Siapa Pewaris Agama Ibrahim?
Nurchalish selalu mendakwahkan untuk mencari titik-titik pertemuan dan persamaan antara Islam, Kristen dan Yahudi. Menurutnya, ajaran Islam, Kristen dan Yahudi bertemu pada titik yang sama yakni tradisi monoteisme Ibrahim. Klaim Nurcholish ini tertolak bila kita baca keseluruhan Q.S. Ali Imran ayat 65-68, dan bukan hanya penggalan ayat saja sebagaimana yang dijadikan hujah Nurcholish. Rangkaian ayat 65-68 ini turun sebagai jawaban atas perdebatan kaum Nasrani dan Yahudi yang masing-masing mengklaim Ibrahim berada di pihaknya. Terjemah lengkap Q.S. Ali Imran : 65-68 adalah sebagai berikut ;
Ayat-ayat ini dengan tegas menolak klaim bahwa Ibrahim adalah Yahudi atau Nasrani, sebab kitab Taurat dan Injil diturunkan di masa sesudah Ibrahim. Secara aqidahpun, kaum Yahudi dan Nasrani telah menyimpang dari monoteisme Ibrahim. Yahudi mempercayai Uzair sebagai anak Tuhan, sedangkan Nasrani membuat konsep Trinitas yang menyimpang dari Tauhid. Karena itu baik secara historis maupun aqidah, kaum Yahudi dan Nasrani tidak bisa mengklaim bahwa mereka adalah pengikut-pengikut Nabi Ibrahim. Dan berdasarkan ayat 68, hanya Muhammad SAW beserta para pengikutnya yang berhak mengklaim sebagai pewaris Nabi Ibrahim, karena persamaan yang pasti yakni keyakinan kepada Tauhid yang murni.
Tentang pernyataan Nurcholish bahwa Islam bukanlah agama yang unik, tetapi merupakan kelanjutan dari agama sebelumnya sehingga segi persamaan Al Quran dengan Taurat dan Injil adalah lebih asasi, maka pernyataan ini juga pernyataan yang jauh dari kebenaran. Apalagi ia menjustifikasi pernyataan tersebut dengan mengatakan "setidaknya begitulah pandangan Al Quran sendiri."
Al Quran justru menolak upaya-upaya untuk mencari titik persamaan semacam ini, karena setelah Al Quran turun, maka kitab-kitab terdahulu hanya boleh diakui keberadaannya tetapi tidak menjadi syariat yang harus dijalankan. Allah berfirman :
"Dan Kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang turun sebelumnya) dan sebagai muhaimin terhadap kitab-kitab tersebut." (Q.S. Al Maidah : 48).
Menurut Imam Ibnu Katsir, makna "muhaimin" mencakup kata "amiin", "syahid" dan "hakim", yang semuanya berarti apa yang sesuai dengan Al Quran berarti benar dan apa saja yang menyalahi Al Quran berarti bathil (Tafsir Ibnu Katsir. Jilid II). Begitu pula Dewan Penterjemah Depag RI menafsirkan muhaimin sebagai batu ujian, yang berarti Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya. Karena itu posisi Al Quran bukan sebagai penerus Taurat dan Injil, tetapi justru mengoreksi kesalahan-kesalahan Taurat dan Injil yang telah diselewengkan oleh para penganut Yahudi dan Nasrani.
Secara tegas Al Quran memaparkan perbedaan asasi antara Islam dengan Yahudi dan Nasrani, yaitu dengan memberikan batas yang jelas antara iman dan kafir, sebagaimana akan dijelaskan dalam sub bab berikut.
Hanya Islam Agama yang Benar
Nurcholish memang berupaya untuk merelatifkan kebenaran agama Islam, Kristen dan Yahudi. Demi upayanya ini, tak segan-segan dia mencomot dan menafsirkan sendiri suatu ayat seperti Q.S. Al Baqarah ayat 62 yang telah disebutkan di atas. Padahal, dari tulisan-tulisan dan pemikiran-pemikiran yang dia ungkapkan jelas-jelas terbaca bahwa dia bukanlah seorang mufassir. Untuk mengartikan suatu kata, dia selalu melakukan pendekatan etimologis, sementara penafsiran Al Quran seharusnya menggunakan ayat Al Quran atau Hadist (Hamka, Tafsir Al Azhar Jilid I).
