CEDERA
KEPALA PEDIATRIK BERAT:
PERTIMBANGAN
KHUSUS.
Syaiful Saanin.
Dalam banyak aspek, pengelolaan cedera kepala pada anak serupa dengan dewasa. Namun dalam
beberapa hal sedikit berbeda atau sangat khusus. Anak-anak terutama yang
berusia 2 tahun kebawah rentan terhadap komplikasi dan sekuele berat setelah
cedera kepala berat. Banyak dari komplikasi tsb. berkaitan dengan cedera
sekunder otak seperti edema, hiperemia, hipoksia. Akan dibahas pengelolaan
pasien dengan cedera kepala berat
dimana pasien tidak dapat ikut perintah, koma (GCS £ 8), dan tidak dapat
membuka mata.
Mekanisme cedera.
Mekanisme cedera kepala
berat serupa dengan dewasa, namun anak yang tertabrak kendaraan 3 kali
lebih sering dari dewasa. Kecelakaan sepeda juga sering, namun akibat jatuh
tidak sesering dewasa. Walau begitu, derajat kerusakan yang diakibatkan oleh
jatuh tidak sama dengan dewasa.
Evaluasi.
Tindakan serupa dengan dewasa. Menjamin jalan nafas adekuat,
mencegah hipoksia dan hiperkapnia, pemberian cairan intravena atau darah,
tindakan agresif terhadap hipotensi, kontrol temperatur, penilaian dan tindakan
terhadap cedera penyerta, serta transport segera ke RS dengan fasilitas bedah
saraf semuanya wajib dilaksanakan. Oksigen segera diberikan baik melalui masker
ataupun ETT. Pernafasan spontan harus memadai, atau gunakan respirator. Bila
respirator diperlukan, mulai hiperventilasi untuk mempertahankan pCO2
25-30 mmHg. Pada bayi mudah melaksanakannya dengan memberikan inspirasi hingga
dada mengembang penuh secara simetris serta memberikan 30-40 pernafasan per
menit. Gas darah segera diperiksa. Nilai pO2 dikoreksi dengan
oksigen. Asidosis menunjukkan hipoksia berat. Pemeriksaan darah dan urin
dimulai segera agar kelainan bisa segera dikoreksi.
Anak kecil bisa kehilangan sejumlah besar darah baik
keintrakranial, kulit kepala, atau kejaringan lunak sekitar fraktura. Terutama
pada neonatal dan bayi muda, shok dapat
terjadi tanpa tampak perdarahan luar. Karenanya persiapan cairan dan darah harus
memadai. Pada usia ini fraktura tengkorak dapat secara drastis menurunkan
hematokrit hingga terkadang diperlukan transfusi.
Protokol laboratori pada cedera kepala berat :
1.
Darah lengkap beserta hitung jenis.
2.
Amilase.
3.
Creatinin.
4.
Nitrogen urea darah.
5.
Prothrombine time.
6.
Partial thromboplastin time.
7.
Platelet.
8.
Jenis dan x-match 2 kantong darah lengkap.
9.
Gas darah arterial.
Tanda-tanda awal shok ditindak dengan 20 ml/kg RL untuk
mempertahankan sistol 80 mmHg, + 2 kali umur dalam tahun, misal 88 mmHg untuk
usia 4 tahun. Bila hipotensi tetap, ulangi dosis yang sama. Shok berat atasi
dengan 20 ml/kg darah lengkap. Dianjurkan setiap saat menyiapkan donor darah
lengkap universal titer rendah, karena tidak ada waktu untuk melakukan x-match
pada pasien shok.
Terapi cairan intravena :
1. Pemeliharaan cairan normal :
10 kg. Pertama : 100 ml/kg/hari.
10 kg. Kedua
: 50 ml/kg/hari.
Selanjutnya :
20 ml/kg/hari.
2. Bila terjadi shok :
Start 2 jalur
IV.
Pompakan 20
ml/kg RL.
Bila
sistol tetap dibawah 70 :
Ulang bolus
RL.
Bila
sistol tetap dibawah 70 :
Transfusi 20
ml/kg PRC.
