|
Mempertanyakan Perkosaan Massal
Kontroversi
benar tidaknya ada perkosaan massal pada kerusuhan lalu makin mengemuka. Tapi, ada
foto-foto palsu hasil rekayasa.
Dulu pengancam LSM atau Tim Relawan yang mengusut kasus perkosaan
massal pertengahan Mei lalu selalu misterius. Anggota LSM atau Tim Relawan pun hanya
mendapati teror lewat telepon gelap sampai ancaman granat. Tapi, pekan lalu LSM-LSM dan
Tim Relawan mendapatkan ancaman dari orang yang identitas dan alamatnya jelas. Kali ini
yang mengancam adalah Kapolri Letjen [Pol] Rusmanhadi. Kapolri menyatakan akan menyeret ke
pengadilan LSM-LSM yang selama ini gembar-gembor tentang pelecehan seksual dan perkosaan
massal pada kerusuhan pertengahan Mei lalu namun tidak bisa memberikan bukti. Kapolri
mengatakan bahwa LSM-LSM itu selalu mengembus-embuskan atau menghasut sehingga pihaknya
bisa memeriksa mereka dengan tuduhan menyiarkan kabar bohong. "Kalau mereka tidak
bisa menunjukkan bukti, kami akan cari pasalnya dalam pidana," ancam Rusmanhadi.
Pernyataan Kapolri yang bernada mengancam itu dilatarbelakangi
tidak adanya data perkosaan yang ditemukan oleh pihaknya. Memang, bukti-bukti adanya
perkosaan pada kerusuhan pertengahan Mei lalu masih diselimuti kabut. LSM-LSM atau Tim
Relawan yang menangani masalah ini pun belum bersedia menunjukkan bukti karena -- kata
mereka -- terbentur masalah etika.
Tapi yang cukup membuat kaget adalah pernyataan yang dikemukakan
seorang anggota Tim Relawan. Pendeta Drs Ch MD Estefanus MSi membantah kebenaran laporan
adanya 24 WNI keturunan Cina yang menjadi korban perkosaan massal di Solo.
"Berita-berita itu tidak benar, angka 24 itu adalah jumlah korban kerusuhan dan
penjarahan, bukan korban perkosaan," tegas Pimpinan Gereja Utusan Pantekosta Jemaat
Pasar Legi, Solo. Kontroversi itu juga muncul dari bukti-bukti foto perkosaan massal yang
muncul di Internet. Foto-foto itu dicurigai sebagai hasil rekaan. Kecurigaan itu dilansir
oleh koran Asian Wallstreet Journal yang mencurigai sebagian besar foto-foto itu palsu dan
tidak ada hubungannya dengan kerusuhan Mei lalu. Kecurigaan foto-foto seram itu juga
dikemukakan oleh Dewan Reformasi Pemuda dan Mahasiswa Surabaya [Derap] dan Aware [Kelompok
dari Singapura yang menggelar pameran foto-foto itu di Singapura]. "Ini foto-foto
kejadian di Timor-Timur, jauh sebelum kerusuhan Mei dan dipublikasikan kelompok
Fretelin," tegas Andi Achmad Sanusi, anggota Presedium Derap. (Sumber: Tabloid Aksi,
vol 2, No. 93, 25-31 Agustus 1998).
|