Cari dalam ejaan/bahasa Indonesia di situs ini :
Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

CEDERA SISTEMA SARAF PUSAT

TRAUMATIKA DAN NONTRAUMATIKA.

Syaiful Saanin, SpBS. SMF Bedah Saraf RSMD.

========================================

 

GAWAT DARURAT BEDAH SISTEMA SARAF PUSAT

 

1.  Peninggian tekanan intrakranial akuta.

          1.  Edema otak.

                   1. Oklusi arteria/vena.

                   2. Edema perifokal.

          2.  Massa intrakranial.

          3.  Obstruksi/gangguan resorbsi CSF.

2.  Gangguan fungsi kord spinal akuta.

          1.  Trauma : Kompresi, laserasi.

          2.  Gangguan vaskuler.

 

Massa Intrakranial

1.  Infeksi :

1.     Abses.

2.     Empiema.

2.  Perdarahan intrakranial:

          1 Trauma.

          2 Non trauma

                   Simpatomimetik :

                             Kokain, Ekstasi. Fenilprpanolamin.

                   Tumor yang pecah

                   Hipertensif.

                   Aneurisma / AVM yang pecah.

                   Koagulopati, angiopati.

 

Klasifikasi cedera kepala

A. Berdasar mekanisme :

          1. Tertutup.

          2. Penetrans.

B. Berdasar beratnya :

          1. Skor Skala Koma Glasgow (GCS).

          2. Ringan (13-15), Sedang (9-12), Berat (3-8,*).

C. Berdasar morfologi :

          1. Fraktura tengkorak.

2. Lesi intrakranial.

 

Fraktura tengkorak

A. Kalvaria :

          1. inier atau stelata.

2.  Depressed atau non depressed.

 B. Basiler :

          1. Anterior.

          2. Media.

2.     Posterior.

 

Lesi Intrakranial

A. Fokal

          1. Perdarahan Meningeal

                   1.  Epidural.

                   2.  Subdural.

                   3.  Sub-arakhnoid.

          2. Perdarahan dan laserasi otak :

                   1.  Perdarahan intraserebral dan atau kontusi.

                   2.  Benda asing, peluru tertancap.

 B. Difusa :

          1.  Konkusi ringan.

          2.  Konkusi klasik.

          3.  Cedera aksonal difusa.

 

Kllasifikasi cedera otak nontraumatika

1.     Perdarahan intrakranial nontraumatika :

a.      Perdarahan Subarakhnoid.

b.     Perdarahan Intraserebral.

c.     Perdarahan subdural.

2.     Kelainan srebrovaskuler oklusif.

 

 

PENINGGIAN TEKANAN INTRAKRANIAL DAN ISKEMI OTAK.

 

Peninggian tekanan intrakranial merupakan penyebab kematian tersering pasien bedah saraf. Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iskemia otak dan sebaliknya. Iskemia otak bisa juga sebagai kelainan primer seperti pada pada trombosis pembuluh darah otak.

 

Anatomi – fisiologi.

Kranium merupakan kompartemen yang kaku kecuali pada bayi, hingga setiap penambahan massa didalamnya akan berakibat peningkatan tekanan intrakranial bila kemampuan kompensasi sudah terlampaui. Didalamnya berisi jaringan otak, cairan serebrospinal serta darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Terdapat satu lubang utama yaitu foramen magnum, hingga bila terjadi peingkatan tekanan intrakranial jaringan otak akan mencari jalan keluar melalui lubang ini. Disamping itu pada tentorium yang memisahkan otak besar dan otak kecil terdapat lubang yang disebut hiatus yang mana disana terletak batang otak, sehingga apabila terjadi peninggian tekanan intrakranial pada daerah otak besar, akan terjadi pergeseran jaringan otak besar kedalam hiatus ini hingga akan menekan batang otak yang merupakan pusat dari fungsi vital.

 

Untuk memahami patofisiologi peninggian tekanan intrakranial, harus difahami perubahan yang terjadi pada :

1.     Sirkulasi cairan serebrospinal.

2.     Volume darah otak.

3.     Volume otak.

4.     Sawar darah otak.

5.     Autoregulasi.

 

1. Sirkulasi cairan serebrospinal :

CSS bersirkulasi pada sistema ventrikel dan ruang subarakhnoid. Produksinya (sekitar 500 ml sehari) sebanding dengan resorbsinya. Volumenya sekitar 100-150 ml. Produksinya berkurang pada peninggian tekanan intrakranial.