Semua pasien dengan cedera kepala otak penetrasi, fraktura
tengkorak depres, semua jenis perdarahan intrakranial, atau GCS 5 atau
kurang harus dipikirkan pemberian anti kejang. Pemberian dini sering mengurangi
komplikasi serius. Tujuannya menghindari kerusakan otak sekunder karena kejang
sangat meninggikan tekanan intrakranial dengan akibat kerusakan otak lebih
lanjut. Fenitoin terpilih karena efek sedatifnya lebih rendah dari
fenobarbital. Dosis pembebanan 15 mg/kg. dengan dosis pemeliharaan 5
mg/kg/hari. Status epileptik diberikan diazepam 0,1 – 0,25 mg/kg, selalu
persiapkan intubasi dan respirator agar seketika bisa digunakan.
Setelah stabilisasi inisial tanda-tanda vital, segera
tegakkan diagnosis. X-ray leher dilakukan di UGD, dan bila kondisi telah stabil
dibuat sken CT yang merupakan tindakan terpilih. Alasannya adalah bahwa lessi
massa harus segera didiagnosis dan ditindak. Lessi massa pada anak tidak
sesering dewasa, namun bermakna, yaitu 25% kejadian.
Setelah patologi diketahui, segera dilakukan tindakan bedah
bila diindikasikan. Sangat tidak diperkenankan menunggu sampai anak menunjukkan
tanda-tanda dekompensasi dalam melakukan tindakan diagnostik dan terapi.
X-ray tengkorak kontroversial. Lazimnya diindikasikan bila :
1.
Tanda-tanda cedera
jaringan lunak.
2.
Tanda-tanda cedera
penetrasi.
3.
Cedera kulit kepala terbuka.
4.
Tanda-tanya atas penyebab datang ke RS.
5.
Cedera kepala diduga
cukup kuat menimbulkan fraktur.
CT bisa menunjukkan kelainan berikut :
A. Lessi massa :
1.
Lessi massa ekstra aksial :
a.
SDH.
b.
EDH.
c.
Tak pasti.
2.
Hematoma Intraserebral.
3.
Kontusi.
B. Bukan lessi massa :
1.
Pneumosefalus.
2.
Perdarahan Intraventrikuler.
3.
Perdarahan Subarakhnoid.
4.
Pergeseran ventrikuler tanpa adanya massa.
5.
Fraktura depres.
6.
Pembengkakan bilateral.
7.
Lain-lain (sista porensefalik).
Selalu pikirkan kelainan penyerta yang juga memerlukan
evaluasi segera.
1.
Fraktura ekstremitas dan atau pelvik.
2.
Trauma dada.
3.
Trauma abdominal.
4.
Fraktura fasial.
5.
Cedera kord spinal.
6.
Cedera kolumna spinal.
7.
Lain-lain.
Semua lesi tsb. menyebabkan hipotensi, karenanya semua anak
dengan shok harus dipikirkan adanya kelainan penyerta dan jangan pikirkan
hipotensi diakibatkan cedera kepalanya. Konsekuensinya semua penyebab harus
segera dicari dan ditindak. Seperti halnya pada dewasa, hipotensi dan hipoksia
harus dicegah secara tepat dengan penggantian volume dan menindak cedera
penyerta.
Beberapa tanda-tanda dan gejala-gejala peninggian tekanan
intrakranial serupa dengan dewasa, lainnya tidak. Ini membantu melihat
bagaimana tiap kelompok mungkin tampil secara klinik dengan lessi massa atau
peninggian tekanan intrakranial lainnya. Pada masing-masing kelompok dapat
tampil dengan tanda-tanda tidak spesifik seperti letargi, muntah dan kelumpuhan
saraf kranial. Namun pada bayi muda tanda-tanda ini mungkin tidak terlokalisir
sebagaimana halnya anak yang lebih besar. Bayi muda umumnya mudah terangsang,
dengan ubun-ubun penuh dan perubahan fungsi vital, sedang anak yang lebih besar
tampil dengan tanda-tanda terlokalisir seperti hemiparesis dan kelumpuhan saraf
ketiga. Dewasa bisa ikut perintah, namun bayi yang muda tidak mengerti apa yang
diharap darinya. Dalam hal ini, pengamatan tingkah-laku dan reaksi terhadap
lingkungan lebih penting dari pada dewasa.
Kriteria Rawat.
Jelas tidak semua cedera kepala pediatrik serius.Kebanyakan
tidak. Karenanya diperlukan beberapa kriteria untuk memutuskan apakah anak
harus dirawat. Evaluasi terhadap semua anak adalah sama :
1.
Riwayat jelas sekitar kejadian serta reaksi anak atas cedera
tsb.
2.
Pemeriksaan neurologis singkat namun adekuat serta pemeriksaan
fisik umum.