Pengambilan Q.S. Al Baqarah : 62 sebagai dalil bahwa agama Islam berifat inklusif tidaklah tepat. Mestinya, sebelum mengambil ayat ini sebagai dalil, Nurcholish harus terlebih dahulu melihat keterkaitan ayat ini dengan sekian banyak ayat-ayat Al Quran yang lain yang sama-sama menjelaskan tentang iman, melihat asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) dan status nasakh mansukhnya.
Untuk mengetahui makna Q.S. Al Baqarah : 62, terlebih dahulu kita harus melihat makna iman itu sendiri secara syari dan melihat siapa yang dapat dikatakan sebagai orang yang beriman.
Iman itu mencakup iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, kepada qadla dan qadar baik buruknya dari Allah (Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 1995). Hal ini disebutkan dalam ayat-ayat Quran secara pasti, misalnya pada Q.S. Al Baqarah : 177 yang artinya : "Akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi .."
Tidaklah seseorang dikatakan beriman bila mengingkari salah satu dari Rukun Iman. Karena itu, seorang yang beriman wajib mengimani juga kenabian dan kerasulan Muhammad SAW beserta syariat yang dibawanya, yaitu Al Quran. Iman kepada Muhammad dan kebenaran Al Quran mengharuskan satu hal, yakni mengikutinya, atau dengan kata lain, masuk ke dalam agama Islam. Allah sendirilah yang menegaskan hal ini. Firman Allah yang artinya : "Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya aku (Muhammad) adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Tidak ada Tuhan selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-nya (Muhammad), nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimatnya dan ikutilah dia (Muhammad) supaya kamu mendapat petunjuk ".(Al Araaaf:158).
Lebih jelas lagi keharusan masuk Islam bagi seluruh umat adalah sabda Rasulullah SAW dari Abu Hurairah r.a : " Demi Tuhan yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tidak seorang pun dari umat ini, Yahudi maupun Nasrani, yang mendengar tentang aku, kemudian mati tanpa mengimani risalah yang kubawa (Masuk Islam), kecuali dia termasuk penghuni neraka "(HR. Muslim).
Mengimani Nabi SAW artinya membenarkan dengan penuh penerimaan dan kepatuhan terhadap segala yang dibawanya, bukan hanya membenarkan semata. Oleh karena itulah Abu Thalib dikatakan bukan orang yang mengimani Nabi SAW, walaupun ia membenarkan apa yang dibawa oleh keponakannnya itu dan dia juga mengimani bahwa Islam adalah agama terbaik (Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, 1995).
Dengan demikian, bagaimana status orang-orang Yahudi dan Nasrani ?. Tentu saja kita dapat mengatakan mereka beriman hanya bila mereka mau mengimani kenabian Muhammad SAW dan kebenaran Al-Quran, sebagai konsekuensi dari pengakuan keimanan mereka kepada Allah. Bila mereka bertahan tidak mengakui Muhammad dan Al Quran, konsekuensinya, jatuhlah predikat kafir kepada mereka. Allah menyatakan hal ini dalam banyak ayat, diantaranya :
" Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Turat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa ". (QS. Al Baqarah:41)
Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu (mau) masuk Islam". Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah maha Melihat akan hamba-hamba-Nya." (QS. Ali Imran:20)
" Hai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Quran) yang membenarakan Kitab yang ada pada kamu sebelum Kami merobah muka(mu), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuk mereka sebagaimana Kami telah mengutuk orang-orang (yang berbuat masiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku".( QS. An Nisaa:47)
" Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana ". (QS. An Nisaa:170).
"Katakanlah :Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al-Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu" " (QS. Al Maidah : 68).
