CEDERA
SISTEMA SARAF PUSAT
TRAUMATIKA
DAN NONTRAUMATIKA.
Syaiful Saanin, SpBS. SMF
Bedah Saraf RSMD.
========================================
GAWAT DARURAT BEDAH SISTEMA SARAF PUSAT
1. Peninggian
tekanan intrakranial akuta.
1.
Edema otak.
1. Oklusi arteria/vena.
2. Edema perifokal.
2.
Massa intrakranial.
3.
Obstruksi/gangguan resorbsi CSF.
2. Gangguan fungsi
kord spinal akuta.
1.
Trauma : Kompresi, laserasi.
2.
Gangguan vaskuler.
Massa Intrakranial
1. Infeksi :
1.
Abses.
2.
Empiema.
2. Perdarahan intrakranial:
1
Trauma.
2
Non trauma
Simpatomimetik
:
Kokain,
Ekstasi. Fenilprpanolamin.
Tumor
yang pecah
Hipertensif.
Aneurisma
/ AVM yang pecah.
Koagulopati,
angiopati.
Klasifikasi cedera kepala
A. Berdasar mekanisme :
1.
Tertutup.
2.
Penetrans.
B. Berdasar beratnya :
1.
Skor Skala Koma Glasgow (GCS).
2.
Ringan (13-15), Sedang (9-12), Berat (3-8,*).
C. Berdasar morfologi :
1.
Fraktura tengkorak.
2.
Lesi intrakranial.
Fraktura tengkorak
A. Kalvaria :
1.
inier atau stelata.
2. Depressed atau non depressed.
B. Basiler :
1.
Anterior.
2.
Media.
2.
Posterior.
Lesi Intrakranial
A. Fokal
1.
Perdarahan Meningeal
1. Epidural.
2. Subdural.
3. Sub-arakhnoid.
2.
Perdarahan dan laserasi otak :
1. Perdarahan intraserebral dan atau kontusi.
2. Benda asing, peluru tertancap.
B. Difusa :
1. Konkusi ringan.
2. Konkusi klasik.
3. Cedera aksonal difusa.
Kllasifikasi cedera otak nontraumatika
1.
Perdarahan intrakranial
nontraumatika :
a.
Perdarahan
Subarakhnoid.
b.
Perdarahan
Intraserebral.
c.
Perdarahan subdural.
2.
Kelainan
srebrovaskuler oklusif.
PENINGGIAN TEKANAN INTRAKRANIAL DAN ISKEMI OTAK.
Peninggian tekanan intrakranial merupakan penyebab kematian
tersering pasien bedah saraf. Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan
iskemia otak dan sebaliknya. Iskemia otak bisa juga sebagai kelainan primer
seperti pada pada trombosis pembuluh darah otak.
Anatomi – fisiologi.
Kranium merupakan kompartemen yang kaku kecuali pada bayi,
hingga setiap penambahan massa didalamnya akan berakibat peningkatan tekanan
intrakranial bila kemampuan kompensasi sudah terlampaui. Didalamnya berisi
jaringan otak, cairan serebrospinal serta darah yang masing-masing tidak dapat
diperas. Terdapat satu lubang utama yaitu foramen magnum, hingga bila terjadi
peingkatan tekanan intrakranial jaringan otak akan mencari jalan keluar melalui
lubang ini. Disamping itu pada tentorium yang memisahkan otak besar dan otak
kecil terdapat lubang yang disebut hiatus yang mana disana terletak batang
otak, sehingga apabila terjadi peninggian tekanan intrakranial pada daerah otak
besar, akan terjadi pergeseran jaringan otak besar kedalam hiatus ini hingga
akan menekan batang otak yang merupakan pusat dari fungsi vital.
Untuk memahami patofisiologi peninggian tekanan
intrakranial, harus difahami perubahan yang terjadi pada :
1.
Sirkulasi cairan serebrospinal.
2.
Volume darah otak.
3.
Volume otak.
4.
Sawar darah otak.
5.
Autoregulasi.
1. Sirkulasi cairan serebrospinal :
CSS bersirkulasi pada sistema ventrikel dan ruang
subarakhnoid. Produksinya (sekitar 500 ml sehari) sebanding dengan resorbsinya.