3.
Lakukan pemeriksaan radiografi dan laboratorium,
kemudian tentukan apakah anak akan dirawat dan apa tindakan
yang akan diambil. Dengan kriteria rawat dibawah ini, luputnya cedera kepala
berat akan terhindarkan :
1.
Semua defisit neurologis.
2.
Kejang.
3.
Muntah.
4.
Nyeri kepala berat.
5.
Demam.
6.
Fraktura tengkorak.
7.
Pingsan lama.
8.
Perubahan status mental.
9.
Cedera yang tidak bisa dijelaskan (child abuse).
Tindakan.
Agak berbeda dengan dewasa. Lessi massa harus segera dibuang,
dan kebanyakan pasien dipasang monitor tekanan intrakranial. Tanda-tanda vital
dan tekanan intrakranial dipertahankan normal. 12% pasien dengan peninggian
tekanan intrakranial tidak dapat diatasi dengan cara apapun, yaitu
hiperventilasi, drainase ventrikuler, diuretik osmotik dan barbiturat. Sisanya
bereaksi dengan baik. Peninggian tekanan intrakranial terjadi pada pasien baik
kelompok bedah maupun non bedah. Karenanya semua pasien koma harus dipasang
monitor tekanan intrakranial. Kekecualian adalah pasien dengan CT normal serta
tanpa posturing.
Diuretik osmotik mempunyai peran terbatas di UGD khususnya
pada anak-anak karena (1) menyebabkan hiperemia pada daerah otak yang cedera
hingga meninggikan tekanan intrakranial, (2) memalsukan gambaran klinik karena
disaat hematom kecil, gejala belum jelas, otak mengkerut hingga perluasan
perdarahan tidak menimbulkan gejala hingga secara tiba-tiba memburuk dan bisa
mematikan karena hematoma yang sudah besar dan (3) menyebabkan shok pada anak
dengan volume yang sudah berkurang karena perdarahan.
Hal penting lainnya adalah meninggikan kepala kecuali pada
kelainan jantung, posisikan leher pada garis tengah supaya tidak mengganggua
aliran vena juguler dengan akibat peninggian tekanan intrakranial, atasi nyeri
karena tegangan otot bisa berakibat peninggian tekanan intrakranial hingga
terkadang diperlukan paralisis, serta mencari dan mengatasi cedera penyerta
secara bersamaan.
Perawatan Di ICU.
Anak-anak dengan cedera kepala berat sering mati sebelum
tiba di RS atai beberapa jam setelah kejadian. Namun bila ia bertahan dari
cedera primer otaknya sebagian besar akan selamat kecuali bila ada komplikasi
sekunder. Perawatan harus meminimalkan
cedera otak sekunder dan memberikan lingkungan yang baik untuk pemulihan.
Terapi diarahkan untuk mempertahankan aliran darah otak normal, metabolisme
otak normal, dan tekanan intrakranial normal.
Aliran darah otak dipertahankan dengan cara mempertahankan
tekanan perfusi otak > 50 mmHg bila monitor TIK tersedia. Jenis cedera pada
anak-anak yang khas adalah edema malignan atau sindroma hiperemia otak yang
biasa datang dengan GCS rendah. Ini akibat peninggian tekanan intrakranial
karena peninggian aliran darah otak. Ini bisa dikoreksi dengan baik dengan
respirator dan pengontrolan tekanan intrakranial.
Metabolisme otak dipertahankan normal dengan mempertahankan
glukosa dalam batas normal dan pO2 100 mmHg atau sedikit lebih
tinggi.
Indikasi pemasangan monitor TIK adalah bila GCS 5 atau
kurang (kecuali MBO), GCS 6-7 dengan kelainan pada CT. Pada kenyataannya pasien
dengan CT normal biasanya tekanan intrakranialnya normal, namun bila GCS 3-4
walau CT normal tetap dipasang monitor TIK, karena kerusakan otak berat akan
menyebabkan edema otak.
Pasien selalu dipasang jalur arterial agar memudahkan
pemeriksaan gas darah. Bila tekanan intrakranial normal, pCO2 dipertahankan 25-30. Bila kemudian TIK
meninggi diturunkan menjadi 21-25 mmHg. Bila TIK normal, pCO2 21-25
akan menghilangkan peluang tindakan pada saat TIK meninggi.
Paralisis otot terkadang bermakna menurunkan TIK karena
penurunan aliran darah otak pada pasien yang tekanan intrakranial sudah
disebelah kanan kurva. Kejang ditindak seperti telah dijeskan dimuka.