 

2. Volume darah otak :

Paling labil disaat peninggian tekanan intrakranial. Volumenya sekitar 100 ml dan 70% merupakan darah vena. Volume bertambah pada dilatasi arteria atau pada obstruksi vena. Pada hipotermia terjadi vasokonstriksi hingga menurunkan tekanan intrakranial.

 

Arteriola sangat reaktif terhadap perubahan CO2 dimana setiap peninggian 1 mmHg PCO2 berakibat peningkatan aliran darah sebesar 2-4% yang berakibat bertambahnya volume darah otak. Sebaliknya aliran darah akan bertambah pada pengurangan PaO2 (<50 mmHg).

 

3. Volume otak :

Berat otak sekitar 2% berat badan, 1400 gram, dan 70-80% merupakan air.

 

4. Sawar darah otak :

Berbeda dengan kapiler dibagian lain tubuh, kapiler dijaringan otak sangat selektif dalam pertukaran zat dan cairan, dimana zat larut lemak lebih bebas melalui kapiler, sedangkan zat yang larut air sangat terbatas. Asam amino dan gula memerlukan zat pembawa untuk bisa melewati kapiler. Na / K / air memerlukan ATP-ase untuk bisa menembus kapiler.

 

Sawar ini dapat dirusak atau dibuka secara mekanik dan oleh zat-zat hipertonik.

 

5. Auto regulasi :

Gunanya mempertahankan aliran darah otak konstan bila sistol diantara 50-160 mmHg (pada orang yang normotensif). Karenanya keadaan hipertensi dan syok harus dicegah.

 

Untuk memahami patologi peninggian tekanan intrakranial harus difahami :

1.     Hubungan volume dan tekanan otak.

2.     Doktrin Monro-Kellie.

3.     Hubungan TIK dan aliran darah otak.

4.     Hubungan ADO dan metabolisme otak.

5.     Hubungan TIK dan kegagalan fungsi otak.

6.     Hubungan TIK dan pergeseran jaringan otak.

7.     Perbedaan tekanan dan herniasi otak.

8.     Edema otak.

 

1. Hubungan Volume dan tekanan otak :

Bila salah satu komponen dalam rongga tengkorak bertambah volumenya, maka akan terjadi peninggian tekanan intrakranial kecuali bila pada saat yang bersamaan terjadi reduksi sejumlah yang sama dari komponen lainnya. TIK normal sekitar 10 mmHg (130 mmH2O) dan dikatakan meningkat bila > 20 mmHg, dan meningkat berat bila > 40 mmHg.

 

2. Doktrin Monro-Kellie :

Pada tahap terkompensasi :

V. otak + V. CSS + V. darah + V. massa = Konstan (TIK normal).

 

3. Hubungan TIK dengan kegagalan fungsi otak :

TIK akan mempengaruhi aliran darah keotak. Dengan sendirinya bila aliran darah terganggu, fungsi otakpun akan terganggu. Disamping itu adanya massa pada satu bagian otak akan berakibat bergesernya daerah tsb. kearah jaringan yang tekanannya lebih rendah dengan segala akibat yang ditimbulkannya seperti penekanan jaringan tertentu atau putusnya pembuluh darah.

 

4. Hubungan TIK dengan aliran darah otak :

Adanya daerah dengan TIK tinggi akibat adanya massa akan menyebabkan penekanan terhadap arteri atau vena hingga akan merusak daerah yang bersangkutan. Akibat lain adalah peregangan atau perobekan arteria atau vena batang otak yang berakibat mematikan. Gangguan pada aliran darah tentu akan mempengaruhi tingkat perfusi jaringan otak. Ingat bahwa jaringan otak yang hanya 2% dari berat tubuh mengambil 15% dari curah jantung dan 20% dari kebutuhan gula tubuh.

 

Total aliran darah otak adalah konstan 40 ml/100 gr jaringan otak dan tergantung tekanan arterial sistemik, tekanan sinus sagittal dan tahanan serebrovaskuler.

 

5. Hubungan aliran darah dan metabolisme otak :

Aliran darah otak tergantung tekanan darah arterial sistemik, TIK, autoregulasi, stimulasi metabolik serta adanya distorsi atau kompresi pembuluh darah oleh massa atau herniasi jaringan otak.

