Search term:
Case-sensitive - yes
exact fuzzy

SMF Bedah Saraf RSUP Dr. M. Djamil, Padang. Kuliah Blok 18/09.
Kehalaman Utama

 

KELAINAN DEGENERATIF SARAF TEPI
NEUROPATI SARAF TEPI

DEFINISI
Neuropati saraf tepi adalah proses degenerasi saraf tepi yang mempersarafi terutama otot bagian distal ekstremitas.

DESKRIPSI
Sindroma ini berhubungan dengan degenerasi dari akson dan selubung mielin. Walau neuropati saraf tepi dapat terjadi pada semua usia, insidens tertinggi adalah pada pria antara usia 30-50 tahun. Onset biasanya perlahan, pasien biasanya mengkompensasi dengan menambah penggunaan otot yang sehat. Sistema saraf tepi adalah jaringan saraf untuk semua gerakan (saraf motor) dan sensasi (saraf sensori). Jaringan saraf ini berhubungan dengan SSP melalui batang otak dan pada beberapa tempat sepanjang kord spinal. Ia menuju berbagai bagian tubuh. Saraf perifer membentuk komunikasi antara otak dan organ, pembuluh darah, otot dan kulit. Perintah otak dihantarkan oleh saraf motor, dan informasi dihantar kembali keotak oleh saraf sensori. Kerusakan saraf tepi dapat mengganggu komunikasi antara daerah yang diurusnya dengan otak. Ini bisa mengganggu kemampuan untuk menggerakkan otot atau untuk merasakan sensasi. Ini bisa menimbulkan sensasi nyeri sepanjang saraf tepi yang rusak. Neuropati saraf tepi adalh istilah yang digunakan untuk menjelaskan kerusakan saraf tepi namun tidak mengenai otak atau kord spinal. Pada kerusakan minor, bisa berupa nyeri terbakar, sedangkan pada kerusakan mayor dapat berakibat gangguan keseimbangan atau kelemahan otot dan bahkan kelumpuhan. Bisa terjadi kerusakan pada saraf secara tunggal, seperti pada sindroma terowongan karpal, atau terjadi kerusakan pada banyak saraf sekaligus seperti pada sindroma Guillain-Barre.

ANATOMI SARAF TEPI
Saraf tepi terdiri dari fasikel-fasikel yang berisi akson-akson baik yang bermielin maupun tidak. Endoneurium adalah sejumlah kecil matriks yang terletak diantara masing-masing akson. Perineurium adalah selubung yang dibentuk oleh sel-sel khusus serupa serabut yang mengikat akson-akson dalam masing-masing fasikel dalam satu kesatuan. Epineurium adalah jaringan ikat yang menyelubungi keseluruhan batang saraf dan membentuk septa jaringan ikat vaskuler yang melintas saraf dan memisahkan fasikel satu sama lain.
Akson yang lebih tebal dari satu mikron pada SSP dan SST adalah bermielin. Mielin adalah selubung spiral membran sel yang membungkus sekeliling akson. Pada SSP, mielin dibentuk oleh sel oligodendroglia dan pada SST oleh sel Schwann. Tiap oligodenrosit membentuk segmen multipel dari mielin yang membungkus beberapa akson. Tiap sel Schwann membentuk satu segmen mielin. Ini salah satu alasan mengapa mielin saraf perifer beregenerasi lebih efisien. Nodus Ranvier adalah daerah yang terputus antara selubung mielin berdekatan dimana akson tidak diselubungi mielin. Akson yang tidak bermielin diselubungi sitoplasma sel Schwann, namun tidak ada penyelubungan spiral dari membran sel Scwann disekelilingnya.
Struktur mielin SSP dan SST umumnya sama. Mielin dibentuk oleh 70% lemak dan 30% protein. Ada perbedaan penting protein mielin pada SSP dan SST. Perbedaan ini menjelaskan mengapa reaksi alergi pada mielin SST tidak menyebabkan demielinasi sentral dan sebaliknya, dan mengapa kelainan metabolik bawaan protein mielin yang mengenai saraf tepi tidak merusak mielin sentral. Disisi lain, lemak adalah serupa antara mielin SSP dan SST. Untuk alasan ini, kelainan metabolik lemak mielin, seperti pada leukodistrofi metakhromatik, mengenai baik substansi putih sentral maupu saraf tepi.
Selubung mielin berfungsi sebagai isolator listrik, mencegah arus pendek antara akson. Lebih penting, ia memfasilitasi konduksi. Nodus Ranvier adalah satu-satunya titik dimana akson tidak tertutup mielin dan ion-ion dapat berpindah diantaranya dan cairan ekstraseluler. Depolarisasi membrana aksonal pada nodus Ranvier memperkuat potensial aksi yang dihantarkan sepanjang akson dan ini adalah dasar konduksi saltatori (meloncat).