Diuretik osmotik untuk pasien yang sudah dirawat di ICU juga
efektif menurunkan TIK. Dosis bervariasi, namun biasanya 0.25-0,5 g/kg dan
dapat diulang tiap 4-6 jam, dibantu lasix 1 mg/kg. Pemberian mannitol berulang
harus dengan pengawasan osmolaritas yang diperiksa setiap 4 jam antara 300-320
mOsm. Harus diingat mudahnya terjadi dehidrasi hingga harus dipertahankan
normovolemia. Walau restriksi cairan penting dalam pengelolaan tekanan
intrakranial, harus dilakukan dengan pengawasan ketat. PRC atau plasma bisa
digunakan mempertahankan volume darah fisiologis.
Monitor CVP harus dipasang untuk membantu pengelolaan
cairan. Pada kebanyakan neonatus dan bayi, CVP secara tepat menunjukkan fungsi
cairan dan fungsi jantung kiri.
Barbirturat efektif mengurangi TIK karena menyebabkan
vasokonstriksi dan ia juga mengurangi metabolisme otak hingga mengurangi aliran
darah otak . Pentobarbital digunakan bila pasien tidak bereaksi terhadap
tindakan lain, yaitu bila prognosis buruk dengan melakukan koma barbiturat, diberikan 3-5 mg/kg untuk
pembebanan diikuti 0,5-3,0 mg/kg/jam, dengan mempertahankan kadar darah 35-50
mg/ml. 15% pasien tidak bereaksi dengan tindakan ini yang berarti hasil akhir
yang buruk.
Banyak pasien mengalami syndrome of inappropriate ADH
pada awal perjalanan klinisnya, dengan ditandai kejang dan rendahnya kadar
sodium. Pasien parus diawasi ketat. Karenanya elektrolit diperiksa setiap hari
pada 24 jam pertama. Penurunan output urin dan rendahnya kadar pO2 juga pertanda lain terjadinya SIADH. Cairan
IV harus mempertahankan kadar sodium normal.
Komplikasi.
Kompilikasi utama sesuai frekuensinya :
1.
Pneumonia.
2.
Meningitis ventrikulitis.
3.
Infeksi saluran kemih.
4.
Perdarahan gastrointestinal.
5.
Sepsis gram negatif.
6.
Kebocoran CSS.
Tampak komplikasi paru-paru paling utama. Ini umum terjadi
pada anak dengan cedera kepala berat dengan koma lama. Fisioterapi dada agresif
harus segera dimulai, seperti juga jalan nafas. Bila koma untuk waktu yang
lama, lakukan trakheostomi. Semua anak dengan demam disertai kemungkinan
infeksi SSP harus ditindak seperti pada infeksi SSP. Buktikan dengan kultur
CSS. 8% infeksi adalah akibat kateter ventrikuler, dan 10% adalah karena
fraktura basis tengkorak, kebocoran CSS, dan infeksi luka operasi.
Dari sejumlah komplikasi tsb. tampak bahwa perawatan cedera
kepala berat adalah kompleks dan banyak tuntutan. Penting bahwa semua kelainan
yang menyertai harus didiagnosis segera dan ditindak secara agresif.
Hasil Akhir.
Hasil akhir pada anak-anak lebih baik dari dewasa dengan
cedera kepala serupa. Alasannya mungkin lebih sedikit lessi massa yang perlu
tindakan bedah pada anak-anak. Hal lain mungkin SSP anak-anak untuk tingkat
tertentu pemulihan fungsinya terjadi lebih baik. Mungkin juga anak-anak kurang
mengalami komplikasi medis berat saat koma. Bila anak mati, hampir pasti
disebabkan cedera otak dibanding sekunder akibat komplikasi medis.
MASALAH SPESIFIK PADA CEDERA KEPALA ANAK-ANAK.
Child abuse.
Orang dewaa bisa mencederai anak dalam berbagai tingkat
kegawatan, salah satunya berakibat cedera kepala sebagai cedera utama. Karena
wajib mengidentifikasi anak yang disiksa sejelas mungkin, perlu waspada akan
terjadinya dan bagaimana terjadinya penyiksaan. Hal ini akan memberi
kewaspadaan akan terjadinya child abuse :
1.
Penyebab cedera tidak dapat diterangkan.
2.
Keterlambatan yang jelas dalam mencari pertolongan.