 

6. Hubungan TIK dengan pergeseran / herniasi otak :

a. Transtentorial lateral, dengan gejala midriasis pupil ipsilateral, hemiparesis kontra lateral dan gangguan lapang pandang.

b. Transtentorial sentral, dengan gejala serupa dengan yang lateral, tapi bilateral disertai gangguan melirik keatas dan ptosis bilateral.

c. Tonsiler, dengan gejala gangguan respirasi mendahului penurunan kesadaran. Biasanya tahap akhir dari proses pada otak besar atau karena adanya massa pada otak kecil

d. Subfalsin, dengan gejala kelumpuhan ekstremitas kontralateral. Jarang berdiri sendiri.

 

7. Hubungan perbedaan tekanan dengan herniasi :

Dalam keadaan normal, CSS bebas sehingga tekanan ekual pada semua tempat. Bila ada bagian yang tersumbat, akan terjadi perbedaan tekanan antar kompartemen sehingga terjadi herniasi.

 

8. Edema otak :

Iskemia menyebabkan terjadinya edema otak. Sebaliknya edema otak menyebabkan iskemia. Akumulasi air menyebabkan tahanan serebrovaskuler meningkat dengan akibat penurunan aliran darah otak regional. Efek massanya sendiri berakibat penambahan distorsi atau pergeseran jaringan.

 

Gambaran klinis

Trias edema papil, nyeri kepala dan muntah. Ketiga hal ini hanya dijumpai pada 2/3 penderita, sedang sisanya hanya memiliki 2 gejala. Edema papil tidak dijumpai pada usia ekstrim sangat muda atau sangat tua.

 

Nyeri kepala sifatnya tumpul dan tidak terlalu parah dan diperberat oleh kegiatan yang meninggikan TIK. Terjadi pada pagi hari. Muntah merupakan gejala yang timbul lambat kecuali pada anak-anak dengan tumor sekitar pusat saraf vagus. Juga terjadi saat bangun tidur pagi.

 

Gejala lain yang khas adalah bradikardia, hipertensi dan gangguan respirasi. Gangguan kesadaran dinilai dengan GCS.

 

Pengendalian TIK yang tinggi

Bila dilakukan dini, dapat mencegah peninggian tekanan intrakranial yang tidak terkontrol pada peninggian tekanan intrakranial sedang. Pada fase akut cedera kepala dan stroke, harus dianggap peninggian tekanan intrakranial sampai terbukti tidak. Hindari tindakan yang meninggikan TIK dan gunakan barbiturat aksi pendek secara berulang bila akan melakukan tindakan yang akan meninggikan TIK.

 

Tindakan primer bila telah atau akan terjadi peninggian tekanan intrakranial adalah dengan meninggikan kepala 20-30° dengan mencegah teganggunya perfusi, mencegah konstriksi leher, normotermia serta pembunuh nyeri.

 

Tindakan aktif bila diperkirakan adanya lessi massa (perdarahan, tumor, abses dll.), peningkatan volume darah otak, edema otak serta bertambahnya CSS.

 

Hiperventilasi dengan menjaga PCO2 tidak kurang dari 25 mmHg. Efeknya akan berakhir dalam 8-20 jam. Drainase CSS dilakukan pada daerah yang tidak dengan ancaman pergeseran garis tengah. Manitol 20% hanya diberikan dalam usaha mengulur waktu saat mempersiapkan tindakan operasi, diberikan bersama dengan furosemid. Steroid tidak diberikan pada trauma kecuali mungkin metil prednisolon yang masih dalam penelitian.

 

Barbiturat diberikan untuk mengurangi tingkat metabolisme jaringan otak hingga secara tidak langsung mengurangi aliran darah otak hingga tekanan intrakranial berkurang, disamping efek vasokonstriksinya yang juga akan mengurangi volume darah otak sehingga tekanan intrakranial juga berkurang. Hati-hati efek hipotensi dan gagal nafas yang bisa ditimbulkannya.

 

Salin hioertonik, 5 mmol/ml, mengurangi tekanan intrakranial tanpa diuresis. Bila diberikan setelah manitol akan memperbaiki sodium serum dan volume darah.

 

Pengelolaan TIK tinggi

Mulai bila simptomatik atau bila TIK 25 mmHg. Periksa jalan nafas dan posisi kepala. Berikan oksigen atau respirator bila ada indikasi. Jaga tekanan darah normotensif kecuali pada kasus hipertensi jangan tergesa-gesa menurunkan tekanan darah.