POLA PATOLOGIS SARAF TEPI
Patologi neuropati saraf tepi mengikuti tiga pola dasar : Degenerasi Wallerian, aksonopati distal, dan demielinasi segmental.

Degenerasi Wallerian
Badan sel neuronal memelihara akson melalui aliran aksoplasma. Bila akson terputus, maka bagian distalnya, termasuk selubung mielin, mengalami beberapa perubahan yang menyebabkan disintegrasi struktur serta degradasi kimia yang lengkap. Perubahan juga terjadi pada badan neuronal. Retikulum endoplasmik kasar mengalami disagregasi dan badan sel membulat. Sitoplasma mejadi lebih bening dan inti bergeser keperifer sel. Proses ini disebut khromatolisis sentral dan menunjukkan aktifasi sintesis protein dalam usaha meregenerasi akson. Protein sitoskeletal dan material lain menuju akson. Puntung proksimal memenjang 1-3 mm per hari. Sel Schwann didistal daerah yang putus berproliferasi dan membentuk mielin baru.
Derajat regenerasi dan pemulihan tergantung berapa baik ujung-ujung yang putus bertemu dan pada luasnya cedera jaringan lunak serta jaringan parut sekitar area yang putus. Bila rekonstruksi tidak baik, proliferasi kolagen tidak terkontrol, prosesus sel Scwann dan pertumbuhan aksonal mengisi celah, membentuk neuroma traumatika. Degenerasi Wallerian semula dijelaskan pada aksotomi eksperimental. Neuropati yang khas disertai degenerasi Wallerian adalah yang disebabkan trauma, infark saraf tepi (mononeuropati diabetik, vaskulitis) dan infiltrasi neoplastik.

Aksonopati Distal.
Degenerasi akson dan mielin dimulai pertama pada bagian distal akson dan, bila abnormalitas menetap, akson mengalami ‘dies back’. Ini menyebabkan kehilangan sensori (stocking-glove) dan kelemahan yang khas didistal. Neurofilamen dan organel terkumpul di akson yang berdegenerasi (mungkin karena terhentinya aliran aksoplasma). Terkadang akson menjadi atrofi dan hancur. Aksonopati distal yang berat menyerupai degenerasi Wallerian. Pada tingkat lanjut, terjadi hilangnya akson yang bermielin. Beberapa neuropati klinis disebabkan obat-obatan dan racun industri seperti pestisida, akrilamid, fosfat organik, serta larutan industri, khas dengan aksonopati distal.
Aksonopati distal diperkirakan disebabkan patologi badan neuronal berakibat ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan metabolik akson. Ini menjelaskan mengapa kelaian dimulai dari bagian yang paling distal dari saraf, dan akson besar yang memiliki kebutuhan metabolik dan nutrisi lebih tinggi lebih parah terkena. Namun ini belum terlalu jelas. Sulit membayangkan badan neuronal yang relatif sangat kecil dapat memelihara kebutuhan metabolik akson dengan massa yang besar. Selain itu badan sel tergantung pada akson distal serta sinapsnya untuk interaks trofik yang menjaganya tetap hidup dan berfungsi.

