikan.
             Sebagai kesimpulan, alasan yang menyokong reparasi 
        tunda atau sekunder adalah:
        
             1. Kerusakan  puntung proksimal atau distal  telah 
                mendapat  cukup waktu yang  ditunjukkan  dengan 
                parut  intraneural  yang tampak  pada  potongan 
                melintang. Karenanya operator dapat  memastikan 
                reseksi telah sampai pada jaringan saraf normal.
             2. Cedera yang menyertai telah mendapat kesempatan 
                mengalami pemulihan, infeksi telah ditekan, dan 
                telah  belajar  menggunakan  anggota   badannya 
                sebelum  menjadi subjek operasi  dan  terkadang 
                immobilisasi dengan segala ketidaknyamanannya.
             3. Epineurium telah lebih tebal hingga  memudahkan 
                meletakkan jahitan epineural.
             4. Operasi elektif hingga dapat dilakukan akurat.
             5. Puntung  distal  bersih  dari  aksoplasma   dan 
                mielin yang berdegenerasi.
             6. Sekitar 15-20% dari laserasi tidak mentranseksi 
                saraf   atau  saraf-saraf  pada  anggota   yang 
                disertai dengan kehilangan fungsi lengkap  pada 
                distribusi satu saraf atau lebih. Tidak mungkin 
                menentukan   segera   setelah   cedera,   untuk 
                mereseksi lesi atau tidak.
        
             Bila   saraf  tidak  diketahui   telah   mengalami 
        transeksi  (cedera tertutup) namun dengan tidak  adanya 
        fungsi, terutama setelah luka tembak kecepatan  tinggi, 
        reparasi  tunda  (sekunder)  diindikasikan.  Kebanyakan 
        cedera  tertutup pada saraf diakibatkan  regangan  atau 
        kontusi.  Saraf  tidak terputus dan  terdapat  berbagai 
        derajat kerusakan intraneural. Ia bisa berupa  campuran 
        aksonotmesis, neurotemesis dan neuropraksia, atau  bisa 
        karena  neurotemesis lengkap. Jadi  penundaan  beberapa 
        bulan  diperlukan, karena akan  memungkinkan  (1) semua 
        elemen   neuropraksia  untuk  pulih,  (2) cedera   yang 
        menyertai  untuk sembuh, dan (3) terpenting,  penilaian 
        fisiologis  atas lesi dimeja operasi.  Bila  regenerasi 
        adekuat terjadi, aktifitas spontan dapat dilacak dengan 
        tehnik  perekaman  NAP  intrabedah  8-10  minggu  pasca 
        cedera.
             Bila  NAP tampil, saraf akan membaik dengan  hanya 
        neurolisis  sederhana.  Yang paling  sering,  dilakukan 
        eksternal neurolisis. Ini berupa pembebasan saraf  dari 
        jaringan  sekitarnya, termasuk parut,  dan  menampilkan 
        semua  jaringan disekitar saraf.  Neurolisis  internal, 
        adalah  reseksi  jaringan  parut  dari  fasikel  saraf, 
        biasanya  dicadangkan  untuk lesi saraf  tertentu  yang 
        memerlukan  reparasi  pemisahan dan  pengelolaan  nyeri 
        neuritik yang refrakter. 
             Neurolisis  bisa bermanfaat dan bisa  tidak  dalam 
        perjalanan regenerasi dan dalam mempercepat  pemulihan. 
        Beberapa  ahli  mempercayai bahwa  adesi  dan  jaringan 
        parut dapat mengobstruksi atau memperlambat pertumbuhan 
        akson yang berregenerasi dan bahkan menghambat konduksi 
        serabut   saraf.  Penelitian  lain   menyatakan   bahwa 
        pemulihan  dalam keadaan ini akan terjadi  bahkan  bila 
        belum dilakukan neurolisis. 
             Neurolisis mungkin juga mengurangi nyeri neuralgik 
        nonkausalgik  dengan  membuang adesi  atau  parut  yang 
        konstriksi  yang melekat pada dan  mendeformasi  saraf. 
        Neurolisis atau reparasi saraf jarang mengurangi  nyeri 
        pada cedera nonfokal, seperti regangan-kontusi terutama 
        pada  pleksus. Pemberian setiap hari  karbamazepin  dan 
        amitriptilin mungkin membantu mengurangi nyeri.  Terapi 
        fisik  yang  ketat  penting  dalam  mengurangi   nyeri. 
        Mobilisasi segera anggota yang terkena harus ditekankan 
        pada  pasien dan keluarganya. Memberikan  jaminan  akan 
        asal  nyeri  yang temporer, paling  tidak  pada  pasien 
        dengan  cedera  sarf akut, juga  bermanfaat.  Terkadang 
        pasien  diuntungkan  oleh  stimulasi  saraf   periferal 
        transkutaneus.
             Bila NAP tidak tampil dan 8 minggu telah  berlalu, 
        pemulihan  tidak  akan terjadi kecuali  reseksi  hingga 
        kejaringan  saraf  yang sehat dan  reparasi  dilakukan. 
        Disukai reparasi ujung-ujung. Pemakaian tandur autolog, 
        biasanya  digunakan saraf sural, adalah  cara  terpilih 
        untuk menjembatani celah yang tidak dapat  disambungkan 
        tanpa  terjadinya tegangan oluh penyatuan  ujung-ujung. 
        Keberhasilan  penanduran  saraf akan  berkurang  dengan 
        bertambahnya   panjang  tandur,  karena   cedera   yang 
        memerlukan  tandur  yang lebih panjang  biasanya  lebih 
        berat.
             Penanduran  atas  kerusakan  yang  sangat  panjang 
        tidak bermanfaat pada beberapa saraf, karena kesempatan 
        untuk  mendapatkan  semua fungsi  yang  berguna  sangat 
        jauh. Pada kasus ini, cara alternatif seperti  tindakan 
        neurotisasi  harus dipikirkan. Ini termasuk  penggunaan 
        pleksus  servikal,  saraf aksesori, atau  saraf  inter-
        kostal  sebagai  pencurah  proksimal  yang  dihubungkan 
        ketandur  sural.  Semua  tindakan  terkadang  berakibat 
        abduksi bahu atau kontraksi bisep/brakhial. Neurotisasi 
        sulit  mengganti  kehilangan lebih  dari  satu  fungsi, 
        walau  laporan  mutakhir  (1992)  menunjukkan  sejumlah 
        pasien tetap diuntungkan.
        