 

Terapi jalur pertama :

Hiperventilasi, drainase CSS, manitol dan furosemid saat mempersiapkan operasi, periksa gas darah arterial dan pikirkan CT ulang.

 

Terapi jalur kedua :

Hiperventilasi manual, barbiturat, salin hipertonik.

 

 

Pengelolaan gadar cedera otak : TIME SAVING IS LIFE SAVING

Pasien gawat darurat perlu :

          1.  Penilaian awal secara cepat.

          2.  Tindakan penyelamat hidup.

 

Lakukan :

1. Survei primer : Penilaian A-B-C-D.

          2. Resusitasi.

          3. Survei sekunder.

          4. Tindakan definitif atau rujukan.

 

Survei primer  sistem saraf :

          D = Disability : Penilaian neurologis cepat :

                   1.  Tingkat kesadaran cara AVPU / GCS :

                             A = alert.

                             V = respon terhadap rangsangan verbal.

 P = respon terhadap rangsangan nyeri.

                             U = tidak ada respon.

                   2.  Pupil :

                             1.  Ukuran.

                             2.  Reaksi cahaya.

 

Resusitasi :

1.     Atur posisi kepala / rahang sambil mengontrol posisi tulang belakang leher. Bersihkan jalan nafas. Pasang kanul naso / orofaring. Intubasi bila GCS 8 atau kurang.

2.     Oksigen ± 10 L/menit melalui masker O2. Kontrol respirator    

     bila GCS  8 atau kurang.

3.     Kontrol tekanan darah / perfusi. Monitor EKG. Kontrol tekanan vena                    

     sentral.

4.  Pemeliharaan kebutuhan metabolik otak :

          Hb.

          PO2. : Pertahankan > 80 mmHg.

          Tekanan darah sistemik sesuai kasus.

          PaCO2. : 26 - 28 mmHg.

 5.  Cegah / atasi peninggian TIK :

Induksi hipokapnia :  Hiperventilasi hingga PCO2 = 26 -28 mmHg.

          Kontrol cairan : NaCl 0.9%.  Cegah overhidrasi.

          Diuretik : Pasang kateter urin. Berikan saat persiapan operasi : Manitol 20%, 1gr/kgBB/IV guyur. Furosemid 40 -80 mg/IV   

(dewasa). Awasi tekanan darah. Ganti volume urin.

 

Bila kesadaran memburuk, segera nilai lagi :

 1.  Ventilasi.

 2.  Oksigenisasi.

 3.  Perfusi / hipotensi relatif.

 

 Survei sekunder

          1. Ambil riwayat.

          2. Pemeriksaan neurologis :

                   GCS, pupil, motorik, dll.

          3.  Pemeriksaan khusus :

CT semua kasus tersangka atau GCS £ 13 atau disertai komplikasi.

                   Angiografi cerebral bila CT negatif pada PSA.

                   Lab, foto torax.

          4. Tentukan jenis CVD / cedera kepala dll.

          5. Tentukan jenis spesifik CVD / cedera kepala dll.

 

Filosofi pengelolaan pasien PIS pertama harus  ditujukan pada tindakan medik gawat-darurat dan diikuti kemudian dengan keputusan apakah hematoma atau massa akan dirawat konservatif atau akan dibuang secara bedah.

 

Dua hal utama yang menentukan bahwa operasi  akan bermanfaat bagi pasien :

1.  Effek massa dari hematoma mengancam jiwa.

2.  Kehidupan jaringan sekeliling massa  dapat dipertahankan.

 

Perdarahan intraserebral nontraumatika (Stroke hemorrhagic)

1.     Lihat protokol gawat darurat. Ventrikulostomi bila GCS  £ 8 : 

Drainase CSS.

2.     Tentukan etiologi.

3.     Hipertensif :  Sistol 160 mmHg pada pasien sadar, 180 mmHg pada pasien tidak sadar.

          Nifedipin sl, hidralazin iv, labetalol iv, nitroprusid iv.

     4.  Kelainan vaskuler : angiografi.

 

Cegah perdarahan ulang :

 1.  Ruptur aneurisma :  Sistol 10-20% diatas normotensif.

 2.  Kelainan koagulasi bawaan / didapat : koreksi.

 

 Kurangi efek massa / TIK = Protokol.