Demielinasi Segmental
Semula dijelaskan pada percobaan keracunan timbal, khas dengan hancur serta hilangnya mielin pada beberapa segmen. Akson tetap intak dan tidak ada perubahan pada badan sel. Hilangnya konduksi saltatori akibat demielinasi segmental mengakibatkan penurunan kecepatan konduksi serta terjadinya hambatan konduksi. Kelainan terjadi cepat namun reversibel karena sel Schwann membentuk mielin baru. Namun pada banyak kasus, demielinasi menyebabkan hilangnya akson dan defisit permanen. Sarafnya sendiri, pada demielinasi segmental, memperlihatkan akson yang tidak bermielin, regenerasi mielin yang tipis, ‘onion bulbs’, dan pada kasus berat, hilangnya akson. Kondisi mielin dapat dinilai dengan preparat berkas serabut pada saraf tepi dan dengan mikroskop elektron. Neuropati khas dengan demielinasi segmental termasuk neuropati inflamatori akut dan kronik, neuropati difteritik, leukodistrofi metakhromatik, dan kelainan Charcot-Marie.
Formasi ‘Onion Bulb” adalah lapisan konsentrik prosesus sel Schwann dan kolagen sekitar akson. Proliferasi ini disebabkan dimielinasi segmental berulang serta regenerasi mielin dan dapat menyebabkan penebalan hebat saraf tepi (neuropati hipertrofik). Akson sentral sering mengalami demielinasi atau memiliki lapisan tipis mielin. Formasi onion bulb adalah pertanda histologis kelainan Charcot-Mariee-Tooth, namun juga tampak pada neuropati herediter lain (kelainan Dejerine-Sotta, kelainan Refsum), neuropati diabetik, dan pada neuropati demielinatif inflamatori kronik.
Patologi neuropati saraf tepi berdampak pada kord spinal. Neuropati aksonal akut menyebabkan khromatolisis sentral. Neuropati aksonal dan aksonopati distal mengenai neuron bipoler ganglia akar dorsal menyebabkan degenerasi akson sentral neuron tsb. pada traktus grasilis dan kuneatus dari kord spinal. Lesi ini berhubungan dengan hilangnya sensasi posisi dan vibrasi serta ataksia sensori.
Neuropati dapat diklasifikasikan berdasar perubahan patologis aksonal (degenerasi Wallerian dan aksonopati distal), demielinatif, atau campuran.

PEMERIKSAAN NEUROPATI SARAF TEPI
Sasaran pemeriksaan neuropati saraf tepi adalah menetapkan diagnosis neuropati periferal, menentukan apakah proses aksonal atau demielinatif, serta mencari penyebabnya.
Secara klinis, neuropati menyebabkan kelemahan serta atrofi otot, hilangnya sensasi atau perubahan sensasi (nyeri, parestesia), dan kelemahan atau hilangnya refleks tendon. Pemeriksaan konduksi saraf dapat membedakan neuropati demielinatif (perlambatan kecepatan konduksi atau blok konduksi) pada neuropati aksonal (amplitudo potensial aksi rendah). Elektromielografi (EMG) dapat membedakan atrofi denervasi dari kelainan otot primer. Pemeriksaan CSS membantu terutama pada neuropati demielinatif inflamatori. Karena akar kranial dan spinal terendam pada CSS, neuropati demielinatif yang mengenai akar akan menyebabkan peninggian protein CSS. Inflamasi akar saraf juga menyebabkan pleositosis CSS. Pengambilan riwayat teliti dengan penekanan pada riwayat keluarga, paparan lingkungan, serta penyakit sistemik, dikombinasi dengan pemeriksaan neurologis serta laboratorium dapat menentukan etiologi pada kebanyakan neuropati saraf tepi. Bila diagnosis meragukan, biopsi saraf dengan mikroskop cahaya, mikroskop elektron, morfometri, dan preparat berkas serabut dapat memberikan informasi definitif lebih banyak. Saraf sural biasanya dipilih untuk biopsi karena letaknya superfisial serta mudah ditemukan dan merupakan saraf yang predominan sensori. Biopsi saraf sural meninggalkan bercak hipestesia pada aspek lateral kaki yang biasanya ditolerasi dengan baik.
Neuropati diabetik dan lainnya mengenai terutama serabut kecil bermielin dan yang tidak bermielin yang menghantar sensasi nyeri dan suhu. Degenerasi pada ‘neuropati serabut kecil’ ini mengenai serabut saraf bagian yang paling distal yang dijumpai pada berbagai organ dan jaringan (serabut somatik) dibanding serabut pada saraf utama. Pemeriksaan konduksi saraf serta EMG pada setiap kasus mungkin normal dan biopsi saraf sural bisa sulit diinterpretasikan. Diagnosis bisa ditegakkan dengan biopsi kulit. Sekitar 3-4 mm kulit diambil dengan punch dan dipotong dengan mikrotom. Potongan diuji dengan antibodi terhadap Protein Gene Product 9.5 yang menampilkan serabut saraf kecil yeng menembus epidermis. Kepadatan serabut ini berkurang pada neuropati serabut kecil.
Perubahan patologis pada kebanyakan neuropati saraf tepi (degenerasi aksonal, demielinasi aksonal atau kombinasinya) tidak spesifik. Pada neuropati aktif makrofag membuang debris mielin dan akson. Kebanyakan neuropati aksonal lanjut memperlihatkan hilangnya akson yang bermielin serta bertambahnya kolagen endoneurial. Beberapa neuropati demielinatif kronik memperlihatkan perubahan hipertrofik. Karenanya pada kebanyakan neuropati, biopsi saraf sural hanya dapat menentukan diagnosis neuropati dan membedakan neuropati aksonal dari demielinatif serta neuropati akut dari yang kronis, namun tidak dapat menentukan penyebab neuropati. Hanya beberapa neuropati memperlihatkan perubahan patologis yang khas untuk kelainannya setelah diagnosis yang spesifik. Neuropati ini antaranya neuropati demielinatif inflamatori akut dan kronik, neuropati motor dan sensori herediter, vaskulitis, neuropati sarkoid, leprosi, neuropati amiloid, invasi neoplastik kesaraf tepi, leukodistrfi metakhromatik, adrenomieloneuropati, dan neuropati aksonal raksasa.