Volumenya sekitar 100-150 ml. Produksinya berkurang pada peninggian tekanan
intrakranial.
2. Volume darah otak :
Paling labil disaat peninggian tekanan intrakranial.
Volumenya sekitar 100 ml dan 70% merupakan darah vena. Volume bertambah pada
dilatasi arteria atau pada obstruksi vena. Pada hipotermia terjadi
vasokonstriksi hingga menurunkan tekanan intrakranial.
Arteriola sangat reaktif terhadap perubahan CO2
dimana setiap peninggian 1 mmHg PCO2 berakibat peningkatan aliran
darah sebesar 2-4% yang berakibat bertambahnya volume darah otak. Sebaliknya
aliran darah akan bertambah pada pengurangan PaO2 (<50 mmHg).
3. Volume otak :
Berat otak sekitar 2% berat badan, 1400 gram, dan 70-80%
merupakan air.
4. Sawar darah otak :
Berbeda dengan kapiler dibagian lain tubuh, kapiler
dijaringan otak sangat selektif dalam pertukaran zat dan cairan, dimana zat
larut lemak lebih bebas melalui kapiler, sedangkan zat yang larut air sangat
terbatas. Asam amino dan gula memerlukan zat pembawa untuk bisa melewati
kapiler. Na / K / air memerlukan ATP-ase untuk bisa menembus kapiler.
Sawar ini dapat dirusak atau dibuka secara mekanik dan oleh
zat-zat hipertonik.
5. Auto regulasi :
Gunanya mempertahankan aliran darah otak konstan bila sistol
diantara 50-160 mmHg (pada orang yang normotensif). Karenanya keadaan
hipertensi dan syok harus dicegah.
Untuk memahami patologi peninggian tekanan intrakranial
harus difahami :
1.
Hubungan volume dan tekanan otak.
2.
Doktrin Monro-Kellie.
3.
Hubungan TIK dan aliran darah otak.
4.
Hubungan ADO dan metabolisme otak.
5.
Hubungan TIK dan kegagalan fungsi otak.
6.
Hubungan TIK dan pergeseran jaringan otak.
7.
Perbedaan tekanan dan herniasi otak.
8.
Edema otak.
1. Hubungan Volume dan tekanan otak :
Bila salah satu komponen dalam rongga tengkorak bertambah
volumenya, maka akan terjadi peninggian tekanan intrakranial kecuali bila pada
saat yang bersamaan terjadi reduksi sejumlah yang sama dari komponen lainnya.
TIK normal sekitar 10 mmHg (130 mmH2O) dan dikatakan meningkat bila
> 20 mmHg, dan meningkat berat bila > 40 mmHg.
2. Doktrin Monro-Kellie :
Pada tahap terkompensasi :
V. otak + V. CSS + V. darah + V. massa = Konstan (TIK
normal).
3. Hubungan TIK dengan kegagalan fungsi otak :
TIK akan mempengaruhi aliran darah keotak. Dengan sendirinya
bila aliran darah terganggu, fungsi otakpun akan terganggu. Disamping itu
adanya massa pada satu bagian otak akan berakibat bergesernya daerah tsb.
kearah jaringan yang tekanannya lebih rendah dengan segala akibat yang
ditimbulkannya seperti penekanan jaringan tertentu atau putusnya pembuluh
darah.
4. Hubungan TIK dengan aliran darah otak :
Adanya daerah dengan TIK tinggi akibat adanya massa akan
menyebabkan penekanan terhadap arteri atau vena hingga akan merusak daerah yang
bersangkutan. Akibat lain adalah peregangan atau perobekan arteria atau vena
batang otak yang berakibat mematikan. Gangguan pada aliran darah tentu akan
mempengaruhi tingkat perfusi jaringan otak. Ingat bahwa jaringan otak yang
hanya 2% dari berat tubuh mengambil 15% dari curah jantung dan 20% dari
kebutuhan gula tubuh.
Total aliran darah otak adalah konstan 40 ml/100 gr jaringan
otak dan tergantung tekanan arterial sistemik, tekanan sinus sagittal dan
tahanan serebrovaskuler.
5. Hubungan aliran darah dan metabolisme otak :
Aliran darah otak tergantung tekanan darah arterial
sistemik, TIK, autoregulasi, stimulasi metabolik serta adanya distorsi atau
kompresi pembuluh darah oleh massa atau herniasi jaringan otak.