3.
Cedera yang jelas berbagai bagian anggota tubuh bersamaan
dengan cedera kepala sedang atau ringan.
4.
Radiograf menunjukkan berbagai usia cedera.
5.
Anak dilaporkan sebagai tiba-tiba menjadi lemah atau pincang.
Anak biasanya tidak mengalami cedera kepala bila jatuh dari
ketinggian rendah. Bila riwayat anak jatuh dari sofa, harus curiga bila anak
dalam koma. Orang-tua biasanya tidak terlambat mencari pertolongan, berlawanan
dengan yang menyiksa anaknya yang datang terlambat dengan berbagai alasan. Anak
tidak biasanya setelah mengalami cedera kemudian tiba-tiba menjadi lemah
kecuali ia mendapat serangan kejang. Mereka umumnya memberat, hingga berbagai
tingkat ancaman herniasi dan koma. Karenanya bila salah satu dari yang tertera
diatas dijumpai, segera singkirkan kemungkinan child abuse sebagai penyebab
cedera kepala.
Fraktura Tengkorak.
Seperti pada dewasa, fraktura tengkorak linier menunjukkan
terjadinya benturan berat. Walau fraktura semata tidak memerlukan tindakan,
pasien harus dirawat untuk pengamatan. Sudah dibuktikan kerusakan intrakranial
berat terjadi pada 9-11% kasus baik dengan atau tanpa fraktura. Fraktura
basiler terjadi pada 3-4% anak dengan cedera kepala. Biasanya tampil dengan
perdarahan dibelakang membran timpani atau kombinasi dengan hematoma dibelakang
telinga (tanda Battle), ekkhimosis periorbital, atau kebocoran CSS sebagai
otorea atau rinorea. Saraf otak ketujuh atau kedelapan mungkin kena. Pasien
harus dirawat dan diawasi akan terjadinya meningitis bakterial. Bila terjadi
kebocoran CSS, dianjurkan pemberian antibiotika, biasanya penisilin atau
turunannya.
Fraktura depres ditindak seperti dewasa, kecuali bila
terjadi pada bayi baru lahir dengan fraktura kecil didaerah yang aman yaitu
temporal.
Sista leptomening jarang, namun penting, sebagai komplikasi
fraktura tengkorak. Biasa pada anak dibawah 3 tahun dan berhubungan dengan
fraktura diastatik yang panjang. Tandanya adalah terabanya pembengkakan yang
tidak nyeri yang makin lama makin besar. Terjadinya adalah karena robekan dura
dan arakhnoid diikuti pembesaran fraktura dan erosi tulang akibat pulsasi otak.
Perbaikan secara bedah.
Cedera Lahir.
Lesi bedah-saraf tersering pada neonatus adalah fraktura
tengkorak. Fraktura linier tidak begitu penting. Fraktura depres ditindak
seperti diatas bila besar dan menekan otak, atau bila terjadi didaerah yang
secara neurologis penting. Darah bisa terkumpul dibawah galea sebagai hematoma
subgaleal atau dibawah periosteum sebagai hematoma periosteal akibat trauma
saat dilahirkan. Bila besar dapat berakibat anemia atau hiperbilirubinemia pada
neonatus yang kecil. Pasien ini biasanya hanya diobservasi. Jarang
diindikasikan tindakan bedah seperti aspirasi atau drainasi.
Cedera Kepala Tertutup.
Mungkin cedera kepala tersering pada usia anak-anak adalah
cedera kepala tertutup relatif ringan. Kadang-kadang dikelompokkan kedalam
konkusi, yaitu kehilangan sementara kesadaran diikuti pemulihan neurologis
sempurna kecuali mungkin amnesia.
Istimewa pada anak adalah beratnya reaksi sistemik terhadap
cedera kepala dibanding dewasa. Bayi dan balita sering menampakkan pucat,
muntah, atau mengantuk berat bahkan akibat cedera kepala sangat ringan.
Kesulitan merawat pasien ini adalah kita tidak tahu pertambahan beratnya trauma
SSP atau apakah kelainan terus berlanjut.
Seperti dijelaskan sebelumnya, anak harus dievaluasi secara
penuh. Foto tengkorak dilakukan untuk mengetahui adanya fraktura, dan bila
gejala cukup bermakna, anak dirawat, periksa sken CT, dan observasi selama 24
jam.