PENYEBAB
Ada beberapa penyebab neuropati saraf tepi. Antaranya cedera mendadak, tekanan berkepanjangan pada saraf, dan destruksi saraf akibat penyakit atau keracunan. Penyebab tersering neuropati saraf tepi adalah diabetes mellitus, defisiensi vitamin, alkoholisme yang bersamaan dengan gizi buruk, dan kelainan bawaan. Tekanan pada saraf dapat akibat tumor, pertumbuhan tulang abnormal, penggunaan kast atau kruk, atau postur paksa karena kekakuan untuk jangka yang lama. Artritis rematoid, vibrasi berlebihan dari peralatan berat, perdarahan pada saraf, herniasi diskus, terpapar dingin atau radiasi, dan berbagai jenis kanser juga dapat menekan saraf. Neuropati saraf tepi yang umum, parestetika meralgia, khas dengan sensasi terbakar, baal, dan sensitifitas bagian depan paha. Mikro-organisme dapat menyerang saraf secara langsung dengan akibat kerusakan saraf tepi. Penyebab lain adalah bahan toksik, termasuk logam berat (timbal, air raksa, arsen), karbon monoksida, dan pelarut.

Penyebab Utama Neuropati Saraf Tepi
1. Otoimmunitas (poliradikuloneuropati demielinatif inflamatori).
2. Vaskulitis (kelainan jaringan ikat).
3. Kelainan sistemik (diabetes, uremia, sarkoidosis, myxedema, akromegali).
4. Kanser (neuropati paraneoplastik).
5. Infeksi (leprosi, kelainan Lyme, AIDS, herpes zoster).
6. Disproteinemia (mieloma, krioglobulinemia).
7. Defisiensi nutrisional serta alkoholisme.
8. Kompresi dan trauma.
9. Bahan industri toksik serta obat-obatan.
10. Neuropati keturunan.

GEJALA
Biasanya mulai bertahap dalam beberapa bulan. Sensasi rasa terbakar atau ditusuk-tusuk (tingling) biasa mulai dari jari kaki atau tumit dan menyebar keproksimal. Terkadang mulai dari tangan dan menyebar kelengan. Rasa baal bisa menyebar dengan cara serupa. Kulit bisa menjadi sensitif, bahkan sentuhan ringan dapat menimbulkan nyeri. Pada bentuk berat, kelemahan otot secara bertahap bisa terjadi. Risiko khusus adalah bahwa beberapa bagian tubuh dapat mengalami cedera tanpa penderita menyadari hingga menjadi terinfeksi atau ulserasi. Pada DM, gejala neuropati saraf tepi mungkin tidak tampil hingga 15-20 tahun setelah onset. Defisiensi vitamin B12 berat, dikenal sebagai anemia pernisiosa, terjadi bila tubuh tidak dapat mengabsorbsi vitamin B12 sebanyak yang dibutuhkan. Gejala khas sebelum onset neuropati saraf tepi terjadi adalah kepucatan, kelemahan, lesu, mengantuk, sesak nafas. Kulit bisa menjadi kuning, dan mulut serta lidah terasa nyeri.