 1.  Retriksi cairan : 75% rumatan. Koloid bila perlu.

 2.  Tekanan perfusi minimal : 70 mmHg. Dopamin atau fenilefrin.

 3.  Deksametason tidak dianjurkan, kecuali perdarahan berasal dari tumor disertai edema berat.

 

Perawatan umum

1. Nimodipin (?)  hanya pada perdarahan aneurismal (?) : 1-2 mg/jam/ infus atau 60 mg/4 jam/po.

2. Status cairan, elektro;it, ginjal, paru-paru, nutrisi.

3. Terapi fisik dan bidai dini.

4. Anti kejang :perdarahan otak besar, kecuali terbatas talamus atau ganglia basal.

Fenitoin : 1 gr IV (50 mg /), LALU 300 mg/HARI /

Fenobarbital : 2 X 60 mg PO /

Karbamazepin : 3-4 X 200 mg PO.

5. Tentukan indikasi operasi.

 

Perburukan neurologis sekunder :

1. Edema jaringan sekitar.

2. Nekrosis iskemik jaringan sekitar.

3. Hidrosefalus.

 

Indikasi operasi :

1. Diameter massa ³ 3 cm.

2. Pergeseran garis tengah ³ 5 mm.

3. Perburukan neurologis.

4. Ventrikulostomi bila hidrosefalus atau perdarahan ventrikuler.

 

 Perdarahan Subarakhnoid.

1.     Lihat protokol gadar.

2.     Sistole ±150 : Nitropruida 1-6/kg/menit.

 3.  LP bila CT negatif.

 4.  Hidrosefalus akut : Ventrikulostomi segera.

 5.  Angiografi 4 pembuluh.

 6.  Operasi dalam 24 jam. Bila vasospasme, tunda 10-12 hari.

 

Perawatan intensif

Perawatan intensif pada SAH berperan lebih penting dibanding semua kelainan bedah saraf lain.

1.  Ekspansi volume : Albumin 5%, 4 X 250 ml.

2.  Dilantin 1000 mg.  Lanjutkan 300 mg / hari.

3.  Nimodipin (?) 1-2 mg/jam/infus atau  60 mg  / PO / 4jam.

4.  Pemantauan klinis.

5.  Pemantauan fisiologis.

 

Pemantauan fisiologis :

1.  Tekanan darah.

2.  Tekanan vena sentral.

3.  T.I.K. : Bila ventrikulostomi terpasang.

4.  Dopler transkranial.

5.  Aliran darah serebral.

 

Vasospasme :

Terapi triple ‘H’ :

1.  Hipervolemi :

-         ALBUMIN 5%, 4x250 ml. CVP 10 mmHg. 

-         PCWP 15 mmHg.

2.  Hemodilusi : HT 33 - 37 %.

3.  Hipertensi : Sistol 170 - 220 mmHg.

Gagal : Angioplasti transluminal.

 

 Kelainan Serebrovaskuler Oklusif (Stroke trombo-embolik)

 1.  Lihat protokol gawat darurat.

 2.  Euvolemik. Hidrasi dengan NaCl 0.9 / 0.45%.

 3.  Obat-obat protektif serebral :

           Nimodipin dan pembersih radikal bebas lain.

 Ketamin.

 4.  Tindakan bedah : Sebelum 4-6 jam sejak serangan :

a.      A. Serebral Medial : Pintas A. Temporal superfisial,                                            

               atau Embolektomi.

          b. PICA/AICA/SCA/PCA : Pintas A. Oksipital.

          c. A. Karotis : Endarterektomi Karotid.

          d. Arteria lain : tPA : 10mg/2'-30mg/60'-40mg/120' IV.

 

 

Pengelolaan Gawat Darurat Cedera Kepala

 

Lihat protokol diatas untuk tindakan gadar.

 

Kejang :

Saat atau segera post trauma : tanpa terapi.

Kejang lama atau berulang :

          Diazepam 10 mg/bolus/IV. Bila kejang lagi, ulang satu kali.

          Fenitoin diberikan sesegera mungkin : 1 gr/IV (50 mg/menit)

dengan monitor tekanan darah dan EKG.

          Bila gagal : Fenobarbital atau anestetik.

          Dosis anak-anak sesuaikan.

Gelisah :

          Cari dan atasi hipoksia dan sumber nyeri.

          Klorpromazin 10 - 25 mg/IV.  Awasi hipotensi.

 

 Hipertermia :

 Menggigil : berikan Klorpromazine.