6. Hubungan TIK dengan pergeseran / herniasi otak :
a. Transtentorial lateral, dengan gejala midriasis pupil
ipsilateral, hemiparesis kontra lateral dan gangguan lapang pandang.
b. Transtentorial sentral, dengan gejala serupa dengan yang
lateral, tapi bilateral disertai gangguan melirik keatas dan ptosis bilateral.
c. Tonsiler, dengan gejala gangguan respirasi mendahului
penurunan kesadaran. Biasanya tahap akhir dari proses pada otak besar atau
karena adanya massa pada otak kecil
d. Subfalsin, dengan gejala kelumpuhan ekstremitas
kontralateral. Jarang berdiri sendiri.
7. Hubungan perbedaan tekanan dengan herniasi :
Dalam keadaan normal, CSS bebas sehingga tekanan ekual pada
semua tempat. Bila ada bagian yang tersumbat, akan terjadi perbedaan tekanan
antar kompartemen sehingga terjadi herniasi.
8. Edema otak :
Iskemia menyebabkan terjadinya edema otak. Sebaliknya edema
otak menyebabkan iskemia. Akumulasi air menyebabkan tahanan serebrovaskuler
meningkat dengan akibat penurunan aliran darah otak regional. Efek massanya
sendiri berakibat penambahan distorsi atau pergeseran jaringan.
Gambaran klinis
Trias edema papil, nyeri kepala dan muntah. Ketiga hal ini
hanya dijumpai pada 2/3 penderita, sedang sisanya hanya memiliki 2 gejala.
Edema papil tidak dijumpai pada usia ekstrim sangat muda atau sangat tua.
Nyeri kepala sifatnya tumpul dan tidak terlalu parah dan
diperberat oleh kegiatan yang meninggikan TIK. Terjadi pada pagi hari. Muntah
merupakan gejala yang timbul lambat kecuali pada anak-anak dengan tumor sekitar
pusat saraf vagus. Juga terjadi saat bangun tidur pagi.
Gejala lain yang khas adalah bradikardia, hipertensi dan
gangguan respirasi. Gangguan kesadaran dinilai dengan GCS.
Pengendalian TIK yang tinggi
Bila dilakukan dini, dapat mencegah peninggian tekanan
intrakranial yang tidak terkontrol pada peninggian tekanan intrakranial sedang.
Pada fase akut cedera kepala dan stroke, harus dianggap peninggian tekanan
intrakranial sampai terbukti tidak. Hindari tindakan yang meninggikan TIK dan
gunakan barbiturat aksi pendek secara berulang bila akan melakukan tindakan
yang akan meninggikan TIK.
Tindakan primer bila telah atau akan terjadi peninggian
tekanan intrakranial adalah dengan meninggikan kepala 20-30°
dengan mencegah teganggunya perfusi, mencegah konstriksi leher, normotermia
serta pembunuh nyeri.
Tindakan aktif bila diperkirakan adanya lessi massa
(perdarahan, tumor, abses dll.), peningkatan volume darah otak, edema otak
serta bertambahnya CSS.
Hiperventilasi dengan menjaga PCO2 tidak kurang
dari 25 mmHg. Efeknya akan berakhir dalam 8-20 jam. Drainase CSS dilakukan pada
daerah yang tidak dengan ancaman pergeseran garis tengah. Manitol 20% hanya
diberikan dalam usaha mengulur waktu saat mempersiapkan tindakan operasi,
diberikan bersama dengan furosemid. Steroid tidak diberikan pada trauma kecuali
mungkin metil prednisolon yang masih dalam penelitian.
Barbiturat diberikan untuk mengurangi tingkat metabolisme
jaringan otak hingga secara tidak langsung mengurangi aliran darah otak hingga
tekanan intrakranial berkurang, disamping efek vasokonstriksinya yang juga akan
mengurangi volume darah otak sehingga tekanan intrakranial juga berkurang.
Hati-hati efek hipotensi dan gagal nafas yang bisa ditimbulkannya.
Salin hioertonik, 5 mmol/ml, mengurangi tekanan intrakranial
tanpa diuresis. Bila diberikan setelah manitol akan memperbaiki sodium serum
dan volume darah.