Neuropati Diabetika
Penyebab paling sering neuropati diklinik adalah diabetes. Neuropati saraf tepi terjadi pada lebih dari setengan diabetik lama. Diabetes menyebabkan beberapa jenis neuropati, termasuk poli neuropati simetrik kronik, neuropati proksimal (amiotrofi diabetika), mono neuropati, dan radikulopati kranial. Patogenesis neuropati diabetika kurang dimengerti. Kebanyakan berdasar iskemia. Temuan menonjol neuropati diabetika adalah penebalan arteriola akibat bertambahnya deposisi material membran basal, serupa dengan perubahan yang terjadi pada arteriola otak dan kapiler glomerular. Perubahan glikasi (pengikatan gula dengan protein / lemak) non enzimatik struktur neural dan perubahan biokimia lain pada diabetes mungkin berperan.

Neuropati Demielinatif Inflamatori
Neuropati jarang. Diduga kelainan immun dimana antibodi dan activated T-lymphocytes bereaksi terhadap antigen yang ada pada saraf tepi, meningkatkan reaksi inflamatori dan makrofag yang menghancurkan mielin dan akson. Bukti kuat reaksi immun humoral pada neuropati ini adalah bahwa penggantian plasma berakibat pada perbaikan klinis yang bermakna. Peran serta immunitas seluler ditegaskan dengan adanya T-lymphocites sekitar pembuluh darah saraf yang terkena. Dua jenis utama kelompok ini adalah sindroma Guillain-Barre dan neuropati demielinatif inflamatori kronik. Model percobaan neuropati demielinatif, neuritis alergik eksperimental (EAN), dapat ditimbulkan degan menyuntik binatang dengan mielin dan ajuvan Freund atau P2 protein mielin periferal yang dipurifikasi. EAN adalah reaksi imun yang dimediasi sel.

1. Sindroma Guillain-Barre (GBS).
Bukanlah penyakit tunggal. Terdapat beberapa varian : Poli neuropati demielinatif inflamatori akut (AIDP), neuropati aksonal motor akut (AMAN), dan sindroma Miller-Fisher (MFS). AIDP merupakan 90 % dari GBS. Ia dimulai dengan parestesia pada jari-jari kaki dan ujung jari tangan, diikuti kelemahan dan arefleksia yang memberat dengan cepat. Kelemahan mencapai plato (menetap) dalam empat minggu, setelahnya dimulai pemulihan. Beberap kasus adalah ganas, lengkap dalam satu atau dua hari. Pada puncak penyakit ini, kebanyakan pasien lumpuh lengkap dan tidak dapat bernafas. Bahkan dengan perawatan intensif moderen, sekitar 5 % pasien tewas karena paralisis nafas, henti jantung (mungkin karena disfungsi otonom), sepsis, dan komplikasi lain. Sepuluh persen dari yang pulih memiliki kelemahan residual. Walau mudah mendiagnosis jenis yang klasik ini, GBS sering terlalaikan karena tampilan klinis yang atipik seperti oftalmoplegia, ataksia, kehilangan sensori, dan disotonomia. Penggantian plasma (diduga membuang antibodi pertahanan) dan immunoglobulin intravena adalah terapi terpilih. Dua kelainan laboratorium utama pada GBS adalah penurunan kecepatan konduksi saraf atau blok konduksi serta peninggian protein CSS dengan relatif sedikit sel (dissosiasi albuminositologik).
Saraf tepi memperlihatkan sel mononuklir perivenular, demielinasi (protein mielin adalah sumber peninggian protein CSS), dan makrofag. Kerusakan aksonal, yang berperan pada defisit permanen bervariasi dan mungkin berat. Kelainan patologi paling berat pada akar dan pleksus spinal serta kurang nyata pada saraf yang lebih distal. Pada fase pemulihan, saraf memiliki selubung mielin tipis, menunjukkan regenerasi mielin. AMAN memperlihatkan kerusakan akson dengan sedikit inflamasi.
Sekitar 20-30 % kasus GBS didahului infeksi Kompilobakter Jejuni. Sejumlah sama didahului infeksi Sitomegalovirus. Sisanya didahului infeksi Mikoplasma dan infeksi lainnya, atau vaksinasi. Dinding bakteri C. jejuni memiliki gangliosida GM1. Antibodi anti gangliosida tampak pada membrana aksonal pada nodus Ranvier dan pada mielin para nodal. Pertemuan keduanya meninggikan inflamasi yang merusak struktur tsb. Antibodi anti GM1 dijumpai pada serum pasien GBS. GBS setelah infeksi CMV memiliki antibodi anti GM2.