Dengan demikian, ketika kita memperhatikan QS. Al Baqarah : 62, setelah penjelasan di atas, hanya ada dua alternatif penafsiran yang dapat kita terima, yaitu :
Ditinjau dari segi ini, jelas bahwa perbedaaan antar agama lebih asasi, sekalipun persamaannya memang ada. Penghilangan nubuwah Muhammad dari kitab suci Yahudi dan Nasrani sudah cukup untuk menjadikan mereka masuk golongan kafir, apalagi penyelewengan aqidah yang mereka lakukan dengan memasukkan unsur-unsur syirik ke dalam kitab mereka, seperti Trinitas nasrani atau pengakuan Uzair anak Allah dari Yahudi. Bagaimana kita harus mempertemukan Islam yang bertauhid murni dengan Yahudi dan Nasrani yang Allah telah memvonisnya kafir ?.
Firman Allah, yang artinya :
" Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya Allah itu ialah Al masih putra Maryam "(QS. Al Maidah:17)
" Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan : "Bahwasannya Allah adalah salah satu dari yang tiga " "(QS. Al Maidah:73)
" Orang-orang yahudi berkata : Uzair itu putera Allah , dan orang nasrani berkata, Al Masih itu putera Allah. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling ?" (QS. At Taubah:30)
" Orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik mengatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata "(QS. Al Bayyinah:1)
Tentang ahli kitab, Gus Dur mengatakan bahwa mereka tidaklah termasuk orang-orang kafir (Kompas, 1 Maret 1999). Penafsiran Gus Dur (yang notabene bukan ahli tafsir) ini bertentangan dengan penafsiran para mufasir terhadap QS. Al Bayyinah ayat 1. Hamka dalam Tafsir Al Azhar Juzu XXX hal. 226 menyebutkan, "Kafir di sini ialah orang-orang yang menolak, yang tidak mau percaya, tidak mau menerima kebenaran yang dibawa Rasul SAW. Mereka itu terdiri dari Ahlul Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani, dan kaum musyrikin yang masih menyembah berhala". Sedangkan Imam Jalaluddin Al Mahally dan Imam Jalaluddin As Suyuthi dalam Tafsir Jalalain Jilid 4 hal. 2763 mengatakan bahwa huruf min (s Ý ) dalam ayat ..s Ý ¯ ä R h Ù s ç Q Û ¯ s l ç q Û mengandung makna penjelasan (min bayan, yang berarti yakni), sehingga terjemahan ayat tersebut adalah "tiadalah orang-orang kafir yakni ahli kitab dan musyrikin .".
Dari sini jelas bahwa orang yang beriman pastilah dia akan masuk Islam. Dengan demikian, suatu kesalahan besar, menyebut Mangunwijaya sebagai saudara seiman, bahkan menjadikannya kiblat, padahal Allah telah melarang seorang Muslim menjadikan orang kafir sebagai wali. Firman Allah yang artinya :" Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mumin.. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah" (QS. Ali Imran ; 28).
Tafsir Depag mengartikan wali sebagai teman akrab, pemimpin, pelindung atau penolong. Dan sebagai balasan dari kekafiran, Allah memberikan jaminan neraka kepada orang-orang seperti Mangunwijaya.
Firman Allah yang artinya :
"Dan orang-orang yang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik tempatnya adalah neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya". (QS. Al bayyinah : 6)
Tentang QS. Al Maidah:16, di sini juga nampak "kesewenang-wenangan" Nurcholish dalam mencomot ayat sebagai dalilnya. Ayat 16, pada dasarnya tidak terpisah dari ayat 15. Lengkapnya kedua ayat tersebut adalah sebagai berikut :
"Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan".(Al Maidah:15).
"Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinNya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus".(Al Maidah:16).
Dari ayat 15, Ibnu Abbas, juga Dewan Penterjemah Al Quran Depag RI menafsirkan "Nuur" tersebut adalah Muhammad, dan kitab yang menerangkan adalah Al Quran. Dengan demikian, terjemahan ayat 16 seharusnya adalah : "Dengan Al Quran Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan ."
Bila ditunjuki dengan Al Quran, otomatis penafsiran yang paling tepat untuk subulassalam adalah jalan-jalan agama Islam, bukan agama-agama lain !. Inilah pendapat para mufasir seperti Ibnu Abbas dan Ash Shabuni.