Pengelolaan TIK tinggi
Mulai bila simptomatik atau bila TIK 25 mmHg. Periksa jalan
nafas dan posisi kepala. Berikan oksigen atau respirator bila ada indikasi.
Jaga tekanan darah normotensif kecuali pada kasus hipertensi jangan
tergesa-gesa menurunkan tekanan darah.
Terapi jalur pertama :
Hiperventilasi, drainase CSS, manitol dan furosemid saat
mempersiapkan operasi, periksa gas darah arterial dan pikirkan CT ulang.
Terapi jalur kedua :
Hiperventilasi manual, barbiturat, salin hipertonik.
Pengelolaan gadar cedera otak : TIME SAVING IS LIFE SAVING
Pasien gawat darurat perlu :
1.
Penilaian awal secara cepat.
2.
Tindakan penyelamat hidup.
Lakukan :
1. Survei primer : Penilaian
A-B-C-D.
2. Resusitasi.
3. Survei sekunder.
4. Tindakan definitif atau rujukan.
Survei primer
sistem saraf :
D = Disability : Penilaian neurologis
cepat :
1. Tingkat kesadaran cara AVPU / GCS :
A = alert.
V = respon terhadap
rangsangan verbal.
P = respon terhadap rangsangan nyeri.
U = tidak ada
respon.
2. Pupil :
1. Ukuran.
2. Reaksi cahaya.
Resusitasi :
1. Atur
posisi kepala / rahang sambil mengontrol posisi tulang belakang leher.
Bersihkan jalan nafas. Pasang kanul naso / orofaring. Intubasi bila GCS 8 atau
kurang.
2. Oksigen
± 10 L/menit melalui masker O2. Kontrol respirator
bila GCS 8 atau
kurang.
3. Kontrol
tekanan darah / perfusi. Monitor EKG. Kontrol tekanan vena
sentral.
4. Pemeliharaan
kebutuhan metabolik otak :
Hb.
PO2. : Pertahankan > 80 mmHg.
Tekanan darah sistemik sesuai kasus.
PaCO2. : 26 - 28 mmHg.
5. Cegah / atasi peninggian TIK :
Induksi hipokapnia : Hiperventilasi hingga PCO2 = 26 -28 mmHg.
Kontrol cairan : NaCl 0.9%. Cegah overhidrasi.
Diuretik : Pasang kateter urin. Berikan
saat persiapan operasi : Manitol 20%, 1gr/kgBB/IV guyur. Furosemid 40 -80
mg/IV
(dewasa). Awasi tekanan darah. Ganti
volume urin.
Bila kesadaran memburuk, segera nilai lagi :
1. Ventilasi.
2. Oksigenisasi.
3. Perfusi / hipotensi relatif.
Survei sekunder
1. Ambil riwayat.
2. Pemeriksaan neurologis :
GCS, pupil, motorik, dll.
3.
Pemeriksaan khusus :
CT semua kasus tersangka atau GCS
£
13 atau disertai komplikasi.
Angiografi cerebral bila CT
negatif pada PSA.
Lab, foto torax.
4. Tentukan jenis CVD / cedera kepala
dll.
5. Tentukan jenis spesifik CVD / cedera
kepala dll.
Filosofi pengelolaan pasien PIS pertama harus ditujukan pada tindakan medik gawat-darurat
dan diikuti kemudian dengan keputusan apakah hematoma atau massa akan dirawat
konservatif atau akan dibuang secara bedah.
Dua hal utama yang menentukan bahwa operasi akan bermanfaat bagi pasien :
1. Effek massa dari
hematoma mengancam jiwa.
2. Kehidupan
jaringan sekeliling massa dapat dipertahankan.
Perdarahan intraserebral nontraumatika (Stroke
hemorrhagic)
1.
Lihat protokol gawat darurat. Ventrikulostomi bila GCS £ 8 :
Drainase CSS.
2.
Tentukan etiologi.
3.
Hipertensif : Sistol
160 mmHg pada pasien sadar, 180 mmHg pada pasien tidak sadar.
Nifedipin sl, hidralazin iv, labetalol iv,
nitroprusid iv.
4. Kelainan vaskuler : angiografi.
Cegah perdarahan ulang :
1. Ruptur aneurisma : Sistol 10-20% diatas normotensif.
2. Kelainan koagulasi bawaan / didapat :
koreksi.
