Tunis, 12 Desember 2005
Usir Dingin Dengan Bahasa Perancis
Ahad (11/12) seharian kemaren, matahari tak nampak di
angkasa Tunis. Awan tebal bergelayut, mendung hitam
menutupi langit. Sesekali gerimis turun membasahi bumi.
Gimana rasa dinginnya, wah jangan tanya lagi dech.
Hingga lewat magrib, suasana masih tak berubah, gerimis
malah tak mau henti. Kabut tebal diatas sana nampak
semakin hitam, ditelan senja yang temaram. Udara dingin
terasa dimana-mana, menusuki pori-pori satu juta warga
kota Tunis.
Tapi, udara dingin senja itu seolah tak dirasakan oleh 9
manusia mungil bin imut yang tengah berada di
sekretariat PPI Tunisia. Gelak tawa menghiasi acara kami
saat itu; kursus mingguan bahasa Perancis. Waktu dua
jam tak terasa lama, udara dingin akibat gerimis juga
tak digubris. Pasalnya, pelajaran senja itu sangat
menarik. Kami harus bercerita soal Un Bureau Fou Fou Fou,
kisah sebuah kantor gila.
Kantor gila? Ya, sebuah kantor gila. Kantor yang
acak-acakan tak tentu. Sang instruktur, Muhamad Yazid
yang Perancisnya sudah cas cis cus mula-mula menggambar
suasana sebuah ruangan yang tidak teratur. Di sebuah
whiteboard tua tapi serbaguna milik PPI. Ada gambar
meja yang sedang terlentang, kursi sofa yang bergantung
di dinding, serta buku yang berserakan di lantai. Lalu,
ia menanyai kami bergiliran. Ou est la cloche ? Di manakah
posisi jam dinding? Au dessous de la chaise. Bacanya, o
dessu de la syez, tuturku terbata-bata. Diulang-ulang
karena salah melulu. Kawan-kawan tertawa cekikikan.
Maklum, aku masih buta soal Perancis. Jam dinding itu
berada di kolong kursi, begitu kira-kira arti kalimat
yang kusebutkan.
Ou est le canapé ? Di manakah kursi panjang itu? Tanya Yazid kepada Ulung, mahasiswa baru di S2 Ushuludin.
Le canapé est debout contre le mur. Ulung mencoba membaca, le
canape E debu contkhe le myukh. Kursi panjang itu berdiri
di menyandar dinding. Jorok banget tuh pemilik kantor,
komentarku.
Ya begitulah, suasana belajar yang amat santai.
Tema-tema populer, dikemas dengan ungkapan sederhana dan
contoh yang menarik. Meski ga masuk akal dan sedikit
norak, hehe.. Yang penting khan substansinya itu lho.
Bagaimana melatih lidah untuk fasih Perancis. Aku
merasakan, bahasa Perancis ternyata sangat sulit. Lebih
sulit dari bahasa Inggris. Menurut cerita dosenku,
kosakata bahasa Perancis jauh lebih kaya ketimbang
Inggris. Bahasa Perancis banyak mengumbar pelafalan kha
seperti halnya kha huruf idzhar dalam ilmu tajwid.
Pendule dibaca pendyul, bureau dibaca byukho. Teks
diucapkan sangat jauh berbeda dari tulisannya.
Bagi mereka yang belajar di Zaituna, bahasa Perancis
adalah kebutuhan yang tak terelakkan. Mungkin hal ini
dialami juga oleh kawan-kawan di Maroko dan Aljazair.
Dosen-dosen banyak merujuk referensi berbahasa Perancis.
Pengumuman-pengumuman atau merk-merk tulisan di kampus,
banyak menggunakan bahasa Perancis.
Maka bagi kami yang di Zaituna, kursus mingguan bahasa
Perancis menjadi program utama PPI. Sukses bahasa
Perancis, berarti sekian puluh persen kesuksesan belajar
telah di tangan. Meski kami juga tak lupa dengan bahasa
Arab dan Inggeris. Diskusi ilmiah bahasa Arab akan
segera diaktifkan lagi. Selain kursus bahasa Inggeris
setiap Selasa malam yang kebetulan aku sendiri ketiban
tugas sebagai pemandunya. Ya sebagai new comer di
lingkungan PPI Tunisia, aku manut saja. Khusus untuk
bahasa Inggris ini, metode belajaranya berkonsentrasi
pada pemahaman teks dan latihan pengucapan
(pronunciation) yang baik. Karena rata-rata para anggota
sudah punya basic bahasa Inggeris.
Kami biasanya belajar selama maksimal 90 menit. Seperti
Ahad kemaren itu. Menjelang jam 19.00 malam, acara kami
berhenti. Petugas piket masak segera beraksi di dapur.
Sementara kawan lainnya bersantai di ruang tengah,
sambil sesekali mengulang-ulang pelajaran yang baru
berlalu. Suasana tetap terasa hangat, padahal di luar
sana, gerimis masih terdengar berjatuhan.
Dede Permana Nugraha
Humas PPI-Tunisia 2005-2007
|