TRIASE MUSIBAH MASSAL
Syaiful Saanin. IGD / Tim Bencana
/118 / BSB RS Dr. M. Djamil, Padang.
Setiap musibah massal selalu menampilkan bahaya dan
kesulitan yang masing-masing. Perencanaan ini adalah petunjuk umum dalam
mengelola musibah massal. Harus difahami bahwa mungkin diperlukan modifikasi
oleh pemegang komando bila dianggap diperlukan perubahan.
Musibah massal adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien
sakit atau cedera melebihi kemampuan
Sistem Gawat darurat lokal, regional atau nasional yang tersedia dalam
memberikan perawatan adekuat secara cepat dalam usaha meminimalkan cedera atau
kematian. Musibah massal mungkin disebabkan oleh ulah manusia atau alam.
Keberhasilan pengelolaan musibah massal memerlukan perencanaan sistem pelayanan
gawat darurat lokal, regional dan nasional, pemadam kebakaran, petugas hukum dan pertahanan sipil. Kesiapan rumah
sakit serta kesiapan pelayanan spesialistik juga harus disertakan dalam
mempersiapkan perencanaan musibah massal.
Proses pengelolaan bencana diatur dalam Sistem Komando
Bencana. Kendali biasanya ditangan Satkorlak (dinas pemadam kebakaran bila
dinegara lain umumnya), namun bisa juga pada penegak hukum seperti pada kasus
kriminal atau penyanderaan. Kelompok lain bisa membantu pemegang kendali.
Jaringan komunikasi yang jelas antar instansi harus sudah dimiliki untuk
mendapatkan pengelolaan musibah massal yang berhasil.
Tingkat respons atas musibah massal dapat ditentukan dan
akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian.
Tingkat tsb. :
Respons Tingkat I : Musibah massal terbatas yang
dapat dikelola oleh petugas Sistim
Gawat darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukan bantuan dari luar
organisasi.
Respons Tingkat II : Musibah massal yang melebihi
atau sangat membebani petugas Sistim Gawat darurat dan penyelamat lokal hingga
membutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar instansi. Khas dengan
banyaknya jumlah korban.
Respons Tingkat III : Musibah massal yang melebihi
kemampuan sumber Sistim Gawat darurat dan penyelamat baik lokal atau regional.
Banyak pasien yang tersebar pada banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan
koordinasi luas antar instansi.
TRIASE.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta
transportasi. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang
pengelolaan musibah massal. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas
pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus
menerus karena status triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard
nasional baku untuk triase. Metode triase bisa secara METTAG
(Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START
(Simple Triage And Rapid Transportation).
Pendekatan yang pernah dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan
atas korban namun sudah jarang dikerjakan adalah sistim METTAG. Prioritas tindakan
dijelaskan sebagai :
Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal
yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang
memerlukan tindakan dan transport segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal,
cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar
berat).
Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen
tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok,
cedera kepala atau tulang belakang leher, serta luka bakar ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor
yang tidak membutuhkan stabilisasi segera (cedera jaringan lunak, fraktura dan
dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas serta
gawat darurat psikologis).
Yang lazim digunakan adaklah Penuntun Lapangan START berupa penilaian pasien 30
detik setiap pasien yang mengamati Respirasi, Perfusi, dan status Mental (RPM) untuk memastikan
kelompok korban seperti yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang
tidak mungkin diselamatkan, atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau
apakah tidak memerlukan transport segera. Sistim METTAG atau pengkodean
dengan warna tagging system yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian
dari Penuntun Lapangan START.
PENILAIAN
DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE.
1.
Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.
2.
Tim respons pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan
bahaya, keamanan dan jumlah korban untuk menentukan tingkat respons yang
memadai.
3.
Beritahukan koordinator untuk mengumumkan musibah massal dan
kebutuhan akan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya
kejadian.
4.
Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu
tersedia :
a.
Petugas Komando Musibah.
b.
Petugas Komunikasi.
c.
Petugas Ekstrikasi/Bahaya.
d.
Petugas Triase Primer.
e.
Petugas Triase Sekunder.
f.
Petugas Perawatan.
g.
Petugas Angkut atau Transportasi.
5.
Kenali dan tunjuk area sektor musibah massal :
a.
Sektor Komando/Komunikasi Musibah.
b.
Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).
c.
Sektor Musibah.
d.
Sektor Ekstrikasi/Bahaya.
e.
Sektor Triase.
f.
Sektor Tindakan Primer.
g.
Sektor Tindakan Sekunder.
h.
Sektor Transportasi.
6.
Rencana Pasca Kejadian Musibah massal :
a.
Kritik Pasca Musibah.
b.
CISD (Critical Insident Stress Debriefing).
RINGKASAN PROSEDUR MUSIBAH MASSAL DASAR, INTERMEDIET
DAN PARAMEDIK.
Semua petugas gawat darurat bisa terlibat dalam pengelolaan
musibah massal. Semua petugas wajib melaksanakan Sistim Komando Bencana pada
semua keadaan musibah massal. Semua petugas harus waspada dan memiliki
pengetahuan sempurna dalam peran khusus dan pertanggung-jawabannya dalam usaha
penyelamatan.
Karena banyak keadaan musibah massal yang kompleks,
dianjurkan bahwa semua petugas harus berperan-serta dan menerima pelatihan
tambahan dalam pengelolaan musibah massal.
Contoh Gambar / Diagram……………
Referensi : Lihat daftar rujukan.