Bila anak tidak dirawat, orang-tua harus mendapat instruksi
tanda-tanda perburukan neurologis.Cedera kepala tertutup berat, lebih sangat
serius.Tindakan sama dengan dewasa. Keistimewaan anak dengan cedera kepala
tertutup berat, sken CT mungkin memperlihatkan pembengkakan otak difus.
Majoritas pasien ini mengalami hiperemia dan vasodilatasi pada
serebrovaskulatur yang akan meninggikan tekanan intrakranial. Ini terjadi
antara hari 1-5 setelah cedera.
Hematoma Ekstradural.
Terjadi sedikit lebih sering pada anak-anak dibanding
dewasa. Tampilan klinis seperti dewasa. Diagnosis berdasar CT bila ada cukup
waktu ; bila perburukan sangat cepat pasien langsung dioperasi. Pasien dengan
lessi massa diberikan mannitol, hiperventilasi dengan intubasi dan segera
dioperasi.
Hematoma Subdural.
Pada balita dan remaja, tampilan serupa dengan dewasa. Namun
pada bayi sangat muda, tampilan secara umum lebih difus. Tampak pucat dengan
fontanel penuh dan mungkin disertai defisit neurologis. Diagnosis dengan CT dan
tidak dengan tap diagnostik. Hematoma subdural kronik pada anak lebih sering
dibanding yang akut. Cedera merupakan etiologi penting namun sulit menentukan
waktu yang tepat serta jenis cederanya. Tanda-tanda dan gejala-gejala khas
tidak terlokalisir dan sub akut,yaitu muntah, mudah terangsang, gagal tumbuh,
kejang, dan pembesaran kepala pada anak yang suturanya belum menutup. Fontanel
pada bayi juga menonjol.
CT adalah tindakan diagnostik terpilih. Setelah diagnosis
ditegakkan, segera alirkan dengan pintas subdural-peritoneal untuk mengurangi
tekanan intrakranial serta mengatasi masalahnya. Bila proteinnya tinggi, dapat
tanpa menggunakan katup.
Indikasi operasi darurat.
1.
Interval lucid (bila CT tidak tersedia segera).
2.
Herniasi unkal (pupil/motor tidak ekual).
3.
Fraktura depres terbuka.
4.
Fraktura depres tertutup lebih dari 1 tabula.
5.
Massa intrakranial dengan pergeseran garis tengah 5mm atau
lebih.
6.
Massa ekstra aksial 5 mm atau lebih, uni/bi lateral.
7.
#5/#6 kurang dari 5 mm tapi mengalami perburukan atau sisterna
basal terkompres.
8.
Massa lobus temporal 30 ml Atau lebih.
Indikasi tidak berlaku bila MBO.
Hasil Akhir.
Umumnya lebih baik dari dewasa bila berat traumanya ekual,
mekanisme cedera sama, dan tindakan yang sama. Adanya serta jenis lessi massa
berpengaruh pada hasil akhir. Lessi massa lenbih jarang dibanding pada dewasa.
Kematian juga lebih kecil pada anak-anak. Paling jelas adalah pada anak dengan
flaksid serta pupil berdilatasi dan tanpa reaksi terhadap cahaya, mortalitas
hanya 33%.
Pendekatan tindakan pada semua anak dengan cedera kepala
berat harus segera ditindak dengan usaha maksimal. Bahkan anak dengan cedera
yang membinasakan secara mengejutkan dapat pulih dengan baik.
Membicarakan anak-anak dengan cedera kepala, lakukan :
1.
Perawatan bedah-saraf intensif.
2.
Sebagian seperti merawat orang dewasa yang kecil, namun
kebanyakan adalah unik hingga pengenalan masalah yang khusus tsb. harus
diutamakan.
3.
Anak-anak sering secara mengejutkan membaik bahkan dengan
cedera kepala sangat berat, karenanya diindikasikan usaha maksimal dalam arti
diagnosis segera, tindakan agresif, serta rehabilitasi maksimal.
4.
Pencegahan anak kecil untuk tidak jatuh, ikat pinggang
pengaman sesuai usia, mengawasan ketat pada anak (tidak bermain dijalan) akan
memastikan menurunnya kesakitan dan kematian pada anak.
Catatan :
Respon Verbal Terbaik pada GCS anak.
5 = kata-kata bermakna, senyum, ikut objek.
4 = Menangis tapi bisa diredakan.
3 = Teriritasi secara menetap.
2 = Gelisah, teragitasi.
1 = Diam saja.
Referensi : Lihat daftar rujukan.