Kurangi efek massa /
TIK = Protokol.
1. Retriksi cairan : 75% rumatan. Koloid bila
perlu.
2. Tekanan perfusi minimal : 70 mmHg. Dopamin
atau fenilefrin.
3. Deksametason tidak dianjurkan, kecuali
perdarahan berasal dari tumor disertai edema berat.
Perawatan umum
1. Nimodipin (?)
hanya pada perdarahan aneurismal (?) : 1-2 mg/jam/ infus atau 60 mg/4
jam/po.
2. Status cairan, elektro;it, ginjal, paru-paru, nutrisi.
3. Terapi fisik dan bidai dini.
4. Anti kejang :perdarahan otak besar, kecuali terbatas talamus
atau ganglia basal.
Fenitoin : 1 gr IV (50 mg /),
LALU 300 mg/HARI /
Fenobarbital : 2 X 60 mg PO /
Karbamazepin : 3-4 X 200 mg PO.
5. Tentukan indikasi operasi.
Perburukan neurologis sekunder :
1. Edema jaringan sekitar.
2. Nekrosis iskemik jaringan sekitar.
3. Hidrosefalus.
Indikasi operasi :
1. Diameter massa ³ 3
cm.
2. Pergeseran garis tengah ³ 5
mm.
3. Perburukan neurologis.
4. Ventrikulostomi bila
hidrosefalus atau perdarahan ventrikuler.
Perdarahan
Subarakhnoid.
1. Lihat
protokol gadar.
2. Sistole
±150 : Nitropruida 1-6/kg/menit.
3. LP bila CT negatif.
4. Hidrosefalus akut : Ventrikulostomi segera.
5. Angiografi 4 pembuluh.
6. Operasi dalam 24 jam. Bila vasospasme, tunda
10-12 hari.
Perawatan intensif
Perawatan intensif pada SAH berperan lebih penting dibanding
semua kelainan bedah saraf lain.
1. Ekspansi volume :
Albumin 5%, 4 X 250 ml.
2. Dilantin 1000
mg. Lanjutkan 300 mg / hari.
3. Nimodipin (?) 1-2
mg/jam/infus atau 60 mg / PO / 4jam.
4. Pemantauan
klinis.
5. Pemantauan
fisiologis.
Pemantauan fisiologis :
1. Tekanan darah.
2. Tekanan vena
sentral.
3. T.I.K. : Bila
ventrikulostomi terpasang.
4. Dopler
transkranial.
5. Aliran darah
serebral.
Vasospasme :
Terapi triple ‘H’ :
1. Hipervolemi :
-
ALBUMIN 5%, 4x250 ml. CVP 10 mmHg.
-
PCWP 15 mmHg.
2. Hemodilusi : HT
33 - 37 %.
3. Hipertensi :
Sistol 170 - 220 mmHg.
Gagal : Angioplasti transluminal.
Kelainan
Serebrovaskuler Oklusif (Stroke trombo-embolik)
1. Lihat protokol gawat darurat.
2. Euvolemik. Hidrasi dengan NaCl 0.9 / 0.45%.
3. Obat-obat protektif serebral :
Nimodipin dan pembersih radikal bebas lain.
Ketamin.
4. Tindakan bedah : Sebelum 4-6 jam sejak
serangan :
a.
A. Serebral Medial : Pintas A. Temporal superfisial,
atau
Embolektomi.
b. PICA/AICA/SCA/PCA : Pintas A.
Oksipital.
c. A. Karotis : Endarterektomi Karotid.
d. Arteria lain : tPA :
10mg/2'-30mg/60'-40mg/120' IV.
Pengelolaan Gawat Darurat Cedera Kepala
Lihat protokol diatas untuk tindakan gadar.
Kejang :
Saat atau segera post trauma : tanpa terapi.
Kejang lama atau berulang :
Diazepam 10 mg/bolus/IV. Bila kejang
lagi, ulang satu kali.
Fenitoin diberikan sesegera mungkin : 1
gr/IV (50 mg/menit)
dengan monitor tekanan darah dan
EKG.
Bila gagal : Fenobarbital atau
anestetik.
Dosis anak-anak sesuaikan.