2. Poliradikuloneuropati demielinatif inflamatori kronik (CIDP)
Akibat dari perjalanan kronik atau berulang dalam beberapa bulan atau tahun dan mungkin menyebabkan cacad permanen berat. Pemeriksaan konduksi saraf memperlihatkan penurunan kecepatan hantar, blok konduksi, dan pemanjangan latensi distal dan gelombang F. Pada fase aktif kelainan ini, CSS memperlihatkan peninggian protein tanpa peningkatan sel. Secara patologis, saraf perifer menampakkan demielinasi, mielin tipis (degenerasi tidak lengkap), serta perubahan hipertropik akibat serangan berulang demielinasi dengan interval perbaikan. Pada kasus kronik, terdapat kehilangan aksonal nyata. Inflamasi bervariasi, terkadang tidak ada. Patologi paling berat pada segmen saraf proksimal dan akar spinal dan mungkin tidak tampil lengkap pada biopsi saraf sural. CIDP diduga akibat reaksi oto-imun sel T dan antibodi terhadap antigen mielin yang belum diketahui. Tindakan berupa penggantian plasma, immunoglobulin intravena, serta kortikosteroid.
GBS dan CIDP adalah sejenis MS yang terjadi pada SST. Ini penting karena intervensi penggantian plasma pada saat tepat dapat mencegah kematian pada GBS serta cacad permanen berat pada CIDP. Terdapat kriteria standar untuk diagnosis, berdasar pada klinis, CSS, konduksi saraf serta temuan biopsi.

Neuropati Herediter
Neuropati bawaan adalah jarang sebagai sebuah kelompok, diantaranya adalah kelainan penimbunan lisosomal, kelainan peroksisomal dan amiloidoses familial. Neuropati pada kelainan ini adalah bagian dari defek metabolik sistemik. Pada neuropati bawaan termasuk juga kelompok kelainan yang disebut neuropati motor dan sensori herediter, dimana neuropati adalah kelainan utama atau satu-satunya. Temuan paling sering pada kelompok ini dan pada kebanyakan neuropati familial secara keseluruhan adalah kelainan Charcot-Marie-Tooth

1. Kelainan Charcot-Marie-Tooth (CMT)
Bukan kelainan tunggal, namun adalah kelompok neuropati bawaan yang terbagi tiga fenotip, CMT1, CMT2, dan CMT X-link. CMT1 adalah neuropati tepi bawaan paling sering. Menyerang 1 dari 2.500 orang dan dominan otosomal. Menyebabkan kelemahan dan atrofi otot distal, terutama yang diinervasi saraf peroneal (stork leg), pes cavus, kehilangan sensori, serta tremor aksi pada beberapa kasus. Dimulai pada usia kanak-kanak atau remaja dan berkembang perlahan, mengenai saraf lainnya. Bisa menjalani kehidupan normal. Pemeriksaan hantar saraf memperlihatkan penurunan kecepatan konduksi. Biopsi pada CMT1 memperlihatkan demielinasi, regenerasi mielin (mielin tipis), kehilangan aksonal, dan onion bulb. Pada kasus lama terdapat penebalan saraf yang luas, disebut neuropati hipertrofik.
CMT1 adalah kelainan genetik. Paling sering akibat duplikasi segmen kromosom 17 (17p11.2-p12) yang mengandung gen untuk protein mielin perifer 22 kd, PMP22. Protein ini mungkin berperan dalam diferensiasi sel Schwann. Pasien CMT1 memilki tiga kopi gen normal dan mungkin memproduksi 1.5 kali lebih banyak PMP22 dibanding orang normal. Bentuk lain CMT1 disebabkan mutasi gen PMP22 atau mutasi gen Myelin Protein Zero (MPZ). CMT2 adalah aksonopati distal dengan latar belakang kelainan genetik. CMT X-link disebabkan mutasi protein gap junction, connexin 32. Hilangnya gen PMP22 menyebabkan neuropati herediter dengan gangguan sensor tekanan.
Mutasi otosom dominan dan otosom resesif PMP22, MPZ, dan gen lain menimbulkan CMT3 (kelainan Dejerine-Sottas), sebuah neuropati hipertrofik demielinatif infantil. Kelainan molekuler ini menunjukkan pentingnya protein mielin untuk stabilitas struktur mielin dan memperlihatkan bagaimana perubahan abnormal genetik dapat menyebabkan fenotip yang serupa.