 

Luka skalp

          A. Perdarahan :

                   Hemostat, ligasi, ban elastik.

          B. Inspeksi luka :

                   Penglihatan langsung. 

                   Tidak boleh eksplorasi dengan alat atau jari. 

                   Cari CSF.

 Perawatan luka :

          Irigasi debris.

          Jangan angkat fragmen tulang.

 

Tindakan bedah definitif :

Tidak berlaku bila mati batang otak

1. Interval lucid (Bila CT tak tersedia segera).

2. Herniasi Unkal (pupil / motor tidak ekual).

          3. Fraktura depress terbuka.

          4. Fraktura depress tertutup > 1 tabula/1 cm.

5. Massa intrakranial dengan pergeseran garis tengah  5 mm.

          6. Massa ekstra aksial  5 mm, uni / bilateral.

7. #5, #6 < 5 mm, tapi mengalami perburukan / sisterna basal 

              terkompres.

8. Massa lobus temporal  30 ml.

 

Cedera medulla spinal Dan Tulang belakang

 

Survei Primer dan Resusitasi

Sesuai protokol trauma.

Hipotensi atasi dengan : Dopamin atau nimodipin

Hati-hati ekspansi cairan bila syok spinal.

Kateter indwelling hanya sampai sirkulasi stabil (1 - 2 hari).  Selanjutnya intermitten.

 

Survei Sekunder

1.  Ambil riwayat trauma.

2.  Pemeriksaan :

          CS, pupil, motorik, sensorik, sacral sparing, refleks.

3.  Tentukan level cedera kord spinal.

4.  Pemeriksaan khusus pada level cedera :

          X-ray tulang belakang : AP/lateral.

          Bila indikasi operasi : Myelografi AP/lateral atau CT-MM.

5.  Tentukan jenis cedera :

1. Cedera tulang stabil, defisit neurologis (-).

          2. Cedera tulang stabil, defisit neurologis (+).

          3. Cedera tulang tidak stabil, defisit neurologis (-).

          4. Cedera tulang tidak stabil, defisit neurologis (+).

 

Tindakan

 1.  Semua kasus dengan defisit neurologis :

          Berikan Metilprednisolon :

                   30 mg/kg dalam 15 menit.  45 menit kemudian :

                   5.4 mg/kg/jam untuk 23 jam selanjutnya.

3.     Kaliper Gardner-Wells/Crutchfields untuk cedera tulang belakang       

     leher.

 4.  Operasi dekompresi gawat darurat.

 

Indikasi pemasangan kaliper pada cedera tulang leher :

 1.  Immobilisasi fraktur tidak stabil.

 2.  Reduksi dislokasi atau subluksasi.

 3.  Distraksi foramina intervertebral pada kompressi radikuler.

 4.  Mengurangi nyeri akibat cedera jaringan         lunak leher.

 

Indikasi operasi dekompresi gawat darurat

Mielografi atau CT-MM : Kompressi kord spinal oleh sebab apapun dan pada level manapun disertai :

                   1.  Defisit neurologis progresif.

                   2.  Cedera kord spinal (defisit neurologis) tidak total.

 

 

SKALA KOMA GLASGOW (GCS):  E/M/V (3 - 15)

 

E = Membuka mata :                                    Skor :

          Spontan disertai adanya kedip             4

          Terhadap suara                                   3

          Hanya terhadap nyeri                          2

          Tidak ada                                           1

 

M = Respon motor terbaik :                         Skor :

 Ikut perintah                                      6

 Melokalisasi nyeri                              5

 Menghindari nyeri dengan fleksi          4

 Respon fleksi abnormal, dekortikasi   3

 Respons ekstensi, deserebrasi            2

 Tidak ada                                          1

 

V = Respons verbal terbaik :

          DEWASA :                                        Skor :

          Orientasi baik                                     5

 Bingung                                            4

 Kata-kata acak                                   3

 Suara tak berarti                                2

 Tidak ada                                          1

 

V = Respons verbal terbaik :

          ANAK-ANAK :                                  Skor :

 Kata bermakna, senyum, ikut objek    5

 Menangis tapi bisa diredakan              4

 Teriritasi secara persisten                   3

 Gelisah, teragitasi                               2

 Diam saja                                         1

 

Skor GCS = E+M+V.  Min = 3, Max = 15.

 

 

Referensi : Lihat daftar rujukan.