Gelisah :
Cari dan atasi hipoksia dan sumber
nyeri.
Klorpromazin 10 - 25 mg/IV. Awasi hipotensi.
Hipertermia :
Menggigil : berikan
Klorpromazine.
Luka skalp
A. Perdarahan :
Hemostat, ligasi, ban elastik.
B. Inspeksi luka :
Penglihatan langsung.
Tidak boleh eksplorasi dengan
alat atau jari.
Cari CSF.
Perawatan luka :
Irigasi debris.
Jangan angkat fragmen tulang.
Tindakan bedah definitif :
Tidak berlaku bila mati batang
otak
1. Interval lucid (Bila CT tak
tersedia segera).
2. Herniasi Unkal (pupil / motor
tidak ekual).
3. Fraktura depress terbuka.
4. Fraktura depress tertutup > 1
tabula/1 cm.
5. Massa intrakranial dengan
pergeseran garis tengah 5 mm.
6. Massa ekstra aksial 5 mm, uni / bilateral.
7. #5, #6 < 5 mm, tapi
mengalami perburukan / sisterna basal
terkompres.
8. Massa lobus temporal 30 ml.
Cedera medulla spinal Dan Tulang belakang
Survei Primer dan Resusitasi
Sesuai protokol trauma.
Hipotensi atasi dengan :
Dopamin atau nimodipin
Hati-hati ekspansi cairan
bila syok spinal.
Kateter indwelling hanya
sampai sirkulasi stabil (1 - 2 hari).
Selanjutnya intermitten.
Survei Sekunder
1. Ambil riwayat trauma.
2. Pemeriksaan :
CS,
pupil, motorik, sensorik, sacral sparing, refleks.
3. Tentukan level cedera kord spinal.
4. Pemeriksaan khusus pada level cedera :
X-ray
tulang belakang : AP/lateral.
Bila
indikasi operasi : Myelografi AP/lateral atau CT-MM.
5. Tentukan jenis cedera :
1.
Cedera tulang stabil, defisit neurologis (-).
2.
Cedera tulang stabil, defisit neurologis (+).
3.
Cedera tulang tidak stabil, defisit neurologis (-).
4.
Cedera tulang tidak stabil, defisit neurologis (+).
Tindakan
1.
Semua kasus dengan defisit neurologis :
Berikan
Metilprednisolon :
30
mg/kg dalam 15 menit. 45 menit kemudian
:
5.4
mg/kg/jam untuk 23 jam selanjutnya.
3.
Kaliper
Gardner-Wells/Crutchfields untuk cedera tulang belakang
leher.
4.
Operasi dekompresi gawat darurat.
Indikasi pemasangan kaliper pada cedera tulang leher :
1.
Immobilisasi fraktur tidak stabil.
2.
Reduksi dislokasi atau subluksasi.
3.
Distraksi foramina intervertebral pada kompressi radikuler.
4.
Mengurangi nyeri akibat cedera jaringan lunak leher.
Indikasi operasi dekompresi gawat darurat
Mielografi
atau CT-MM : Kompressi kord spinal oleh sebab apapun dan pada level manapun
disertai :
1. Defisit neurologis progresif.
2. Cedera kord spinal (defisit neurologis)
tidak total.
SKALA KOMA GLASGOW (GCS):
E/M/V (3 - 15)
E = Membuka mata : Skor :
Spontan
disertai adanya kedip 4
Terhadap
suara 3
Hanya
terhadap nyeri 2
Tidak
ada
1
M = Respon motor terbaik
: Skor :
Ikut perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menghindari nyeri dengan fleksi 4
Respon fleksi abnormal, dekortikasi 3
Respons ekstensi, deserebrasi 2
Tidak ada 1
V = Respons verbal
terbaik :
DEWASA
: Skor :
Orientasi
baik 5
Bingung 4
Kata-kata acak 3
Suara tak berarti 2
Tidak ada 1
V = Respons verbal
terbaik :
ANAK-ANAK
: Skor :
Kata bermakna, senyum, ikut objek 5
Menangis tapi bisa diredakan 4
Teriritasi secara persisten 3
Gelisah, teragitasi 2
Diam saja 1
Skor GCS = E+M+V. Min = 3, Max = 15.
Referensi : Lihat daftar rujukan.