Setelah jelas pemulihan tidak terjadi, saraf yang cedera harus direparasi dengan penundaan sesingkat mungkin. Batang saraf distal yang minimal dan atrofi fasikuler ini akan menyebabkan hasil yang buruk. Menurut Sunderland, setiap atrofi jelas pada akhir bulan pertama sejak kecelakaan, mencapai puncaknya antara bulan ketiga dan keempat, lalu menetap. Sebagai patokan umum, lesi fokal atas kesinambungan (berkaitan dengan fraktura, kontusi jaringan lunak, dan beberapa luka tembak) dapat dengan tepat dinilai intrabedah pada 2-3 bulan pasca cedera. Cedera regang atau kontusi berat (berkaitan dengan kecelakaan kendaraan atau ski, jatuh, bentur, dan peluru) berakibat panjangnya lesi dan perlu pemantauan lebih lama untuk menilai kemampuan regeneratif penuh. Lesi ini biasanya dapat dinilai intrabedah secara tepat dengan perekaman elektrik pada 3-5 bulan pasca cedera. Terlambatnya rujukan, penyembuhan luka yang menyertai, dan pengelolaan infeksi akan merubah saat yang tepat untuk melakukan operasi. Walau patokan ini untuk lesi pada kesinambungan saraf, bila ada kebingungan mengenai perjalanan pemulihan, terbaik adalah menaksir saraf dengan melihat langsung. Penundaan berlebihan reparasi saraf menyebabkan hasil buruk.