2. Neuropati amiloid familial (FAP)
Adalah kelompok amiloidoses sistemik familial yang mengenai saraf tepi. Terbanyak FAP disebabkan oleh mutasi otosom dominan gen transthyretin pada 18q11. Protein mutan diletakkan dalam bentuk amiloid dan merusak saraf tepi, jantung, ginjal, GIT, dan organ lain. Pada saraf kerusakan amilioid pertama dan paling berat merusak serabut kecil, menyebabkan kehiangan sensasi nyeri dan suhu serta disfungsi otonom. Transthyretin diproduksi oleh hati. Transplantasi hati menghentikan perkembangan penyakit ini.

Neuropati Vaskulitik
1. Poliarteritis Nodosa
Beserta vaskulitides lain sering mengenai saraf tepi menyebabkan mono neuropati tunggal atau multipel (akibat iskemia saraf), poli neuropati asimetrik, serta poli neuropati simetrik distal. Biopsi saraf sural bersamaan dengan biopsi otot memberikan jaringan terbaik untuk menentukan diagnosis vaskulitis. Biopsi saraf adalah diagnostik pada setengah pasien dengan vaskulitis sistemik dan neuropati klinis, dan diagnostik meningkat dengan biopsi otot. Masing-masing biopsi memperlihatkan arteritis necrotizing, infiltrasi inflamatori perivaskuler, perdarahan dengan deposisi hemosiderin, neovaskulerisasi pada arteria epineural, dan berbagai perubahan pada fasikel saraf, tergantung pada berat dan tahap neuropati. Otot memperlihatkan vaskulitis serta atrofi denervasi.

DIAGNOSIS DEGENERASI SST
Biasanya berdasar riwayat yang sesuai dengan penyakit disertai pemeriksaan klinis yang menunjukkan penurunan fungsi saraf tepi.

TINDAKAN TERHADAP SST
Terapi spesifik ditujukan pada penyebab neuropati saraf tepi. Artinya mengatasi penyakit penyebab seperti injeksi teratur vitamin B12 bagi anemia pernisiosa, mengembalikan gula darah kekadar normal pada pasien DM, atau mencegah konsumsi alkohol. Terapi multi vitamin mungkin berguna. Pada kasus berat dengan gangguan permanen, terapi fisik mungkin diperlukan untuk mempertahankan sebanyak mungkin kekuatan otot dan mencegah kaku serta spasme otot. Peralatan mekanik mungkin diperlukan untuk mobilitas. Kulit harus diperiksa teratur dan lecet atau luka terbuka harus diatasi.

RUJUKAN
1. Dimitri P. Agamanolis, MD. in Neuropathology, an illustrated interactive course for medical students and residents. Chapter twelve. Akron Children’s Hospital. Northeastern Ohio Universities College of Medicine.
2. Peripheral neuropathy. Available at Komotv.com.
3. Susan E. Mackinnon, A. Lee Dellon in Surgery of the Peripheral Nerve. Chapter 1 : Anatomy and Physiology of the Peripheral Nerve. Thieme Medical Publishers, New York, 1988.
4. Eric L. Zagger, MD : Morphology, Physiology, and Electrophysiology of Peripheral Nerve Degeneration and Degeneration. In AANS Publications Commitee, Edward C. Benzel, MD, ed. Practical Approaches to Peripheral Nerve. American Association of Neurological Surgeons. 1992.